Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada perkembangan zaman sekarang melakukan aktivitas sehari – hari
sering menimbulkan berbagai keluhan yang timbul pada punggang. Jika
berlangsung pada jangka waktu yang lama, akan menimbulkan keluhan nyeri pada
punggang bawah. Nyeri yang dirasakan dapat merupakan nyeri lokal ataupun
nyeri radikuler maupun keduanya. Semua struktur yang terdapat dibagian vertebra
merupakan struktur yang peka terhadap rangsangan nyeri, sehingga bisa terjadi
gangguan gerak ataupun iritasi pada struktur ini dapat menimbulkan gejala nyeri
punggung bawah salah satu diantaranya adalah Hernia Nucleus Pulposus (HNP).
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah kondisi dimana terjadi protrusi
pada discus intervertebralis yang disebabkan karena injury dan beban mekanik
yang salah dalam waktu yang lama. Selain itu faktor utama yang menyebabkan
HNP adalah degeneratif dimana elastisitas dari annulus fibrosus menurun
sehingga menyebabkan robeknya annulus fibrosus. Menurut Pooler (2009) lokasi
pada lumbal spine 90% hingga 95% yang paling sering terjadi injury yaitu pada
L4-L5 dan L5-S1. Hal ini disebabkan karena pada L4-L5 dan L5-S1 merupakan
pusat penopang beban tubuh terberat.
Nyeri punggung bawah dialami oleh 70% orang di negara - negara maju.
Nyeri punggung bawah termasuk dalam sepuluh penyakit prevalensi tinggi di
dunia. Global Burden of Disease Study (GBD) 2010 menyatakan bahwa
prevalensi nyeri punggung bawah di dunia 9,17% dengan jumlah populasi
632.045 jiwa. Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi pada laki – laki lebih tinggi
sebesar 9,64% daripada perempuan sebesar 8,70% (Vos et al., 2010). Di Indonesia
tidak terdapat data yang menunjukkan prevalensi nyeri punggung bawah secara
jelas, tetapi prevalensi penyakit sendi di Indonesia berdasarkan diagnosis atau
gejala menurut Riskesdas tahun 2013 adalah 24,7 persen. Prevalensi penyakit
sendi berdasarkan wawancara meningkat seiring dengan bertambahnya umur yaitu
prevalensi tertinggi pada umur ≥75 tahun (33%) dan 54,8%). Berdasarkan jenis

1
2

kelamin, prevalensi pada perempuan (27,5%) lebih tinggi dari laki-laki (21,8%)
(Riskesdas, 2013).
Ciaccio, dkk (2012) mengatakan HNP adalah kondisi patologis yang
sering ditemui di rehabilitasi medis dimana ditandai dengan kompresi dari satu
atau lebih nerve roots. Gluteal dan unilateral leg pain merupakan keadaan yang
dirasakan oleh penderita HNP, tergantung dengan nerve roots yang terkompresi.
Penurunan Lingkup Gerak Sendi (LGS) dan kehilangan kekuatan otot tungkai
juga merupakan keadaan yang dialami penderita HNP. Pada lokasi terkait juga
mengalami nyeri dan spasme. Peran Fisioterapi pada kondisi HNP yang penulis
lakukan adalah untuk mengurangi nyeri, meningkatkan nilai kekuatan otot, dan
meningkatkan aktivitas fungsional.

1.2 Identifikasi Masalah


Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan pada pasien, ditemukan masalah
berupa:
1. Adanya nyeri pada punggung bawah tepatnya di L4-L5.
2. Keterbatasan LGS karena adanya nyeri.
3. Penurunan kekuatan otot.
4. Penurunan aktifitas fungsional

1.3 Perumusan Masalah


Pada kondisi hernia nucleus pulposus penulis merumuskan masalah yaitu,
bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi hernia nucleus pulposus
lumbal di RSUD Banyumas.

1.4 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Tujuan Umum
Mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi hernia nucleus
pulposus lumbal.
2. Tujuan Khusus
3

a. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan fisioterapi terhadap penurunan


nyeri pada kondisi hernia nucleus pulposus lumbal.
b. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan fisioterapi terhadap penambahan
lingkup gerak sendi pada kondisi hernia nucleus pulposus lumbal.
c. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan fisioterapi terhadap penurunan
kekuatan otot pada kondisi hernia nucleus pulposus lumbal.
d. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan fisioterapi terhadap peningkatan
aktifitas fungsional pada kondisi hernia nucleus pulposus lumbal.
4

BAB II
KERANGKA TEORI

2.1 Deskripsi Teoritis


1. Definisi Kasus
Hernia nucleus pulpousus (HNP) menurut Batticaca (2008) adalah
keadaan yang diakibatkan oleh penonjolan nucleus pulpousus dari discus ke
dalam anulus disertai dengan pebekanan dari akar – akar saraf. Penyebab dari
HNP menurut Helmi (2013), biasanya didahului dengan perubahan degeneratif
dan trauma yang berulang mengenai intervertebralis selama beberapa bulan atau
tahun sehingga menyebabkan sobeknya anulus fibrosus. Kemudian discus
mendorong ke arah medula spinalis atau ruptur dan memungkinkan nucleus
pulpousus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul
dari kolumna spinal.
Grade HNP menurut Devlin (2012) diantara lain: (a) protrusion, tonjolan
discus ke arah posterior tanpa pecahnya anulus fibrosus, (b) Subanular extrusion,
hanya serat terluar yang keluar dari anulus fibrosus, (c) transapular extrusion,
anulus fibrosus bergerak ke ruang epidural, dan (d) sequestration, atau
pembentukan fragmen discal dari diluar discus.

2. Anatomi
Bagian – bagian dari vertebrae lumbal (Syaifuddin, 2011).
a. Badan ruasnya besar , bentuknya tebal dan terletak sebelah depan.
b. Terdapat beberapa tonjolan yaitu: Processus spinosus, Processus tranversus,
dan Processus artikularius.
Arcus vertebrae merupakan bagian atas dan bagian bawah dari tulang ini
mempunyai lekuk yang disebut insisura superior dan insisura inferior dan
terdapat lubang tempat jalannya N. spinalis. Arcus vertebralis bagian kanan dan
kiri mempunyai taji yang menghadap ke atas dan ke bawah disebut processus
artikularis inferior dan processus artikularis superior. Setiap processus
mempunyai dataran yang berhubungan dengan processus artikularis yang lain
dinamakan facies artikularis. Foramina intervertebralis merupakan ruas – ruas
5

tulang, dibagian tengah adan ruas membentuk saluran canalis vertebralis.


Vertebrae juga disatukan oleh ligament. Sehingga terdapat: (a) Ligamenta
longitudinale anterior dan posterior, (b) Ligamenta supraspinale dan interspinale
(c) Ligamentum intertransversum, (d) Ligamenta flava, dan (e) Ligamintum
kapsulare (Menurut Faiz dan Moffat, 2003).
Otot, Biomekank lumbalis dan syaraf (Syaifuddin, 2011):
a. Fleksi
Gerakkan terjadi saat membungkukkan badan kedepan. Otot penggeraknya
adalah M. Psoas major, M. Rectus abdominis, M. External abdominal obligue, M.
Internal abdominal obligue dan M. Transversus abdominis. Gerakan terjadi
kearah ventro – caudal pada bidang sagital dan pada axis frontal horizontal. Pada
gerakan ini corpus vertebrae miring dan sledding secara perlahan ke anterior
sehingga diskus anterior berkurang ketebalannya dan bertambah ke posterior.
b. Ekstensi
Gerakan terjadi saat menekukkan badan ke belakang. Otot penggeraknya
adalah M. Lastisimus dorsi, M. Erector spine, M. Quadratus lumborum, M.
Multifidus, M. Roratotes dan M. Gluteus maximus. Gerakan ini terjadi pada
bidang sagital dengan aksis frontal. Pada gerakan ini, corpus

3. Etiologi
Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya dengan
meningkatnya usia terjadi perubahan degeneratif yang mengakibatkan kurang
lentur dan tipisnya nucleus pulposus (Moore dan Agur, 2013). Selain itu Hernia
nucleus pulposus (HNP) kebanyakan juga disebabkan karena adanya suatu trauma
derajat sedang yang berulang mengenai discus intervertebralis sehingga
menimbulkan sobeknya annulus fibrosus. Pada kebanyakan pasien gejala trauma
bersifat singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cidera pada diskus yang tidak
terlihat selama beberapa bulan atau bahkan dalam beberapa tahun (Helmi, 2012).

4. Patofisiologi
Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus bersifat sirkum ferensial.
Karena adanya gaya traumatik yang berulang, sobekan tersebut menjadi lebih
6

besar dan timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi, maka risiko HNP
hanya menunggu waktu dan trauma berikutnya saja. Setelah terjadi HNP, sisa
discus intervertebralis mengalami lisis, sehingga dua korpus vertebra bertumpang
tindih tanpa ganjalan (Muttaqin, 2008).
Patologi Menurut Helmi (2012), robekannya anulus fibrosus berlanjut
pada penonjolan pada discus intervertrebralis yang menekan secara parsial sisi
lateral dari medial medulla spinalis. Kemudian berlanjut pada herniasi discus
menekan medulla spinalis. Menurut Sidharta (2012), nyeri adalah tanda yang
paling sering dan mempunyai arti yang paling penting. Nyeri pinggang dapat
dibedakan menjadi: (a) nyeri setempat, (b) referred pain, dan (c) nyeri radikuler.

5. Tanda dan gejala


Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa nyeri di punggung
bawah disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. HNP terbagi atas HNP sentral
dan lateral. HNP sentral akan menimbulkan paraparesis flasid, parestesia dan
retensi urine. Sedangkan HNP lateral bermanifestasi pada rasa nyeri dan nyeri
tekan yang terletak pada punggung bawah, di tengah-tengah area bokong dan
betis, belakang tumit, dan telapak kaki. Kekuatan ekstensi jari kelima kaki
berkurang dan reflex achiller negative. Pada HNP lateral L5-S1 rasa nyeri dan
nyeri tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral pantat, tungkai bawah
bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kelemahan m. gastrocnemius (plantar fleksi
pergelangan kaki), m. ekstensor halusis longus (ekstensi ibu jari kaki). Gangguan
reflex Achilles, defisit sensorik pada malleolus lateralis dan bagian lateral pedis
(Setyanegara dkk, 2014).
7

2.2 Kerangka Berpikir


Degeneratif
HNP
Trauma Tulang
Belakang yang
berulang

Intervensi: 1. Nyeri pada tulang belakang


1. SWD 2. Keterbatasan LGS
2. Traksi Lumbal 3. Penurunan kekuatan Otot
3. Mckenzie
4. Isotonic resisted
exercise

Evaluasi: Hasil:
1. VAS 1. Penurunan nyeri
2. MMT 2. Peningkatan kekuatan otot
3. LGS 3. Peningkatan LGS
8

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Data Pasien


Data pasien diketahui melalui anamnesa atau tanya jawab secara dengan
pasien. Anamnesa adalah pengambilan data yang dilakukan tenaga medis dengan
cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien
dengan tujuan memperoleh data pasien beserta keluhannya. Dari anamnesa,
penulis mendapatkan keterangan pasien sebagai berikut:
Nama : Tn. Sudiono
Umur : 61 tahun
Jenis Kelamin :L
Pekerjaan : Pegawai swasta
Agama : Islam
Alamat : Buntu 5/5, Banyumas
RPS : Sejak tiga bulan terakhir pasien merasakan nyeri pada
punggung disertai adanya kesemutan dari pantat sampai paha kenan. Rasa
nyeri diperberat saat pasien beraktifitas berat seperti berjalan jauh, berdiri
dalam waktu lama, dan jongkok ke berdiri. Untuk mengurangi nyeri pasien
hanya beristirahat serta mengoleskan balsam pada punggung dan tungkai.
Kemudian pasien berobat ke RSUD Banyumas dibagian klinik saraf. Dari
klinik saraf pasien dirujuk untuk melakukan fisioterapi.
RPD : Pasien pernah jatuh dari motor hingga retak pada bagian
tulang bahu.
3.2 Pemeriksaan dan Pengukuran
a. Tes Spesifik Fisioterapi
- Tes Lasegue
Tujuan : menentukan adanya masalah pada punggung bagian bawah.
Cara : pasien tidur terlentang di bed, pemeriksa mengangkat kaki pasien
secara pasif dengan posisi lutut tetap lurus.
Hasil = (+) terdapat nyeri
9

- Tes Bragard
Tujuan : menentukan apakah adanya masalah pada punggung bawah
Cara : pasien tidur terlentang di bed, pemeriksa mengangkat kaki pasien
secara pasien dengan posisi lutut tetap lurus ditambah dorsofleksi ankle.
Hasil= (+) terdapat nyeri
- Tes Neri
Tujuan : menentukan apakah adanya permasalahan pada punggung bawah
Cara : pasien tidur terlentang di bed, pemeriksa mengangkat kaki pasien
secara pasif dengan posisi lutut tetap luru, dorsofleksi ankle, ditambah fleksi
cervical.
Hasil= (+) terdapat nyeri
b. Pemeriksaan nyeri dengan Visual Analogue Scale (VAS)
Pemeriksaan dengan VAS adalah dengan mengukur nyeri yang dirasakan
pasien melalui angka dari 0-10. Cara mengukurnya adalah dengan meminta
kepada pasien seberapa nyeri dengan menunjuk angka dari 0-10 yang
dirasakan ketika area yang bermasalah di tekan, saat diam, dan saat bergerak.
Nilai dari VAS:
Hasil pengukuran:
Nyeri pada hip
Pengukuran Nilai
Nyeri diam 0
Nyeri tekan 5
Nyeri Gerak 6
Nyeri pada lumbal
Pengukuran Nilai
Nyeri diam 0
Nyeri tekan 4
Nyeri Gerak 6
c. Pemeriksaan MMT pada hip
Gerakan Kanan Kiri
Fleksi Trunk 4 5
Rotasi Trunk 3 4
10

d. Kemampuan fungsional dengan Oswestri


Aktivitas Kemampuan fungsional Nilai
Intensitas nyeri Saat ini nyeri terasa agak berat 3
Perawatan diri (mandi, Saya merawat diri secara normal tetapi 1
berpakaian dll) terasa sangat nyeri
Aktifitas Mengangkat Nyeri membuat saya tidak mampu 3
mengangkat benda berat dari lantai, tetapi
saya mampu mengangkat benda ringan dan
sedang yang posisinya mudah, misalnya di
atas meja.
Berjalan Saya hanya mampu berjalan tidak lebih dari 1
1 mil karena nyeri
Duduk Saya mampu duduk pada kursi tertentu 1
selama aku mau
Berdiri : Saya hanya mampu berdiri tidak lebih dari 4
10 menit karena nyeri
Tidur Tidurku terkadang terganggu oleh timbulnya 1
nyeri
Aktifitas Seksual (bila Aktifitas seksualku berjalan normal tanpa 0
memungkinkan) disertai timbulnya nyeri
Kehidupan Sosial Kehidupan sosialku berlangsung normal 1
tetapi ada peningkatan derajat nyeri
Bepergian / Melakukan Saya bisa melakukan perjalanan ke semua 1
Perjalanan tempat tetapi timbul nyeri
Total 16
Interpretasi Hasil

16
𝑥 100 = 32 %
50

Moderate disability : Pasien merasakan nyeri yang lebih dan mulai


kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti duduk, mengangkat
barang dan berdiri.
11

3.3 Pelaksanaan Intervensi


a. Traksi lumbal
Pasien tidur pada alat traksi dengan punggung sudah diberi hotpack.
Kemudian atur beban yang akan diberikan lalu set timer selama 15 menit.
b. Short wave diathermy
Pasien tidur tengkurap dibed. Kemudian SWD ditempatkan pada
punggung bawah dan paha belakang yang sebelumnya sudah dialasi handuk. Set
timer 15 menit, lalu panaskan sampai batas rangsang pasien merasakan hangat.
c. Mckenzie
- Breathing exercise. Instruksikan pasien untuk menarik nafas panjang lewat
hidung, terus hembuskan perlahan lewat mulut.
Fase I. posisi tengkurap, posisi tangan seperti push up, lalu tekan bed hingga
badan terangkat, namun pelvis dan lutut tetap menyentuh pada bed. Tahan selama
5 detik dengan 8x pengulangan.
Fase II. Posisi terlentang, tekuk lutut dan hip hingga menyentuh dada, namun
pantat tetap pada bed. Tahan selama 5 detik dengan 8x pengulangan.
Fase III. Pasien duduk dikursi, kemudian pasien bungkuk hingga menyentuh kaki
kursi. Dilakukan selama 5 detik dengan 8x pengulangan.
d. Isotonic resistive movement
Posisi pasien terlentang untuk melatih fleksor hip, sedangkan tidur
tengkurap untuk melatih ektensor hip. Prosedur awal menggunakan beban ringan,
kemudian setiap set ditambah beban nya. Setiap set dilakukan 10x pengulangan.
12

3.4 Evaluasi Tindakan Terapi


Setelah dilakukan terapi rawat jalan di fisioterapi RSUD Banyumas
seabnyak 3x terapi dengan ditambah home program didapatkan hasil sebagai
berikut:
1. Nyeri
Hip Lumbal
Jenis Nyeri
T1 T2 T3 T1 T2 T3
Nyeri diam 0 0 0 0 0 0
Nyeri gerak 5 4 4 4 3 3
Nyeri tekan 6 5 4 6 5 4

2. MMT Hip
T1 T2 T3
Otot
Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri
Fleksor 4 5 4 5 5 5
Ekstensor 3 4 3 4 4 5

3. Tidak ada penambahan LGS

Anda mungkin juga menyukai