Anda di halaman 1dari 22

KEPERAWATAN JIWA

KONSEP MODEL KEPERAWATAN JIWA

Faisal Kholid Fahdi, M.Kep.,Ners.

Disusun Olek Kelompok 3 :

1. Hany Luqianie:I1032141004 8. Yolanda Yuniati : I1032141035


2. Suci Ramadhanty : I1032141005 9.Ananda Maharani P : I1032141037
3. Deska Kurnia S : I1032141018 10.Siti Annisa NH:I1032141041
4. Irenius Efferen : I1032141019 11. Eka Putri F:I1032141042
5. Teguh Ayatullah : I103214124 12. Delima Ritonga : I1032141044
6. Agung Triputra : I1032141028 13. Eni Sartika:I1032141047
7. Destura : I1032141030 14. Riri Fitri Sari : I1032141048

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Jiwa.

Terimakasih kepada Bapak Faisal Kholid Fahdi, M.Kep.,Ners selaku dosen


pembimbing yang turut membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Semoga makalah ini memberi manfaat pada pembaca dan juga menjadi pembelajaran
bagi kami. Tak lepas dari banyak kekurangan untuk itu kami menerima segala kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk pelajaran kami di masa mendatang. Semoga apa yang
kami harapkan dapat di capai dengan sempurna.
DAFTAR ISI
BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Jiwa adalah unsur manusia yang bersifat nonmateri, tetapi fungsi dan
manifestasinya sangat terkait pada materi. Jiwa bukan berupa benda, melainkan sebuah
sistem perilaku, hasil olah pemikiran, perasaan, persepsi, dan berbagai pengaruh
lingkungan sosial. Semua ini merupakan manifestasi sebuah kejiwaan seseorang. Oleh
karena itu, untuk mempelajari ilmu jiwa dan keperawatannya, pelajarilah dari manifestasi
jiwa terkait pada materi yang dapat diamati berupa perilaku manusia. Manifestasi jiwa
antara lain tampak pada kesadaran, afek, emosi, psikomotor, proses berpikir, persepsi,
dan sifat kepribadian. Kesadaran dalam hal ini lebih bersifat kualitatif, diukur dengan
memperhatikan perbedaan stimulus (stressor) dan respons (perilaku yang ditampilkan),
serta tidak diukur dengan Glasgow Coma Scale (GCS) (Yusuf & hanik, 2015).
Sedangkan definisi dari sehat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keadaan
bugar dan nyaman seluruh tubuh dan bagian-bagiannya. Bugar dan nyaman adalah
relatif, karena bersifat subjektif sesuai orang yang mendefinisikan dan merasakan.
Stuart dan Sundeen memberikan batasan tentang keperawatan jiwa, yaitu suatu
proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku,
yang mengontribusi pada fungsi yang terintegrasi. Sementara ANA (American Nurses
Association) mendefinisikan keperawatan kesehatan jiwa adalah suatu bidang
spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai
ilmunya dan penggunaan diri secara terapeutik sebagai kiatnya (Stuart, 2007).
Berdasarkan dua pengertian di atas, maka setiap perawat jiwa dituntut mampu menguasai
bidangnya dengan menggunakan ilmu perilaku sebagai landasan berpikir dan berupaya
sedemikian rupa sehingga dirinya dapat menjadi alat yang efektif dalam merawat pasien
(Depkes RI, 1998).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah dari keperawatan jiwa di dunia?
2. Sejarah dan Perkembangan Keperawatan Jiwa di Indonesia ?
3. Apa definisi dari Keperawatan Jiwa ?
4. Apa Falsafah dari Keperawatan Jiwa ?
5. Bagaimana Model keperawatan jiwa ?
6. Apa Model Stres Adaptasi dalam Keperawatan Jiwa ?
7. Aspek Legal dan Etik dalam Keperawatan Jiwa ?
1.3 Tujuan Pembelajaran
1. Mengetahui sejarah dari keperawatan jiwa di dunia.
2. Mengetahui Sejarah dan Perkembangan Keperawatan Jiwa di Indonesia.
3. Mengetahui definisi dari Keperawatan Jiwa.
4. Mengetahui Falsafah dari Keperawatan Jiwa.
5. Mengetahui Model keperawatan jiwa.
6. Mengetahui Model Stres Adaptasi dalam Keperawatan Jiwa.
7. Mengetahui Aspek Legal dan Etik dalam Keperawatan Jiwa.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Sejarah Keperawatan jiwa didunia


Sejarah keperawatan di dunia diawali pada zaman purbakala (Primitive Culture)
sampai pada munculnya Florence Nightingale sebagai pelopor keperawatan yang berasal
dari Inggris. Perkembangan keperwatan sangat dipengaruhi oleh perkembangan struktur
dan kemajuan peradaban manusia.
Perkembangan keperawatan diawali pada:
a. Zaman Purbakala (Primitive Culture)
Manusia diciptakan memiliki naluri untuk merawat diri sendiri (tercermin pada
seorang ibu). Harapan pada awal perkembangan keperawatan adalah perawat harus
memiliki naluri keibuan (Mother Instinc). Dari masa Mother Instic kemudian bergeser
ke zaman dimana orang masih percaya pada sesuatu tentang adanya kekuatan mistic
yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Kepercayaan ini dikenal dengan nama
Animisme. Mereka meyakini bahwa sakitnya seseorang disebabkan karena kekuatan
alam/pengaruh gaib seperti batu-batu, pohon-pohon besar dan gunung-gunung tinggi.
Kemudian dilanjutkan dengan kepercayaan pada dewa-dewa dimana pada masa itu
mereka menganggap bahwa penyakit disebabkan karena kemarahan dewa, sehingga
kuil-kuil didirikan sebagai tempat pemujaan dan orang yang sakit meminta
kesembuhan di kuil tersebut. Setelah itu perkembangan keperawatan terus berubah
dengan adanya Diakones & Philantrop, yaitu suatu kelompok wanita tua dan janda
yang membantu pendeta dalam merawat orang sakit, sejak itu mulai berkembanglah
ilmu keperawatan.
b. Zaman Keagamaan
Perkembangan keperawatan mulai bergeser kearah spiritual dimana seseorang yang
sakit dapat disebabkan karena adanya dosa/kutukan Tuhan. Pusat perawatan adalah
tempat-tempat ibadah sehingga pada waktu itu pemimpin agama disebut sebagai tabib
yang mengobati pasien. Perawat dianggap sebagai budak dan yang hanya membantu
dan bekerja atas perintah pemimpin agama.
c. Zaman Masehi
Keperawatan dimulai pada saat perkembangan agama Nasrani, dimana pada saat itu
banyak terbentuk Diakones yaitu suatu organisasi wanita yang bertujuan untuk
mengunjungiorang sakit sedangkan laki-laki diberi tugas dalam memberikan
perawatan untuk mengubur bagi yang meninggal. Pada zaman pemerintahan Lord-
Constantine, ia mendirikan Xenodhoecim atau hospes yaitu tempat penampungan
orang-orang sakit yang membutuhkan pertolongan. Pada zaman ini berdirilah Rumah
Sakit di Roma yaitu Monastic Hospital.
d. Pertengahan abad VI Masehi
Pada abad ini keperawatan berkembang di Asia Barat Daya yaitu Timur Tengah,
seiring dengan perkembangan agama Islam. Pengaruh agama Islam terhadap
perkembangan keperawatan tidak lepas dari keberhasilan Nabi Muhammad SAW
menyebarkan agama Islam. Abad VII Masehi, di Jazirah Arab berkembang pesat ilmu
pengetahuan seperti Ilmu Pasti, Kimia, Hygiene dan obat-obatan. Pada masa ini mulai
muncul prinsip-prinsip dasar keperawatan kesehatan seperti pentingnya kebersihan
diri, kebersihan makanan dan lingkungan. Tokoh keperawatan yang terkenal dari Arab
adalah Rufaidah.
e. Permulaan abad XVI
Pada masa ini, struktur dan orientasi masyarakat berubah dari agama menjadi
kekuasaan, yaitu perang, eksplorasi kekayaan dan semangat kolonial. Gereja dan
tempat-tempat ibadah ditutup, padahal tempat ini digunakan oleh orde-orde agama
untuk merawat orang sakit. Dengan adanya perubahan ini, sebagai dampak negatifnya
bagi keperawatan adalah berkurangnya tenaga perawat. Untuk memenuhi kurangnya
perawat, bekas wanita tuna susila yang sudah bertobat bekerja sebagai perawat.
Dampak positif pada masa ini, dengan adanya perang salib, untuk menolong korban
perang dibutuhkan banyak tenaga sukarela sebagai perawat, mereka terdiri dari orde-
orde agama, wanita-wanita yang mengikuti suami berperang dan tentara (pria) yang
bertugas rangkap sebagai perawat. Pengaruh perang salib terhadap keperawatan :
 Mulai dikenal konsep P3K
 Perawat mulai dibutuhkan dalam ketentaraan sehingga timbul peluang kerja bagi
perawat dibidang sosial.
Ada 3 Rumah Sakit yang berperan besar pada masa itu terhadap perkembangan
keperawatan:
 Hotel Dieu di Lion
Awalnya pekerjaan perawat dilakukan oleh bekas WTS yang telah bertobat.
Selanjutnya pekerjaan perawat digantikan oleh perawat terdidik melalui
pendidikan keperawatan di RS ini.
 Hotel Dieu di Paris
Pekerjaan perawat dilakukan oleh orde agama. Sesudah Revolusi Perancis, orde
agama dihapuskan dan pekerjaan perawat dilakukan oleh orang-orang bebas.
Pelopor perawat di RS ini adalah Genevieve Bouquet.
 ST. Thomas Hospital (1123 M)
Pelopor perawat di RS ini adalah Florence Nightingale (1820). Pada masa ini
perawat mulai dipercaya banyak orang. Pada saat perang Crimean War, Florence
ditunjuk oleh negara Inggris untuk menata asuhan keperawatan di RS Militer di
Turki. Hal tersebut memberi peluang bagi Florence untuk meraih prestasi dan
sekaligus meningkatkan status perawat. Kemudian Florence dijuluki dengan
nama “ The Lady of the Lamp”.
 Perkembangan keperawatan di Inggris
Florence kembali ke Inggris setelah perang Crimean. Pada tahun 1840 Inggris
mengalami perubahan besar dimana sekolah-sekolah perawat mulai bermunculan
dan Florence membuka sekolah perawat modern. Konsep pendidikan Florence ini
mempengaruhi pendidikan keperawatan di dunia.

Negara-negara yang berpengaruh dalam perkembangan keperawatan jiwa:


1. Peru
Dari zaman purbakala telah terdapat tanda- tanda yang menunjukkan bahwa
pada waktu itu manusia sudah mengenal dan berusaha mengobati gangguan jiwa.
Ditemukan beberapa tengkorak yang di lubangi, mungkin pada penderita penyakit
ayan atau yang menunjukan perilaku kekerasan dengan maksud untuk
mengeluarkan roh jahat. Kepercayaan bahwa gangguan jiwa itu timbul karena
masuknya roh nenek moyang ke dalam tubuh seseorang lalu menguasainya
merupakan suatu hal yang universal.
2. Mesir
Kira –kira dalam tahun 1500 SM terdapat tulisan tentang orang yang sudah
tua, sebagai berikut: “... hati menjadi berat dan tidak dapat mengingat lagi hari
kemarin”. Dalam tahun-tahun berikutnya di sana di dirikan beberapa buah kuil
yang terkenal dengan nama “Kuil Saturn” untuk merawat orang dengan gangguan
jiwa
3. Yunani
Hippocrates (460-357 SM) yang sekarang di anggap sebagai bapak ilmu
kedokteran yang terkenal karena rumus sumpah dokternya telah menggambarkan
gejala- gejala melancholia dan berpendapat bahwa penyakit ayan itu bukanlah
suatu penyakit keramat akan tetapi mempunyai penyebab alamiah seperti penyakit
lain.Dalam kuil-kuil yang di pakai sebagai tempat perawatan pasien dengan
gangguan jiwa di gunakan hawa segar, air murni dan sinar matahari serta musik
yang menarik dalam pengobatan para penderita itu. Dalam jaman romawi pada
waktu itu di lakukan “pengeluaran darah dan mandi belerang”. Setelah jatuhnya
kebudayaan yunani dan romawi, dan ilmu kedokteran mengalami kemunduran.
Penderita gangguan jiwa di ikat, di kurung, di pukuli atau dibiarkan kelaparan. Ada
yang di masukan ke dalam sebuah tong lalu di gulingkan dari atas bukit ke bawah
ada yang di cemplungkan ke dalam sungai secara mendadak dari atas jembatan.
4. Negara-negara Arab
Di pakai cara-cara yang lebih berprikemanusiaan. Mereka memakai tempat
pemandian, diit, obat-obatan , wangi-wangian, dan musik yang halus dalam
suasana yang santai.
5. Eropa
Pada abad ke -17 dan 18 di dirikan rumah perawatan penderita gangguan
jiwa yang dinamakan “rumah amal”, “ rumah kontrak” atau “suaka duniawi”. Cara
pengobatan yang populer pada waktu itu ialah “ pengeluaran darah “, penderita di
pakaikan “ “pakaian gila” dan di cambuk.
6. Prancis
Pada akhir revolusi abad ke- 18 terjadi perubahan dalam tempat
penampungan penderita gangguan jiwa. PHILLIPE PINEL (1745- 1826) menjadi
pengawas rumah sakit Bicetre ( untuk penderita pria) dan kemudian pada
Salpetriere ( untuk penderita wanita). Keduanya di huni oleh penjahat , penderita
retradasi mental dan penderita gangguan jiwa. Tindakan pertama pinel ialah
melepaskan penderita gangguan jiwa dari belenggu mereka.

2.2 Sejarah dan Perkembangan Keperawatan Jiwa di Indonesia


Sejarah dan perkembangan keperawatan di Indonesia dimulai pada masa
penjajahan Belanda sampai pada masa kemerdekaan.
1. Masa Penjajahan Belanda
Perkembangam keperawatan di Indonesia dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi
yaitu pada saat penjajahan kolonial Belanda, Inggris dan Jepang. Pada masa
pemerintahan kolonial Belanda, perawat berasal dari penduduk pribumi yang disebut
Velpeger dengan dibantu Zieken Oppaser sebagai penjaga orang sakit. Tahun 1799
didirikan rumah sakit Binen Hospital di Jakarta untuk memelihara kesehatan staf dan
tentara Belanda. Usaha pemerintah kolonial Belanda pada masa ini adalah
membentuk Dinas Kesehatan Tentara dan Dinas Kesehatan Rakyat. Daendels
mendirikan rumah sakit di Jakarta, Surabaya dan Semarang, tetapi tidak diikuti
perkembangan profesi keperawatan, karena tujuannya hanya untuk kepentingan
tentara Belanda.
2. Masa Penjajahan Inggris (1812 – 1816)
Gubernur Jenderal Inggris ketika VOC berkuasa yaitu Raffles sangat memperhatikan
kesehatan rakyat. Berangkat dari semboyannya yaitu kesehatan adalah milik
manusia, ia melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki derajat kesehatan
penduduk pribumi antara lain :
 pencacaran umum
 cara perawatan pasien dengan gangguan jiwa
 kesehatan para tahanan
Setelah pemerintahan kolonial kembali ke tangan Belanda, kesehatan penduduk
lebih maju. Pada tahun 1819 didirikan RS. Stadverband di Glodok Jakarta dan pada
tahun 1919 dipindahkan ke Salemba yaitu RS. Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Tahun 1816 – 1942 berdiri rumah sakit – rumah sakit hampir bersamaan yaitu RS.
PGI Cikini Jakarta, RS. ST Carollus Jakarta, RS. ST. Boromeus di Bandung, RS
Elizabeth di Semarang. Bersamaan dengan itu berdiri pula sekolah-sekolah perawat.
3. Zaman Penjajahan Jepang (1942 – 1945)
Pada masa ini perkembangan keperawatan mengalami kemunduran, dan dunia
keperawatan di Indonesia mengalami zaman kegelapan. Tugas keperawatan
dilakukan oleh orang-orang tidak terdidik, pimpinan rumah sakit diambil alih oleh
Jepang, akhirnya terjadi kekurangan obat sehingga timbul wabah.
4. Zaman Kemerdekaan
Tahun 1949 mulai adanya pembangunan dibidang kesehatan yaitu rumah sakit dan
balai pengobatan. Tahun 1952 didirikan Sekolah Guru Perawat dan sekolah perawat
setimgkat SMP. Pendidikan keperawatan profesional mulai didirikan tahun 1962
yaitu Akper milik Departemen Kesehatan di Jakarta untuk menghasilkan perawat
profesional pemula. Pendirian Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK) mulai
bermunculan, tahun 1985 didirikan PSIK ( Program Studi Ilmu Keperawatan ) yang
merupakan momentum kebangkitan keperawatan di Indonesia. Tahun 1995 PSIK
FK UI berubah status menjadi FIK UI. Kemudian muncul PSIK-PSIK baru seperti di
Undip, UGM, UNHAS dll.

2.3 Definisi Keperawatan Jiwa


Keperawatan Jiwa adalah area khusus dalam praktik keperawatan yang
menggunakan ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri
secara terapautik dalam meningkatkan, mempertahankan, serta memulihkan kesehatan
mental klien dan kesehatan mental masyarakat dimana klien berada (American Nurses
Associtions (ANA).
Keperawatan jiwa adalah perawat jiwa yang berusaha menemukan dan memenuhi
kebutuhan dasar klien yang terganggu seperti kebuituhan fisik, kebutuhan rasa aman,
kebutuhan mencintai dan di sayangi, kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi
(Clinton, 1996)
Keperawatan kesehatan jiwa adalah suatu bidang praktik keperawatan yang
menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmu dan penggunaan diri sendiri secara
terapeutik sebagai kiatnya (DepKes, 1990)
Dapat disimpulkan keperawatan jiwa adalah suatu bagian yang tidak terpisahkan
dari kesehatan atau bagian integral dan merupakan unsur utama dalam menunjang
terwujudnya kualitas hidup manusia yang utuh.

2.4 Falsafah Keperawatan Jiwa


Beberapa keyakinan mendasar dalam keperawatan jiwa meliputi hal – hal
sebgaai berikut : (Kusumawati, 2011)
1) Individu memiliki harkat dan martabat sehingga masing-masing individu perl
dihargai
2) Tujuan individu meliputi timbuh, sehat, otonomi, dan aktualisasi diri
3) Masing – masing individu berpotensi untuk berubah
4) Manusia adalah makhluk holistic yang berinteraksi dan bereaksi dengan
lingkungan sebagai manusia yang utuh.
5) Masing – maisng orang memiliki kebutuhan dasar yang sama
6) Semua perilaku individu bermakna
7) Perilaku individu meliputi persepsi, pikiran, perasaan, dan tindakan
8) Individu memiliki kapasitas koping yang bervariasi, dipengaruhi oleh kondisi
genetic, lingkungan, kondisi stress, dan sumber yang tersedia
9) Sakit dapat menumbuhkan dan mengembangkan psikologis bagi individu
10) setiap orang mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang
sama
11) Kesehatan mental adalah komponen kritikal dan penting dari pelayanan
kesehatan yang komprehensif
12) Individu mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan
fisik dan mentalnya
13) Tujuan keperawatan adalah meningktkan kesejahteraan memaksimalkan
fungsi (meminimalkan kecacatan/ ketidakmampuan) dan meningkatkan
aktualisasi diri.
14) Hubungan interpersonal dapat menghasilkan perubahan pertumbuhan
individu.

2.5 Model Keperawatan Jiwa


Model adalah suatu cara untuk mengorganisasikan pengetahuan yang
kompleks, membantu praktisi, serta memberi arah dan dasar dalam menentukan
bantuan yang diperlukan. Model praktik keperawatan jiwa mencerminkan sudut
pandang dalam mempelajari penyimpangan perilaku dan proses terapeutik
dikembangkan. Model praktik dalam keperawatan kesehatan jiwa ini menggambarkan
sebuah psikodinamika terjadinya gangguan jiwa. Psikodinamika terjadinya gangguan
jiwa menggambarkan serangkaian peristiwa, sehingga gangguan jiwa terjadi. Oleh
karenanya, diperlukan pengkajian mendalam terhadap berbagai faktor penyebab
gangguan jiwa, tanda dan gejala, serta urutan kejadian peristiwa. Dengan demikian,
akan tergambarkan sebagai masalah keperawatan yang ditemukan (pada komponen
pengkajian keperawatan jiwa), sehingga dapat disusun jejaring urutan kejadian
masalah dalam sebuah pohon masalah. Beberapa model praktik yang
dikembangkan dalam keperawatan kesehatan jiwa antara lain model psikoanalisis,
model interpersonal, model sosial, eksistensial, suportif, komunikasi, perilaku,
model medik, dan yang paling sering digunakan dalam keperawatan jiwa adalah
model stres adaptasi. (yusuf, 2015)
Beberapa model dalam praktik keperawtan sebagai berikut : (Kusumawati, 2011)
1. Psychoanalitycal (Freud, Erickson)
Pada model ini menjelaskan bahwa gangguan jiwa terjadi pada seseorang
apabila ego (akal) tidak berfungsi dalam mengontrol id (kehendak nafsu atau insting).
Ketidakmampuan sesorang dalam menggunakan akalnya (ego) untuk mematuhi tata
tertib, peraturan, norma dan agama (super ego/ das uberich) akan mendorong
terjadinya penyimpangan perilaku (deviation behavioral). Faktor penyebab yang lain
adlah konflik intrpsikis terutama pada masa anak anak sehingga menyebabkan trauma
yang membekas pada masa dewasa. Proses terapi pada model ini adalah
menggunakan metode asosiasi bebeas (bebas melakukan imajinasi persepsi menurut
masing – masing individu) dan analisis mimpi, transferen untuk memperbaiki
traumatic masa lalu. Misalnya menggunakan metode hipnotis (hypnotic), yaitu dengan
membuat tidur klien dan perawat menggali traumatis masa lalu. Dengan cara ini, klien
akan mengungkapkan pikiran dan mimpinya, sedangkan trapis berupaya
menginterpretasikan pikiran dan mimpi pasien.
1. Interpersonal (Sullivan dan Peplau)
Pada konsep ini, kelainan jiwa seseorang bisa muncul akibat adanya ancaman.
Ancsmsn tersebut menimbulkan kecemasan/ansietas, dimana muncul akibat seseorang
mengalami konflik saat berhubngan dengan orang lain/interpersonal. Pada konsep ini
perasaan takut seseorang didasari adanya ketakutan ditolak atau tidak diterima orang
sekitrnya. Proses terapi pada konsep ini adalah berupaya membangun rasa aman bagi
klien (Build Feeling Security), menjalin hubungan yang saling percaya (trusiting
relationship and interpersonal satisfaction), dan membina kepuasan dalam bergaul
dengan orang lain sehingga klien merasa berharga dan terhormat. Peran perawat
dalam hal ini adalah berupaya berbagi (sharing) mengenai hal – hal yang dirasakan
klien, apa yang biasa dicemaskan olehklien saat berhubungan dengan orang lain
(share anxietas) dan berupaya bersikap empat, serta turut merasakan apa yang
dirasakan oleh klien. Selain itu, perawat juga memberikan respons verbal yang
mendorong rasa aman klien dalam berhubungan dengan orang lain seperti : “Saya
senang berbicara dengan Anda, saya siap membantu Anda, Anda sngat
menyenangkan bagi saya.
2. Sosial (Caplan, Szasz)
Dalam konsep ini seseorang akan mengalami gangguan atau mengalami
penyimpangan perilaku apabila terdapat banyak faktor sosial dan faktor lingkungan
yang akan memicu munculnya stress pada seseorang. Akumulasi stressor pada
lingkungan yang mencetus stress seperti : bising, macet, tuntutan persaingan kerja,
harga barang yang mahal, persaingan kemewahan, iklim yang sangat panas atau
dingin, ancaman penyakit, polusi, serta sampah. Stresor dari lingkungan diperparah
dengan adanya stressor dari hubungan sosial seperti atasan yang galak, tetangga yang
buruk, atau anak yang nakal. Prinsip terapi adalah pentingnya modifikasi lingkungan
dan adanya dukungan sosial. Peran perawat adalah menggali sisitem sosial klien
seperti suasana dirumah, kantor, sekolah dan masyarakat.
3. Eksistensi (Ellis, Rogers)
Menurut model ini gangguan jiwa terjadi bila individu gagal menemukan jati
dirinya dan tujuan hidupnya. Individu tidak memiliki kebanggaan dirinya, membenci
dirinya sendiri, dan mengalami ganggguan dalam body image-nya. Sering kali sfaktor
ndividu bingung dengan dirinya sendiri sehingga pencarian makna kehidupannya
menjadi kabur, serta individu merasa asing dan bingung denga dirinya. Prinsip
terapinya adalah individu untuk bergaul dengan orang lain, memahami riwayat hidup
orang lain yang dianggap sukses atau sebagai panutan, memperluas kesadaran diri
dengan intropeksi diri., mendorong untuk menerima jati dirinya sendiri, dan menerima
kritik atau feed back tentang perilakunya dari orang lain.
4. Supportive Therapy (Wermon, Rockland)
Penyebab gangguan jiwa pada konsep ini adalah biopsikososial dan respons
maladaptif saat ini yang muncul akan berakumulasi menjadi satu. Aspek biologis
yang dapat menjadi masalah adalah seperti sering sakit maag, batuk-batuk dan lain-
lain. Sedangkan aspek psikologis yang dapat menjadi keluhan atu masalah adalah
mudah cemas, kurang percaya diri, ragu- ragu dan pemarah. Lalu yang dapat menjadi
masalah dalam aspek sosialnya adalah susah bergaul, menarik diri, tidak disukai,
bermusuhan, tidak mampu mendapat pekerjaan, dan sebagainya. Prinsip terapinya
adalah menguatkan respons koping adaptif, individu diupayakan mengenal terlebih
dahulu kekuatan – kekuatan yang ada pada dirinya, lalu nantinya kekuatan mana yang
akan menjadi pemecahan masalah yang dihadapi.
5. Medical (Meyer, Kraeplin)
Menurut konsep ini gangguan jiwa cenderung muncul akibat multifaktor yang
kompleksng meliputi : aspek fisik, genetic, lingkungan, dan faktor sosial sehingga
penatalaksanaannya adalah dengan pemeriksaan diagnostic, terapi somatic,
farmakologi, dan teknik interpersonal. Perawat berperan dalam kolaborasi dengan tim
medis lainnya dalam pemberian terapi, laporan mengenai dampak terapi menentukan
diagnosis, dan menentukan jenis pendekatan yang digunakan.
2.6 Model Stres Adaptasi dalam Keperawatan Jiwa
Keperawatan kesehatan jiwa menggunakan model stres adaptasi dalam
mengidentifikasi penyimpangan perilaku. Model ini mengidentifikasi sehat sakit
sebagai hasil berbagai karakteristik individu yang berinteraksi dengan faktor
lingkungan. Model ini mengintegrasikan komponen biologis, psikologis, serta sosial
dalam pengkajian dan penyelesaian masalahnya. Apabila masalah disebabkan karena
fisik, maka pengobatan dengan fisik atau kimiawi. Apabila masalah psikologis,
maka harus diselesaikan secara psikologis. Demikian pula jika masalah sosial, maka
lebih sering dapat diselesaikan dengan pendekatan sosial melalui penguatan psikologis.
Beberapa hal yang harus diamati dalam model stres adaptasi adalah faktor predisposisi,
faktor presipitasi, penilaian terhadap stresor, sumber koping, dan mekanisme koping
yang digunakan. Ada dua kemungkinan koping terpilih yaitu berada antara adaptif dan
maladaptif. Koping ini bersifat dinamis, bukan statis pada satu titik. Dengan demikian,
perilaku manusia juga selalu dinamis, yakni sesuai berbagai faktor yang memengaruhi
koping terpilih. (yusuf, 2015).
Komponen pengkajian model stres adaptasi dalam keperawatan kesehatan jiwa
adalah sebagai berikut : (yusuf, 2015)
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang menjadi sumber
terjadinya stres yang memengaruhi tipe dan sumber dari individu untuk
menghadapi stres baik yang biologis, psikososial, dan sosiokultural. Secara
bersama-sama, faktor ini akan memengaruhi seseorang dalam memberikan arti
dan nilai terhadap stres pengalaman stres yang dialaminya. Adapun macam
macam faktor predisposisi meliputi hal sebagai berikut :
1) Biologi: latar belakang genetik, status nutrisi, kepekaan biologis,
kesehatan umum, dan terpapar racun.
2) Psikologis: kecerdasan, keterampilan verbal, moral, personal,
pengalaman masa lalu, konsep diri, motivasi, pertahanan psikologis,
dan kontrol.
3) Sosiokultural: usia, gender, pendidikan, pendapatan, okupasi, posisi
sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik, pengalaman sosial,
dan tingkatan sosial.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi adalah stimulus yang mengancam individu. Faktor
presipitasi memerlukan energi yang besar dalam menghadapi stres atau
tekanan hidup. Faktor presipitasi ini dapat bersifat biologis, psikologis, dan
sosiokultural. Waktu merupakan dimensi yang juga memengaruhi
terjadinya stres, yaitu berapa lama terpapar dan berapa frekuensi terjadinya
stres. Adapun faktor presipitasi yang sering terjadi adalah sebagai berikut :
1) Kejadian yang menekan (stressful)
Ada tiga cara mengategorikan kejadian yang menekan
kehidupan, yaitu aktivitas sosial, lingkungan sosial, dan keinginan
sosial. Aktivitas sosial meliputi keluarga, pekerjaan, pendidikan, sosial,
kesehatan, keuangan, aspek legal, dan krisis komunitas. Lingkungan
sosial adalah kejadian yang dijelaskan sebagai jalan masuk dan jalan
keluar. Jalan masuk adalah seseorang yang baru memasuki lingkungan
sosial. Keinginan sosial adalah keinginan secara umum seperti
pernikahan.
2) Ketegangan hidup
Stres dapat meningkat karena kondisi kronis yang meliputi
ketegangan keluarga yang terus-menerus, ketidakpuasan kerja, dan
kesendirian. Beberapa ketegangan hidup yang umum terjadi adalah
perselisihan yang dihubungkan dengan hubungan perkawinan,
perubahan orang tua yang dihubungkan dengan remaja dan anak
anak, ketegangan yang dihubungkan dengan ekonomi keluarga, serta
overload yang dihubungkan dengan peran.
3. Penilaian terhadap Stresor
Penilaian terhadap stresor meliputi penentuan arti dan pemahaman
terhadap pengaruh situasi yang penuh dengan stres bagi individu. Penilaian
terhadap stresor ini meliputi respons kognitif, afektif, fisiologis, perilaku, dan
respons sosial. Penilaian adalah dihubungkan dengan evaluasi terhadap
pentingnya sustu kejadian yang berhubungan dengan kondisi sehat.
1) Respons kognitif
Respons kognitif merupakan bagian kritis dari model ini.
Faktor kognitif memainkan peran sentral dalam adaptasi. Faktor
kognitif mencatat kejadian yang menekan, memilih pola koping yang
digunakan, serta emosional, fisiologis, perilaku, dan reaksi sosial
seseorang. Penilaian kognitif merupakan jembatan psikologis antara
seseorang dengan lingkungannya dalam menghadapi kerusakan dan
potensial kerusakan. Terdapat tiga tipe penilaian stresor primer dari
stres yaitu kehilangan, ancaman, dan tantangan.
2) Respons afektif
Respons afektif adalah membangun perasaan. Dalam penilaian
terhadap stresor respons afektif utama adalah reaksi tidak spesifik atau
umumnya merupakan reaksi kecemasan, yang hal ini diekpresikan
dalam bentuk emosi. Respons afektif meliputi sedih, takut, marah,
menerima, tidak percaya, antisipasi, atau kaget. Emosi juga
menggambarkan tipe, durasi, dan karakter yang berubah sebagai hasil
dari suatu kejadian.
3) Respons fisiologis
Respons fisiologis merefleksikan interaksi beberapa
neuroendokrin yang meliputi hormon, prolaktin, hormon
adrenokortikotropik (ACTH), vasopresin, oksitosin, insulin, epineprin
morepineprin, dan neurotransmiter lain di otak. Respons fisiologis
melawan atau menghindar (the fight-or-fligh) menstimulasi divisi
simpatik dari sistem saraf autonomi dan meningkatkan aktivitas
kelenjar adrenal. Sebagai tambahan, stres dapat memengaruhi sistem
imun dan memengaruhi kemampuan seseorang untuk melawan
penyakit.
4) Respons perilaku
Respons perilaku hasil dari respons emosional dan fisiologis.
5) Respons sosial
Respons ini didasarkan pada tiga aktivitas, yaitu mencari
arti, atribut sosial, dan perbandingan sosial.
4. Sumber Koping
Sumber koping meliputi aset ekonomi, kemampuan dan keterampilan,
teknik pertahanan, dukungan sosial, serta motivasi.
5. Mekanisme Koping
Koping mekanisme adalah suatu usaha langsung dalam
manajemen stres. Ada tiga tipe mekanisme koping, yaitu sebagai berikut :
1) Mekanisme koping problem focus
Mekanisme ini terdiri atas tugas dan usaha langsung untuk
mengatasi ancaman diri. Contoh: negosiasi, konfrontasi, dan mencari
nasihat.
2) Mekanisme koping cognitively focus
Mekanisme ini berupa seseorang dapat mengontrol masalah
dan menetralisasinya. Contoh: perbandingan positif, selective
ignorance, substitution of reward, dan devaluation of desired objects.
3) Mekanisme koping emotion focus
Pasien menyesuaikan diri terhadap distres emosional secara
tidak berlebihan. Contoh: menggunakan mekanisme pertahanan ego
seperti denial, supresi, atau proyeksi.
Mekanisme koping dapat bersifat konstruktif dan destruktif.
Mekanisme konstruktif terjadi ketika kecemasan diperlakukan
sebagai sinyal peringatan dan individu menerima sebagai tantangan
untuk menyelesaikan masalah. Mekanisme koping destruktif
menghindari kecemasan tanpa menyelasaikan konflik

2.7 Aspek Legal dan Etik dalam Keperawatan Jiwa


Pokok bahasan aspek legal dan etis dalam keperawatan jiwa diawali dengan
pembahasan peran fungsi perawat jiwa, domain aktivitas keperawatan jiwa, standar
praktik keperawatan jiwa, dan penerapan konsep etika dalam keperawatan jiwa. Peran
dan fungsi perawat jiwa saat ini telah berkembang secara kompleks dari elemen historis
aslinya. (Stuart, 2005).
Peran perawat jiwa sekarang mencakup parameter kompetensi klinik, advokasi
pasien, tanggung jawab fiskal (keuangan), kolaborasi profesional, akuntabilitas
(tanggung gugat) sosial, serta kewajiban etik dan legal. Dengan demikian, dalam
memberikan asuhan keperawatan jiwa perawat dituntut melakukan aktivitas pada
tiga area utama yaitu:
1. aktivitas asuhan langsung
Advokasi, Tindak lanjut setelah keperawatan, Penanggulangan
perilaku,Konsultasi kasus, Pengelolaan kasus, Penanggulangan kognitif,
Penyuluhan komunitas, Konseling kepatuhan, Intervensi krisis, Perencanaan
pulang, Intervensi keluarga, Kerja kelompok, Peningkatan kesehatan,
Penyuluhan kesehatan, Pengkajian risiko tinggi, Kunjungan rumah, Konseling
individu, Skrining dan evaluasi masukan, Pemberian pengobatan,
Penatalaksanaan pengobatan, Peningkatan kesehatan mental, Pernik-pernik
terapi, Konseling nutrisi, Informed consent dan Penyuluhan orang tua.
2. aktivitas komunikasi
Konferensi kasus klinik, Mengembangkan rencana penanggulangan,
Dokumentasi asuhan, Kesaksian forensik, Hubungan antaragen,Umpan balik
sejawat, Menyiapkan laporan, Jaringan kerja perawat
profesional, Pertemuan staf, Penulisan order, Pertemuan tim, Laporan verbal
tentang asuhan.
3. aktivitas pengelolaan/penatalaksanaan manajemen keperawatan
Alokasi sumber dan anggaran, Penyelia klinik, Kolaborasi, Peran serta komite,
Tindakan komunitas, Hubungan konsultasi, Negosiasi kontrak, Koordinasi
pelayanan, Delegasi penugasan, Penulisan jaminan, Pemasaran dan humas,
Mediasi dan resolusi konflik, Pengkajian dan perkiraan
kebutuhan, Penguasaan organisasi, Penatalaksanaan hasil, Evaluasi kinerja,
Pengembangan kebijakan dan prosedur, Presentasi profesional,Evaluasi
program, Perencanaan program, Publikasi, Aktivitas peningkatan kualitas,
Aktivitas rekrutmen dan retensi.
Meskipun tidak semua perawat berperan serta dalam semua aktivitas, mereka
tetap mencerminkan sifat dan lingkup terbaru dari asuhan yang kompeten dari
perawat jiwa. Selain itu, perawat jiwa harus mampu melakukan hal-hal sebagai
berikut :
1) Membuat pengkajian kesehatan biopsikososial yang peka terhadap
budaya
2) Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan untuk pasien
dan keluarga dengan masalah kesehatan yang kompleks dan
kondisi yang dapat menimbulkan sakit.
3) Berperan serta dalam aktivitas pengelolaan kasus, seperti
mengorganisasi, mengkaji, negosiasi, koordinasi, dan
mengintegrasikan pelayanan serta perbaikan bagi individu dan
keluarga.
4) Memberikan pedoman pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga,
dan kelompok untuk menggunakan sumber yang tersedia di komunitas
kesehatan mental termasuk pemberi pelayanan terkait, teknologi, dan
sistem sosial yang paling tepat.
5) Meningkatkan, memelihara kesehatan mental, serta mengatasi
pengaruh penyakit mental melalui penyuluhan dan konseling.
6) Memberikan asuhan kepada mereka yang mengalami penyakit fisik
dengan masalah psikologik dan penyakit jiwa dengan masalah fisik.
7) Mengelola dan mengoordinasi sistem pelayanan yang
mengintegrasikan kebutuhan pasien, keluarga, staf, dan pembuat
kebijakan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sejarah keperawatan di dunia diawali pada zaman purbakala (Primitive
Culture) sampai pada munculnya Florence Nightingale yang merupakan pelopor
keperawatan yang berasal dari Inggris. sedangkan di Indonesia sendiri dimulai pada
masa penjajahan belanda, berlanjut ke penjajahan inggris serta jepang dan masa
kemerdekaan hingga saat ini. Perkembangan yang sangat signifikan ini merupakan
ilmu yang dapat diterapkan pada saat ini dimana banyak penyimpanan gangguan jiwa.
Keperawatan jiwa adalah suatu bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan
atau bagian integral dan merupakan unsur utama dalam menunjang terwujudnya
kualitas hidup manusia yang utuh, merupakan area khusus dalam praktik keperawatan
yang menggunakan ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri
sendiri secara terapautik dalam meningkatkan, mempertahankan, serta memulihkan
kesehatan mental klien dan kesehatan mental masyarakat dimana klien berada.
Dalam keperawatan jiwa terdapat model keperawatan yang dikemukakan oleh
beberapa ahli di biadang keperawatan jiwa. Ada beberapa teori model yakni
Psychoanalitycal oleh Freud dan Erickson yang berfokus pada ego (akal),
Interpersonal oleh Sullivan dan Peplau, sosial oleh Caplan dan Szasz, Eksistensi oleh
Ellis dan Rogers, Supportive Therapy oleh Wermon dan Rockland. Dalam prakteknya
keperawtan jiwa memiliki falsafah yang menjadi landasan dalam memberikan
intervensi yang diberikan kepada klien. Falsafah ini merupakan pegangan yang harus
menjadi bagian dari keperawatan jiwa.
3.2 Saran
Setelah membaca makalah kami ini, kami berharap kepada pembaca,
khususnya pada mahasiswa keperawatan dapat lebih memahami Konsep Model
Keperawatan Jiwa baik di dunia maupun di Indonesi.
Daftar Pustaka

Ah, Yusuf., Rizky Fitryasari., Hanik,Endang Nihayati. 2015. Keperawatan


Kesehatan Jiwa. Jakarta: Selemba Medika.

Depkes RI. 1998. Buku Standar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Penerapan
Standar Asuhan Keperawatan pada Kasus di RSJ dan RS
Ketergantungan Obat. Jakarta.

Kusumawati, Farida., Hartono,Yudi. 2011. Keperawatan Jiwa. Jakarta: Selemba


Medika.

Stuart, G. W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta. EGC

Stuart dan Laraia. 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 8th
edition. St. Louis: Mosby.

Anda mungkin juga menyukai