Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau
200ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari
tiga kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.1 Diare
akut yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan baik di negara berkembang
maupun di negara maju. Di Negara maju insiden diare akut diperkirakan sekitar 0,5-2
episode/orang/tahun. Di USA dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta diperkirakan 99
juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap tahunnya. WHO memperkirakan terjadi
sekitar 4 milyar kasus diare akut setiap tahunnya dengan mortalitas 3-4 juta per tahunnya.2
Di Indonesia, kejadian sakit diare akut cenderung masih tetap dominan, terutama
berdasarkan karakteristik penduduk, kelompok umur balita adalah kelompok yang paling
tinggi menderita diare. Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukan angka insiden diare
akut pada kelompok umur balita sekitar 5,1-6,7 episode/orang/tahun sedangkan pada
kelompok umur 5-14 tahun 2,0-3,0 episode/orang/tahun. Kuintil indeks kepemilikan,
semakin rendah kuintil indeks kepemilikan, maka semakin tinggi proporsi diare pada
penduduk. Petani/nelayan/buruh mempunyai proporsi tertinggi untuk kelompok pekerjaan
(Riskesdas 2013). Tingginya kejadian diare perlu diantisipasi dengan melakukan peningkatan
efektivitas pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan Kerjasama lintas program serta
lintas sektor.3
Kecamatan Kintamani sebagai wilayah kerja dari UPT Kesmas Kintamani V termasuk
wilayah dengan kebersihan lingkungan yang baik dan dengan tingkat perilaku hidup sehat
dan bersih yang baik dari penduduknya. Seluruh institusi pendidikan, pemerintahan, sarana
kesehatan dan tempat kerja telah memenuhi standar PHBS yang berlaku di puskesmas
dengan masing-masing indikator pada setiap institusinya. Hal tersebut menunjukan tingkat
kerbersihan lingkungan dan perilaku hidup sehat dan bersih yang baik.
Namun diare masih menjadi masalah kesehatan yang memerlukan perhatian khusus di
wilayah kerja UPT Kesmas Kintamani V. Diare akut tiap tahunnya dilaporkan dari

1
2

puskesmas ini menjadi 10 penyakit terbanyak. Pada tahun 2017 terdapat xxxx kasus diare
akut yang tercatat, sedangkan pada tahun 2018 terdapat xxx kasus diare akut yang tercatat di
wilayah UPT Kesmas Kintamani V.
Pada keempat desa wilayah kerja Puskesmas Kintamani V, dari tahun 20xx sampai
dengan tahun 2018 memiliki pola penyebaran kasus diare akut yang sama berdasarkan
kelompok umur dengan jumlah kasus terbanyak terjadi pada kelompok umur xxx tahun.
Pada tahun 2017, jumlah total kasus diare akut yang tercatat sebesar xxx kasus yang
ditangani dengan xxx kasus pada kelompok umur <1 tahun, xxx kasus pada kelompok umur
1-4 tahun, xxx kasus pada kelompok umur 5-14 tahun, xxx kasus pada kelompok umur 15-
24 tahun, dan xxx kasus pada kelompok umur >24 tahun (Gambar 1).

Gambar 1. Grafik jumlah kasus diare akut berdasarkan kelompok umur


di wilayah UPT Kesmas Kintamani V tahun 2017.
Dilihat dari data yang ada, menempatkan kelompok umur usia sekolah yaitu 5-14 tahun
menjadi kelompok umur dengan risiko tinggi terjadinya kejadian diare akut. Oleh karena itu,
penanggulangan diare akut pada kelompok umur ini memerlukan perhatian khusus dari
pihak UPT Kesmas Kintamani V.
Aspek pengetahuan pada kelompok usia sekolah dianggap penting karena anak-anak
pada usia ini adalah kelompok umur yang sudah mampu untuk mencari informasi dan
melakukan aktivitas sendiri tanpa ketergantungan dengan orang tua maupun orang lain.
Tingkat pengetahuan seorang anak akan berimplikasi pada perilaku dari anak tersebut.
Tanpa pengetahuan seorang anak tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan
menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi. Kelompok umur usia sekolah adalah
salah satu kelompok umur yang paling beresiko terkena diare yang erat kaitannya dengan
tingkat pengetahuan tentang diare, baik dalam pencegahan atau penanganan dini diare. Hal
tersebut ditunjang dengan penelitian Kasman (2003) yang menemukan adanya hubungan
signifikan antara tingkat pengetahuan yang rendah dengan kejadian diare.4
3

Siswa sekolah dasar termasuk ke dalam kelompok usia 9-10 tahun yang memiliki
tingkat kejadian diare yang paling tinggi di wilayah kerja UPT Kesmas Kintamani V. Siswa
sekolah dasar terutama usia xxx yang duduk di kelas V diharapkan memiliki kemampuan
menerima dan menyampaikan informasi yang lebih baik dibandingkan siswa sekolah dasar
lainnya. Dengan kemampuan memberi dan menerima informasi lebih baik diharapkan akan
mempermudah proses dalam pengumpulan data. Oleh karena itu, penelitian ini akan
mengkaji sejauh mana tingkat pengetahuan kelompok usia sekolah khususnya siswa Sekolah
Dasar (SD) di wilayah UPT Kesmas Kintamani V tentang penyakit diare dan bagaimana
penanganan dini diare yang dapat dilakukan di rumah. Semua pertanyaan tersebut di atas
akan dijadikan dasar permasalahan untuk melakukan penelitian ini.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan kelompok usia sekolah khususnya siswa SD
mengenai diare di wilayah kerja UPT Kesmas Kintamani V?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum :
1. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan kelompok usia sekolah khususnya siswa
SD mengenai diare di wilayah kerja UPT Kesmas Kintamani V.
1.3.2 Tujuan khusus :
1. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan siswa SD tentang batasan diare, bahaya
diare dan penyebab diare di wilayah UPT Kesmas Kintamani V, Kecamatan
Kintamani, Kabupaten Bangli.
2. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan siswa SD tentang pencegahan diare,
penanganan dini diare yang dapat dilakukan di rumah dan pembuatan larutan oralit
di wilayah kerja UPT Kesmas Kintamani V, Kecamatan Kintamani, Kabupaten
Bangli.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat untuk Peneliti
Dapat digunakan sebagai dasar untuk pembuatan program Kesehatan Masyarakat
berupa penyuluhan tentang diare di wilayah Puskesmas Kintamani V, Kecamatan
Kintamani, Kabupaten Bangli.
4

1.4.2 Manfaat untuk Program


Dengan mengetahui gambaran tingkat pengetahuan siswa SD tentang diare dan
penanganan dini diare yang dapat dilakukan di rumah di wilayah UPT Kesmas
Kintamani V, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, maka dapat digunakan untuk
memperbaiki atau meningkatkan kinerja lintas program Puskesmas Kintamani V seperti
penyuluhan melalui Program Promosi Kesehatan Masyarakat, kesehatan Lingkungan
dan Usaha Kesehatan Sekolah
1.4.3 Manfaat untuk Masyarakat
Dengan adanya penelitian ini diharapkan puskesmas akan mengambil langkah
kongkrit seperti penyuluhan yang lebih efektif sehingga pengetahuan tentang perilaku
hidup bersih dan sehat serta diare masyarakat khususnya siswa SD dapat meningkat dan
angka kejadian diare pada kelompok umur sekolah dapat ditekan demi terwujudnya
masyarakat wilayah UPT Kesmas Kintamani V, Kecamatan Kintamani, Kabupaten
Bangli yang sehat.
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batasan Diare


Secara operasional definisi diare adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat
berupa air saja yang frekuensinya lebih sering yaitu lebih dari 3 kali per hari. Buang air
besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.5 Diare juga didefinisikan sebagai
bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya / lebih dari tiga kali sehari,
disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah.6 Secara
klinik dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare
persisten. Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah cairan, atau
bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat relatif terhadap
kebiasaan yang ada pada penderita dan berlangsung tidak lebih dari satu minggu. Apabila
diare berlangsung antara satu sampai dua minggu maka dikatakan diare yang
berkepanjangan.7

2.2 Prevalensi
Diare merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di Amerika Serikat
keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek
dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena
infeksi terdapat peringkat pertama sampai ke empat pasien dewasa yang datang berobat ke
rumah sakit. Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun
sedangkan di negara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar 200 juta
diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap tahunnya. WHO
memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta
pertahun.8
Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat,
tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris
satu dari lima orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan satu dari enam orang pasien
yang berobat ke praktek umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara
Barat ini oleh karena foodborne infections dan waterborne infections yang disebabkan

7
6

bakteri Salmonella spp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus,


Clostridium perfringens dan Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC) sedangkan di
negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk setiap
tahun. Di Afrika penduduknya terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya, di banding di
negara berkembang lainnya yang hanya mengalami serangan diare 3 kali setiap tahunnya.9
Diare merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian anak dinegara
berkembang, dan penyebab terpenting kejadian malnutrisi. Di dunia, sebanyak 4 sampai 6
juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare,dimana sebagian besar kematian tersebut
terjadi di negara berkembang.Pada tahun 2003, kira-kira 1.87 juta anak di bawah usia lima
tahun (balita) meninggal karena diare. Delapan dari 10 kematian tersebut terjadi di bawah
usia dua tahun.10
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti Indonesia. Hal tersebut dikarenakan morbiditas dan mortalitas-nya yang
masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan
dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit
Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik
menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar
Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun
2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang
(CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang,
dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33
kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.).
Penyakit diare termasuk dalam 10 penyakit yang sering menimbulkan kejadian luar biasa.
Berdasarkan laporan Surveilans Terpadu Penyakit bersumber data KLB (STP KLB) tahun
2010, diare menempati urutan ke 6 frekuensi KLB terbanyak setelah DBD, Chikungunya,
Keracunan makanan, Difteri dan Campak.2

2.3 Faktor-faktor Risiko Terjadinya Diare


Konsep terjadinya penyakit digambarkan secara sederhana dalam segitiga
epidemiologi. Secara alamiah faktor host, agent, dan environment akan selalu mengadakan
interaksi. Interaksi yang ada bersifat dinamis dan saling mempengaruhi satu sama lain.
7

Apabila terjadi gangguan keseimbangan pada proses interaksi, host akan dirugikan sehingga
host akan jatuh sakit.11
Studi dengan rancangan cross-sectional, yang meneliti faktor-faktor risiko kesehatan
lingkungan (air minum, sarana pembuangan tinja, kepadatan hunian, sarana pembuangan
limbah dan sampah) terhadap kejadian diare di Indonesia, mendapatkan hasil penelitian
bahwa dibuktikan faktor-faktor yang terkait signifikan dengan kejadian diare yang berasal
dari faktor host adalah faktor umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, faktor
perilaku seperti mencuci tangan, memasak air, dan perilaku BAB. Sementara dari faktor
lingkungan seperti faktor air minum, faktor sarana pembuangan tinja, faktor sampah. Faktor
lingkungan terkait signifikan dengan kejadian diare.12
Berikut adalah faktor-faktor risiko terjadinya diare.
1. Pengetahuan tentang diare
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang tidak
mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap
masalah yang dihadapi. Pengetahuan ini juga mempunyai implikasi kuat dengan sikap
dan perilaku seseorang. Semakin rendah pengetahuan tentang diare, risiko kejadian diare
menjadi semakin tinggi. Begitu pula dengan pendidikan, semakin rendah pendidikan
makin tinggi kejadian diare. Hal ini ditunjang oleh penelitian Kasman yang menemukan
adanya hubungan signifikan antara pendidikan yang rendah dengan kejadian diare.
Menurut Chadijah pendidikan merupakan salah satu kunci perubahan sosial budaya.
Pendidikan yang relatif tinggi akan memiliki praktek yang lebih baik terhadap
pemeliharaan kesehatan keluarga. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang dikutip dari
Notoatmodjo, bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, tingkat pengetahuannya
semakin baik. Hal ini terkait dengan pemahaman yang didapat selama belajar dalam
pendidikan formal dan yang diperolehnya dari media. Masyarakat dapat terhindar dari
penyakit asalkan pengetahuan tentang kesehatan dapat ditingkatkan, sehingga perilaku
dan keadaan lingkungan sosialnya akan menjadi sehat.13
8

2. Perilaku
Masalah kesehatan masyarakat, terutama di negara-negara berkembang pada
dasarnya menyangkut dua aspek utama yaitu fisik, seperti misalnya tersedianya sarana
kesehatan dan pengobatan penyakit dan non-fisik yang menyangkut perilaku kesehatan.
Faktor perilaku ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap status kesehatan individu
maupun masyarakat. Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman
serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,
sikap, dan tindakan. Perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk
pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut
pengetahuan dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan
kesehatan.13
Menurut Bloom, faktor perilaku (behaviour) juga mempunyai pengaruh yang sangat
besar terhadap derajat kesehatan masyarakat di samping faktor lingkungan, faktor
genetik, dan faktor pelayanan kesehatan. Perilaku akan mempengaruhi derajat kesehatan,
karena faktor perilaku orang berhubungan dengan penggunaan sarana kesehatan yang
baik untuk pencegahan maupun untuk pengobatan penyakit.13
Adapun beberapa perilaku yang menjadi faktor risiko diare :
a. Mencuci tangan
Mencuci tangan memakai sabun merupakan aktivitas yang selama ini dianggap
biasa-biasa saja oleh kebanyakan orang. Banyak yang tidak tahu bahwa mencuci
tangan memakai sabun sebenarnya sangat besar manfaatnya. Hasil studi Curtis V. dari
Department of Infectious and Tropical Diseases London School of Hygiene and
Tropical Medicine pada tahun 2003, membuktikan bahwa mencuci tangan memakai
sabun dapat mengurangi kasus penyakit diare yang merupakan penyebab terbesar
kematian di banyak negara.14
Salah satu studi World Health Organisation (WHO) menyatakan praktek cuci
tangan memakai sabun pada lima waktu tertentu, yaitu sebelum makan, setelah buang
air besar, sebelum memegang bayi, setelah membersihkan pantat anak, dan sebelum
menyiapkan makanan untuk bisa mengurangi prevalensi diare sampai 40%. Cuci
tangan efektif mencegah penyakit dengan catatan dilakukan secara benar. Syaratnya
menggunakan air dan sabun antiseptik yang bisa membunuh kuman, dilakukan pada
9

seluruh bagian telapak dan jari-jari tangan, serta menggunakan air yang mengalir. Cuci
tangan sebaiknya dilakukan pada saat sebelum makan, sesudah beraktivitas dari luar,
sebelum menghidangkan makanan, sesudah dari toilet atau kamar mandi, dan sesudah
memegang hewan. Mencuci tangan tanpa menggunakan sabun masih menjadi faktor
kejadian diare.8
b. Sanitasi Makanan
Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan
memerlukan pengolahan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Sanitasi
makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan
tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya
yang dapat menganggu kesehatan mulai dari sebelum makanan di prosuksi selama
dalam proses pengolahan, penyimpanan pengangkutan sampai pada saat dimana
makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsi.14
Sanitasi makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa
makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, diantaranya:
a. Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki
b. Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya
c. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari
pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan
kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan.
d. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang
dihantarkan oleh makanan.
Kebersihan hendaklah sentiasa terjaga mulai dari pemilihan, penyediaan, penyimpanan
dan makanan. Prinsip kebersihan yang harus dilakukan oleh setiap individu antara lain
a. Peralatan yang dipakai harus dicuci sebelum dan sesudah proses pengolahan
makanan.
b. Mencuci tangan sebelum dan sesudah mengolah bahan makanan
c. Makanan yang dihidangkan harus ditutup
d. Gunakan sendok atau garpu untuk mengambil makanan
e. Simpan makanan dalam tempat yang bersih, kedap udara, dan kering
10

f. Bersihkan semua bahan makanan segar seperti ikan, sayur, dan buah sebelum
disimpan

c. Sanitasi Lingkungan
Penyakit diare juga merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan, dua
faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan
berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat
karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak
sehat pula, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.15
Beberapa studi yang dilakukan oleh Esrey dkk. melaporkan bahwa intervensi air
bersih dapat menurunkan insiden penyakit diare sekitar 17-27%. Sedangkan beberapa
studi yang dilakukan Esrey dan Daniel tentang dampak penyediaan jamban terhadap
penurunan prevalensi penyakit diare menghasilkan angka yang konsisten, yaitu 22-24%.
Jika upaya-upaya tersebut dilakukan bersama-sama secara intensif, sangat mungkin
sebagian besar penyakit diare yang disebabkan oleh mikroba dapat dicegah.16,17

2.4 Penanganan Dini Pada Diare


Penanganan diare akut pada anak berbeda dengan penanganan diare pada orang
dewasa. Diare yang terjadi pada anak, bila tidak mendapatkan pertolongan yang cepat dan
tepat akan bisa menyebabkan anak jatuh dalam kondisi yang kurang baik. Tetapi bila
dengan penanganan pengobatan diare akut pada anak yang tepat maka hal tersebut akan
membantu dalam memulihkan kondisi anak itu sendiri.
Penanganan dan pengobatan diare pada anak dan dewasa sebenarnya berfokus kepada
pengembalian cairan yang hilang dalam proses diare itu sendiri. Dehidrasi adalah hal yang
bisa terjadi pada kejadian diare akut pada anak bila tidak mendapatkan pemberian cairan
yang cukup. Bila belum dalam tingkat yang parah, diare pada anak dapat diberikan
minuman yang cukup untuk mengganti cairan yang keluar dan oralit. Tapi bila tidak
membaik dan kondisi pasien diare berlanjut ke tingkat yang lebih buruk perlu segera
dibawa ke tempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit atau puskesmas.18
Penanganan dan perawatan dini diare pada anak bisa kita lakukan di rumah bila diare
yang terjadi pada anak kita masih dalam tahap awal. Berikut adalah langkah-langkah dan
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan dini diare akut pada anak, di antaranya :
11

1. Diare akut terjadi akibat adanya infeksi bakteri, biasanya dalam keadaan pertahanan
tubuh yang baik diare akut akan sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari.
Namun perlu penanganan terhadap gejala yang dirasakan oleh penderita dan
mencegah terjadinya dehidrasi.
2. Pencegahan dehidrasi pada diare akut dilakukan dengan pemberian cairan atau
minuman untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat proses diare tersebut.
3. Pemberian oralit pada penderita diare akut, dengan mencampur satu saset oralit
yang dilarutkan ke dalam 200 ml air minum dan diminumkan ke penderita atau
dapat dengan memberikan larutan garam dan gula dengan mencampurkan
seperempat sendok teh gula dan sedikit garam yang dilarutkan ke dalam 200 ml air
minum.
Apabila diare berlanjut ke tingkat yang lebih buruk dengan gejala muntah dan atau
diare bercampur darah, pasien harus dibawa ke tempat pelayanan kesehatan seperti
puskesmas atau rumah sakit.18

2.5 Program-Program Penanggulangan Masalah Diare UPT Kesmas Kintamani V

2.5.1 Promosi Kesehatan Masyarakat (PKM)


Untuk mengatasi permasalahan diare khususnya pada siswa SD, kerjasama
lintas program dilakukan program PKM dan program UKS khusus untuk yang
termasuk dalam kelompok usia sekolah. Program ini bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran penduduk melalui upaya promosi kesehatan sehingga masyarakat sadar
dan mau mengubah perilakunya menjadi perilaku hidup sehat dan bersih. Adapun
sasaran program ini adalah kelompok masyarakat berisiko tertular penyakit dan
masyarakat umum termasuk masyarakat kelompok usia sekolah. Kelompok usia
sekolah masih merupakan kelompok dengan kejadian diare tertinggi pada tahun
2017. Hal tersebut diakibatkan oleh masih rendahnya tingkat pengetahuan siswa SD
tenang diare dan susahnya merubah perilaku siswa serta kurangnya pengawasan
langsung terhadap perilaku siswa baik di sekolah atau pun di rumah. Selain itu
program PKM juga masih mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi faktor risiko
yang harus lebih ditekankan guna menekan kejadian diare khususnya pada kelompok
usia sekolah (Laporan Tahunan Puskesmas 2017).19
12

2.5.2 Program Upaya Kesehatan Sekolah


Berdasarkan program UKS yang ada di UPT Kesmas Kintamani V, permasalahan
diare masih tinggi pada kelompok usia sekolah pada tahun 2017, upaya yang ada selama
ini masih terbatas pada upaya pengobatan, sementara upaya lintas program dengan
Kesehatan Lingkungan, PKM dan UKS untuk kelompok umur sekolah masih belum
optimal. Padahal upaya pencegahan menjadi penting dilakukan agar kejadian diare dapat
ditekan. Namun salah satu permasalahan yang ada, program PKM masih memiliki
kesulitan dalam mengidentifikasi masalah perilaku yang mendukung terjadinya diare.
Untuk itu diperlukan adanya penelitian yang mengidentifikasi permasalahan diare yang
ada sehingga upaya pencegahan dan kerjasama lintas program dapat ditingkatkan
(Laporan Tahunan Puskesmas 2017).19
13

BAB 3
KERANGKA BERPIKIR

Berdasarkan atas konsep segitiga epidemiologi, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor risiko
terjadinya diare dapat disebabkan 3 faktor yaitu host, agent dan environment. Namun faktor host
dan lingkungan merupakan faktor yang paling dominan. Sehingga didapatkan bagan kerangka
konsep penelitian ini sebagai berikut :

Profil Responden 1. Umur


2. Pendidikan
Kejadian
Diare
Aspek Pengetahuan 1. Penyuluhan
2. Definisi diare
3. Penyebab diare
4. Pencegahan diare
5. Penanganan dini diare

Gambar 3. Kerangka Berpikir

Aspek pengetahuan pada kelompok usia sekolah dianggap penting karena anak-anak pada
usia ini adalah kelompok umur yang sudah mampu untuk mencari informasi dan melakukan
aktivitas sendiri tanpa ketergantungan dengan orang tua maupun orang lain. Pada usia sekolah,
tingkat pengetahuan merupakan dasar yang penting dalam menentukan suatu tindakan. Pada usia
sekolah seseorang baru belajar dan baru memasuki tahap untuk menentukan suatu tindakan tanpa
adanya bantuan dari orang tua. Tingkat pengetahuan seorang anak akan berimplikasi pada
perilaku dari anak tersebut. Tanpa pengetahuan seorang anak tidak mempunyai dasar untuk
mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi, sehingga
perilaku yang menyimpang atau tidak sesuai pada seoraang anak beresiko terjadi jika tingkat
pengetahuan anak tersebut rendah terhadap masalah yang dihadapi. Kelompok umur usia sekolah
adalah salah satu kelompok umur yang paling beresiko terkena diare yang paling erat kaitannya
dengan tingkat pengetahuan tentang diare, baik dalam pengertian, pencegahan atau penanganan
dini diare. Hal tersebut ditunjang dengan penelitian Kasman yang menemukan adanya hubungan
signifikan antara pendidikan yang rendah dengan kejadian diare.
14

BAB IV
METODELOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di seluruh Sekolah Dasar, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli,
pada bulan Februari 2019.

4.2 Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan
cross sectional.

4.3 Populasi dan Sampel


Populasi penelitian ini adalah semua siswa Sekolah Dasar yang terdaftar di SD negeri dan
swasta, di wilayah kerja UPT Kesmas Kintamani V, Kecamatan Kintamani, Kabupaten
Bangli.

4.3.1 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa yang merupakan bagian dari populasi yang
telah dipilih secara random. Dengan persyaratan sebagai berikut :
1. Kriteria Inklusi : Siswa yang terdaftar di SD negeri atau swasta di wilayah kerja
UPT Kesmas Kintamani V, Kecamatan Kintamani, Kabupaten
Bangli
2. Kriteria Eksklusi : a. Siswa yang menolak berpartisipasi
b. Siswa yang tidak hadir di sekolah saat pengumpulan data
dilaksanakan
4.3.2 Cara pengambilan sampel
Sampel dalam penelitian ini dipilih melalui teknik cluster random sampling.
Pemilihan sampel diawali dengan pengelompokan berdasarkan Sekolah Dasar yang
berada di wilayah UPT Kesmas Kintamani V. Kemudian dari kelompok Sekolah Dasar
yang sudah ada dipilih siswa yang terdaftar di SD tersebut sebagai sampel penelitian
dengan teknik simple random sampling sesuai dengan rumus besar sampel di bawah ini.
15

WILAYAH UPT KESMAS


KINTAMANI V

Cluster sampling

SD 1 Songan SD 3 Songan SD 5 Songan SD 9 Songan

Cluster sampling

Kelas VI Kelas VI Kelas VI Kelas VI

Simple sampling

SAMPEL PENELITIAN

Gambar 4. Kerangka Pemilihan Sampel

4.3.3 Besar Sampel


Besar sampel dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rumus berikut:
1 Z 2 ( pq)
n x
1 f d2

1 1,96 2 (0,5x0,5)
n x
1  10% 0,15 2
1 3,8416 x0,25
n x
1  0,1 0,0225
n : 1,11 x 42,68
n : 46,95 ~ 47

Keterangan :
n : besar sampel
α : besarnya kesalahan tipe I → 0.05 (zα → 1.96)
p : prevalensi di populasi → 50% → 0,5
q : (1- p) → 0,5
d : tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki (ditetapkan oleh peneliti) → 0.15
f : 10 % (perkiraan drop out)
16

Dari hasil perhitungan diatas, besar sampel minimal yang diperlukan sebesar 47
sampel. Karena jumlah populasi terbatas (kurang dari 10.000) maka jumlah sampel
yang didapat dari perhitungan tersebut dikoreksi dengan menggunakan rumus :
n
nK 
n
1
N
47
nK 
47
1
1968
47
nK 
1  0,024
nK = 45,90 ~ 46
Keterangan :
nK : besar sampel dengan koreksi
n : 47 (besar sampel sebelum dikoreksi)
N : besar populasi sampel penelitian
Dari hasil perhitungan didapatkan jumlah sampel yang diperlukan adalah 46
sampel.

4.4 Responden
Sampel yang terpilih, yaitu siswa yang terdaftar di Sekolah Dasar negeri atau swasta di
wilayah UPT Kesmas Kintamani V selanjutnya ditetapkan sebagai responden untuk
memperoleh informasi tentang perilaku dan pengetahuan tentang diare serta apakah pernah
diberikan penyuluhan tentang PHBS dan diare. Siswa SD kelas VI dipilih karena mereka
diangap sudah berkompeten untuk memberikan jawaban yang objektif.

4.5 Variabel Penelitian


1. Umur
2. Pendidikan
3. Penyuluhan Kesehatan
Aspek Pengetahuan
4. Definisi Diare
5. Penyebab Diare
17

6. Pencegahan Diare

7. Penanganan Dini Diare

4.6 Definisi Operasional Variabel


1. Umur : Usia terakhir responden sesuai dengan Kartu Tanda Pelajar (KTP). Bila
responden tidak memiliki Kartu Tanda Pelajar, data usia siswa yang dapat diperoleh
dari bagian kesiswaan di sekolah tersangkut.
2. Pendidikan : Jenjang pendidikan dan tingkat pendidikan yang sedang dijalani oleh
responden. Pendidikan diklasifikasikan menjadi kelas I, II, III, IV, V dan VI.
3. Penyuluhan Kesehatan : Penyuluhan tentang diare yang pernah diperoleh responden.
Penyuluhnya bisa dari tenaga kesehatan, kader kesehatan, atau tokoh masyarakat.
Kategori pernah : mendapat ≥ 1 kali penyuluhan, tidak pernah : tidak mendapat
penyuluhan.
Kategori : ya dan tidak.
Aspek Pengetahuan
4. Definisi Diare : Pengetahuan responden mengenai diare seperti batasan diare.
Kategori tahu batasan diare : mampu menjawab pertanyaan mengenai definisi diare
dengan benar.
5. Penyabab Diare : Pengetahuan responden mengenai penyebab diare.
Kategori tahu penyebab diare : mampu menjawab pertanyaan mengenai penyebab diare
dengan benar.
6. Pencegahan Diare : Pengatahuan responden mengenai pencegahan diare.
Kategori tahu pencegahan diare : mampu menjawab pertanyaan mengenai pencegahan
dengan benar.
7. Penanganan Dini Diare : Pengatahuan responden mengenai penanganan diare.
Kategori tahu penanganan dini diare : mampu menjawab pertanyaan mengenai
penanganan diare dengan benar.

Klasifikasi pengetahuan baik bila reponden mampu menjawab benar lebih dari 50%
pertanyaan dan pengetahuan kurang bila tidak mampu menjawab semua pertanyaan dengan
benar (kurang dari 50%).
18

4.7 Instrumen/Alat pengumpulan Data


Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian menggunakan kuisioner
sebagai pre-post tes untuk memperoleh data kuantitatif dan kualitatif. Pertanyaan yang dibuat
oleh peneliti sendiri sebanyak 15 pertanyaan, kemudian telah dilakukan uji validasi dan
reliabilitas, dimana 15 pertanyaan tersebut memiliki pilihan jawaban a,b,c, atau d dengan
memberi tanda silang (x) pada jawaban yang dianggap benar. Setiap jawaban yang benar
diberi nilai 1 dan jawaban yang salah diberi nilai 0. Dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu
kurang 0-5, cukup 6-10 dan baik 11-15.

4.8 Cara Pengumpulan Data


Metode pelaksanaan atau intervensi dari kegiatan ini adalah metode penyuluhan
dengan cara ceramah diskusi dan bantuan media penyuluhan berupa laptop, LCD dan leaflet
kepada siswa yang terdaftar di SD di wilayah kerja UPT Kesmas Kintamani V. Materi
penyuluhan yang akan diberikan yaitu mengenai definisi diare, penyebab dan pencegahan
serta upaya-upaya untuk penanganan diare. Data diperoleh melalui hasil pemberian kuesioner
pre-post tes berisi pertanyaan seputar diare.

Pelaksanaan penyuluhan dilakukan dengan perkenalan tim penyuluhan terlebih


dahulu. Selanjutnya peserta penyuluhan diminta untuk mengerjakan pre-test guna mengukur
sejauh mana pengetahuan peserta tentang Diare sebelumnya. Soal pre-test berupa pertanyaan
pilihan ganda yang terdiri dari 15 soal. Pada soal nomor 1-3 adalah pertanyaan mengenai
definisi diare, soal nomor 4-7 adalah pertanyaan terkait penyebab dan bahaya diare, soal
nomor 8-12 terkait tentang pencegahan diare, dan nomor 13-15 adalah pertanyaan terkait
Penanganan diare.

Setelah itu dilanjutkan dengan penyuluhan berupa pemberian materi mengenai


definisi diare, penyebab diare, pencegahan diare dengan melakukan cuci tangan yang baik
dan benar, serta penanganan dini terhadap diare oleh tim penyuluh. Kemudian dilanjutkan
dengan diskusi (tanya-jawab) singkat mengenai materi yang telah dipresentasikan. Pada akhir
diskusi, tim penyuluh menyimpulkan kembali isi dari materi yang dibawakan beserta tanya
jawab tersebut. Sebagai bentuk evaluasi tentang pemahaman siswa tentang materi yang telah
disampaikan peserta penyuluhan diminta untuk mengerjakan post-test dengan mengulang
19

pertanyaan yang sebelumnya dikerjakan berupa pretest saat sebelum dilakukannya


penyuluhan.

4.9 Analisa Data


1. Data entry dilakukan dengan menggunakan software SPSS Windows versi 17.0. Cleaning
data dilakukan terhadap semua variabel untuk mengetahui data yang tidak sesuai
(missing).
2. Scoring :
- Scoring variabel sekolah. Diberi nilai 1 untuk siswa yang bersekolah di SD 1 Songan,
nilai 2 untuk siswa yang bersekolah di SD 3 Songan, nilai 3 untuk siswa yang
bersekolah di SD 5 Songan dan nilai 4 untuk siswa yang besekolah di SD 9 Songan,
setelah data entry selesai dikerjakan.
- Scoring variabel penyuluhan. Siswa yang pernah mendapatkan penyuluhan diberikan
nilai 1 dan yang tidak pernah mendapatkan penyuluhan diberi nilai 2.
- Scoring variabel pengetahuan. Siswa yang tahu batasan diare, bahaya diare, penyebab
diare, pencegahan diare, penanganan dini diare di rumah, pembuatan larutan oralit dan
perujukan ke dokter masing-masing diberi nilai 1 dan yang tidak tahu diberi nilai 2.

3. Recoding :
- Recoding variabel tingkat pengetahuan batasan diare menjadi baik dan kurang setelah
data entry selesai dikerjakan.
- Recoding variabel tingkat pengetahuan bahaya diare menjadi baik dan kurang setelah
data entry selesai dikerjakan.
- Recoding variabel tingkat pengetahuan penyebab diare menjadi baik dan kurang
setelah data entry selesai dikerjakan.
- Recoding variabel tingkat pengetahuan pencegahan diare menjadi baik dan kurang
setelah data entry selesai dikerjakan.
- Recoding variabel tingkat pengetahuan penanganan dini diare menjadi baik dan kurang
setelah data entry selesai dikerjakan.
20

- Recoding variabel tingkat pengetahuan pembuatan larutan oralit menjadi baik dan
kurang setelah data entry selesai dikerjakan.
- Recoding variabel tingkat pengetahuan perujukan penderita diare ke dokter menjadi
baik dan kurang setelah data entry selesai dikerjakan.
- Recoding scoring variabel aspek pengetahuan secara umum menjadi baik, cukup dan
kurang setelah data entry selesai dikerjakan. Variabel aspek pengetahuan diperoleh
dari recoding dan penjumlahan nilai variabel batasan diare, bahaya diare, penyebab
diare, pencegahan diare, penanganan dini diare, pembuatan oralit dan perujukan ke
dokter, masing-masing variabel tersebut mendapat nilai 1 jika siswa menjawab dengan
benar pertanyaan yang diberikan. Jumlah Scoring 11-15 di-recode menjadi baik,
jumlah scoring 6-10 di-recode menjadi cukup dan jumlah scoring 0-5 di-recode
menjadi kurang.
4. Analisis
1. Analisis univariate terhadap variabel umur, jenis kelamin, sekolah, penyuluhan untuk
karakteristik responden.
2. Analisis univariate terhadap variabel batasan diare, bahaya diare, penyebab diare,
pencegahan diare, penanganan dini diare, pembuatan oralit dan perujukan ke dokter.
3. Analisis univariate terhadap variabel kategori tingkat pengetahuan batasan diare,
bahaya diare, penyebab diare, pencegahan diare, penanganan dini diare, pembuatan
oralit dan perujukan ke dokter.
4. Cross tabulasi antara variabel independent sekolah dengan variabel dependent
penyuluhan.
5. Cross tabulasi antara variabel independent : sekolah dan penyuluhan dengan variabel
dependent kategori tingkat pengetahuan batasan diare, bahaya diare, penyebab diare,
pencegahan diare, penanganan dini diare, pembuatan oralit dan perujukan ke dokter.
6. Cross tabulasi antara variabel independent : sekolah dan penyuluhan dengan variabel
dependent kategori tingkat pengetahuan diare secara umum.
21

Anda mungkin juga menyukai