Asuhan Keperarawatan Kegawatdarutatan Si
Asuhan Keperarawatan Kegawatdarutatan Si
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
yang serius dan optimal, hal ini dikarenakan pada pasien yang menderita
nyeri akut / berat, pembengkakan lokal, perubahan warna (merah), panas pada
pemendekan serta krepitasi. Namun pada kasus fraktur tidak semua tanda dan
dan keadaan fragmen tulang dan untuk mengikuti proses penyembuhan tulang.
jumlah lebih dari 8 juta orang yang mengalami kejadian fraktur dengan jenis
yang berbeda dan penyebab yang berbeda yaitu didapatkan penderita yang
tahun 2011, di Indonesia terjadinya fraktur yang disebabkan oleh cedera yaitu
karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam / tumpul. Dari 45.987
peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8 %), dari
20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang
(8,5 %), dari 14.127 trauma benda tajam / tumpul, yang mengalami fraktur
diagnosa keperawatan baik aktual maupun risiko yang muncul pada klien
Karya tulis ini penulis susun secara sistematis dalam lima bab sebagai berikut
:
1. Bab I : Pendahuluan, bab ini terdiri dari latar belakang masalah,
evaluasi.
3. Bab III : Tinjauan kasus, bab ini berisi menjelaskan tentang pelaksanaan
Semua tulang memiliki otot-otot yang menempel pada tulang, sehingga tulang
tersebut menjalankan fungsinya masing-masing. Hilangnya integritas pada
bagian proksimal ekstremitas dapat menimbulkan kerusakan fungsional pada
bagian distal ekstremitas.
2.2 Pengertian
Fraktur adalah terrputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya.
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan lansung, gaya mermuk, gerakan
punter, mendadak dan bahkan kontriksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah,
jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh mengakibatkan edema jaringan
lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi seendi, rupture tendon,
kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah.
2.3 Etiologi
Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cidera, seperti kecelakaan
mobil, olah ragaatau karena jatuh.patah tulang terjadi jika tenaga yang
melawan tulang lebih besar dari pada kekuatan tulang. Jenis dan beratnya
patah tulang dipengaruhi oleh:
1. Arah, kecepatan dan kekuatan tenaga yang melawan tulang
2. Usia penderita
3. Kelenturan tulang
4. Jenis tulang.
2.4 Manifestasiklinis
1. Nyeri biasanya gejala yang sangat nyata, nyeri sangat hebat dan
makin lama makin memburuk apalagi juka tulang yang bergerak
yang terkena.
2. Alat gerak biasanya tidak berfungsi. Sehingga penderita tidak dapat
menggerakan lengan, berdiri diatas satu tungkai atau
menggenggam tangan.
3. Darah merembes dari tulang yang patah, dan masuk ke dalam
jaringan di sekitarnya atau keluar dari luka akibat cedera.
4. Suara krepitasi dapat menjadi kepastian fraktur.
2.5 Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) antara lain:
2.5.1 komplikasi awal fraktur antara lain:
1. syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak
kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang biasa
menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel
ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks,
pelvis dan vertebra.
2. sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam
pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi
stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan
terjadinya globula lemak pada aliran darah.
3. sindrom kompartement
Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan atau destruksi saraf
dan pembuluh darah yang disebabkan oleh pembengkakan dan edema
di daerah fraktur. Dengan pembengkakan interstisial yang intens,
tekanan pada pembuluh darah yang menyuplai daerah tersebut dapat
menyebabkan pembuluh darah tersebut kolaps. Hal ini menimbulkan
hipoksia jaringan dan dapat menyebabkan kematian syaraf yang
mempersyarafi daerah tersebut. Biasanya timbul nyeri hebat. Individu
mungkin tidak dapat menggerakkan jari tangan atau kakinya. Sindrom
kompartemen biasanya terjadi pada ekstremitas yang memiliki restriksi
volume yang ketat, seperti lengan.resiko terjadinya sinrome
kompartemen paling besar apabila terjadi trauma otot dengan patah
tulang karena pembengkakan yang terjadi akan hebat. Pemasangan
gips pada ekstremitas yang fraktur yang terlalu dini atau terlalu ketat
dapat menyebabkan peningkatan di kompartemen ekstremitas, dan
hilangnya fungsi secara permanen atau hilangnya ekstremitas dapat
terjadi. (Corwin: 2009).
4. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma biasanya ditandai dengan tidak ada
nadi, CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
5. Avaskuler nekrosis (AVN)
terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bias
menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan adanya Volkman’s
Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2001).
6. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
2.5.2 komplikasi dalam waktu lama atau lanjutan
1. Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut, atau miring.
Conyoh yang khas adalah patah tulang paha yang dirawat dengan
traksi, dan kemudian diberi gips untuk imobilisasi dimana
kemungkinan gerakan rotasi dari fragmen-fragmen tulang yang patah
kurang diperhatikan. Akibatnya sesudah gibs dibung ternyata anggota
tubuh bagian distal memutar ke dalam atau ke luar, dan penderita tidak
dapat mempertahankan tubuhnya untuk berada dalam posisi netral.
Komplikasi seperti ini dapat dicegah dengan melakukan analisis yang
cermat sewaktu melakukan reduksi, dan mempertahankan reduksi itu
sebaik mungkin terutama pada masa awal periode penyembuhan.
Gibs yang menjadi longgar harus diganti seperlunya. Fragmen-
fragmen tulang yang patah dn bergeser sesudah direduksi harus
diketahui sedini mungkin dengan melakukan pemeriksaan radiografi
serial. Keadaan ini harus dipulihkan kembali dengan reduksi berulang
dan imobilisasi, atau mungkin juga dengan tindakan operasi.
2. Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union
merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan suplai darah ke tulang.
3. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis.
Banyak keadaan yang merupakan faktor predisposisi dari nonunion,
diantaranya adalah reduksi yang tidak benar akan menyebabkan
bagian-bagian tulang yang patah tetap tidak menyatu, imobilisasi yang
kurang tepat baik dengan cara terbuka maupun tertutup, adanya
interposisi jaringan lunak (biasanya otot) diantara kedua fragmen
tulang yang patah, cedera jaringan lunak yang sangat berat, infeksi,
pola spesifik peredaran darah dimana tulang yang patah tersebut dapat
merusak suplai darah ke satu atau lebih fragmen tulang.
Seorang laki-laki berusia 30 tahun, diantar ke UGD dengan kecelakaan lalu lintas,
kesadaran coma perdarahaan massif. Terdapat luka femur dekstra dengan tulang
terlihat. terdapat bengkak dilengan kanan menurut saksi Tn T mengendarai motor
dan tertabrak bis dari belakang pasien terpental 30 meter dengan posisi miring
kanan, hasil laboratorium Hb 8,1 Ht 24, leukosit 12000, trombosit 198.000
diberikan Nacl 4 kolf/24 jam transfuse WB dilakukan jahit menutup pendarahan
pada femur dekstra dan dipasang spalek. Hasil radiologi terdapat frakur komplit
terbuka di ½ femur dekstra.
A. Data tambahan
TD j.08.00 j. 08.05 08.10 08.20
60/40 mmHg 70/50 90/60 110/70
mmHg mmHg mmHg
nadi 130 126 120 110
suhu 37,4 37 37 37
rr 30 22 21 20
sO2 88 90 97 98
B. Hasil laboratorium
j.08.05 08.55 09.55 Normal
Hb 8,8 8,1 8,5 M 13-16 g/dl
F: 12-14
trombosit 200.000 198.000 195.000 150.000-
450.000/ul
leukosit 12.000 12.500 13.000 5.000-10.000/ul
ht 30 26 28 M; 40-48
F: 37-43
CT
BT
golongan O
darah/ rhesus (+)
Rhesus
analisa gas
darah:
- Ph
- pCO2
- pO2
- HCO3
Hasil RO:
- Femur: fraktur komplit terbuka di ½ femur dektra
- Humerus: fraktur 1/3 distal
- CT Scan kepala non kontras: tidak ada pendarahan , Normal
- Cervical: Normal, tidak ditemukan kelaianan /fraktur
- Thorax: kesan Normal
3.1 Pengkajian
3.1.1 primary survai
A. airway:
terpasang guedel(+)
B. Breathing
rr 30 22 21 20
sO2 88 90 97 98
NRM 10 l/menit
C. Circulation
Capillary refill >4’
Pucat, sianosis
TD j.08.00 j. 08.05 08.10 08.20
60/40 70/50 90/60 110/70
mmHg mmHg mmHg mmHg
nadi 130 126 120 110
suhu 37,4 37 37 37
rr 30 22 21 20
sO2 88 90 97 98
IVDF 2 line Nacl 4 kolf/24 jam dan transfuse WB
D. Disability:
Penurunan kesadaran
Coma,
GCS:E1 M2 V2
E. Exposure:
Terdapat luka femur dekstra dengan tulang terlihat.
terdapat bengkak dilengan kanan
Luka masih rembes
Tidak ada luka jejas di daerah dada dan leher
dilakukan jahit menutup pendarahan pada femur dekstra
dan dipasang spalek
luka baret pada bahu, pipi kanan dan kaki
3.3 diagnosa
3.4 intervensi