Anda di halaman 1dari 14

AKHLAK TASAWUF

SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF DI INDONESIA

( Makalah ini disusun untuk memenuhi Matakuliah Akhlak Tasawuf)

Tim Penyusun:

Laras Rizky (0701162027)


Muhammad Alfin Daulay (0701162021)
Nilwan Ramadhan (0701162008)

PROGRAM STUDI ILMU KOMPUTER


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN
MEDAN
2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Swt Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kahadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Akhlak
Tasawuf, Sejarah Perkembangan Tasawuf di Indonesia.
Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu kami menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Medan, November 2017


Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................................... i


Daftar Isi ............................................................................................................................. ii
BAB I
Latar Belakang .......................................................................................................... iii
Rumusan Masalah ..................................................................................................... iii
BAB II
A. Pengertian Tasawuf ..................................................................................................1
B. Masuknya Tasawuf di Indonesia .............................................................................3
C. Tokoh-Tokoh Tasawuf Di Indonesia Beserta Karya-Karyanya ..............................4
1. Hamzah Al-Fansuri ............................................................................................4
2. Ar-Raniri ............................................................................................................5
3. Al-Palembani .....................................................................................................6
4. Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah) ....................................................7
BAB III
Simpulan.................................................................................................................9
Daftar Pustaka ....................................................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sejarah Islam dan berbagai cabangnya, termasuk sejarah tasawuf dan pengikutnya
sangat penting untuk diperkenalkan dan dibahas, diantaranya adalah mengenai tokoh-tokoh
dari ajaran tasawuf di Indonesia. Tasawuf terus mengalami perkembangan dan memberi
pengaruh penting di Indonesia. Sejak permulaan sejarah Islam di wilayah tersebut hingga hari
ini. Akan tetapi, selama beberapa abad permulaan sejarah itu terutama pada abad ke-10 H/ 16
M dan ke-11/ 17 M tasawuf memainkan terbesar dan paling menentukan dalam membentuk
pandangan religius, spiritual, dan intelektual di kepulauan Indonesia.1
Pada masa itu tasawuf memainkan peranan penting dalam proses islamisasi di
Indonesia dan kepulauan disekitarnya. Disini kami mencoba memperkenalkan tokoh-tokoh
ulama tasawuf di Indonesia beserta karya-karyanya.

Rumusan Masalah
1. Kapan masuknya tasawuf ke Indonesia?
2. Sebutkan tokoh tasawuf di Indonesia beserta karyanya?

iii
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tasawuf
Menurut Etimologi:
a. Berasal dari Kata Shuffah
Tasawuf berasal dari istilah shuffah. Shuffah berarti serambi tempat duduk. Suffah berasal di
serambi masjid Madinah yang disediakan untuk mereka yang belum memiliki tempat tinggal
atau rumah dan dari orang-orang muhajirin yang ada di Masa Rasulullah SAW. Mereka
dipanggil sebagai Ahli Suffah atau Pemilik Sufah karena di serambi masjid Madinah itulah
tempat mereka.
b. Berasal dari Kata Shaf
Selain itu, istilah tawasuf juga berasal dari kata Shaf. Shaf memiliki arti barisan. Istilah ini
dilekatkan kepada tasawuf karena mereka, para kaum sufi, memiliki iman yang kuat, jiwa dan
hati yang suci, ikhlas, bersih, dan mereka senantiasa berada dalam barisan yang terdepan jika
melakukan shalat berjamaah atau dalam melakukan peperangan.
c. Berasal dari Kata Shafa dan Shuafanah
Istilah Tasawuf juga ada yang mengatakan berasal dari kata shafa yang artinya bersih atau
jernih dan kata shufanah yang memiliki arti jenis kayu yang dapat bertahan tumbuh di daerah
padang pasir yang gersang.
d. Berasal dari Kata Shuf
Pengertian Tasawuf juga berasal dari kata Shuf yang berarti bulu domba. Pengertian ini
muncul dikarenakan kaum sufi sering menggunakan pakaian yang berasal dari bulu domba
kasar. Hal ini melambangkan bahwa mereka menjunjung kerendahan hati serta menghindari
sikap menyombongkan diri. Selain itu juga sebagai simbol usaha untuk meninggalkan
urusan-urusan yang bersifat duniawi. Orang-orang yang menggunakan pakaian domba
tersebut dipanggil dengan istilah Mutashawwif dan perilakunya disebut Tasawuf.

1
Menurut Terminologi
1. Menurut Imam Junaid
Menurut seorang sufi yang berasal dari Baghdad dan bernama Imam Junaid, Tasawuf
memiliki definisi sebagai mengambil sifat mulia dan meninggalkan setiap sifat rendah.
2. Menurut Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili
Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili adalah seorang syekh yang berasal dari Afrika Utara.
Sebagai seorang sufi ia mendefinisikan tasawuf sebagai proses praktek dan latihan diri
melalui cinta yang mendalam untuk ibadah dan mengembailikan diri ke jalan Tuhan.
3. Sahal Al-Tustury
Sahal Al Tustury mendefinisikan tasawuf sebaai terputusnya hubungan dengan manusia dan
memandang emas dan kerikil. Hal ini tentu ditunjukkan untuk terus menerus berhubungan
dan membangun kecintaan mendalam pada Allah SWT.
4. Syeikh Ahmad Zorruq
Menurut Syeikh Ahmaz Zorruq yang berasal dari Maroko, Tasawuf adalah ilmu yang dapat
memperbaiki hati dan menjadikannya semata-mata untuk Allah dengan menggunakan
pengetahuan yang ada tentang jalan islam. Pengetahuan ini dikhususkan pada pengetahuan
fiqh dan yang memiliki kaitan untuk mempebaiki amalan dan menjaganya sesuai dengan
batasan syariah islam. Hal ini ditujukan agar kebikjasanaan menjadi hal yang nyata.
Dari pengertian tasawuf secara etimologi dan terminologi dapat diambil kesimpulan
bahwa Tasawuf adalah pelatihan dengan kesungguhan untuk dapat membersihkan,
memperdalam, mensucikan jiwa atau rohani manusia. Hal ini dilakukan untuk melakukan
pendekatan atau taqarub kepada Allah dan dengannya segala hidup dan fokus yang dilakukan
hanya untuk Allah semata.
Untuk itu, tasawuf tentu berkaitan dengan pembinaan akhlak, pembangunan rohani,
sikap sederhana dalam hidup, dan menjauhi hal-hal dunia yang dapat melenakan. Tentu hal
ini bisa membantu manusia dalam mencapai tujuannya dalam hidup. Untuk itu, praktik
tasawuf ini dapat dilakukan oleh siapapun yang ingin membangun akhlak yang baik, sikap
terpuji, kesucian jiwa, dan kembalinya pada Illahi dalam kondisi yang suci.
Secara umum, tentu ajaran tasawuf jika dikembangkan tidak boleh bertentangan dan
juga bersebrangan dengan ajaran yang berasal dari Wahyu Al Quran dan Sunnah Rasulullah.
Sebagai bentuk kecintaan manusia kepada Rasulullah tentunya juga harus tetap melaksanakan
ibadah sebagaimana Rasul ajarkan.

2
B. Masuknya Tasawuf di Indonesia

Tasawuf mulai masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya Islam ke Indonesia


dan tasawuf mengalami banyak perkembangan itu ditandai dengan banyaknya berkembang
ajaran tasawuf dan tarikat yang muncul dikalangan masyarakat saat ini yang dibawah oleh
para ulama Indonesia yang menuntut ilmu di Mekkah dan Madina kemudian berkembang.
Hawash Abdullah menyebutkan beberapa bukti tentang besarnya peran para sufi
dalam menyebarkan Islam pertama kali di Nusantara. Ia menyebutkan Syekh Abdullah Arif
yang menyebarkan untuk pertama kali di Aceh sekitar abad ke-12 M. Dengan beberapa
mubalig lainya. Menurut Hawash Abdullah kontribusi para sufilah yang sangat
memperngaruhi tumbuh pesatnya perkembangan Islam di Indonesia.1
Perlu kita ketahui bahwa sebelum Islam datang, dianut, berkembang dan saat ini
mendominasi (mayoritas) bahwa telah berkembang berbagai faham tentang konsep Tuhan
seperti Animisme, Dinamisme, Budhaisme, Hinduisme. Para mubalig menyebarkan Islam
dengan pendekatan tasawuf. M. Sholihin menerangkan bahwa hampir semua daerah yang
pertama memeluk Islam bersedia menukar kepercayaannya.2 Karena tertarik pada ajaran
tasawuf yang di ajarkan para mubalig pada saat itu.
Dalam perkembangan tasawuf di Nusantara menurut Azyumadi Azra, tasawuf yang
pertama kali menyebar dan dominan di Nusantara adalah yang bercorak falsafi, yakni tasawuf
yang sangat filosofis dan cendrung spekulatif seperti al-Ittihad (Abu Yazid Al-Bustami),
Hulul (Al-Hallaj), dan Wahda al Wujud (Ibn Arabi). Dominasi tasawuf filsafi terlihat jelas
pada kasus Syekh Siti jenar yang dihukum mati oleh Wali Songo karena dipandang menganut
paham tasawuf yang sesat.3
Kemudian pada abad ke-16 kitab-kitab klasik mulai ada dan dipelajari kemudian
diterjemahkan dalam bahasa melayu seperti kitab Ihya’ Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali.
Kemudian muncullah beberapa tokoh tasawuf asli Indonesia seperti Hamzah Fansuri,
Nuruddin Ar-Raniri, Syekh Abdul Rauf Singkili, Abdul Somad Al-Palembani, Syekh yusuf
Al-Makassari.

1 Hawash Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-Tokohnya di Nusantara, (Al-Ikhlas:


Surabaya, 1930). Hlm. 10
2 M. Sholihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, (Pustaka Setia: Bandung, 2008). Hlm. 141
3 Azyumadi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII,
(Mizan: Bandung, 1995) hlm.35

3
C. Tokoh-Tokoh Tasawuf Di Indonesia Beserta Karya-Karyanya
1. Hamzah Al-Fansuri

Riwayat hidup Hamzah fansuri, di mulai tahun dan tempat kelahiran, demikian pula
tahun dan tempat meninggal, dimana dimakamkan, apa saja karya-karya yang telah ia tulis,
masih dipersoalkan oleh para peneliti dan sangat sulit ditemukan. Hanya saja berdasarkan
beberapa fakta yang terbatas para pengkaji menyimpulkan bahwa Hamzah Fansuri hidup
antara pertengahan abad ke-16 hingga awal abad ke-17.4
Nama Barus atau nama Fansuri sering muncul di dalam syair-syair Hamzah Fansuri
maka tidak mengherankan apabila Barus dipercayai merupakan tempat kelahirannya. Tetapi
persoalan muncul sesudah Syed M. Naquib al-Attas mengemukakan pendapatnya bahwa
keluarga Syaikh Hamzah Fansuri mungkin berasal dari Barus, namun Hamzah Fansuri lahir
di Syahr Nawi. Syahr Nawi merupakan nama kota baru dan letaknya tidak jauh dari ibu kota
kerajaan Aceh. Kota tersebut diberi nama Syahr Nawi sebagai peringatan terhadap utusan
raja Siam yang berkunjung ke Aceh pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Nama
Syahr Nawi diambil dari nama ibu negeri Siam pada masa itu, yaitu sebutan orang-orang
Parsi untuk Bandar Ayutthaya di Siam.5
Ada tiga risalah tasawuf Hamzah Fansuri yang telah ditemukan dan diterjemahkan,
semua buku-buku ini berisi tentang tauhid, makrifat, dan suluk.
1. Syarah al-‘Asyiqin (Minuman Orang Birahi)

Kitab ini terdiri dari tujuh bab dan uraiannya tentang tasawuf sangat ringkas. Bab 1, 2,
3 dan 4 menguraikan tahap-tahap ilmu suluk yang terdiri dari syari’at, hakekat dan makrifat.
Bab 5 menguraikan tajalli zat Tuhan Yang Maha TInggi. Di sini diuraikan asas-asas ontology
wujudiyah. Bab 6 menguraikan sifat-sifat Allah. Bab 7 menguraikan isyq dan sukr
(kemabukan mistik)
2. Asrar al-‘Arifin (Rahasia Ahli Makrifat)

Di dalam kitab ini Hamzah Fansuri menurunkan lima belas syair karangannya dan
ditafsirkannya sendiri serta ditelaah baris demi baris. Telaah telaah tersebut ternyata
merupakan uraian panjang mengenai doktrin metafisika atau ontology wujudiyah. Delapan
bait pertama syairnya mengemukakan sifat-sifat Tuhan yang kekal. Dalam sifat-sifat-Nya itu
terkandung potensi (isti’dat) dari tindakan-tindakan-Nya yang dengan tidak berkesudahan
memperlihatkan diri di dalam ciptaan-Nya.

4 Abdul Hadi W.M., Tasawuf Yang Tertindas, (Jakarta: Penerbit Paramadina, 2001) hal. 115-116
5 Ibid, h. 140

4
3. Al-Muntahi

Al-Muntahi secara ringkas membicarakan tiga masalah penting.


Pertama, tentang kejadian atau penciptaan alam semesta sebagai panggung manifestasi
Tuhan dan kemahakuasaan-Nya. Kedua, tentang bagaimana Tuhan memanifestasikan diri-
Nya dan bagaimana alam semesta dipandang dari sudut pemikiran ahli-ahli makrifat, serta
sebab pertama (causa prima) segala kejadian. Ketiga, tentang bagaimana seseorang dapat
kembali lagi ke asalnya, yaitu kepada keadaan kanz makhfi (perbendaharaan tersembunyi).

2. Ar-Raniri

Nama lengkapnya Nur Al-Din Muhammad bin ‘Ali bin Hasanji Al-Hamid Al-Syafi’I
Al-Asy’ari Al-Aydarusi Al-Raniri. Beliau lahir di Ranir, sebuah kota pelabuhan tua di pantai
Gujarat, India. Ia secara umum dianggap lebih sebagai seorang alim Melayu Indonesia dari
pada India atau Arab. Tahun kelahirannya tidak diketahui pasti tetapi kemungkinan adalah
menjelang akhir abad ke-16. Dikatakan ibunya adalah seorang Melayu tetapi ayahnya berasal
dari keluarga imigran Hadhrami yang mempunyai tradisi panjang berpindah ke Asia Selatan
dan Asia Tenggara.6
Ar-Raniri adalah seorang figur ulama yang produktif. Tidak kurang dari 30 judul buku
dari karya-karyanya yang sudah ditemukan, diantaranya sebagai berikut:
1) Al-Shirath al-Mustaqim
2) Durrah al-Faraidh fi Syarh al-‘Aqaid
3) Hidayah al- Habib fi al-Targhib wa al-Tarhib fi al-Hadits
4) Bustan al-Salathin fi Dzikr al-Awwalin wa al-Akhirin
5) Nubdzah fi Da’wah al-Dzil
6) Lathaif al-Asrar
7) Hill al-dzill
8) Asrar al-Insan fi Ma’rifa al-Ruh wa al-Bayan
9) Kayfiyyah al-Shalah
10) Al-Lam’an fi Takfir man Qala bi Khalq al-Qur’an, dll.

6 Azyumardi Azra, Jaringan UlamaTimur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII,
(Bandung: Mizan, 1999), hal. 169-171

5
Hampir seluruh buku berhubungan dengan masalah tasawuf. Diantaranya berkenaan
dengan penolakannya terhadap faham panteisme yang dinilainya sesat. Tuduhan-tuduhan
yang dikemukakan pada dasar pemikiran sebagai berikut:
1. Panteisme persis sama dengan pendapat-pendapat filosof, agama Zoroaster, ajaran
Reinkarnasi dalam hal hubungan antara Khaliq dan makhluk. Hal ini tercemin dalam
ungkapan mereka, “Tiada perbedaan antara Khaliq dengan makhluk”.
2. Penteisme mempraktikan ajaran al-hululnya orang-orang ateis, yaitu percaya bahwa
Tuhan berada di dalam makhluk.
3. Panteisme percaya Allah swt. “berwujud simple (sederhana)”.
4. Panteisme mengikuti doktrin “Al-Qur’an adalah sebuah makhluk” sesuai dengan
aliran Mu’tazilah
5. Panteisme percaya bahwa “alam qadim” seperti halnya ajaran-ajaran sebagian filosof7

3. Al-Palembani

Nama lengkapnya ‘Abd al-Shamad al-Palembani. Ia berasal dari keturunan Arab


Yaman. Ayahnya, Syaikh ‘Abd al-jalil ibn Syaikh ‘Abd. Wahhab al-Mahdani yang berhijrah
ke kota Palembang pada penghujung abad ke-17 M. Ia pernah menjadi mufti di wilayah
Kedah pada tahun 1700 M. Setelah kembali ke Palembang, dia nikah dan dianugerahi
seorang putra yang diberi nama ‘Abd al-Shamad. Peristiwa ini terjadi antara tahun 1700-1704
M.8
Al-Palembani telah menghasilkan 8 judul buku. Berikut daftar buku-buku tersebut:
1) Zahrah al-Murid fi Bayan Kalimah al-Tauhid dalam bahasa Indonesia di tulis pada
tahun 1764 M.
2) Nashihah al-Muslimin wa Tadzkirah al-Mu’minin fi Fadha’il al-Jihad fi Sabilillah wa
Karamah al-Mujahidin fi Sabilillah, dalam bahasa Arab di tulis pada tahun 1772 M
3) Tuhfah al-Raghibin fi Bayan Haqiqah Iman al-Mu’minin wa ma Yufsiduh fi Riddah
al-Murtaddin, dalam bahasa Indonesia yang ditulis pada tahun 1774 M
4) Al-‘Urwah al-Wusqa wa Silsilah uli al-Tuqa yang ditulis dalam bahasa Arab, memuat
kumpulan doa, wirid dan bacaan dzikir untuk waktu-waktu tertentu.
5) Hidayah al-Salikin fi Suluk Maslak al-Muttaqin, dalam bahasa Indonesia dan
rampung ditulis pada tahun 1787 M.

7 Alwi Shihab, Al-Tashawwuf Al-Islami wa Atsaruhu fi Al-Tashawwuf Al-Indunisi Al-Mu’ashir, terj.


Muhammad Nursamad, (Jakarta: Mizan, 2002)
8 M. Jamil, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Refeerensi, 2013), hal. 170

6
6) Ratib ‘Abd al-Shamad, dalam bahasa Arab yang memuat bacaan-bacaan dzikir, doa-
doa, dan pujian-pujian kepada Nabi saw.
7) Sayr al-Salikin ila Rabb al-‘Alamin dalam bahasa Indonesia yang rampung ditulis
pada tahun 1788 M
8) Zad al-Muttaqin fi Tauhid Rabb al-‘Alamin, yang merupakan ringkasan pendapat
gurunya, Syaikh Al-Samman tentang Tauhid.
4. Hamka

Nama lengkapnya adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Ia lahir di Minagkabau,
Sumatera Barat 17 Februari 1908. Dia adalah anak tertua dari Abdulkarim Amrullah, seorang
tokoh yang memperoleh gelar doctor kehormatan dari Universitas Al-Azhar Kairo atas
kontribusinya dalam memerangi taklid buta, praktek-praktek tasawuf yang menyimpang dan
sistem pewarisan yang tidak berdasarkan panduan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw.
Kakeknya bernama Amrullah juga seorang tokoh yang pernah belajar Islam di Makkah,
seorang penganut aliran tarekat Naqayabandiyah. Dari sini jelas terlihat bahwa Hamka
berasal dari keluarga berpendidikan, sekaligus terhormat.9
Menurut pengakuan Hamka bahwa ia telah menulis 114 buku. Buku-bukunya ini
meliputi berbagai aspek, diantaranya: sastra, politik, sejarah, budaya, akhlak, mistisisme,
tafsir dan lain sebagainya. Karya-karya Hamka antara lain:
1) Tafsir Al-Azhar 30 Juz
2) Tasauf Modern
3) Falsafah Hidup
4) Lembaga Hidup
5) Perkembangan Tasauf Dari Abad ke Abad
6) Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya dan Pelajaran Agama Islam, dll.

Hamka telah memberikan sumbangan yang besar dalam mencerdaskan kehidupan


umat Islam Indonesia lewat karya-karyanya. Pemikiran dan renungannya tentang perbaikan
akhlak atau tingkah laku, telah dibaca, dikutip dan ditransfer dari generasi ke generasi,
termasuklah renungan-renungannya tentang tasawuf yang ia tuangkan di dalam bukunya yang
berjudul Tasauf Modern. Berikut di antara ulasan-ulasannya di dalam buku Tasauf Modern.
Pada bagian yang mengulas tentang anasir bahagia (Dari apakah tersusun anasir bahagia?),
Hamka diantaranya mengemukakan faham-faham Phitagoristen dan Platonisten, Aristoteles
dan Imam Al-Ghazali.

9 Ibid, h. 174-175

7
Menurut Pithagoras, Socrates, Plato bahwa anasir bahagia tersusun dari empat sifat
utama, yaitu: hikmat, keberanian, kehormatan dan adil. Menurut Hamka, golongan ini
berpendapat bahwa segala keutamaan dan bahagia itu hanya dirasain oleh diri dan nafsu.
Menurut mereka bahwa barangsiapa yang telah terkumpul padanya sifat yang empat ini,
maka tidak perlu lagi mempunyai sifat-sifat yang lain.10
Menurut Aristoteles, bahwa tercapainya bahagia apabila terkumpul lima anasir
berikut, pertama badan sehat, panca indera cukup. Kedua cukup kekayaan. Ketiga indah
sebutan di antara manusia, terpuji di mana-mana, terhitung masuk bagian orang dermawan.
Semua dicapai dengan menanamkan budi bahasa. Keempat tercapai apa yang dicita-cita di
dalam mengharungi lautan hidup. Kelima tajam fikiran, sempurna kepercayaan memegang
agama atau dunia, terjauh dari kesalahan.11
Hamka juga mengemukakan tingkatan-tingkatan bahagia dalam pandangan Al-
Ghazali, yang pada garis besarnya terdiri dari lima bagian. Bagian pertama, bagian akhirat,
yakni suatu kebahagiaan yang tiada taranya, yang baka, yang tidak ada fana padanya. Bagian
kedua yaitu keutamaan akal budi yang terbagi menjadi empat bagian. Pertama sempurna akal
yang kesempurnaannya adalah dengan ilmu. Kedua ‘Iffah (dapat menjaga kehormatan diri)
yang kesempurnaannya ialah dengan wara’ artinya tidak tiada peduli bujukan manusia
dunia. Ketiga Syaja’ah yakni berani karena benar, takut karena salah yang kesempurnaannya
ialah dengan jihad. Keempat adil yang kesempurnaannya ialah dengan insaf. Bagian ketiga
yaitu keutamaan yang ada pada tubuh, dimana terkandung di dalamnya empat perkara yaitu,
sehat, kuat, elok , gagah bagi laki-laki dan cantil bagi perempuan dan umur panjang. Bagian
keempat yaitu keutamaan dari luar badan yang mengandung empat kecukupan. Kaya akan
harta benda. Kaya dengan keluarga, anak-isteri, kaum kerabat. Terpandang dan terhormat dan
mulia turunan. Bagian kelima yakni keutamaan yang datang lantaran taufiq dan pimpinan
Allah yang mengandung empat perkara yaitu hidayah (petunjuk) Allah, irsyad (pimpinan)
Allah, tasdid (dukungan) Allah, ta’yid (bantuan) Allah. Dari penjelasan-penjelasan di atas,
Hamka mengatakan, nyatalah bahwa ada lima tingkatan dan keutamaan yang harus kita
tempuh untuk mencapai mahligai bahagia itu, yaitu mencapai bahagia akhirat dengan
membahagiakan budi, tubuh luar, jasad dan pimpinan. Yang satu bertali dengan yang lain,
tidak dapat dipisahkan.12

10 Hamka, Tasauf Modern, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2001), hal.37-39


11 M. Jamil, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Refeerensi, 2013), hal. 177
12 Hamka, Tasauf Modern, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2001), hal.42-44

8
BAB III

Simpulan

Tasawuf mulai masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya Islam ke Indonesia


dan tasawuf mengalami banyak perkembangan itu ditandai dengan banyaknya berkembang
ajaran tasawuf dan tarikat yang muncul dikalangan masyarakat saat ini yang dibawah oleh
para ulama Indonesia yang menuntut ilmu di Mekkah dan Madina kemudian berkembang.
Hawash Abdullah menyebutkan Syekh Abdullah Arif yang menyebarkan untuk pertama kali
di Aceh sekitar abad ke-12 M. Dengan beberapa mubalig lainya.
Hamzah Al-Fansuri karya-karyanya sebagai berikut syarah al-‘Asyiqin, asrar al-
‘Arifin, dan al-Muntahi. Ar-Raniri karya-karyanya sebagai berikut Al-Shirath al-Mustaqim,
Durrah al-Faraidh fi Syarh al-‘Aqaid, Hidayah al- Habib fi al-Targhib wa al-Tarhib fi al-
Hadits, Bustan al-Salathin fi Dzikr al-Awwalin wa al-Akhirin, Nubdzah fi Da’wah al-Dzil
Lathaif al-Asrar, Hill al-dzill, Asrar al-Insan fi Ma’rifa al-Ruh wa al-Bayan, Kayfiyyah al-
Shalah, Al-Lam’an fi Takfir man Qala bi Khalq al-Qur’an, dan lain-lain.
Al Palembani dengan karyanya sebagai berikut Zahrah al-Murid fi Bayan Kalimah al-
Tauhid, Nashihah al-Muslimin wa Tadzkirah al-Mu’minin fi Fadha’il al-Jihad fi Sabilillah
wa Karamah al-Mujahidin fi Sabilillah, Tuhfah al-Raghibin fi Bayan Haqiqah Iman al-
Mu’minin wa ma Yufsiduh fi Riddah al-Murtaddin, Al-‘Urwah al-Wusqa wa Silsilah uli al-
Tuqa, Hidayah al-Salikin fi Suluk Maslak al-Muttaqin dan lain-lain
Hamka, karya-karyanya sebagai berikut tafsir al-azhar 30 Juz, tasauf modern, falsafah
hidup, lembaga hidup, perkembangan tasauf dari abad ke abad, tasauf perkembangan dan
pemurniannya dan pelajaran agama Islam, dan lain-lain.

9
Daftar Pustaka

Abdullah, Hawash. Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-Tokohnya di Nusantara.


Surabaya: Al-Ikhlas. 1930
Azra, Azyumadi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan
XVIII. Bandung: Mizan. 1995
Hadi, Abdul W.M. Tasawuf Yang Tertindas. Jakarta: Penerbit Paramadina. 2001
Hamka. Tasauf Modern. Jakarta: Pustaka Panjimas. 2001
Jamil, M. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Referensi. 2013
Shihab, Alwi. Al-Tashawwuf Al-Islami wa Atsaruhu fi Al-Tashawwuf Al-Indunisi Al-Mu’ashir.
Terj. Muhammad Nursamad. Jakarta: Mizan. 2002
Sholihin, M dan Rosihon Anwar. Ilmu Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. 2008
https://dalamislam.com/akhlaq/pengertian-tasawuf

10

Anda mungkin juga menyukai