LP Askep Gangguan Menstruasi Fixx Kel 2
LP Askep Gangguan Menstruasi Fixx Kel 2
NIM:1811B00O7
KELAS:IPN 4B
TUGAS:KEPERAWATAN ANAK
a. Tingkat kesadaran
1. eye (respon membuka mata)
2. Verbal (respon verbal)
3. Motoric (gerakan)
b. Reflek primitive
4. Refleks moro
5. Refleks genggam
6. Refleks tonik otot leher asimetris
7. Refleks berjalan
8. Refleks menaiki tangga
9. Refleks rooting
c. Pemeriksaan inspeksi (head to toe)
d. Pemeriksaan palpasi (head to toe)
e. Pemeriksaan perkusi (head to toe)
f. Pemeriksaan auskultasi (head to toe)
A. KEPALA
2. Tulang tengkorak :
e. Caput succedeneum : berisi serosa , muncul 24 jam pertama dan hilang dalam 2 hari
Jika rambut berwearna / kuning dan gampang tercabut merupakan indikasi adanya gangguan
nutrisi
4. Ukuran lingkar kepala 33 – 34 atau < 49 dan diukur dari bagian frontal kebagian occipital.
B. MUKA
a. Sensoris : Menyentuhkan air dingin atau air hangat daerah maksilla dan mandibula dan
menyebutkan apa yang dirasakan.
b. Motorik : pasien diminta mengerutkan dahi,kemudian menutup mata kuat-kuat sementara jari-
jari pemeriksa menahan kedua kelopak mata agar tetap terbuka.
a. Sensorik : menyentuhkan kapas pada daerah wajah dan apakah ia merasakan sentuh tersebut
b. Motorik : menganjurkan klien untuk mengunyah dan pemeriksa meraba otot masenter dan
mandibula.
C. MATA
3. Kelopak mata :
a. Oedema
c. Enof : kelopak mata mnyempit karena kelopak mata atas dan bawahtertarik kebelakang.
d. Exoptalmus : pelebaran celah kelopak mata, karena kelopak mata atas dan bawah tertarik
kebelakang.
4. Pemeriksaan nervus II ( optikus),test konfrontasi danketajaman penglihatan.
b. Pemeriksa dan pasaien duduk berhadapan ,mata yang akan diperiksaberhadapan dengan mata
pemeriksa ,yang biasanya berlawanan, mata kiri dengan mata kanan,pada garis ketinggian yang
sama.
c. Jarak antara keduanya berkisar 60 – 100 cm. Mata yang lain ditutup,obyek mulai digerakkkan
oleh pemeriksa mulai dari samping telinga ,apabila obyek sudah tidak terlihat oleh pemeriksa maka
secara normal obyek tersebut dapat dillihat oleh pasien.
a. Pen light dinyalakan mulai dari samping) atrau, kemudian cahayadiarahkan pada salah satu pupil
yang akan diperiksa, maka akan ada rekasi miosis.
b. Minta klien untuk melirik kearah laterosuperior ( mata yang tidak diperiksa)
c. Sentuhkan pilinan kapas pada kornea, respon refleks berupa kedipan kedua mata secara cepat.
d. Glaberal refleks: mengetuk dahi diantara kedua mata,hasil positif bila tiap ketukan
mengakibatkan kedua mata klien berkedip.
e. Doll eye refleks : bayi dipalingkan dan mata akan ikut ,tapi hanya berfookus pada satu titik.
D. HIDUNG
4. Pasase udara : gunakan kapas dan letakkan di depan hidung, dan apabila bulu kapas
bergerak, berarti bayi bernafas.
5. Gunakan speculum untuk melihat pembuluh darah mukosa, secret, poliup, atau deviasi
septum.
7. Tutup salah satu lubang hidung klien ,berikan bau bauan , lalu klien diminta untuk
menyebutkan bau apa.Tiap hidung diuji secara terpisah.
E. MULUT
4. Tekan pangkal lidah dengan menggunakan spatel,hasil positif bila ada refleks muntah ( Gags
refleks)
7. Tekan lidah dengan menggunakan spatel, dan anjurkan klien untuk memngatakan “ AH “ dan
perhatikan ovula apakah terngkat.
a. Tetesi bagian 2/3 anterior lidah dengan rasa asin, manis dan pahit,kemudian menentukan zat apa
yang dirasakan dan 1/3 bagian belakang lidah untuk pemeeriksaan Nervus IX.
c. Menyuruh pasien untuk menjulurkan lidah lurus lurus kemudian menarik dengan cepat dan
disuruh menggerakkan lidah ke kiri dan ke kanan dan sementara itu pemeriksa melakukan palpasi
pada kedua pipi untuk merasakan kekuatn lidah.
d. Rooting refleks : bayi akan mencari benda yang diletakkan disekitar mulut dan kemudian akan
mengisapnya.
e. Dengan memakai sarung tangan, masukkan jari kelingking kedalam mulut, raba palatum keras
dan lunak apabila ada lubang berarti labio palato shizis,kemudian taruh jari kelingking diatas lidah
, hasil positif jika ada refleks mengisap (Sucking Refleks)
F. TELINGA
2. Daun telinga dilipat, dan lama baru kembali keposisi semula menunjukkan tulang rawan
masih lunak.
G. LEHER.
1. Lipatan leher 2-3 kali lipat lebih pendek dari orang dewasa.
3. Vena Jugularis
4. posisi pasien semifowler 45 dan dimiringkan,tekan daerah nodus krokoideus maka akan tampak
adanya vena.
a. Taruh mistar pada awal dan akhir pembesaran vena tersebut kemudian tarik garis imajiner
untuk menentukan panjangnya.
b. Raba tiroid : daerah tiroid ditekan,dan p[asien disuruh untuk menelan,apakah ada pembesaran
atau tidak.
c. Tonick neck refleks : kedua tangan ditarik, kepala akan mengimbangi.
f. Menganjurkan klien memalingkan kepala, lalu disuruh untuk menghadap kedepan ,pemeriksa
memberi tahanan terhadap kepala.sambil meraba otot sternokleidomasatodeus.
H. DADA
2. Bentuk dada barrel anterior – posterior dan tranversal hampir sama 1:1 dan dewasa 1: 2
4. suara bronchial : pada percabangan bronchus, pada saat udara masuk intensitas keraspada
ICS 4-5 1:3
5. Suara broncho vesikuler : pada bronchus sebelum alveolus, intensitas sedang ICS 5.
a. suara vesikuler : pada seluruh bagian lateral paru, intensitas rendah 3:1
b. Wheezing terdengar pada saat inspirasi dan rales pada saat ekspirasi
7. Batas jantung pada sternal kanan ICS 2 ( bunyi katup aorta), sternal kiri ICS 2 ( bunyi katup
pulmonal), sternal kiri ICS 3-4 ( bunyi katup tricuspid), sternal kiri mid klavikula ICS 5 ( bunyi
katup mitral).
I. ABDOMEN
6. Palpasi pada daerah hati, teraba 1 – 2 cm dibawah costa, panjangnya pada garis media clavikula
6 – 12 cm.
8. Perkusi pada daerah hati suara yang ditimbulkan adakah pekak Perkusi pada daerah
10. Refleks kremaster : gores pada abdomen mulai dari sisi lateral kemedial terlihat kontraksi.
J. PUNGGUNG.
1. Susuri tulang belakang , apakah ada spina bivida okulta : ada lekukan pada lumbo
sacral,tanpa herniasi dan distribusi lanugo lebih banyak.
2. Spina bivida sistika : dengan herniasi , meningokel ( berisi meningen dan CSF) dan
mielomeningokel ( meningen + CSF + saraf spinal).
3. Rib hum and Flank: dalam posisi bungkuk jika tulang belakang rata/simetris( scoliosis
postueral) sedangkan jika asimetris atau bahu tinggi sebelah danvertebra bengkok ( scoliosis
structural) skoliometer >40
K. TANGAN
1. Jumlah jari – jari polidaktil ( .> dari 5 ) , sindaktil ( jari – jari bersatu)
2. Pada anak kuku dikebawakan, dan tidak patah , kalau patah diduga kelainan nutrisi.
4. Kuku klubbing finger < 180 ,bila lebih 180 diduga kelainan system pernafasan
5. Grasping refleks : meletakkan jari pada tangan bayi, maka refleks akan menggengam.
3. Barlow test : kedua lutut ditekuk dan regangkan kesamping akan terdengar bunyi klik
4. Tredelenburg test : berdiri angkat satu kaki, lihat posisi pelvis apakah simetris kiri dan
kanan.
6. Thomas test : lutut kanan ditekuk dan dirapatkan kedada,sakit dan lutut kiri akan terangkat
M. LUTUT
1. Ballotemen patella : tekan mendorong kuat akan menimbulkan bunyi klikjika ada cairan
diantaranya
2. Mengurut kantong supra patella kebawah akan timbul tonjolan pada kedua sisi tibia jika ada
cairan diduga ada atritis.
N. KAKI
4. Refleks babinsky
5. Refleks Chaddok
6. Staping Refleks
Anamnesis
Anamnesis neurologis dimulai dengan keluhan utama orangtua membawa anaknya berobat.
Keluhan utama sangat penting untuk menentukan diagnosis banding. Anamnesis yang dilakukan
secara rinci dan kronologis dapat menentukan perjalanan penyakit dan proses penyakitnya (akut
atau kronik, fokal atau umum, progresif atau statik).1,2
Beberapa hal yang sebaiknya ditanyakan adalah: (1) lama atau umur saat awal keluhan; (2)
bagaimana terjadinya (mendadak atau perlahan-lahan); (3) lokalisasi dan sifat keluhan (menetap
atau menyebar); (4) derajat dan perkembangan penyakit (bertambah berat atau menetap); (5)
apakah sudah berobat, jenis obat, membaik atau memburuk; (6) riwayat keluarga seperti
penyakit pasien. Data lain yang tidak kalah pentingnya adalah: riwayat kehamilan ibu, kelahiran,
penyakit dahulu, perkembangan, nutrisi, riwayat keluarga dan riwayat pendidikan.
Observasi klinis
Pendekatan pemeriksaan neurologis tidak berbeda dengan pemeriksaan fisis umum. Pemeriksaan
dilakukan berdasarkan pengamatan, raba, dan auskultasi. Pemeriksaan neurologis yang terpenting
adalah observasi secara seksama dan teliti sebelum pasien disentuh. Pasien yang telah disentuh
seringkali menangis dan menyebabkan data yang ada menjadi sulit diinterpretasi, misalnya
pemeriksaan ubun-ubun besar pada bayi yang menangis. Ubun-ubun besar membonjol pada bayi
menangis dapat merupakan bukan keadaan abnormal.2
Pemeriksaan neurologis awal adalah observasi. Observasi dilakukan sejak kita sedang
melakukan anamnesis. Pada saat observasi dinilai fungsi saraf kranialis, kelainan di wajah,
kelainan deformitas struktur tubuh, posisi tubuh, kekuatan dan gerakan ekstremitas. Selain itu,
pada observasi juga diperhatikan dengan teliti mulai dari rambut, kepala, wajah, badan, dan
ekstremitas pada keadaan diam dan bergerak.
Penampilan anak dapat mengingatkan kita secara langsung suatu keadaan khusus atau
sindrom tertentu. Seorang anak dengan hemiparesis masuk dengan tungkai diseret. Anak dengan
sindrom Down memperlihatkan brakisefal, mata sipit, low set air dan ekstremitas yang lebih
pendek dibanding anak normal. Observasi daerah rambutd dan kepala bayi dapat terlihat adanya
ubun-ubun besar membonjol atau cekung, alopesia, hidrosefalus, atau adanya hematom di daerah
pelipis. Bentuk kepala dapat berupa brakisefal, platisefal atau skafosefal, frontal bossing.1-3
Pada saat dilakukan observasi klinis, dapat sekaligus menilai tingkat kesadaran bayi dan anak.
Jenis-jenis tingkat kesadaran antara lain:
1. Compos Mentis (conscious) yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
2. Apatis yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak,
berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi
jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan
apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon
pupil terhadap cahaya).
Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil subjektif mungkin adalah
menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS biasanya dipakai untuk menentukan derajat
cidera kepala. Sebenarnya tidak jauh berbeda dengan dewasa, akan tetapi ada beberapa komponen
yang penilaiannya spesifik untuk anak dan bayi. Beberapa pengkajian pada orang dewasa tidak
sesuai untuk bayi dan anak – anak, oleh karena itu harus dimodifikasi. GCS bayi dan anak dapat
dilihat pada tabel berikut:4
Tabel 2. Modifikasi GCS
GCS (modifikasi untuk anak) GCS (modifikasi untuk bayi)
Respon mata Respon mata
4 = terbuka spontan 4 = terbuka spontan
3 = mata terbuka terhadap rangsang verbal 3 = mata terbuka terhadap rangsang verbal
2 = mata terbuka terhadap rangsang nyeri 2 = mata terbuka terhadap rangsang nyeri
1 = mata tidak terbuka 1 = mata tidak terbuka
Respon verbal Respon verbal
5 = sesuai usia, terorientasi, mengikuti 5 = Babbling
objek, senyum social 4 = irritable, menangis
4 = kata-kata tidak sesuai 3 = menangis dengan rangsang nyeri
3 = menangis 2 = mengerang dengan rangsang nyeri
2 = suara yang tidak dimengerti, 1 = tidak ada respon
mengorok
1 = tidak ada respon verbal
Respon motorik Respon motorik
6 = gerak spontan dan bertujuan 6 = gerak spontan
5 = melokalisasi rangsang nyeri 5 = menarik dengan sentuhan
4 = menghindari rangsang nyeri dengan 4 = menarik dengan rangsang nyeri
cara fleksi 3 = fleksi abnormal terhadap rangsang
3 = fleksi abnormal terhadap rangsang nyeri (postur dekirtikasi)
nyeri (postur dekirtikasi) 2 = ekstensi abnormal (postur deserebrasi)
2 = ekstensi abnormal (postur deserebrasi) 1 = tidak ada respon motorik
1 = tidak ada respon motorik
Interpretasi :
≥ 13 = cedera kepala ringan
9-12 = cedera kepala sedang
≤ 8 = cedera kepala berat