Anda di halaman 1dari 13

NILAI-NILAI CINTA DALAM NOVEL

“QAIS DAN LAILA”


KARYA NIZAMI FANJAVI

Mualli1
Wahyudi Siswanto2
Karkono3
E-mail: ustadzmualli@yahoo.co.id
Universitas Negeri Malang, jalan Semarang 5

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan (1) nilai-nilai cinta Allah
SWT yang terdapat dalam Novel Qais dan Laila Karya Nizami Fanjavi. (2)
nilai-nilai cinta sesama yang terdapat dalam Novel Qais dan Laila Karya
Nizami Fanjavi. (3) nilai-nilai cinta lingkungan yang terdapat dalam novel Qais
dan Laila Karya Nizami Fanjavi. Data yang dikumpulkan dengan analisis
dokumen dari tulisan novel, dan di analisis dengan teknik deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian adalah (1) nilai-nilai cinta Allah (2) nilai-nilai cinta
sesama, (3) nilai-nilai cinta lingkungan

Kata kunci: nilai-nilai cinta, apresiasi novel.

ABSTRACT
The purpose of this study to description (1) the values of love to God
contained in the Novel Qais and Laila The work of Nizami Fanjavi. (2)
the values of love of neighbor are contained in the Novel Qais and Laila
The work of Nizami Fanjavi. (3) the values of love for the environment
contained in the novel Qais and Laila Nazami Fanjavi work. Data
collected by document analysis of writing novels, and analyzed by
qualitative descriptive techniques. The results are (1) the values of love
of God (2) the values of altruism, (3) the values of love the environment.

Key words: the values of love, apresiation novel

Permasalahan yang dituangkan dalam karya sastra banyak mengadopsi


nilai-nilai kehidupan. Hal yang bersifat positif maupun negatif, seluruhnya akan
diolah oleh pengarang menurut sudut pandang dan gaya bahasa yang memiliki
karakteristik tersendiri. Demikian luasnya cakupan aspek yang ada dalam satra
dapat meninbulkan perbedaan dalam menilai, memahami dan mendeskripsikan
makna dalam setiap pembaca.
Islam yang bersifat rahmatan lil‟alamin membawa ajaran yang sarat
dengan nilai etis. Bahkan Rasul Allah SAW selaku pembawa ajaran ini
menempatkan nilai etis sebagai salah satu pokok kerasulannya, dengan
mendeklarasikan diri bahwa beliau diutus untuk menyempurnakan kemuliaan

1
Mualli, mahasiswa jurusan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Malang.
2
Wahyudi Siswanto. Dosen Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang, Pembimbing I.
3
Karkono. Dosen Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang, Pembimbing II

1
akhlak, sekaligus menyempurnakan martabat manusia dan mengharmoniskan
tatanan kehidupan manusia. Islam secara keseluruhan mengandung nilai kecintaan
yang mulia. Wilayah kecintaan Islam memiliki cakupan luas, sama dengan
perilaku dan sikap manusia, yang meliputi kecintaan terhadap Tuhan, sesama, dan
lingkungan.

Hakikat Sastra
Sastra muncul seiring dengan sejarah manusia. Kehidupan sastra memberikan
nuansa baru pada kehidupan manusia. Sastra selain berperan sebagai penghibur dengan
corak nilai-nilai estetisnya, juga memberikan ketenangan batin bagi penikmatnya. Untuk
lebih bermakna seorang sastrawan memberikan sentuhan makna bahasa dengan maksud
tertentu pada setiap hasil karyanya. Hal itu berupa bahasa yang indah, metaforis, dan
bermakna kias dengan kandungan nilai-nilai tertentu didalamnya termasuk juga nilai-nilai
sufisme. Dalam hal pengarang mengungkapkan pemikiran dan perasaannya yang bernilai
sifisme tersebut melalui tulisan dengan bahasa yang indah.
Bila ditinjau dari makna leksikalnya kata sastra berarti bahasa (kata-kata, gaya
bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari). Kesusastraan yaitu
karya yang ditulis pengarang. Kesusastraan, jika dibandingkan dengan tulisan lain, maka
memiliki berbagai arti keunggulan seperti keasyikan, karakteristik keindahan dalam isi
dan ungkapannya (Pusat Bahasa Depdiknas 2001:786).

Pandangan Islam dalam Karya Sastra


Karya sastra selain merupakan hasil pengalaman batin dan pengalaman estetik,
juga sebagai ekspresi yang dituangkan dalam karya sastra berupa pengalaman estetik
yang berhubungan dengan religiuitas. Oleh sebab itu ekspresi artistik kebenaran dan
kebaikan dapat menjadi salah satu jalan terbaik untuk membimbing kearah tasawuf.
Dalam sudut pandang tasawuf, keberadaan sastra yang orisinil dalam bidang
kehidupan manusia, merupakan perwujudan lain dari dua sifat Allah SWT, yaitu maha
indah dan maha agung. Jika karya sastra merupakan pernyataan keindahan diri manusia,
maka ia juga menampilkan ke-Mahaindah-an sang Pencipta. Dan seni merupakan
pernyataan fenomena atau watak manusia, sehingga ia juga merupakan wujud ke-
Mahaagung-an Sang Pencipta. Jadi, kesenian menghargai keorisinilan akan mengandung
pesan-pesan kebenaran. Menurut tasawuf, sastra diletakkan sebagai kegiatan yang
diperlukan untuk memperkukuh hubungan manusia dengan Tuhan melalui keindahan dan
keagungan ciptaan-Nya.

Novel sebagai Bentuk Karya Sastra


Penceritaan dalam novel banyak disadur dari kehidupan secara nyata. Hal ini
dapat dilihat pada isi cerita yang ditampilkan seorang novelis. Novelis dapat merangkai
segi kebudayaan, agama, moral, politik, sosial, dan berbagai nilai-nilai kehidupan yang
ada. Novelis juga cenderung menampilkan sebuah dunia daripada sebuah kasus tokoh
atau suatu peristiwa saja. Dunia tersebut bertumpang tindih dengan dunia kenyataan,
tetapi mempunyai koherensi yang harus dipahami secara tersendiri (Wellek dan Warren,
1989:34).
Aristoteles mengatakan bahwa “dunia yang ditampilkan oleh novelis merupakan
mimesis yang bukan sekedar tiruan atau sekedar potret dari realitas, melainkan telah
melalui kesadaran personal batin pengarangnya” (Aminuddin,2004:115). Suatu contoh,
novelis menampilkan suatu kota yang berada dibelahan dunia dalam tulisannya. Secara
nyata kota tersebut memang ada, namun dengan penceritaan dan gaya bahasa yang unik,
membuat kota tersebut menjadi suatu tempat yang berbeda dari aslinya dan hanya berada
di dalam dunia cerita. Hal tersebut merupakan bukti bahwa novelis telah membuat ide

2
kreatif yang penciptanya yang bertumpu pada kesadaran batin personal pengarang
(diegesis).
“Kritikus menganalisis novel umumnya membedakan tiga unsur pembentuk
novel yaitu alur, penokohan dan latar” (Wellek dan Warren, 1989:35) ketiga unsur ini
saling berdampingan dan menunjang berdirinya suatu cerita yang unik dan menarik.

Tokoh dan Penokohan


Pengkajian tokoh dan penokohan perlu dibahas, karena merupakan pijakan
untuk mengkaji nilai sufisme. Tanpa mengetahui bagaimana watak seorang tokoh maka
akan sulit untuk mengkaji nilai sufisme dalam cerita karena ajaran sufisme sangat erat
kaitannya dengan sikap, watak dan karakteristik seorang tokoh dalam cerita baik dari
lahir maupun batin.
Dalam suatu cerita rekaan selalu terdiri dari tokoh atau pelaku-pelaku. Pelaku
tersebut mengemban cerita dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu mengemban
peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita yang
dimunculkan oleh karakter tokoh. Sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau
pelaku itu disebut dengan penokohan (Aminuddin, 2004:79).
Boulton (dalam Aminuddin, 2004:79) mengungkapkan bahwa cara pegarang
menggambarkan atau memunculkan tokoh dalam cerita dapat ditempuh lewat berbagai
cara. Pengarang dapat menampilkan tokoh sebagai pelaku yang hanya hidup dalam
mimpi, pelaku yang memiliki cara sesuai dengan kehidupan manusia yang sebenarnya,
maupu pelaku egois dan mementingkan diri sendiri.
Para tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memiliki peranan yang berbeda-
beda. Seoarang tokoh yang memiliki peranan penting dalam cerita tersebut dengan tokoh
inti atau tokoh utama dan tokoh yang memiliki peranan yang tidak penting karena
kemunculannya hanya melengkapi dan mendukung pelaku utama disebut tokoh tambahan
atau tokoh pembantu (Aminuddin,2004:80). Dalam penentu siapa tokoh utama dan tokoh
tambahan, pembaca dapat melakukannya dengan jalan melihat keseringan
pemunculannya dalam suatu cerita dan melihat petunjuk yang diberikan pengarang. Pada
umumnya, tokoh yang diberi komentar dan dibicarakan oleh pengarang adalah tokoh
utama dan tokoh tambahan hanya dibicarakan seperlunya saja.

Nilai Cinta
Pengertian “nilai” sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu harga.
Jadi, nilai adalah sesuatu yang bermakna/berharga dalam hidup seseorang. Nilai
dalam suatu karya sastra biasanya tidak secara jelas tampak dalam karya sastra itu.
Nilai dalam karya sastra sifatnya samar-samar, tersirat atau implisit di dalam
karya sastra itu. Pengertian cinta menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu
rasa kasih sayang yang disertai dengan nafsu birahi, kasihan, rasa rindu yang
teramat dalam, perasaan ingin dimiliki dan memiliki.

Cinta Allah
Dalam kitab Al-Mahabbah, Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa cinta
kepada Allah adalah tujuan puncak dari seluruh maqam spiritual dan ia
menduduki derajad/level yang tinggi. "(Allah SWT) mencintai mereka dan
merekapun mencintai-Nya" (QS. 5: 54). Dalam tasawuf, setelah diraihnya maqam
mahabbah ini tidak ada lagi maqam yang lain, kecuali buah dari mahabbah itu
sendiri. Pengantar-pengantar spiritual seperti sabar, taubat, zuhud, dan lain lain
nantinya akan berujung pada mahabatullah (cinta Allah SWT).
Menurut Sang Hujjatul Islam ini kata mahabbah berasal dari kata hubb
yang sebenarnya mempunyai asal kata habb yang mengandung arti biji atau inti.

3
Sebagian sufi mengatakan bahwa hubb adalah awal sekaligus akhir dari sebuah
perjalanan keberagamaan kita. Kadang kadang kita berbeda dalam menjalankan
syariat karena mazhab/aliran. Cinta kepada Allah SWT yang merupakan inti
ajaran tasawuf adalah kekuatan yang bisa menyatukan perbedaan-perbedaan itu.
Shalat adalah mi'rajnya orang beriman, begitulah bunyi sabda Nabi
SAW. untuk menisbatkan kualitas shalat bagi para pecinta. Shalat merupakan
puncak pengalaman rohani di mana ruh para pecinta akan naik ke sidratul
muntaha, tempat tertinggi di mana Rasulullah diundang langsung untuk bertemu
dengan-Nya. Seorang Aqwiya (orang-orang yang kuat kecintaannya pada Allah
SWT) akan menjalankan shalat sebagai media untuk melepaskan rindu mereka
kepada Rabbnya, sehingga mereka senang sekali menjalankannya dan menanti-
nanti saat shalat untuk waktu berikutnya, bukannya sebagai tugas atau kewajiban
yang sifatnya memaksa. Ali bin Abi Thalib ra pernah berkata: "Ada hamba yang
beribadah kepada Allah SWT karena ingin mendapatkan imbalan, itu ibadahnya
kaum pedagang. Ada hamba yang beribadah karena takut siksaan, itu ibadahnya
budak, dan ada sekelompok hamba yang beribadah karena cinta kepada Allah
SWT, itulah ibadahnya orang mukmin". Seorang pecinta akan berhias wangi dan
rapi dalam shalatnya, melebihi saat pertemuan dengan orang yang paling ia sukai
sekalipun. Bahkan mereka kerap kali menangis dalam shalatnya. Kucuran air mata
para pecinta itu merupakan bentuk ungkapan kerinduan dan kebahagiaan saat
berjumpa dengan-Nya dalam sholatnya.
Mencintai Allah SWT bisa di pelajari lewat tanda-tanda-Nya yang tersebar
di seluruh ufuk alam semesta. Pada saat yang sama, pemahaman dan kecintaan
kepada Allah ini kita manifestasikan ke bentuk yang lebih nyata dengan amal
saleh dan akhlakul karimah yang berorientasi dalam segenap aspek kehidupan.
Mencintai Allah SWT berarti menyayangi anak-anak yatim, membantu
saudara saudara kita yang di timpa bencana, serta memberi sumbangan kepada
kaum dhuafa dan orang lemah yang lain. Dalam hal ini Rasulullah saw. pernah
bersabda ketika ditanya sahabatnya tentang kekasih Allah SWT (Waliyullah).
Jawab beliau: "Mereka adalah kaum yang saling mencintai karena Allah SWT,
dengan ruh Allah SWT, bukan atas dasar pertalian keluarga antara sesama mereka
dan tidak pula karena harta yang mereka saling beri". Menurut Nurcholish
Madjid, yang di tekankan dalam sabda Nabi SAW tersebut adalah perasaan cinta
kasih antar sesama atas dasar ketulusan, semata-mata untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT (Al-Mubarakfuri, 2000:47).

Cinta Sesama
Makna “Cinta” bagi sebagian orang sering diartikan hanya saat kita
sedang jatuh cinta terhadap kekasih, ayah, ibu, keluarga dan teman. Semua itu
tidaklah salah dan memang sudah seharusnya seperti itu.
Tapi di sisi yang lain saat ini ada makna “cinta” yang lain yang
sebenarnya memiliki makna yang lebih luas yaitu “Cinta terhadap sesama dan
lingkungan sekitar kita”. Dimana makna cinta yang satu ini sering kita lupakan
dan kita abaikan, dan satu yang pasti bahwa hanya sedikit orang yang bisa
mencintai terhadap sesama dan lingkunganya lebih tinggi dibandingkan dengan
cintanya dengan kekasihnya.
Di sisi kehidupan yang lain, kita juga melihat betapa manusia saat ini
begitu mudahnya menyakiti bahkan sampai membunuh sesamanya hanya karena

4
sesuatu hal yang sepele, hanya gara-gara masalah berebut kekasih nyawa
melayang, hanya gara-gara saling ejek, nyawa melayang, dan sakit hati, nyawa
melayang, sehingga seolah-olah nyawa tidak ada harga dan nilainya menurut
mereka.
Dalam kitab terjemah (Riyadhus Sholihin:106) Rasulullah bersabda yang
artinya; Pertama: Dari Ibnu masud RA, dari Nabi saw beliau bersabda: ”Sesungguhnya
kebenaran itu menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan itu menunjukkan kepada
surga. Dan sesungguhnya seseorang itu berlaku jujur (benar) hingga ditulis di sisi Allah
SWT sebagai orang yang siddiq. Kedua, dan sesungguhnya dusta itu menunjukkan
kepada kufur, dan kufur itu menunjukkan kepada neraka. Dan sesungguhnya seseorang
itu berbuat dusta hingga ditulis disisi Allah SWT sebagai pendusta (Nawawi, 2006:106)
Seorang mukmin yang ingin mendapatkan ridha Allah SWT harus
berusaha untuk melakukan perbuatan–perbuatan yang di ridhai-Nya. Salah
satunya adalah mencintai sesama saudaranya seiman seperti ia mencintai dirinya,
sebagaimana dalam hadist di atas.
Masyarakat seperti itu, telah dicontohkan pada zaman Rasullulah saw.
Kaum anshar dengan tulus ikhlas menolong dan merasakan penderitaan yang
dirasakan loeh kaum muhajirin sebagai penderitaanya. Perasaan seperti itu bukan
didasarkan keterkaitan darah atau keluarga, tetapi didasarkan pada keimanan yang
teguh. Tidak heran kalau mereka rela memberikan apa saja yang dimilikinya
untuk menolong saudaranya dari kaum Muhajirin, bahkan ada yang menawarkan
salah satu istrinya untuk dinikahkan kepada kaum muhajirin.
Persaudaraan seperti itu sungguh mencerminkan betapa kokoh dan
kuatnya iman seseorang. Ia selalu siap menolong saudaranya seiman tanpa
diminta, bahkan tidak jarang mengorbankan kepentingannyta sendiri demi
menolong saudaranya. Perubahan baik seperti itulah yang akan mendapat pahala
besar disisi Allah SWT, yakni memberikan sesuatu yang sangat di cintainya
kepada saudaranya seiman dengan dirinya sendiri.
Allah SWT Berfirman dalam Al-Qur‟an surat Al-Imram:92 yang artinya;
“ Kamu sekali–kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna ),sebelum
kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa yang kamu
nafkahkan, sesunggihnya Allah SWT mengetahuinya”. Sebaliknya, orang-orang
mukmin yang egois, yang hanya mementingkan kebahagiaan dirinya sendiri, pada
hakikatnya tidak memiliki keimanan yang sesungguhnya. Hal ini karena
perbuatan seperti itu merupakan perbuatan orang kufur dan tidak disukai Allah
SWT. Tidaklah cukup dipandang mukmin yang taat sekalipun khusyuk dalam
shalat atau melaksanakan semua rukun iman bila tidak peduli terhadap nasib
saudaranya sendiri.
Namun demikian, mencintai seseorang mukmin, sebagaimana dikatakan
di atas, harus didasari “lillah”. Oleh karena itu, harus tetap mencintai saudaranya
seiman sehingga ia mau menolong saudaranya tersebut dalam berlaku maksiat dan
dosa kepada Allah SWT.
Sebaliknya, dalam mencintai sesama muslim, harus mengutamakan
saudara–saudaranya yang seiman yang betul–betul taat kepada Allah SWT.
Rasullulah saw Memberikan contoh siapa saja yang harus terlebuh dahulu dicintai
yakni mereka yang berilmu orang–orang terkemuka, orang–orang yang suka
berbuat kebaikan, dan lain–lainya sebagaimana dalam hadist: “Abdullah bin
Mas‟ud ra, ia berkata Rasulullah saw bersabda, hendaknya mendekat kepadaku

5
orang–orang dewasa dan yang pandai, ahli–ahli pikir. Kemudian berikutnya lagi.
Awaslah! Janganlah berdesak–desakan seperti orang–orang pasar (HR. Muslim).
Hal ini tidak berarti diskriminatif karena Islam pun memerintahkan
umatnya untuk mendekati orang–orang yang suka berbuat maksiat dan memberi
nasihat kepada mereka atau melaksanakan amar ma‟ruf dan nahi munkar.
Banyak nash, baik dalam Alquran maupun al-Hadits, yang menegaskan
bahwa sesama Muslim itu bersaudara. Allah SWT berfirman (yang artinya):
Sesungguhnya kaum Mukmin itu bersaudara (QS Al-Hujurat :49). Baginda
Rasulullah saw pun antara lain bersabda, “Muslim itu saudara bagi Muslim
lainnya.”(HR al-Hakim). Persaudaraan sesama Muslim tentu tidak akan bermakna
apa-apa jika masing-masing tidak memperhatikan hak dan kewajiban saudaranya,
tidak saling peduli, tidak saling menutupi aibnya, tidak saling menolong. Baginda
Rasulullah SAW memerintahkan hal demikian, sebagaimana sabdanya, “Siapa
saja yang meringankan beban seorang mukmin di dunia, Allah SWT pasti akan
meringankan bebannya pada hari kiamat. Siapa saja yang memberikan kemudahan
kepada orang yang kesulitan, Allah SWT pasti akan memberi dia kemudahan di
dunia dan akhirat. Siapa saja yang menutupi aib seorang Muslim di dunia, Allah
pasti akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah SWT selalu menolong
hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya”(HR Muslim dan At-
Tirmidizi). Itulah penghargaan Allah SWT yang luar bisa kepada hamba-Nya
yang peduli kepada sesamanya.
Ditegaskan pula oleh Rasulullah saw dalam hadits lain yang berbunyi,
“Hak muslim atas muslim yang lain ada lima; menjawab salam, mengunjungi
orang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan, mendoakan orang yang
bersin”(HR Ahmad).
Mengunjungi saudara sesama Muslim, termasuk menjenguknya saat
sakit, merupakan salah satu amal terpuji. Dalam hal ini Tsauban menuturkan
bahwa Baginda Rasulullah saw pernah bersabda, “Sesungguhnya seorang Muslim
itu, jika mengunjungi saudaranya, berarti selama itu ia berada di taman surga”
(HR Muslim).
Sementara itu, terkait menebarkan salam, Baginda Rasulullah saw dalam
hadits lain tegas memerintahkan, “Sebarkanlah salam di antara kalian”(HR
Muslim). Di antara faedah menebarkan salam adalah: asma Allah menjadi
tersebar, bisa menumbuhkan rasa cinta sesama muslim, menunjukkan pelakunya
rendah hati dan tidak sombong, membuktikan pelakunya memiliki kesucian hati,
dan mewujudkan rasa kasih sayang sesama Muslim.

Cinta Lingkungan
Secara ekologis, pelestarian lingkungan merupakan keniscayaan ekologis yang
tidak dapat ditawar oleh siapa pun dan kapan pun bagi keberlangsungan kehidupan. Oleh
karana itu, pelestarian lingkungan mutlak harus dilakuan oleh manusia, sedangkan secara
ekoteologis islam, Allah SWT secara definitif menyatakan secara eksplisit akan
kepedulian-Nya terhadap pelestarian lingkungan. Hal ini antara lain diungkapkan dalam
Al-Qur‟an 31:20 yang artinya; „Tidaklah kau cermati bahwa Allah telah menjadikan
sumber daya alam dan lingkungan sebagai daya dukung lingkungan bagi kehidupanmu
secara optimum. Entah demikian, masih saja ada sebagian manusia yang
mempertanyakan kekuasaan Allah secara sembrono, yakni mempertanyakan tampa alasan
ilmiah, landasan etik dan referensi memadai.

6
Indonesia merupakan negara yang berada di wilayah tropis sehingga hujan
dengan intensitas tinggi adalah hal yang wajar terjadi. Hujan ini bisa menjadi berkah tapi
juga musibah, seperti banjir dan tanah longsor. Dengan curah hujan yang sangat tinggi
ini, seharusnya masyarakat lebih siap untuk mengantisipasinya, namun hingga saat ini
dapat dilihat bahwa belum banyak hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat dan
pemerintah. Sebenarnya tidak cukup hanya dengan upaya mengatasi setelah bencana
banjir terjadi, tetapi justru diperlukan upaya pencegahan sedini mungkin.
Dalam Quran Surat Al-Ahzab Ayat 72, Allah menawarkan amanat ini kepada
penduduk langit dan bumi, tetapi semua menolak kecuali manusia. "Sesungguhnya Kami
telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya
enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan
dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat lalim dan amat
bodoh. "Sementara dalam Surah Al-Qiyamah Ayat 36, Allah SWT mengatakan tidak
membiarkan manusia begitu saja, melainkan akan meminta pertanggungjawaban manusia
terhadap apa yang diembannya.
Seperti telah kita ketahui, banyak hal yang menyebabkan bencana terutama
banjir yang sebagian besar merupakan akibat ulah manusia sendiri. Allah SWT berfirman,
"Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)"
(Q.S. Asy-Syuura. 42: 30).
Dalam kitab Riyadhus Shalihin disebutkan “Dari Abu hurairah ra, dia berkata:
“Kami diutus oleh rasulullah saw dalam sebuah pasukan, Beliau bersabda: Apabila kamu
mendoakan fulan dan fulan, beliau menyebut dua orang quraisy, maka bakarlah keduanya
dengan api. “Kemudian tatkala kami hendak berangkat beliau bersabda: “Sesungguhnya
aku tadi memerintahkan kamu agar membakar fulan dan fulan, dan sesungguhnya tidak
ada yang menyiksa dengan api kecuali Allah SWT, maka apabila kamu mendapatkan
mereka berdua bunuhlah mereka” (Nawawi, 2006:618).
Dalam hadits tersebut dijelaskan dengan jelas bahwa kita tidak boleh
membunuh dan menyiksa makhluk hidup yang ada di bumi di antara hewan, tumbuhan,
dan manusia, kecuali yang diperintahkan oleh syara.
Dari Abdullah bin Zaid ra “Nabi saw membawa sepertiga gantang air untuk
berwudhuk, kemudian beliau menggosok kedua lengannya” (HR.Ibnu Khuzaimah).
Dalam hadits Abdullah Bin Zaid Ra tersebut Rasulullah saw menjelaskan bahwa kita
kalau berwudhuk atau menggunakan/memakai air tidak diperbolehkan dengan berlebihan
bahkan kita harus berhemat dalam pemakaiannya. Kita harus ingat kepada makhluk lain
yang membutuhkannya karena air merupakan kekayaan alam atau sumber daya alam
yang tidak dapat diperbaharui.
Dari Jabir ra, sesungguhnya Rasulullah saw melarang buang air kecil di air yang
diam (tidak mengalir)‟ (AZ-Zabidi, 1996:89). Dalam hadits Jabir ra tersebut Rasulllah
saw memberi peringatan keras kepada manusia membuang air kecil disembarang tempat.
Misalnya, apabila manusia membuang air kecil di air yang diam, maka dapat membunuh
ekosistem yang ada di dalamnya, atau membuang air kecil di bawah pohon, maka akan
mengurangi unsur hara yang terkandung dalam tumbuhan tersebut sehingga tumbuhan itu
bisa mati.
Tanaman berhak untuk hidup dan tumbuh, tanah berhak untuk “bernapas”, ayam
dan ternak berhak untuk berkembangbiak agar memperoleh kemuliaan dikala disembelih
dan dimakan manusia. Mungkin anda ingat, akan riwayat yang bercerita tentang Nabi
Ibrahim as. Dia memimpin hak-hak binatang, batu dan kerikil, padi dan hutan? Oleh
karenanya, kita pun harus menyempurnakan hak-hak memelihara tanah dan alam
lingkungan ini. Tanah dan air itu akan menumbuhkan pepohonan yang rindang sebagai
paru-paru dunia dan manusia hidup di dalamnya.

7
Berdasarkan keseluruhan paparan tersebut, penelitian ini mengkaji dan
mendeskripsikan nilai-nilai cinta dalam novel Qais dan Laila karya Nizami
Fanjavi dengan pendekatan deskriptif, yaitu dengan mendeskripsikan kalimat-
kalimat yang ada dalam novel Qais dan Laila karya Nizami Fanjavi yang
mengandung nilai-nilai cinta. Hal ini dilihat melalui tokoh-tokoh dalam cerita,
yaitu melalui perilaku tokoh, dialog dan monolog dalam cerita. Dengan demikian
dalam kajian nilai-nilai cinta terhadap novel tersebut, unsur nilai-nilai cinta
menjadi fokus utama.

METODE
Contoh Panduan Korpus Data

N Aspek yang di- Sumber Data Kriteria Kode Korpus


o teliti
1. Nilai cinta kepada Cinta tokoh kepada Bentuk [1/Allah/tokoh]
Allah Tuhan dalam novel evaluasi atau
menghadapi atau
menyikapi fenomena reaksi perasaan
atau kejadian di-
sekitarnya atau yang
mengenai dirinya

Bentuk
2. Nilai cinta kepada Cinta tokoh kepada evaluasi atau [1/ sesama/tokoh]
sesama sesama dalam novel reaksi perasaan
menghadapi atau
menyikapi fenomena
atau kejadian di-
sekitarnya atau yang
mengenai dirinya

3. Nilai cinta kepada Cinta tokoh kepada Bentuk [1/lingkungan/


lingkungan sesama dalam novel evaluasi atau tokoh
menghadapi atau
menyikapi fenomena reaksi perasaan
atau kejadian di
sekitarnya atau yang
mengenai dirinya

Keterangan:
[1/Allah/tokoh]
 1 --- kode nomor urut data
 Allah --- nilai cinta kepada Alah
 Tokoh --- nama tokoh

[1/sesama/tokoh]
 1 --- kode nomor urut data
 Sesama --- nilai cinta kepada sesama manusia
 Tokoh --- nama tokoh

[1/likungan/tokoh]
 1 ---- kode nomor urut data

8
 Lingkungan --- nilai cinta kepada lingkungan
 Tokoh --- nama tokoh
Di dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan deskriptif
kualitatif sebagai langkah pengamatan secara objektif. Untuk mendapatkan hasil
data yang valid dan objektif maka, peneliti mengunakan teknik pengumpulan data
dokumenter, karena data yang diambil berupa tulisan yaitu Novel. Untuk teknik
pengolahan data, peneliti menggunakan tahap-tahap sebagai berikut: (1)
memisahkan/mengelompokkan yang masuk dalam kategori nilai-nilai cinta Allah
(2) nilai-nilai cinta sesama, dan (3) nilai-nilai cinta lingkungan

HASIL DAN PEMBAHASAN


Bersujud kepada Allah
Mengharap Allah SWT dan berkeinginan melihat Wajah-Nya serta rindu
bersua dengan-Nya merupakam mudal di tangan seseorang, dasar urusannya,
penyangga kehidupannya, fondasi kebahagiaan, kesenangan, keberuntungan dan
kenikmatannya karena yang demekian itulah dia diciptakan, dia deberi perintah,
para rasul diutus dan kitab-kitab diturunkan. Tidak ada kebaikan dan kenikmatan
bagi hati, kecuali jika kehendaknya tertuju kepada Allah SWT semata,sehingga
hanya Allah semata yang dia harapkan dan uinginkan. Allah SWT berfirman yang
artinya; “ Maka apabila kamu selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Rabbulahhendaknya
kamu berharap”.(Al-Insyirah:7-8). Dalam ayat lain Allah SWT berfirman yang
artinya; “ Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikankan
Allah dan Rasul-Nya kepada mereka, dan berkata, Cukuplah Allah SWT bagi
kami,Allah SWT akan memberikan kepada kami sebagian dari karunia-Nya dan
demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
berharap kepada Allah, (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi kam”.(At-
Taubah: 59).
Orang yang menyukai itu ada tiga macam: (1) menyukai karena Allah,
(2) menyukai apa yang ada di sisi Allah SWT, dan (3) orang yang menyukai
selain Allah SWT. Orang yang jatuh cinta, menyukai karena Allah SWT, orang
yang beramal karena Allah SWT menyukai apa yang ada di sisi-Nya dan orang
yang ridha terhadap dunia daripada akhirat adalah orang yang menyukai selain
Allah. (Qayyim. 1996:356).

Cinta Umat kepada Allah


Kecintaan kepada Allah itu bisa menyelamatkan orang yang mencintai-
Nya dari adzab-Nya, mestinya seorang hamba tidak mengganti cinta itu dengan
sesuatu yang lain sama sekali.Ada sebagian ulama diberi pertanyaan, “Di bagian
mana dari Qur‟an engkau mendapatkan bahwa kekasih tidak menyiksa
kekasihnya? ”Maka ulama itu menjawab, “Dalam firman Allah‟ Orang-orang
Yahudi dan Nasrani mengatakan, „Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-
kekasi-Nya‟. Katakanlah, “Maka mengapa Allah menyiksa kalian karena dosa-
dosa kalian? ” (Al-Maidah:18).

9
Saling Memiliki Rasa Katertarikan Antarsesama
Mata adalah pintu hati, yang berarti mata juga merupakan pengungkap
kandungan hati dan penyibak rahasia-rahasianya. Dalam hal ini mata lebih mampu
menyampaikan daripada lidah sebab indikasinya terjadi seketika itu pula, tanpa
ada pilihan lain dari pelakunya. Indikasi lidah berupa ucapan, mengikuti apa
maksudnya sehingga tidak mengherankan jika engkau melihat pandangan orang
yang sedang jatuh cinta selalu terarah kepada orang yang dicintainya, kemana pun
perginya.

Berkunjung
Mempererat persaudaran, baik sanak keluarga maupun teman sejawat,
adalah perintah agama Islam, agar senantiasa kita saling mengasihi, hidup rukun,
tolong-menolong, dan bantu-membantu antara si kaya dengan si miskin, yang
punya kemampuan dengan yang kesempitan.
Berbudi pekerti yang baik, adalah ukuran dari iman seseorang, sebab
tampa dihiasi dengan akhlak yang baik iman sesorang tidak sempurna, sedangkan
seorang yang beriman harus dapat memberi manfaat kepada yang lain
(masyarakat) termasuk juga makhluk Allah SWT yang lain seperti hewan dan
tumbuh-tumbuhan.
Bertetangga yang baik sangat menyenagkan sehingga kita dapat hidup
rukun di kampung, dan merasa tenteram hidup ini. Dua hal tersebut adalah
bersilaturrahmi, berbudi pekerti yang baik, dan bertetangga yang baik. Hal itu
akan meramaikan kampung di mana masyarakatnya hidup rukun, suka gotong-
royong, giat membangun, sehingga nampaknya umur masyarakat bertambah
dalam arti suasannaya tenteram (Mustafa,1985:88).

Cara Bertamu
Islam mengajarkan sebelum kita memasuki rumah orang lain, maka
seyogyanya kita terlebih dahulu harus mengucapkan salam kepada pemilik rumah.
Apabila pemiliknya tidak mengizinkan, maka tamu tidak boleh masuk. Tamu
janganlah sekali-kali mengusulkan yang diinginkannya, hal itu akan menyukarkan
tuan rumah.
Mendoakan keselamatan, dengan mengucapkan salam kepada setiap
orang Islam baik yang kita kenal maupun belum kita kenal, dalam rangka
menyebarkan syi‟ar Agama Islam dan untuk lebih mengakrabkan ukhuwah
islamiyah penuh kemesraan. Salam ini diucapkan kepada siapa saja diantara orang
Islam tanpa memandang tingkat derajat, sosial, dengan ikhlas karena Allah SWT
semata.
Dua hal ini merupakan akhlak Islam yang baik dipandang dari kacamata
Agama Islam, sebab yang pertama mengandung unsur nikmat kepada Allah SWT
dan yang kedua mengandung unsur spritual, yang bersiasat kerohanian yaitu
bersujud doa keselamatan (Mustafa, 1985:163).

Kebaktian Anak kepada Ayah


Berbaktinya seorang anak kepada kedua orang tua tidak terbatas hanya
di waktu orang tua masih hidup saja, tetapi kewajiban berbuat baik kepadanya
masih berlaku meskipun orang tua sudah meninggal, kita mintakan ampun kepada
Allah SWT sebab mereka tidak dapat minta ampun, sebagaimana Rasulullah saw
bersabda yang dirwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Said yang artinya;“Ya

10
Rasulullah, apakah saya masih tetap dapat berbuat sesuatu kebaikan kepada kedua
orang tua saya sesudah keduanya meninggal dunia? Nabi menjawab: Masih ada,
ialah: memuhonkan rahmat untuknya, menunaikan segala janjinya,
bersilaturrahmi (kepada orang) yang tidak dapat dihubungi kecuali dengannya
( sahabat karib dan handai taulannya) dan menghormati kepada kawan dekatnya”
(Mustafa, 1985:198).

Saling Menolong Sesama


Kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang Islam terhadap saudara
muslim ialah (a) menjawab salam apabila ia memperoleh dari saudara Islam
lainnya, (b) memenuhi undangannya apabila ia diundang selagi tidak berhalangan,
(c) mengantar jenazahnya sampai kekubur, mendoakan akan kebaikan serta
memintakan ampunan pada atas dosa-dosanya, (d) kalau ia sakit, berkunjunglah,
menenguk, dan mendoakan kesembuhannya, sebab kunjungan ini dapat juga jadi
obat, dan (e) Mendoakan orang yang bersin yang mengucapkann :Alhamdulillah
(memuji Allah) dengan doa Yarhamukallah (semoga Allah SWT mengasihimu)
(Mustafa,1985:55).

Merawat Orang Sakit


Selama Rasulullah saw sakit, Fatimah, Putri beliau, senantiasa datang
menjenguknya. Fatimah selalu menangis setiap kali melihat ayahnya yang sakit.
Begitu juga dengan para sahabat dan handai taulan yang datang silih berganti
menjenguk beliau. Pada suatu malam, Rasulullah saw merasa badannya sudah
agak segar dan suhu panas badannya menurun. Maka, beliau segera datang ke
masjid dan memberi nasihat kepada para jamaah. Ketika kembali ke rumah,
Rasulullah saw merasa sangat lelah, dan pada saat sakitnya semakin parah, beliau
memberi wasiat dengan sabdanya yang artinya; “Aku tinggalkan untuk kalian dua
perkara (pusaka), tidaklah kalian tersesat selama-lamanya, selama kalian masih
berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitabullah (Al-Qur‟an) dan Sunah Nabi-
Nya (Al-Hadis) (H.R. Malik).

Ta’ziah
Melayat atau ta‟ziah kepada ahli waris hukumnya sunat, dalam tiga hari
sesudah ia meninggal dunia, yang lebih baik sebelum dikuburkan. Yang dimaksud
dalam “perlawatan itu” adalah untuk menganjurkan ahli mayat supaya sabar,
jangan berkeluh kesah, mendoakan mayat supaya mendapat ampunan dan juga
terhadap ahli mayat, supaya malapetakanya berganti dengan kebaikan. Sabda
Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang artinya;“Dari
Usman: Seorang anak perempuan Rasulullah Muhammad saw telah memanggil
beliau serta memberitaukan bahwa anaknya dalam hampir mati. Rasulullah
Muhammad saw berkata kepada utusan itu, “kembalilah engkau kepadanya dan
katakan bahwa segala yang diambil dan yang diberikan bahkan apapun juga
kepunyaan Allah SWT. Dialah yang menentukan ajalnya, suruhlah ia sabar serta
tunduk kepada perintah” (Sulaiman, 1954: 191).

Membangun Sekolah
Membangun sekolah adalah alat untuk mengajari anak-anak agar bisa
beradaptasi satu dengan yang lain, karena dengan sekolah anak-anak bisa belajar
kepada teman-teman lain yang berbeda pemahaman, kedudukan, dan perbedaan

11
suku atau bangsa. Karena Rasulullah saw yang pertama kali dibangun pada masa
itu adalah masjid yang sekarang kedudukannya hampir sama dengan kedudukan
sekolah dalam menyatukan umat untuk bersatu. Sebelum mengerjakan bangunan-
bangunan lain seperti tempat kediaman Beliau sendiri,
Masjid selain tempat untuk bersujud kepada Allah, juga digunakan oleh
Nabi Muhammad saw sebagai pembinaan umat Islam yang berjiwa tauhid, karena
masjid adalah tempat yang paling efektif untuk menyusun dan menghimpun
potensi umat Islam (Departemen Agama, 1971: 64).

Merawat dan Memberi Makan Binatang


Rasulullah saw dalam berbagai kesempatan, senantiasa berpesan agar
hewan, mahkluk yang tidak berdaya itu diperlakukan dengan baik, disayangi dan
dikasihani, Pada suatu hari, sewaktu Beliau berjalan, dilihatnya seekor onta yang
kurus kering, merana karena lapar. Dengan nada amarah Beliau berkata dengan
pemiliknya: “ Takutlah akan Allah, dari pada perlakuan yang kejam
terhadaphewan-hewan itu. Naikilah dia dalam keadaan sehat dan kuat. Makanlah
dagingnya dalam keadaan gemuk dan sehat pula”(HR. Abu Daud dalam
Muhammad, 2007:132).

PENUTUP
Kesimpulan
Bertolak dari temuan penelitian dan pembahasan, hasil penelitian dapat
disimpulkan sebagai berikut: Nilai-nilai cinta Allah dalam novel Qais dan Laila Karya
Nizami Fanjavi membahas tentang bagaimana seorang hamba mengabdikan dirinya
kepada Allah semata, dan tidak memperdulikan selain Allah, rela berkorban untuk Allah
walaupun nyawa sebagai taruhannya, juga sesuai dengan ajaran syari‟at Islam, karena
seorang hamba hanya berbuat sesuatu, tapi Allah yang menentukan semata. Nilai-nilai
cinta sesama dalam novel Qais dan Laila karya Nizami Fanjavi selalu terhalangi tetapi ia
tetap berusaha sehingga antara Laila dengan Qais bisa bertemu walupun hanya sesaat.
Karena mencinta sesama termasuk anjuran dalam bermasyarakat dan beragama. Nilai-
nilai cinta lingkungan di dalam novel Qais dan Laila karya Nizami Fanjavi membahas
tentang ramah atas lingkungan baik kepada manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan
supaya dapat merasakan nikmatnya lingkungan, seperti halnya ketika Qais bertemu
dengan anjing yang datang dari daerah Laila , Qais selalu memberi makan sebagai ganti
rindu Qais kepada Laila.

Saran
Berdasarkan simpulan diatas, maka saran/rekomendasi yang diajukan dirumuskan
sebagai berikut. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan
pengajaran, terutama yang berkaitan dengan materi pembahasan tentang novel yang
berhubungan dengan nilai-nilai cinta.
Bagi mahasiswa, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk
meningkatkan daya apresiasi sastra terutama novel yang mengandung unsur-unsur/ nilai-
nilai cinta yang meliputi nilai cinta Allah, nilai cinta sesama, nilai cinta lingkungan. Bagi
peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat sebagai bahan acuan untuk melakukan
penelitian lebih lanjut. Namun demikian seyogyanya dilakukan klasifikasi, dengan cara
melakukan penelitian kembali dengan kerangka teori dan makna yang lebih
komprehensif. Adapun bagi para pembaca, hasil penelitian ini seyogyanya dapat
dijadikan sebagai bahan bacaan, untuk memahami nilai-nilai cinta yang meliputi cinta
Allah, cinta sesama, dan cinta lingkungan.

12
DAFTAR RUJUKAN

Al-Mubarakfuri. 2000. Shahih Tafsir Ibnu Katsir. Bogor: Pustaka Ilmu


Katsir.
Aminuddin. 2004. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.
Al-maliky, Sayyid Muhammad Alawy. 2007. Insan Kamil. Surabaya: Bima Ilmu
AZ-Zabidi, Iman. 1996. Ringkasan Hadis Shahih Al Bukhari. Jakarta: Pustaka
Amani.
Departemen Agama. 1971. Al-Quran dan Terjamahnya. Jakarta:
Fanjavi, Nizami. 2011. Qais dan Laila. Samarinda : Qiyas
Mustafa. 1987. 150 Hadist-hadist Pilihan. Surabaya: Al Ikhlas.
Nawawi, Imam.2006. Tarjamah Riyadhus Shalihin. Jilid Kesatu. Surabaya: Duta
Ilmu.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Sulaiman, Rasyid. 1954. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Tim Revisi. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Edisi Kelima. Malang: Universitas
Negeri Malang.
Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Edisi
Kelima. Malang: Universitas Negeri Malang.
Wellek, Rene dan Warren, Austin.. 1989. Teori Kasusastraan. Jakarta: Gramedia

13

Anda mungkin juga menyukai