Anda di halaman 1dari 7

PENDAHULUAN

Keracunan “Scombroid” adalah sebuah tipe keracunan makanan yang disebabkan


karena memakan ikan tuna yang tidak diolah dengan baik dan ikan “scombroid” yang memiliki
tingkatan histamin yang tinggi. Kontaminasi Histamine merupakan salah satu masalah sanitasi
yang diakibatkan karena memakan ikan yang tidak diolah dengan baik. Histamine terdapat
dalam berbagai makanan , yang diantara nya, adalah: ikan mentah, wine, keju, daging
fermentasi, dan produk-produk olahan ikan. Walaupun Histamine pada produk fermentasi
seperti wine, keju, dan saus ikan terbuat dari bakteri asam laktat gram-positif, histamine yang
terkandung pada ikan mentah biasanya tersusun dari bakteri gram-negatif seperti Morganella
morganii, Klebsiella, dan Enterobacter sp. Pada proses dekomposisi ikan seperti tuna dan
makarel, histamine akan terbentuk dalam jumlah yang signifikan disebabkan oleh
dekarboksilasi bakteri pada histamine yang terkandung dalam jaringan otot.
Histamine yang diproduksi oleh spesies-spesies bakteri biasanya disebabkan ketika
proses penanganan setelah ikan ditangkap yang dibarengi oleh suhu/temperatur yang tidak
sesuai,sehingga penting untuk membuat sebuah metode yang dapat mendeteksi keberadaan
penghasil histamin sebelum melalui tingkatan histamin yang berbahaya.
Metode pendeteksi molekular sebagai alat pengidentifikasi patogen bawan pangan sudah
semakin diterima masyarakat sebagai alternatif dari cara metode kultur tradisional. Hal ini
penting dilakukan karena untuk mencegah kontaminasi mikroba dan histamine tingkat pada
saat proses pengolahan produk perikanan. Dikarenakan histamine merupaka produk dari
dekarboksilasi dari kristalisasi histidine atau lebih spesifik lagi oleh enzim HDC (Histidine
decarboxylase), sehingga bukan sebuah kemustahilan untuk membuat sebuah metode
identifikasi molekular yang memproduksi enzim tersebut. Walaupun deteksi menggunakan
PCR telah dikembangkan, pada penelitian ini, penulis mengembangkan sebuah primer PCR
untuk mengamplifikasi gen HDC dari bakteri penghasil histamine gram negatif pada sampel
ikan atau sumber yang lain dan akan memberikan penjelasan analis secara mendetail tetang
gen sekuens HDC.
METODOLOGI
1. Strain Bakteri dan Determinasi Produksi Histamine.
Strain bakteri yang digunakan pada penelitian ini didapatkan dari Koleksi Kultur Tipe
America, Japan Collection of Microorganism Saitama Jepang, Institute of Applied
Microbiology Tokyo Jepang, dan berbagai jenis sampel ikan . Ikan yang digunakan
diantaranya adalah ikan horse mackarel, yellowtail tuna, skipjack tuna, bigeye tuna,
autumn albacore, dan ikan yellowtail yang masih kecil yang sudah difillet dari bebagai
supermarket di tokyo.
2. Identifikasi Isolan
Semua bakteri penghasil histamine diisolasi dari ikan terkecuali Photobacterium
phosphoreum dan Raoultella planticola.
3. Extraksi DNA
Template PCR disiapkan menggunakan DNA Exctraction Kit (Mag Exctractor-
Genome)
4. Strategi Untuk Desain Primer
Primer Universal mengamplifikasi sebuah 709-bp region yang dipilih berdasarkan dari
sekuens HDC dari M. Morganii, Enterobacter aerogenes, dan R. Planticola.
5. PCR Assay
Amplifikasi PCR dilakukan dalam campuran reaksi 20-l: 10 mM Tris-HCl (pH 8,3), 50
mM KCl, 1,5 mM MgCl2, 20 pmol dari masing-masing primer, Konsentrasi 0,2 mM
masing-masing dari empat trioksida fosfat deoksinukleosida, 0,5 U Taq DNA
polimerase dan templat DNA (10 ng).
6. Sekuensing DNA dan Analisis Filogenetik
Fragmen amplifikasi 709-bp dari gen HDC parsial dari strain histidin-dekarboksilasi
M. morganii(JCM1672T, 87411, AP28, dan JU27), R. planticola (8433 dan 4131),
Proteus vulgaris (AU34), Erwinia sp. (MB31), Photobacterium damselae (ATCC
33539T dan JCM8968), dan P. phosphoreum (MB36) dikloning dan
diurutkan/sekuensing.
7. Analisis SSCP dari Penghasil Histamin
Karena fragmen 709-bp digunakan dalam penelitian ini dianggap terlalu lama untuk
mendeteksi mutasi dengan analisis SSCP, pada akhirnya produk amplifikasi dicerna
dengan endonuklease HinfI sebelum analisis SSCP. produk PCR khusus hdc (709 bp,
sebagaimana diperkuat olehprotokol yang dijelaskan di atas) dari sampel ikan dimurnikan
menggunakan PEG seperti yang dijelaskan di atas dan dicerna semalaman pada suhu 37 °
C dengan HinfI menurut instruksi manufaktur.

8. Pertambahan/Peningkatan Angka Sekuens Nukleotida


Urutan HDC dan 16S rDNA parsial yang diperoleh dalam penelitian ini disimpan
dalam database urutan nukleotida DDBJ. Urutan hdc dari strain berikut disimpan di bawah
yang ditunjukkan Angka: M. morganii strain JCM1672T, AB083200; M. morganii strain
87411, AB083201; M. morganii strain AP28, AB083202; M. morganii strain JU27,
AB083203; R. planticola strain 8433, AB083205; R. planticola strain 4131, AB083206; P.
vulgaris strain AU34, AB083204; Erwinia sp. strain MB31, AB083208; P. phosphoreum strain
MB36, AB084250; P. damselae strain ATCC 33539T, AB084251; P. damselae strain
JCM8968, AB084252.
Sedangkan untuk 16S rDNA dari strain berikut disimpan di bawah yang ditunjukkan
Angka: M. morganii strain JCM1672T, AB089243; M. morganii strain ATCC 35200,
AB089244; M. morganii strain 87411, AB089245; M. morganii strain AP28, AB089246; M.
morganii strain JU27, AB099406; R. planticola strain ATCC 43176, AB099403; R. planticola
strain 8433, AB099407; R. planticola strain 4131, AB099400; P. vulgaris strain AU34,
AB099401; E. aerogenes strain ATCC 43175, AB099402; Erwinia sp. strain MB31,
AB099404; P. phosphoreum strain MB36, AB099405.
HASIL
1. Mendesain Primer Spesifik dan Amplifikasi PCR
Seperti yang diharapkan, set primer hdc-spesifik yang dirancang dalam penelitian ini
menghasilkan produk PCR tunggal khas 709 bp untuk ketiga strain referensi (strain yang
digunakan untuk mendesain primer) yaitu: M. morganii (ATCC 35200), E. aerogenes
(ATCC 43175), dan R. planticola (ATCC 43176).
2. Sekuensing DNA
Dapat disimpulkan bahwa urutan asam amino berdasarkan sekuens nukleotida HDC
dari spesies bakteri yang dipilih memiliki panjang yang di semua strain (Gbr. 1) dan berisi
sekuens yang disimpan Ser-Xhis Lys di lokasi peptida yang berkurang keaktifannya dari PLP-
dependen HDC. Kesamaan untuk urutan nukleotida fragmen 709-bp pada spesies ini berkisar
antara 73,8 hingga 99,2% sedangkan kesamaan untuk urutan asam amino berkisar dari 82,6
hingga 100%.
Pohon filogenetik dari isolat didasarkan pada urutan gen HDC parsial yang baru
ditentukan dan urutan 16S rDNA dibandingkan pada (Gbr. 2). Skor bootstrap diamati untuk
semua node/titik juga ditunjukkan. Secara keseluruhan, pohon filogenetik ditentukan oleh gen
HDC parsial mirip dengan yang ditentukan oleh 16S rDNA. Di kedua pohon, kelompok M.
morganii dan P. vulgaris didukung oleh nilai bootstrap yang tinggi (100% dan 76% pada 16S
rDNA dan pohon gen HDC parsial, masing-masing) menempatkan spesies enterik lainnya
dalam kelompok yang terpisah.
3. Deteksi PCR Terhadap Penghasil Histamine
Gen HDC yang terdeteksi pada M. morganii strain JCM1672T oleh PCR khusus hdc
pada saat 6 jam inkubasi ketika konsentrasi kultur mencapai 104 CFU / ml (Gbr. 3A). Histamin
terdeteksi oleh HPLC setelah 15 jam ketika strain telah mencapai fase stasioner. Hasil serupa
juga diperoleh pada tuna berduri (Gambar 3B), di mana tingkat awal produsen histamin (sekitar
101 CFU / g) naik menjadi 107 MPN / g setelah 15 jam inkubasi diikuti oleh peningkatan yang
cepat pada histamin (dari 3 hingga 43 mg / 100 g tuna) antara 15 dan 24 jam inkubasi sementara
jumlah bakteri hanya sedikit meningkat selama periode ini.
4. Analisis SSCP dari Penghasil Histamine
Semua amplifikasi produk yang dicerna dengan HinfI menghasilkan tiga atau empat
fragmen ukuran yang diharapkan. Analisis SSCP menunjukkan total 21 jenis SSCP tipe hdc
dari 36 isolat.
Gambar 1. Penyelarasan urutan asam amino HDC parsial dari produsen histamin gram
negatif. Residu yang dilestarikan dalam semua urutan diarsir dalam warna hitam, dan residu
yang terkonservasi dalam lebih dari 50% sekuens diarsir menjadi abu-abu. Tanda bintang
menandai residu lisin yang mengikat PLP di Holoenzim M. Morganii
Gambar 2. Pohon Filogenetika dari 14 strain penghasil gram negatif histamin berdasarkan
16S rRNA gen sekuens (A) dan sebagian dari sekuens gen HDC. Pohon ini dibuat
menggunakan metode Neighbor-Joining. Jarak genetiknya dikalkulasi menggunakan metode
2 Parameter Kimura, angka-angka yang tertera menunjukan berapa kali (Persentase) spesies
(Yang ditunjukan di sebelah kanan) berkumpul dalam 1000 sampel bootsrap. Hanya nilai
diatas 40% yang ditunjukan.
Gambar 3. Pertumbuhan, produksi histamin, dan deteksi HDC oleh PCR untuk M. morganii
(JCM1672T) dalam histidine broth (A) dan tuna homogenat diinokulasi dengan M. morganii
pada 30 ° C (B). Panah menunjukkan waktu pengambilan sampel saat PCR menjadi positif
untuk pertama kalinya. Symbols: ○ histamine; ● M. morganii, ▲ penghasil histamine.

KESIMPULAN
Hasil penelitian ini mendukung aplikasi praktis dari analisis PCR-SSCP gen HDC. Penelitian
ini juga telah didokumentasikan dengan baik bahwa histamin adalah zat yanh berbahaya untuk
kesehatan jika terdapat pada ikan dalam tingkatan lebih tinggi dari 50 mg / 100 g. Meski standar
atau pedoman untuk konsentrasi histamin yang diizinkan dalam produk ikan belum didirikan
di Jepang, AS Food and Drug Administration menetapkan batas histamin 5 mg / 100 g daging
untuk ikan scombroid.
Penelitian ini merupakan sebuah langkah pertama dalam mengembangkan metode
molekuler untuk mendeteksi dan mengidentifikasi produsen histamin gram negatif. Informasi
molekuler yang disajikan di sini membuka cara untuk studi lebih lanjut tentang pengembangan
molekul yang lebih canggih dan metode untuk mendeteksi dan mengidentifikasi bakteri-bakteri
seperti ini.

Anda mungkin juga menyukai