MAKALAH
Oleh :
UNIVERSITAS JEMBER
2019
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga
saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya saya tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Pendidikan
Pancasila dengan judul “Dampak Hoax Bagi Perpecahan Bangsa Dalam Lingkup
Media Sosial”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penyusun
ii
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV PENUTUP
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2.2. Bagaimana cara mengidentifikasi berita hoax?
1.2.3. Bagaimana upaya dalam mengurangi penyebaran berita hoax?
1.2.4. Bagaimana dampak berita hoax bagi perpecahan bangsa dalam media
sosial?
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Untuk mengetahui cara mengidentifikasi berita hoax.
1.3.2. Untuk mengetahui upaya dalam mengurangi penyebaran berita hoax.
1.3.3. Untuk mengetahui dampak berita hoax bagi perpecahan bangsa dalam
media sosial.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hoax
3
sejawatnya sehingga akhirnya hoax ini dengan cepat tersebar luas (Rahadi,
2017).
4
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.1. Fake news: Berita bohong. Berita yang berusaha menggantikan berita
yang asli. Berita ini bertujuan untuk memalsukan atau memasukkan
ketidakbenaran dalam suatu berita. Penulis berita bohong biasanya
menambahkan hal-hal yang tidak benar dan teori persengkokolan, makin
aneh, makin baik. Berita bohong bukanlah komentar humor terhadap
suatu berita.
3.1.2. Clickbait: Tautan jebakan. Tautan yang diletakkan secara stategis di
dalam suatu situs dengan tujuan untuk menarik orang masuk ke situs
lainnya. Konten di dalam tautan ini sesuai fakta namun judulnya
dibuat berlebihan atau dipasang gambar yang menarik untuk memancing
pembaca.
3.1.3. Confirmation bias: Bias konfirmasi. Kecenderungan untuk
menginterpretasikan kejadian yang baru terjadi sebaik bukti dari
kepercayaan yang sudah ada.
5
3.1.4. Misinformation: Informasi yang salah atau tidak akurat, terutama yang
ditujukan untuk menipu.
3.1.5. Satire: Sebuah tulisan yang menggunakan humor, ironi, hal yang
dibesar-besarkan untuk mengkomentari kejadian yang sedang hangat.
Berita satir dapat dijumpai di pertunjukan televisi seperti “Saturday
Night Live” dan “This Hour has 22 Minutes”.
3.1.6. Post-truth: Pasca-kebenaran: Kejadian di mana emosi lebih berperan
daripada fakta untuk membentuk opini publik.
3.1.7. Propaganda: Aktifitas menyebar luaskan informasi, fakta, argumen,
gosip, setengah-kebenaran, atau bahkan kebohongan untuk
mempengaruhi opini publik.
Berita palsu atau hoax masih banyak berseliweran di media online dan
media sosial seperti Facebook, Instagram, maupun Twitter. Sebagian masyarakat
masih banyak yang menyakini berita tersebut sebagai sebuah kebenaran, bahkan
tidak sedikit yang kemudian membagikannya ke pengguna lain (Herman, 2018).
6
3.2.2. Perhatikan baik-baik URL-nya
URL palsu atau yang dibuat mirip aslinya bisa jadi tanda peringatan
adanya berita palsu. Banyak situs berita palsu berpura-pura sebagai
sumber berita autentik dengan sedikit mengubah alamat URL. Kita
dapat membuka situs tersebut dan membandingkan alamat URL-nya
dengan sumber terpercaya.
7
3.2.7. Periksa buktinya
Periksalah sumber informasi penulis untuk menginformasi
keakuratannya. Kurangnya bukti atau ketergantungan terhadap ahli-
ahli yang tidak disebutkan namanya dapat mengindikasikan kabar
tersebut adalah berita palsu.
Ruang operasi penyebar berita palsu (hoax) tidak hanya di media sosial.
Para penyebar berita palsu (hoax) atau biasa dikenal dengan buzzer juga membuat
portal berita dengan mengadopsi gaya portal dan nama yang sepintas mirip
dengan media on line resmi dan terverifikasi. Pembaca yang tidak jeli biasanya
akan tertipu dengan berita-berita yang disajikan oleh portal berita abal-abal milik
para penyebar berita palsu (hoax). Para pembaca umumnya menyangka bahwa
berita yang mereka baca adalah berita asli yang sudah terverifikasi sesuai standar
8
dan kaidah jurnalistik. Padahal apabila dicermati lebih jauh, narasi yang tersaji
dari portal penyebar berita palsu (hoax) itu tidak bisa dipertanggungjawabkan
keakuratannya, baik dari segi standar, etika serta kaidah jurnalistik. Berikut berita
palsu (hoax) yang pernah disebar di media social:
Menurut Prayitno (2017), dari hasil penelitian terkait langkah strategis dan
kebijakan pemerintah dalam menanggulangi berita palsu (hoax) sebenarnya sudah
ada beberapa langkah yang komprehensif, baik dari kesiapan sarana, regulasi
maupun konsekuensi hukumnya. Langkah strategis dan kebijakan yang ditempuh
pemerintah itu antara lain sebagai berikut.
9
ITE diterbitkan pemerintah karena menyadari pemanfaatan teknologi
informasi, media dan komunikasi telah mengubah perilaku masyarakat
maupun peradaban manusia secara global. Kemajuan teknologi dan
informasi yang saat ini terjadi ibarat pedang bermata dua. Selain
memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan
peradaban manusia, kemajuan teknologi informasi juga menjadi sarana
efektif perbuatan melawan hukum. UU ITE dalam pasal-pasalnya
mengatur ramburambu terkait aturan dan larangan apa saja yang harus
dipatuhi masyarakat ketika mereka berinteraksi di dunia maya atau
media sosial. Termasuk juga apa yang boleh diposting ataupun
dilarang ditampilkan di dunia maya karena dikhawatirkan dapat
mengganggu ketertiban umum.
Pasal 27, 28 dan 29 dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE
memberikan sanksi yang jelas bagi mereka yang melakukan
pelanggaran sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam pasal-
pasal tersebut diatas. Keberadaan UU No. 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik kini sudah direvisi mengingat
semakin meningkatnya jumlah pelanggaran yang dilakukan netizen di
dunia maya. Pemerintah pun mengeluarkan UU No. 19 Tahun 2016
tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik. Revisi ini dilakukan dalam koridor untuk
memberikan jaminan atas pengakuan dan penghormatan terhadap hak
dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil
sesuai dengan pertimbangan keamanan dan ketertiban dalam
masyarakat yang demokratis. Hal lain yang mendorong dilakukannya
revisi atas UU ITE adalah semakin meningkatnya jumlah netizen yang
terjerat UU ITE karena berbagai sebab khususnya penyebaran konten-
konten yang dianggap meresahkan dan bernuansa SARA. Berikut
10
beberapa kasus terkait UU ITE yang menjerat netizen yang disarikan
penulis dari berbagai media massa.
Tabel 2. Sejumlah Kasus terkait UU ITE No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik
11
Buni Yani Didakwa melakukan pengeditan terhadap video
pidato Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias
Ahok pada saat kunjungan kerja di Kepulauan Seribu pada 27
September 2016. Postingan Buni Yani di akun facebook-nya
menyebabkan gelombang demonstrasi besar-besaran umat
Muslim hingga berjilid-jilid yang menuntut Ahox di penjara
karena dugaan penistaan agama. Buni Yani dijerat dengan dua
dakwaan alternatif, yaitu Pasal 32 ayat 1 junto Pasal 48 ayat 1
3 UU RI nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Buni Yani
. Elektronik. Ia dinilai telah mengubah, merusak, dan
menyembunyikan informasi elektronik milik orang lain
ataupun publik berupa video pidato mantan Gubernur DKI
Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Kepulauan
Seribu pada 27 September 2016. Buni Yani juga dianggap
melanggar Pasal 28 ayat 2 dan pasal 45 ayat 2 Undang-
undang RI nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi
Eletronik (ITE) jo pasal 45 huruf A ayat 2 Undang-undang RI
nomor 19/2016 tentang perubahan atas UU RI nomor
11/2008.
12
Jokowi Undercover, begitu judul buku yang ditulis Bambang
Tri Mulyono. Buku itu yang kemudian membuatnya
bermasalah dengan hukum. Dalam bukunya, Bambang
5 menulis tentang pemalsuan data oleh Jokowi saat mengajukan
Bambang Tri
. diri sebagai calon presiden dalam Pilpres 2014. Selain itu,
Mulyono
Bambang juga di bab lainnya menggambarkan Desa Giriroto
sebagai basis Partai Komunis Indonesia (PKI) terkuat di
Indonesia. Bambang dijerat dengan Pasal 16 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2008.
Sri Rahayu
. menghina Presiden Joko Widodo, lambang negara, sejumlah
partai politik, dan organisasi kemasyarakatan lewat media
sosial Facebook. Dia mengunggahnya di akun Facebook
miliknya, Sri Rahayu Ningsih (Ny Sasmita). Konten-konten
13
yang diunggah Sri dalam akun Facebook-nya dinilai
melanggar UU ITE. Sri dijerat dengan Pasal 45 ayat (2) juncto
Pasal 28 ayat (2) UU ITE dan atau Pasal 16 juncto Pasal 4
(b)1 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan
Diskriminasi Ras dan Etnis.
14
Keluarnya Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2015 tentang
Pengelolaan Komunikasi Publik selanjutnya ditindaklanjuti
Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan mengeluarkan
widget Government Public Relation (GPR). Widget GPR yang
dikeluarkan Kominfo ini wajib dipasang di website setiap
Kementerian/Lembaga/Pemda. Cara untuk mengakses widget ini
dilakukan dengan memberikan user name kepada pengelola informasi
di masing-masing Kementerian/Lembaga/Pemda agar mereka dapat
mengakses informasi yang akan disampaikan ke publik melalui
aplikasi ini. Apabila informasi yang disampaikan dipandang sudah
memenuhi syarat untuk ditampilkan, pengelola widget GPR akan
meneruskan informasi tersebut di aplikasi GPR dan langsung bisa
diakses oleh masyarakat melalui website
Kementerian/Lembaga/Pemda yang sudah memasang aplikasi ini.
15
juga melakukan pemetaan dan melakukan counter terhadap isu yang
bersinggungan dengan Kementerian/Lembaga ditempatnya ditugaskan.
16
sudut pandang pemerintah sesuai dengan realitas yang sebenarnya.
Termasuk untuk menghindari praktik pemelintiran berita oleh pihak-
pihak yang tidak bertanggung jawab.
3.4. Dampak Berita Hoax Bagi Perpecahan Bangsa Dalam Media Sosial
17
Kasus pembakaran gedung GMBI oleh para anggota FPI merupakan salah
satu akibat dari miskonsepsi karena informasi hoax. Kisruh FPI-GMBI dipicu
oleh hoax yang menyatakan bahwa ada anggota FPI yang ditusuk dan diculik oleh
oknum GMBI sehingga menyulut emosi FPI. Tanpa verifikasi kebenaran berita
tersebut, FPI langsung membakar salah satu rumah dan sekretariat GMBI di
Bogor, pada Jum’at 13 Januari 2017 pukul 02.51 WIB. Atas penyerangan
tersebut, polisi mengamankan sekitar 20 orang yang diduga pelaku.
18
disinformasi, perpecahan, dan merugikan orang lain. Mereka sama sekali tidak
bertanggung jawab pada konten yang mereka sebarkan. Dalam hal ini, sila
keempat tentang demokrasi tidak diimplementasikan dengan baik.
19
BAB 1V
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.1.1. Jenis – jenis hoax bisa dibagi menjadi 7 macam, yaitu: Fake News,
Clickbait, Confirmation Bias, Misinformation, Satire, Post-truth,
Propaganda.
4.1.2. Hoax dapat diidentifikasi dengan banyak cara, diantaranya: bersikap
skeptis terhadap judul, perhatikan dengan baik URL-nya, selidiki
sumbernya, perhatikan format yang tidak biasa, cek fotonya, periksa
tanggalnya, lihat laporan lainnya, dan berita tersebut hanya lelucon atau
bukan.
4.1.3. Pemerintah telah mengambil langkah strategis dan kebijakan untuk
mengurangi penyebaran berita hoax, yaitu dengan cara merumuskan UU
No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Inpres
No.9 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Informasi Publik, membentuk
Tenaga Humas Pemerintah (Government Public Relation), membentuk
Jejaring Komunikasi, Pembangunan Portal Jaringan Pemberitaan
Pemerintah, dan Portal Aduan Konten.
4.1.4. Dampak hoax bagi perpecahan bangsa adalah Propaganda dan hate
speech yang terdapat dalam berita hoax mempengaruhi psikologi
seseorang untuk memusuhi orang lain. Indonesia akan terpecah belah
karena sila ketiga tentang persatuan terancam.
4.2. Saran
Makalah ini diharapkan dapat membantu memberi pengetahuan tentang
dampak berita hoax bagi perpecahan bangsa dalam lingkup media social.
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka
20
dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan
makalah dalam kesimpulan di atas.
21
DAFTAR PUSTAKA
Budiyono. 2016. Media Sosial dan Komunikasi Politik: Media Sosial sebagai
Komunikasi Politik Menjelang PILKADA DKI JAKARTA 2017. Jurnal
Komunikasi. 11(1): 47-62.
Rahadi, D. R. 2017. Perilaku Pengguna dan InformasiI Hoax di Media Sosial. Jurnal
Manajemen dan Kewirausahaan. 5(1): 58-70.
22
Riyanta, S., 2017. Saracen, Ancaman Serius bagi Eksistensi NKRI.
https://jurnalintelijen.net/2017/09/04/saracenancamanseriusbagieksistensinkri/
[Diakses 7 April 2019 pukul 18.27].
23