Anda di halaman 1dari 15

RENCANA STRATEGI RONDE KEPERAWATAN TENTANG

POST OP FRAKTUR OS NASAL TERTUTUP

DI RUANGAN BEDAH

RSUD dr. RASIDIN PADANG

Oleh :

Esa Afriyeni

18123827

Praktek Profesi Manajemen Keperawatan

STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang

2019
RONDE KEPERAWATAN

A. PENGERTIAN

Suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan klien

yang dilaksanakan oleh perawat, disamping pasien dilibatkan untuk membahas

dan melaksanakan asuhan keperawatan akan tetapi pasa kasus tertentu harus

dilakukan oleh perawat primer atau konselor, kepala ruangan, perawat associate

yang perlu juga melibatkan seluruh anggota tim (Nursalam, 2011).

Ronde keperawatan merupakan suatu metode pembelajaran klinik yang

memungkinkan peserta didik mentransfer dan mengaplikasikan pengetahuan

teoritis ke dalam praktik keperawatan secara langsungb(suarli & Bahtiar, 2009)`

B. TUJUAN

Adapun tujuan ronde keperawatan adalah sebagai berikut :

1. Menumbuhkan cara berfikir secara kritis

2. Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berasal dari

masalah klien

3. Meningkatkan validasi data klien

4. Menilai kemampuan justifikasi

5. Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja

6. Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana perawatan

(Nursalam, 2011)
C. KARAKTERISTIK

Karakteristik ronde keperawatan adalah sebagai berikut :

1. Klien dilibatkan secara langsung

2. Klien merupakan fokus kegiatan

3. Perawat asosiate, perawat primer dan konsuler melakukan diskusi bersama

4. Konsuler memfasilitasi kreatifitas

5. Konsuler membantu mengembangkan kemampuan perawat asosiet, perawat

primer untuk meningkatkan kemampuan dalam mengatasi masalah

D. PERAN DALAM RONDE KEPERAWATAN

1. Peran Ketua Tim dan Anggota Tim

a. Menjelaskan keadaan dan data demografi klien

b. Menjelaskan masalah keperawatan utama

c. Menjelaskan intervensi yang belum dan yang akan dilakukan

d. Menjelaskan tindakan selanjutnya

e. Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang akan diambil

2. Peran Ketua Tim Lain dan Konselor

a. Memberikan justifikasi

b. Memberikan reinforcement
c. Menilai kebenaran dari suatu masalah, intervensi keperawatan serta

tindakan yang rasional

d. Mengarahkan dan koreksi

e. Menintegrasikan teori dan konsep yang telah dipelajari

E. LANGKAH-LANGKAH RONDE KEPERAWATAN

1. Persiapan

a. Penetapan kasus minimal 1 hari sebelum dan waktu pelaksanaan ronde

b. Pemberian inform consent kepada klien/keluarga

2. Pelaksanaan

a. Penjelasan tentang klien oleh perawat primer dalam hal ini penjelasan

difokuskan pada masalah keperawatan & rencana tindakan yang akan /

telah dilaksanakan & memilih prioritas yang perlu didiskusikan

b. Diskusikan antar anggota tim tentang kasus tersebut

c. Pemberian justifikasi oleh perawat primer/ perawat konselor/ kepala

ruangan tentang masalah klien serta tindakan yang akan dilakukan

d. Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah dan yang akan

ditetapkan

3. Pasca Ronde

Mendiskusikan hasil temuan dan tindakan pada klien tersebut serta

menetapkan tindakan yang perlu dilakukan


RENCANA STRATEGI RONDE KEPERAWATAN

Pokok Bahasan : fraktur os nasal

Hari / Tanggal : rabu / 20 Maret 2019

Pukul : 10.00

Tempat : Ruang Kelas 1 Bedah

Fraktur os nasal merupakan fraktur paling sering ditemui pada trauma muka

sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior wajah

merupakan faktor predisposisi yang memudahkan terjadinya fraktur jika terdapat

trauma pada wajah (Efiaty, 2007).

Fraktur os nasal lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan

dengan perbandingan adalah 2:1 (Haraldson, 2009). Di dunia berdasarkan penelitian

Cavalcanti dan Melo (2008), angka kejadian fraktur os nasal terjadi pada usia 13-17

tahun (60.9%) dengan penyebab terbanyak adalah jatuh (37.9%) dan kecelakaan lalu

lintas (21.1%). Di Amerika Serikat berdasarkan penelitian Erdmann et al (2008)

penyebab terbanyak adalah kekerasan (36%), jatuh (18%), olahraga (11%), pekerjaan

(3%), dan luka tembak (2%). Fraktur os nasal dapat diklasifikasikan sebagai fraktur

terbuka atau tertutup. Identifikasi awal dan penanganan trauma di awal periode

penting untuk menghindari komplikasi dari fraktur. Pemastian tidak adanya

hematoma penting untuk menghindari kerusakan lebih lanjut dan menghindari

komplikasi antara lain kompresi jaringan serta infeksi yang berbahaya (Efiaty,

2007).Tanda-tanda fraktur yang lazim adalah epistaksis yang merupakan tanda umum
pada fraktur os nasal dikarenakan rusaknya pembuluh darah mukosa, perubahan

bentuk hidung, obstruksi jalan napas, dan ekimosis infraorbita (Perez, 2012).

Pada pemeriksaan didapatkan pembengkakan, epistaksis, nyeri tekan dan teraba

garis fraktur. Meskipun fraktur os nasal dapat didiagnosis tanpa pemeriksaan

penunjang, pemeriksaan radiologis dapat membantu untuk memastikan tidak adanya

fraktur tulang wajah lain di sekitar hidung. Foto Rontgen dari arah lateral dapat

menunjang diagnosis. Fraktur tulang ini harus cepat direposisi dengan anestesi lokal

dan imobilisasi dilakukan dengan memasukan tampon ke dalam lubang hidung yang

dipertahankan dalam 3-4 hari. Patahan dapat dilindungi dengan gips tipis berbentuk

kupu-kupu untuk 1-2 minggu (Sunarto, 2010). Tidak semua kasus fraktur harus

ditangani dengan operasi, misalnya fraktur tertutup bisa ditangani secara konservatif

maupun operatif. Fraktur terbuka hanya bisa ditangani secara operatif karena

merupakan kasus emergensi dan dapat diikuti kontaminasi oleh bakteri dan disertai

perdarahan yang hebat dalam waktu enam sampai delapan jam sehingga cenderung

mudah mengalami infeksi (Sain, 2011). Reduksi fraktur harus dilakukan segera saat

evaluasi, yang biasanya dilakukan pada hari 5-10 pada dewasa dan hari ke 3-7 pada

anak-anak (Sunarto,2010). Reposisi os nasal setelah 2 minggu lebih sulit karena telah

terjadi pembentukan kalus (Dhingra, 2007).

Fraktur os nasal memiliki komplikasi segera dan komplikasi lambat.

Komplikasi segera berupa deformitas hidung, nyeri hidung, hematoma septum,

epistaksis, dan obstruksi jalan nafas. Komplikasi lambatnya adalah deformitas hidung,

perforasi dan nekrosis septum, saddle nose, kontraktur karena jaringan parut, dan

nyeri hidung yang terus-menerus (Scibberas,2008). Fraktur os nasal dapat ditemukan

dan berhubungan dengan fraktur tulang wajah yang lain. Oleh karena itu fraktur os
nasal sering tidak terdiagnosa dan tidak mendapat penanganan karena pada beberapa

pasien sering tidak menunjukan

Menyelesaikan masalah klien yang belum teratasi

1. Tujuan Khusus

1) Menjustifikasi masalah yang belum dapat diatasi

2) Mendiskusikan penyelesaikan masalah dengan perawat primer

3) Merumuskan intervensi keperawatan yang tepat sesuai dengan masalah

klien
A. Pelaksanaan Kegiatan

1. Topic / judul kegiatan

Pemberian penkes tentang fraktur os nasal

2. Sasaran danTarget

a. Sasaran

Perawat dan keluarga pasien maupun pengunjung di ruangan Bedah RSUD

dr. Rasidin Padang

b. Target

Pasien dan keluarga pasien yang ada di ruangan pasien saat ronde diadakan.

3. Metode

Diskusi

4. Media dan Alat

1) Lembar balik

2) Leaflet

B. Kegiatan Ronde

No Kegiatan Kegiatan Peserta Waktu

Pre-Ronde:
- Mengucapkan salam - Menjawab salam
- Perkenalan diri dan - Memperhatikan
1.
pembimbing 2 menit
- Melakukan kontrak waktu
- Menjelaskan tujuan dan topic - Menyepakati kontrak
- Memperhatikan
Ronde:
2. - Menggali pengetahuan - Mengemukakan pendapat 20 menit
tentang fraktur os nasal
- Memberikan reinforcement - Mendengarkan dan
positif dan meluruskan memperhatikan
- Menggali pengetahuan - Mengemukakan pendapat
penyebab fraktur os nasal
- Memberikan reinforcement - Mendengarkan dan
positif dan meluruskan memperhatikan
- Menggali pengetahuan tanda - Mengemukakan pendapat
dan gejala fraktur os nasal
- Memberikan reinforcement - Mendengarkan dan
positif dan meluruskan memperhatikan
- Menggali pengetahuan - Mengemukakan pendapat
klasifikasi fraktur os nasal
- Memberikan reinforcement - Mendengarkan dan
positif dan meluruskan memperhatikan
- Mendemonstarasikan metode - Mendengarkan dan
terapi kompres air dingin memperhatikan
- Mengevaluasi tentang materi - Menjawab pertanyaan
yang diberikan
Post-Ronde:
3. 5 menit
- Tanya jawab - Tanya jawab
- Mengucapkan salam - Menjawab salam

C. Kriteria evaluasi

1. Evaluasi stuktur

a. Ronde keperawatan dilaksanakan diruangan Bedah Kelas 1 RSUD dr.

Rasidin Padang

b. Kegiatan ronde terlaksana dengan baik

c. Peserta ronde keperawatan hadir ditempat pelaksanaan ronde

keperawatan

d. Persiapan dilakukan sebelumnya

2. Evaluasi proses

a. Peserta mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir kegiatan ronde


b. Peserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran yang

ditentukan

3. Evaluasi hasil

a. Peserta ronde dapat memahami konsep fraktur os nasal

b. Klien puas dengan hasil kegiatan


Lampiran Materi

1. Pengertian

Fraktur nasal adalah fraktur yang paling sering terjadi pada fraktur kepala leher

dan menempati urutan ketiga dari seluruh fraktur tubuh manusia. Fraktur nasal

umumnya tidak mengancam jiwa, tetapi apabila penanganannya tidak tepat dapat

menimbulkan gangguan fungsi hidung dan kosmetik. Fraktur nasal sering berupa

fraktur sederhana, tetapi komunitif dan dapat disertai dengan luka terbuka pada kulit

luar hidung ](Perez, 2012).

Hidung merupakan unsur estetika wajah karena terletak pada pusat wajah dan

menonjol pada bidang sagital wajah serta sedikit mengandung tulang. Akibatnya

hidung menjadi struktur wajah yang paling lemah dan paling rentan terhadap cedera.

Fraktur nasal merupakan 40% dari seluruh kejadian fraktur dibagian wajah dan lebih

dari 50% fraktur nasal yang tidak ditangani secara adekuat atau terlambat di dalam

penanganannya akan memerlukan tindakan rinoplasti atau septorinoplasti.Hanya

dibutuhkan sedikitnya kekuatan sebesar 25 pounds sudah dapat menyebabkan fraktur

nasal. Trauma langsung dapat menyebabkan fraktur pada tulang, kartilago dan septum

sehingga menyebabkan hilangnya struktur penyangga. Trauma kraniofasial dapat

menyebabkan hidung depresi disebut saddle nose.Trauma tumpul seperti yang terjadi

pada kegiatan olah raga, kecelakaan lalu lintas, perkelahian adalah merupakan

penyebab tersering fraktur nasal. Kecelakaan motor cenderung menyebabkan fraktur

nasal yang berat dan sering disertai dengan trauma maksilofasial. Insidens fraktur nasal

sangat tinggi, dan meningkat seiring bertambahnya usia. Jarang terjadi pada pada anak

usia kurang dari 5 tahun. Kasus yang dilaporkan pada dewasa sekitar 39-45%

sedangkan pada remaja sekitar 45%. Insidens fraktur nasal pada pria 2-3 kali lebih

banyak dibandingkan pada wanita (Sunarto, 2010).


1) Penyebab Atau Etiologi

Fraktur os nasal disebabkan oleh trauma, penyebab lanjut pada fraktur os nasal

adalah :

 Mendapat serangan misalnya dipukul atau terjatuh

 Cedera karna olahraga

 Kecelakaan (pribadi)

 Kecelakaan lalu lintas

(Smeltzer dan Bare, 2008)

2) Manifestasi Klinik

Pada pemeriksaan didapatkan pembengkakan pada daerah hidung, epitaksis,

nyeri tekan dan teraba garis fraktur (Smeltzer dan Bare, 2008).

4. Klasifikasi

Klasifikasi fraktur nasal sangat penting untuk menentukan rencana

penanganan fraktur nasal. Banyak klasifikasi fraktur nasal yang pernah dibuat

sebelumnya. Murray dkk menjelaskan klasifikasi fraktur nasal berdasarkan

keriteria patologi yang ditimbulkan. Murray juga mengatakan bahwa deviasi

nasal ke lateral lebih dari setengah dari lebar (Smeltzer dan Bare, 2008)

hidung mengindikasikan adanya keterlibatan cedera pada septum.

Klasifikasi trauma nasal Cedera terbatas pada jaringan lunak

Tipe I Simple, unilateral nondisplaced fracture

Tipe II Simple, bilateral nondisplaced fracture

Tipe III Simple, displaced fracture

Tipe IV Closed comminuted fracture

Tipe V Open comminuted fracture atau complicated


5. Penatalaksann

Tujuan Penanganan Fraktur Hidung

 Mengembalikan penampilan secara memuaskan

 Mengembalikan patensi jalan nafas hidung

 Menempatkan kembali sekat pada garis tengah

 Menjaga keutuhan rongga hidung

 Mencegah sumbatan setelah operasi, perforasi sekat, retraksi kolumela,

perubahan bentukpungg unghidung

 Mencegah gangguan pertumbuhan hidung Penatalaksaanpada pasien

dengan fraktur tertutup adalah sebagai berikut :

1. Terapi non farmakologi, terdiri dari :

a) Mengelevasikan kepala dan kompres dingin, kemudian dilakukan

pembedahan dengan reposisi os.nasal teknik reduksi tertutup

dengan sebelumnya

b) Elevasi dari kepala dan penggunaan kompres udara dingin pada

daerah periorbital dan regiosengau sendiri bisa membantu untuk

mengurangi busung yang terjadi. Untuk teknik pembedahannya

sendiri tergantung dari fraktur hidung yang terjadi

2. Terapi Operasi Terapi bedah adalah mereduksi patah tulang hidung

yang telah dimiliki, ketika pembengkakandan busung memungkinkan

untuk diagnosa yang akurat dan melakukakan tindakanreduksi. Hal ini

bisa dilakukan segera jika cedera parah, namun, patah tulang

ringansampai moderat membicarakan lebih mudah dan akurat direduksi

3 sampai 10 hari setelah cedera.Tergantung pada tingkat kenyamanan

dan pengalaman, reduksi tertutup patah tulang hidungtanpa rumit baik


dilakukan dengan anestesi lokal dalam jarak dokter keluarga.

Untukpatah tulang moderat complexnasal, fraktur terbuka, atau

hematoma septum, konsultasibedah harus dicari. Sementara itu , patah

tulang hidung bisa dikelola melalui reduksitertutup, beberapa luka pada

akhirnya mungkin meminta reduksi terbuka melalui

septorhinoplasty.Ini biasanya dilakukan pada 6 sampai 12 bulan setelah

bekas luka pasca traumamelunak. Pada pasien dilakukan tampon depan

yang Bekerja sebagai penyangga hidung dan diberiadrenalin dan

hidrokortison untuk berhenti inflamasi dan perdarahan. Hal ini

terbuktisangat berguna karena keesokan harinya pagi saat melewati

kembali, epistaksis sudah berhentidan reaksi inflamasi menurun. Pada

pasien tidak dilakukan operasi atas permintaan daripasien. Tetap

diberikan penanganan anti-inflamasi lisan untuk melihat

perkembangan( Effendi. C, 2009).


DAFTAR PUSTAKA

Majid dan Agus Sarwo P. 2013. Buku Pintar Perawatan Pasien fraktur os nasal

Yogyakarta. Penerbit Gosyen Publishing.

Smeltzer dan Bare. 2008. Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition.

Philadelpia.

Wim de Jong. 2015. Bab 3 : fraktur os nasal: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC.

Jakarta. p 66-88

Effendi, C. (2009). Perawatan Pasien fraktur os nasal. Penerbit Buku Kedokteran.

EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai