Anda di halaman 1dari 40

TALASEMIA, BETATALASEMIA, POLISITEMIA VERA

DAN TROMBOSITOPEMIA

Oleh
 Lisnawati Djafar (Pk 115  I Nyoman Triagus Jatiasa
017 020) (Pk 115 017 015)
 Vika Puspita Sari (Pk 115  Friendly Osfaldo (Pk 115017
017 039) 012 )
 Yunita (Pk 115 017 )  Dedi Indra Setiawan (Pk 115
 Delvita Oktavia Kolu (Pk 017 043 )
115 017 008)  Jamaluddin Muchtar (Pk
 Aprianti Ntindi (Pk 115 017 115 017 016 )
046)  Ekris Agustinata Winono
 Serlyn Tondu (Pk 115 017 ) (Pk 115 017 010 )
 Nurfadilah (Pk 115 017 047 )  Moh.Aditiya Marzuk(Pk
115 017 022)
 Mukdianto Mahadju(Pk 115
017 025 )

SEMESTER IV
PRODI ILMU KEPERWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JAYA PALU


TAHUN AJARAN 2019/2020
A. DEFINISI
a. Talasemia
Talesenia merupakan sekelompok kelaianan turunan yang berhubungan
dengan defeksintesis rantai hemoglobin.
Thalassemia merupakan kelainan genetik dimana terjadi mutasi di
dalam atau di dekat gen globin yang ditandai dengan tidak ada atau
berkurangnya sintesis rantai globin.
Thalassemia klasik terdiri dari dua kelompok: talasemia mayor dan (α)
minor (β). Pengelompokan ini menggambarkan tingkat keparahan kelainan
hemoglobin secara klinis. Thalassemia mayor (disebut juga anemia
Mediterania atau Cooley’s) ekuivalen dengan thalassemia β homozigot.
Thalassemia mayor dapat menyebabkan anemia hemolitik yang berat, sehingga
transfusi sangat diperlukan. Sedangkan pada thalassemia minor (bentuk
heterozigot) didapati asimtomatik atau bergejala ringan.
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang di
turunkan secara resesif di tandai oleh defisensi produksi globin pada
hemoglobin. Dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh
darah sehingga umur elitrosik menjadi pendek (Kurang dari 100 hari).
Kerusakan tersebut akibat hemoglobin tidak normal (Hemoglobinopati).
b. Betatalasemia
Beta talasemia adalah dua gen yang terlibat dalam pembuatan rantai
beta hemoglobin. Beta thalassemia adalah sekelompok kelainan darah bawaan.
Yang disebabkan oleh berkurangnya atau tidak sintesis rantai beta hemoglobin
yang menghasilkan hasil variable mulai dari anemia berat hingga individu tanpa
gejala klinis.
c. Polisitemia Vera
Polisitemia vera adalah neoplasma yang tidak biasa dimana sum-sum
tulang menghasilkan terlalu banyak sel darah merah dan dapat menyebabkan
produksi sel darah putih dan trombosit berlebih.
Polisetamia adalah peningkatan konsentrasi sel darah merah (eritrosit)
merupakan istilah yang digunakan apabila jumlah sel darah merah melebihi 6
juta/mm3 atau hemoglobinnya melebihi 18 g/dl.
Polisitemia terbagi menjadi 2 kelompok yaitu : polisitemia vera atau
polisitemia primer dan polisitemia sekunder.
Polisetamia sekunder disebabkan oleh kelebihan produksi eritropoetin.
Hal ini dapat terjadi sebagai respon terhadap menurunnya jumlah oksigen yang
berfungsi sebagai stimulus hipoksia, seperti pada penyakit paru obstruktif
kronis atau penyakit jantung sianosis, atau pada hemoglobinnopati tertentu
dimana hemoglobin mempunyi avinitas terhadap oksigen yang sangat tinggi.
Polisetamia primer (vera) adalah kelainan poliferatif dimana semua sel sum-
sum tulang seolah-olah telah terlepas dari mechanism kembali normal. Sum-
sum tulang memiliki banyak sekali jumlah sel, sehingga jumlah sel darah
merah, sel darah putih, dan trombosit dalam darah perifer meningkat.
d. Trombositopemia
trombositopenia adalah kondisi dimana seseorang mempunyai sedikit
trombosit yang bersirkulasi didarah. Hal ini disebabkan karena trombosit
tidak/kurang diproduksi disum-sum tulang atau karena kerusakan trombosit
pada sirkulasi darah.

B. ETIOLOGI
1. Talasemia
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang di
turunkan secara resesif di tandai oleh defisensi produksi globin pada
hemoglobin. Dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh
darah sehingga umur elitrosik menjadi pendek (Kurang dari 100 hari).
Kerusakan tersebut akibat hemoglobin tidak normal (Hemoglobinopati).
Kalasifikasi talasemia di bedakan atas :
a. Talasemia minor
b. Talasemia mayor
c. Talasemia intermedia

2. Betatalasemia
Kelainan produksi pada hemoglobin dalam darah hemoglobin
merupakan salah satu komponen yang berperan dalam sirkulasi oksigen ke
seluruh jaringan tubuh. Beta talasemia adalah dua gen yang terlibat dalam
pembuatan rantai beta hemoglobin. Beta thalassemia adalah sekelompok
kelainan darah bawaan. Yang disebabkan oleh berkurangnya atau tidak sintesis
rantai beta hemoglobin yang menghasilkan hasil variable mulai dari anemia
berat hingga individu tanpa gejala klinis
Thalasemia beta disebabkan gangguan pada gen beta yang terdapat pada
kromosom 11. Kebanyakan dari mutase talasemia beta disebabkan poin
mutation dibandingkan akibat delesi gen. penyakit ini diturunkan secara resesif
dan biasanya hanya terdapat disaerah tropis dan sub tropis serta didaerah
dengan prevalensi malaria yang endemic.
1. Talasemia beta o
Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin beta yang dihasilkan. 1/3
penderita talasemia mengalami tipe ini.

2. Talasemia beta +
Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin beta
terjadi. Sebanyaak 10-50% sintesis rantai globin beta yang normal
dihasilkan pada keadaan ini.
3. Polisitemia vera

Etiologi polisitemia vera belum sepenuhnya diketahui secara pasti.


Tetapi diduga karena adanya mutasi dari sel-sel progenitor erythroid dan
perubahan fungsi tirosin kinane, yaitu janus kinase 2 (JAK2). Sel-sel
progenitor erythroid dari pasien dengan PV membentuk coloniesin dalam
ketiadaan eritropoietin, juga menunjukkan hipersensitivitas sel-sel myeloid,
dan berbagai faktor pertumbuhan.
Janus kinase 2 (JAK2) merupakan suatu tirosin kinase sitoplasma yang
mempunyai peran kunci dalam transduksi sinyal beberapa reseptor faktor
pertumbuhan hematopoietik, termasuk erythropoietin,granulosit-
makrophage colony-stimulating factor (GM-CSF), interleukin (IL)-3, IL-5,
thrombopoietin, and hormon pertumbuhan.
FAKTOR RESIKO
1. Usia > 60 tahun, dengan sejarah trombositosis.
2. Hipoksia dari penyakit paru-paru (kronis) jangka panjang dan
merokok. Akibat dari hipoksia adalah peningkatan jumlah
eritropoietin. Dengan adanya peningkatan jumlah eritropoietin oleh
ginjal, akan mengakibatkan peningkatan pembentukan sel darah
merah di sumsum tulang.
3. Penerimaan karbon monoksida (CO) kronis. Hemoglobin
mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap CO dari pada oksigen.
4. Orang yang tinggal di dataran tinggi mungkin juga mempunyai resiko
polisitemia pada tingkat oksigen lingkungan yang rendah.
5. Orang dengan mutasi genetik (yaitu pada gen Janus kinase-2 atau
JAK-2), jenis polisitemia familial dan keabnormalan hemoglobin
juga membawa faktor resiko.
4. Trombositopenia
a. Berkurangnya produksi trombosit
Kegagalan produksi trombosit disebabkan oleh perusakan atau
penekanan pada sumsum tulang, obat-obatan juga menjadi penyebab
terjadinya trombositopnia, kemoterapeutik yang bersifat toksik trhadap
sum-sum tulang, defisiensi vitamin B12, asam folat.
b. Meningkatnya penghancuran trombosit
Trombosit dapatjuga dihancurkan oleh produksi antibodi yang
diinduksi oleh obat atau autoantibodi. Antibodi ini di temukan pada
idiopatic atau iummune thrombocytopenia purpura (ITP). Itp ditemukan
pada wanita mudah dengan manisfestasi sebagai trombosit topenia yang
mengancam jiwa dengan jumlah trombosit <10.000 antibodi igG yang
di temukan pada membrane trombosit, menyebabkan gangguan
agregasi trombosit dan meningkatnya pembuangan dan penghancuran
trombosit oleh sistem makrofag.
c. Distribusi trombosit abnormal
Dikarenakn kondisi hipersplenism ( sirosis, myeloproliferative dan
limpoma). Trombosit topenia umumnya bersifat sedang dan kadarnya
jarang berbeda di bawa 40.000/Ul.
d. Kondisi lain yang dapat menyebabkan trombosit topenia (hofband,
2007). Gestastional trombosit tropenia. Trombosittopenia gestasional
merupakan akibat ekspansi volume darah progresif yang khas terjadi
selama kehamilan, sehingga menyebabkan hemodilusi. Sitopenia
terjadi, meskipun produksi sel-sel darah normal atau meningkat. Jumlah
trombosit kurang 100.000/Ul, ditemukan pada <10% wanita hamil pada
trimester ketiga; jika penurunan trombosit mencapai <70.000%Ul.
Harus dipikirkan kemungkinan itp yang berkaitan dengan kehamilan,
preeklamsia, suatu trombotik mikrosniopstic (TMA) yang berkaitan
dengan kehamilan .

C. PATOFISIOLOGI
a. Talasemia
Pada keadaan normal, disentesis hemoglobin a (adult : 1) yang terdiri
dari 2 rantai alfa dan 2 rantai beta. Kadarnya mencapai lebih kurang
95% dari seluruh hemoglobin. Sisanya terdiri dari hemoglobin A2
yang mempunyai 2 rantai alfa dari 2 ranta delta sedangkan kadarnya
tidak lebih dari 2% pada keadaan normal. Hemoglobin F (foetal )
setelah lahir fetus senantiasa menurun dan pada usia 6 bulan mencapai
kadar seperti orang dewasa, yaitu tidak lebih dari 4% pada keadaan
normal. Hemoglobin F terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gamma.
pada talasemia, 1 atau lebih dari 1 rantai globin kurang diproduksi
sehingga terdapat kelebihan rantai globin karena tidak ada pasangaan
dalam proses pembentukan hemoglobin normal orang dewasa(Hb A).
kelebihan rantai globin yang tidak terpakai akan mengendap pada
dinding eritrosit. Kedaan ini menyebabkan eritropoesis tidak efektif
dan eritrosit memberikan gambaran anemia hipokrom, mikrositer.
Pada talasemia produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan
kadar Hb menurun sedangkan produksi Hb A2 dan atau Hb f tidak
terganggu karena tidak memerlukan rantai beta dan justru
memproduksi lebih banyak dari pada keadaan normal, mungkin
sebagai usaha kompensasi. Eritropoesis didalam susunan tulang sangat
giat, dapat mencapai 5 kali lipat dari nilai normal, dan juga serupa
apabila ada eritopoesis ekstra medulla hati dan limfa. Destruksi
eritrosit dan prekusornya dalam sum-sum tulang adalah luas
(eritropoesis tidak efektif ) dan masa hidup eritrosit memndek dan
hemolysis.

PATHWAY THALASEMIA
b. Beta talasenia
Pada keadaan normal, disentesis hemoglobin a (adult : 1) yang
terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai beta. Kadarnya mencapai lebih
kurang 95% dari seluruh hemoglobin. Sisanya terdiri dari hemoglobin A2
yang mempunyai 2 rantai alfa dari 2 ranta delta sedangkan kadarnya tidak
lebih dari 2% pada keadaan normal. Hemoglobin F (foetal ) setelah lahir
fetus senantiasa menurun dan pada usia 6 bulan mencapai kadar seperti
orang dewasa, yaitu tidak lebih dari 4% pada keadaan normal.
Hemoglobin F terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gamma. pada
talasemia, 1 atau lebih dari 1 rantai globin kurang diproduksi sehingga
terdapat kelebihan rantai globin karena tidak ada pasangaan dalam proses
pembentukan hemoglobin normal orang dewasa(Hb A). kelebihan rantai
globin yang tidak terpakai akan mengendap pada dinding eritrosit.
Kedaan ini menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit
memberikan gambaran anemia hipokrom, mikrositer.
Pada talasemia produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan
kadar Hb menurun sedangkan produksi Hb A2 dan atau Hb f tidak
terganggu karena tidak memerlukan rantai beta dan justru memproduksi
lebih banyak dari pada keadaan normal, mungkin sebagai usaha
kompensasi. Eritropoesis didalam susunan tulang sangat giat, dapat
mencapai 5 kali lipat dari nilai normal, dan juga serupa apabila ada
eritopoesis ekstra medulla hati dan limfa. Destruksi eritrosit dan
prekusornya dalam sum-sum tulang adalah luas (eritropoesis tidak efektif
) dan masa hidup eritrosit memndek dan hemolysis.

c. Polisitemia vera
Keadaan yang diketahui sebagai polisitemia diakibatkan dari terlalu
banyak SDM. Polisitemia berarti kelebihan(poli) semua jenis sel (sitemia),
tetapi umumnya nama tersebut digunakan untuk keadaan yang volume SDM
nya melebhi normal. Keadaan ini mengakibatkan peningkatan viskositas dan
volume darah. Polisitemia primer atau vera, merupakan suatu gangguan
mieloproliferatif. Sel induk pluripoten abnormal.
Ditemukan juga eritrositosis yang nyata dengan kadar eritropoietin
normal atau rendah, serta leukositosis dan trombositosis. Polisitemia vera
merupakan penyakit progresif pada usia pertengahan, agak lebih banyak
mengenai laki-laki dari pada perempuan. Tanda-tanda dan gejala ini disebabkan
oleh peningkatan volume darah total dan eningkatan viskositas darah. Volume
plasma biasanya normal, dan terjadi vasodilatasi untuk menampung
peningkatan volume eritrosis. Gejala non spesifik, berfariasi dan sensasi “penuh
dikepala” sampai sakit kepala, pusing, kesulitan berkonsentrasi, pandangan
kabur, kelelahan, dan pluritus (gatal) setelah mandi. Peningkatan volume dan
viskositas darah (aliran darah lambat )bersama dengan peningkatan jumlah
trombosit dan fungsi trombosit abnormal mempermudah individu mengalami
thrombosis dan perdarahan.
Thrombosis merpakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas.
Penyakit ini berkembang dalam waktu 10-15 tahun. Selama waktu ini, limpa
dan hati membesar, disebabkan oleh kongesti eritrosit. Sum-sum tulang
menjadi fibrosis dan akhirnya menjadi non produktif karena “kehabisan tenaga”
atau beruba menjadi leukemia mielogenik akut, baik sebagai akibat dari
pengobatan atau perjalanan penyakit.
Kondisi-kondisi medis mendasar yang merangsang produksi
eritropoietin meliputi penyakit-penyakit kardiopilmonal yang menurunkan
saturasi O2 arteri atau tumor ginjal yang menurunkan aliran darah ginjal.
Keadaan tersebut juga terjadi pada orang yang hidup didaerah tinggi yang O2
atmosfirnya berkurang.
PATHWAY POLISITEMIA VERA
d. Trombositopemia
Normalnya trombosit hidup dalam sirkulasi darah antara 8 – 10 hari.
Oleh karena faktor tertentu seperti Autoimun (suatu kelainan pada sistem
imun yang disebabkan oleh produksi antibody yang menyerang trombisit,
sehingga jumlah trombosit menjadi sangat rendah, selain itu trombosit
yang dihasilkan mudah sekali pecah atau lisis), maka akan terjadi
kerusakan trombosit. Sehingga masa hidupnya berkurang menjadi 1 – 3
hari atau kurang. Keadaan ini yang kemudian menimbulkan
berkurangnya trombosit dalam sirkulasi darah.

Pathway

Gangguan Produksi dan Peningkatan penghancuran


trombosit

TROMBOSITOPENIA

Menstruasi yang banyak, Adanya purpura atau a. jumlah trombosit ↓


Perdarahan pada mukosa, perdarahan kulit pada b. fungsi organ
mulut, hidung, dan gusi ekstermitas dan tubuh c. inflamasi organ

Resiko tinggi perdarahan Kerusakan integritas Nyeri


kulit
D. MANIFESTASI KLINIS
a. Talasemia
1. Talasemia Minor/Talasemia Trait :

Tampilan klinis normal, splenomegali dan hepatomegali di temukan


pada sedikit penderita, hyperplasia eritroid stipples ringan sampai sedang
pada sumsum tulang, bentuk homozigot, anemia ringan, MCV rendah. Pada
penderita yang berpasangan harus di periksa. Karena kanker minor pada
kedua pasangan dapat menghasilkan keturunan dengan talasemia mayor.

Pada anak yang besar sering di jumpai adanya :


a. Gizi buruk
b. Perubahan buncit karena pembesaran limpah dan hati yang mudah di
raba
c. Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpah dan hati (Hepatomegali)
Limpah yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja
2. Talasemia Mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru
berumur kurang dari 1 tahun yaitu :
a. Anemia simtomatik pada usia 6-12 bulan seiring dengan turungnya
hemoglobin fetal.
b. Anemia mikrositik berat, terdapat sel target dan sel darah merah yang
berinti pada darah perifer, tidak dapat HbA. Kadar Hb rendah mencapai
3 atau 4g %
c. Lemah, pucat
d. Pertumbuhan fisik dan perkembangan terlambat, kurus, penebalan
tulang tengkora, splenomegali, ulkus pada kaki, dan gambaran
patognomonik “hair on end”
e. Berat badan kurang
f. Tidak dapat hidup tanpa transfusi
3. Talasemia Intermedia
a. Anemia mikrositik, bentuk heterozigot
b. Tingkat keparahan berada dia antara talasemia minor dan talasemia
mayor. Masih memproduksi sejumlah kecil HbA.
c. Anemia agak berat 7-9g/dL dan splenomegali
d. Tidak tergantung pada transfusi

Gejala Khas :

1. Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung,


jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar
2. Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering di transfusi, kulit menjadi
kelabu karena penimbunan besi.

b. Betatalasenia

c. Polisitemia vera

Manifestasi klinis Polisitemia Vera terjadi karena peningkatan


jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang
kemudian akan menyebabkan penurunan kecepatan aliran darah
sehingga dapat menyebabkan trombosis dan penurunan laju transport
oksigen. Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya
oksigenasi jaringan. Berbagai gejala dapat timbul karena terganggunya
oksigenasi organ yaitu berupa:
a. Hiperviskositas
Peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas
darah yang kemudian akan menyebabkan :
 Penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebih jauh lagi
akan menimbulkan eritrostasis sebagai akibat penggumpalan
eritrosit.

 Penurunan laju transport oksigen


Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi
jaringan. Berbagai gejala dapat timbul karena terganggunya
oksigenasi organ sasaran (iskemia/infark) seperti di otak, mata,
telinga, jantung, paru, dan ekstremitas.

b. Penurunan shear rate.


Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi
hemostasis primer yaitu agregasi trombosit pada endotel. Hal
tersebut akan mengakibatkan timbulnya perdarahan walaupun
jumlah trombosit > 450.000/mm3. Perdarahan terjadi pada 10 - 30
%kasus Polisitemia Vera, manifestasinya dapat berupa epistaksis,
ekimosis dan perdarahan gastrointestinal.
c. Trombositosis (hitung trombosit > 400.000/mm3).
Trombositosis dapat menimbulkan trombosis. Pada Polisitemia
Vera tidak ada korelasi trombositosis dengan trombosis.
d. Basofilia
Lima puluh persen kasus Polisitemia Vera datang dengan gatal
(pruritus) diseluruh tubuh terutama setelah mandi air panas, dan
10% kasus polisitemia vera datang dengan urtikaria suatu keadaan
yang disebabkan oleh meningkatnya kadar histamin dalam darah
sebagai akibat meningkatnya basofilia. Terjadinya gastritis dan
perdarahan lambung terjadi karena peningkatan kadar histamin.
e. Splenomegali
Splenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien Polisitemia vera.
Splenomegali ini terjadi sebagai akibat sekunder hiperaktivitas
hemopoesis ekstramedular
f. Hepatomegali
Hepatomegali dijumpai pada kira-kira 40% Polisitemia Vera.
Sebagaimana halnya splenomegali, hepatomegali juga merupakan
akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular.
g. Gout.
Sebagai konsekuensi logis hiperaktivitas hemopoesis dan
splenomegali adalah sekuentrasi sel darah makin cepat dan banyak
dengan demikian produksi asam urat darah akan meningkat. Di sisi
lain laju fitrasi gromerular menurun karena penurunan shear rate.
Artritis Gout dijumpai pada 5-10% kasus polisitemia .
h. Defisiensi vitamin B12 dan asam folat.
Laju siklus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisiensi
asam folat dan vitamin B12. Hal ini dijumpai pada ± 30% kasus
Polisitemis Vera karena penggunaan untuk pembuatan sel darah,
sedangkan kapasitas protein tidak tersaturasi pengikat vitamin B12
(Unsaturated B12 Binding Capacity) dijumpai meningkat > 75%
kasus.
i. Muka kemerah-merahan (Plethora )
Gambaran pembuluh darah dikulit atau diselaput lendir,
konjungtiva hiperemis sebagai akibat peningkatan massa eritrosit.
j. Keluhan lain yang tidak khas seperti : cepat lelah, sakit kepala,
cepat lupa, vertigo, tinitus, perasaan panas.
k. Manifestasi perdarahan (10-20 %), dapat berupa epistaksis,
ekimosis, perdarahan gastrointestinal menyerupai ulkus peptikum.
Perdarahan terjadi karena peningkatan viskositas darah akan
menyebabkan ruptur spontan pembuluh darah arteri. Pasien
Polisitemia Vera yang tidak diterapi beresiko terjadinya perdarahan
waktu operasi atau trauma

d. Trombositopemia
a. Masa prodromal: keletihan, demam, dan nyeri abdomen
b. Riwayat pendarahan(ekimosis multiple,peteki,epistaksis)
Ekimosis yang bertambah dan perdarahan yang memanjang akibat
trauma ringan terjadi pada trombosit <50.000. petecie timul sebab
jumlah trombosit yang ada tidak mencukupi untuk membuat sumbat
trombosit dank arena penurunan resistensi kapiler darah. Pada
keadaan trombosit <20.000 terjadi perdarahan mukosa, jaringan
dalam, dan intracranial.
c. Anemia jika banyak darah yang hilang karena perdarahan
d. Simple easy bruising (mudah memar)
e. Perdarahan yang sukar atau lama berhenti dengan sendirinya seperti
mimisan ataupun gugi berdarah sewaktu sikat gigi.

E. KOMPLIKASI
a. Talasemia
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung.
Tranfusi darah yang berulang ulang dan proses hemolisis
menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga di
timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit,
jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat
tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat
trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda
hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian
terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung (Hassan dan
Alatas, 2002)
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah
transfusi telah diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg.
Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan
jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis,
karena peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2008)

b. Betatalasenia

c. Polisitemia vera
1. Penggumpalan darah
Kelebihan sel darah merah bisa membuat darah lebih padat dari
yang seharusnya. Darah yang lebih padat ini lama-lama aka
menyumbat aliran darah ke seluruh tubuh. Darah yang bertambah
padat dan penyumbatan pada aliran darah akan menimbulkan
penggumpalan darah. Penggumpalan darah ini bisa menjurus pada
penyakit kardiovaskular seperti serangan jantung. Bisa juga
berujung pada stroke dan masalah pada paru-paru.
2. Membesarnya organ limpa (splenomegaly)
Fungsi organ limpa adalah membantu tubuh melawan infeksi
dan menyaring materi yang tidak dibutuhkan tubuh seperti sel
darah yang sudah mati atau rusak.Meningkatnya sel darah merah
akibat polisitemia vera membuat jumlah darah ikut
melonjak.Kondisi ini membuat limpa harus bekerja keras dari
biasanya dan menyebabkan bentuknya membesar. Jika limpa terus
bertambah besar tidak terkendali, organ ini harus di angkat.
3. Masalah pada kulit
Polisitemia vera juga bisa menimbulkan rasa gatal pada kulit,
terutama setelah berendam atau mandi air panas. Pasien bisa saja
mengalami sensasi aneh atau perasaan terbakar pada kulitnya,
terutama kulit bagian lengan dan kaki. Ruam merah juga bisa
timbul terutama di wajah, telapak, atau cuping telinga.
4. Masalah lainnya akibat kelebihan eritrosit.
Komplikasi lainnya bisa meliputi peradangan pada bagian
lambung, sendi dan menimbulkan batu asam urat di organ ginjal.
5. Kelebihan sel darah merah bisa berhubungan degnan
komplikasi lainnya:
 ulkus gastrikum
 batu ginjal
bekuan darah di dalam vena dan arteri yang bisa menyebabkan
serangan jantung dan stroke dan bisa menyumbat aliran darah ke
lengan dan tungkai.
d. Trombositopemia
1. Komplikasi Maternal
Komplikasi ibu yang paling sering terjadi adalah perdarahan, baik
perdarahan ante partum, perdarahan intra partum, maupun perdarahan post
partum. Komplikasi lain yang harus diperhatian selama proses persalinan
adalah TTP (Trombotic Trombositopenic Purpura) juga merupakan yang
patut diwaspadai dan dimonitor dengan baik, walaupun isidennya jarang,
akan tetapi memerlukan terapi yang lebih agresif. Karena pada TTP
terbentuk trombi yang dapat menyebabkan iskemik selain juga menurunkan
jumlah trombosit dalam sirkulasi. TTp memiliki tingkat mortalitas yang
tinggi baik untuk ibu (44%) atau janin (80%). Sebagian besar TTP terjadi
ante partum dan hanya 11% terjadi post partum 11%.
2. Komplikasi fetal dan neonatal
Resiko trombositopenia fetal pada bayi yang lahir dari ibu yang
menderita ITP sekitar 10% dimana 1/3nya mengalami komplikasi
perdarahan.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Talasemia
Diagnosis untuk talasemia terdapat 2 yaitu secara screening test
dan devinitif test:
A. Screaning test
Didaerah endemic, anemia hipokromikrom mikrositik perlu
diragui sebagai gangguan talasemia.
 Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat
dideteksi pada kebanyakan talasemia kecuali talasemia a
silent cirrier. Pemeriksaan apusan darah rutin dapat
membawa pada diagnosis telasemia tetapi kurang berguna
untuk screaning.
 Pemeriksaan osmotic pragilitik (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fra
gilitieritrosit. Secara dasarnya resistan eritrosit untuk lisit
bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira.
 Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari
tetapi hanya dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom
serta kurang memberi nilai diagnostiik.
 Mode matematika membedakan anemia defisiensi besi dari
talasemia beta berdasarkan parameter jumlah eritrsit yang
digunakan.
B. Definitive test
 Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan berbagai jenis tipe
hemoglobin didalam darah. Pada dewasa konstitusi normal
hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3% (anak
dibawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bias
mencapai 80%). Nilai abnormal bias digunakan untuk
diagnosis talasemia seperti pada talasemia minor Hb A2 4-
5,8% atau Hb F 2-5%, talasemia Hb H : Hb A2 kurang dari
2% dan talasemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropical
membangun, elektroporesis bias juga mendeteksi Hb C, Hb
S, Hb J.
 Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, Hb A2 tidak terpisah baik
dengan Hb C. pemeriksaan menggunakan HPLC (high
performance liquid chromatografy) pula membolehkan
penghitungan actual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb
C atau Hb e. metode ini berguna untuk diagnose talasemia
beta karena ia bias mengidentifikasi hemoglobin dan
fariannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat
terutama Hb F dan Hb A2.
 Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standar dalam mendiagnosis
talasemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat
menentukan tipe talasemia malah dapat juga menentukan
mutase yang berlaku.

2. Beta Talasemia
Pemeriksaannya sama dengan talasemia.
3. Polisitemia Vera
a. Pemeriksaan Fisik, yaitu ada tidaknya pembesaran limpa dan
penampilan kulit (eritema).

b. Pemeriksaan Darah

Jumlah sel darah ditentukan oleh complete blood cell count


(CBC), sebuah tes standar untuk mengukur konsentrasi eritrosit,
leukosit dan trombosit dalam darah. PV ditandai dengan adanya
peningkatan hematokrit, jumlah sel darah putih(terutama neutrofil),
dan jumlah platelet. Pemeriksaan darah lainnya, yaitu adanya
peningkatan kadar serum B12, peningkatan kadar asam urat dalam
serum, saturasi oksigen pada arteri, dan pengukuran kadar eritropoietin
(EPO) dalam darah.

c. Pemeriksaan Sumsum tulang

Meliputi pemeriksaan histopatologi dan nalisis kromosom sel-


sel sumsum tulang (untuk mengetahui kelainan sifat sel tunas (stem
cells) pada sumsum tulang akibat mutasi dari gen Janus kinase-
2/JAK2).

4. Trombositopenia
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan
adalah :
a. Pada pemeriksaan darah lengkap.
Pada pemeriksaan ini ditemukan bahwa Hb sedikit berkurang, eritrosit
normositer, bila anemi berat hypochrome mycrosyter. Leukosit meninggi
pada fase perdarahan dengan dominasi PMN. Pada fase perdarahan, jumlah
trombosit rendah dan bentuknya abnormal. Lymphositosis dan eosinofilia
terutama pada anak
b. Pemeriksaan darah tepi.
Hematokrit normal atau sedikit berkurang
c. Aspirasi sumsum tulang
Jumlah megakaryosit normal atau bertambah, kadang mudah sekali
morfologi megakaryosit abnormal (ukuran sangat besar, inti nonboluted,
sitoplasma berfakuola dan sedikit atau tanpa granula). Hitung (perkiraan
jumlah) trombosit dan evaluasi hapusan darah tepi merupakan pemeriksaan
laboratorium pertama yang terpentong.

G. PENATALAKSANAAN
a. Talasemia
1. Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahan kadar HB diatas
sepuluh gr/dl. Regumen hipertransfusi ini mempunyai keuntungan
klinik yang nyata memungkin aktivitas normal dengan nyaman,
mencegah ekspansi sumsum tulang dan masalah kosmetik progresif
yang terkait dengan perubahan tulang-tulang muka, dan meminimalkan
dilatasi jantung dan osteoporosis.
2. Transfuse dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah merah (PRC) biasanya
diperlukan setiap 4-5 minggu. Uji silang harus dikerjakan untuk
mencegah aloimunisasi dan mencegah reaksi transfusi. Lebih baik
digunakan PRC yang relative segar (>1minggu dalam antikoagulan
CPD ) walaupun dengan kehati-hatian yang tinggi, reaksi demam
akibat tranfusi lazim ada. Hal ini dapat diminimalkan dengan
menggunakan eritrosit yang direkonstitusi dari darah beku atau
penggunaan filter leukosit, dan dengan pemberian antipiretik sebelum
transfusi. Hemosiderosis adalah akibat terapi transfusi jangka panjang,
yang tidak dapat dihindari karena setiap 500 ml darah membawa kira-
kira 200 mg besi kejaringan yang tidak dapat dieksresikan secara
fisiologis.
3. Siderosis miokardium merupakan faktor penting yang ikut berperan
dalam kematian awal penderita. Hemosiderosis dapat diturunkan atau
bahkan dicegah dengan pemberian parenteral obat pengkelasi besi (iron
chelating drugs) deferoksamin, yang membentuk kompleks besi yang
dapat dieksresikan dalam urine. Kadar deferoksamin darah yang
dipertahankan tinggi adalah perlu di eksresi besi yang memadai. Obat
ini diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan
pompa portebel kecil (selama tidur, 5 atau 6 malam/ minggu penderita
yang menerima regimen ini dapat mempertahankan kadar feritin serum
kurang dari 1000 mg/ml yang benar-benar dibawah nilai toksit.
4. Terapi hipertransfusi mencegah spenomegali massif yang disebabkan
oleh eritropoeisis ekstramedula. Namun speletomin akhirnya
ditemukan karena ukuran ohgan tersebut atau karena hiperflenisme
sekunder.
5. Imunisasi pada penderita ini dengan vaksin hepatitis B, vaksin H.
influenza tipe B, dan vaksin polisakarida neumokkokus diharapkan dan
terapi profilasis penisilin juga dianjurkan.

b. Betatalasenia
c. Polisitemia vera

a. Pengobatan Medis
 Fiebotomi
Fiebotomi dapat merupakan pengobatan yang adekuat bagi seorang
penderita selama bertahun-tahun. Tujuan prosedur tersebut ialah
mempertahankan hematokrit antara 42-47% untuk mencegah timbulnya
hiperviskositas. Pada permulaan, 250-500 cc darah dapat dikeluarkan
dengan blood donor collection set standar setiap 2 hari. Pada penderita
dengan penyakit veskular aterosklerotik yang serius, fiebotomi hanya
boleh sebanyak 250 cc untuk mencegah timbulnya bahaya iskemia
serebral. Indikasi flebotomi terutama pada semua pasien pada permulaan
penyakit dan penderita masih dalam usia subur. Sekitar 200 mg besi
dikeluarkan pada tiap 500 cc darah (normal total body iron kira-kira 5g).
Defisiensi besi merupakan tujuan pengobatan fiebotomi berulang. Gejala
defisiensi seperti glositis, keilosis, disfagia, dan astenia cepat hilangd
engan pemberian besi.
 Fosfor Radiaktif (p32)
Pengobatan ini efektif, mudah dan relatif murah untuk penderita
yang tidak kooperatif atau dengan keadaan sosio-ekonomi yang tidak
memungkinkan untuk berobat secara teratur. P32 pertama kali diberikan
dengan dosis sekitar 2-3 mCi/m2 secara intravena. Dosis kedua diberikan
sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama. Panmielosis dapat dikontrol
dengan cara ini pada sekitar 80% penderita untuk jangka waktu sekitar 1-2
bulan dan mungkin berakhir 2 tahun atau lebih lama lagi. Sitopenia yang
serius setelah pengobatan ini jarang terjadi. Pasien diperiksa sekita 2-3
bulan sekali setelah keadaan stabil.
 Kemoterapi
Obat alkilasi, terutama Chlorambucil Melphalan dan Busulfan. Busulfan:
induksi 0.05-0.01 mg/kg/hari oral, selama 4-6 minggu. Hidroksiurea 15-
25 mg/kg/hari oral, dalam dua dosis. Penderita dengan pengobatan cara ini
harus diperiksa lebih sering (sekitar dua sampai tiga minggu sekali).
Respons sangat pendek waktunya dans ering timbul mielosupresi yang
serius dan juga resiko lebih ebsar untuk menjadi leukemia akut.
 Pengobatan Suportif
Hiperurisemia diobati dengan alopurinol 100-600 mg/hari oral
pada penderita dengan penyakit yang aktif. Pruritus dapat dikontrol dengan
Siproheptadin 4-16 mg/hari atau Kolestiramin 4 g 3 x sehari.
b. Terapi Non Farmakologis
Sebagai tambahan terapi, sejumlah langkah ini bisa dilakukan
untuk membantumengurangi atau mencegah timbulnya gejala PV:
 Berhenti merokok atau mengunyah tembakau
 Menjaga keseimbangan aktivitas dan istirahat
 Hindari makanan kaya sodium atau garam. Makanan jenis ini
menyebabkan retensi cairan dan akan memperburuk gejala
 Berolahraga teratur, pilih yang intensitasnya sedang misalnya
jalan kaki.Olahraga akan membanut meningkatkan sirkulasi dan
menjaga fungsi jantung
 Konsumsi makanan sehat seimbang untuk menjaga berat badan
tetap ideal
 Minum air putih
 Sering bernafas dalam dan batuk. Nafas dalam dan batuk dapat
membantu menjaga saluran udara tetap terbuka dan mencegah
infeksi.
 Mandi dengan air dingin, jika air hangat akan membuat kulit gatal-
gata
 Keringkan kulit segera setelah mandi
 Jangan menggaruk kulit
 Hindari bahan atau pakaian yang mudah mengiritasi kulit,
misalnya penggunaan busana yang ketat bisa menyebabkan gatal-
gatal di kulit.
 Oleskan lotion untuk menjaga kelembaban kulit
 Lindungi tangan dan kaki dari cedera, panas, udara dingin, serta
tekanan
 Jangan mengejan ketika buang air besar
 Lakukan peregangan untuk dan pergelangan kaki untuk mencegah
terjadinya penggumpalan pada pembuluh di kaki
 Periksa kaki secara teratur dan konsultasikan ke dokter jika
terdapat luka.
TERAPI POLISITEMIA VERA YANG
DIREKOMENDASIKAN
1. Plebotomi untuk mempertahankan hematokrit < 45%
2. Aspirin dosis rendah ( jika tidak ada kontra indikasi )
3. Terapi faktor resiko trombosis secara agresif ( perokok hipertensi
hiperkolesterolemia, obesitas )
4. Pertimbangkan sitoreduksi jika
(i) Pasien tidak toleransi dengan plebotomi
(ii) Trombositosis
(iii) Spenomegali progresif
5. Pilihan terapi sitoreduksi
(i) Umur < 40 tahun – Interferon α
(ii) Umur > 40 tahun – Hidroksiurea
d. Trombositopemia
Penatalaksanaan trombositopnia dilakukan dengan menghentikan
factor penyebab, misalnya karena kemoterapi atau radioterapi, disamping
itu dilakukan transfuse trombosit.

1. Kortikosteroid
Pilihan awal adalah dengan pemberian kortikosteroid yang sering
digunakan prednisone, dosis 1/mg BB atau hari selama satu sampai 3 bulan.
Bila diperlukan parenteral (injeksi) methylprenison sodium suxinadosis 1
g/hari selama 3 hari (RS DR. suetomo, 2008). Efek steroid (prednisone)
tampak setelah 24-48 hari(hanidin 1978). Angka kesembuhan 60-79%.
Apabila lebih dari 4 minggu pasien tidak merespon pemberian prednisone,
prednisone jangan diberikan lagi.
2. Splenektomi
Bila terapi steroid dianggap gagal, segera dilanjutkan splenektomi.
Angka keberhasilannya 70-100%. Spelektomi bertujuan untuk mencegah
dekstruksi trombosit yang telah diliputi antibodi dan menurunkan sintesis
antibodi platelet.
3. Kombinasi kemoterapi imunoglobin.
4. Terapi suporti PTI kronis
a. Membatasi aktivitas yang beresiko trauma
b. Hindari obat yang ganggu fungsi trombosit
c. Transfuse PRC sesuai kebutuhan. Bila terjadi perdarahan darurat
(perdarahan otak, dan persalinan) dapat diberikan imunoglobin,
kortikosteroid, transfusitrombosit, dan splenoktomi darurat.
d. Transfuse perdarahan bila : perdarahan massif, adanya ancaman
perdarahan otak/SSP, persiapan untuk operasi besa.

H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Talasemia
A. Pengkajian
a. Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah
(mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri,
thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit
darah yang paling banyak diderita.
b. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia
minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada
umur sekitar 4 – 6 tahun.
c. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi
lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi
sebagai alat transport.
d. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia
jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia
mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada
keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan
rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan.
Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
e. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga
berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
f. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur /
istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
g. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua
yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia,
maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu,
konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk
mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
h. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya
faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat.
Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko
yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan
diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
i. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya
adalah:
1) Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak
selincah aanak seusianya yang normal.
2) Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai
bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah
mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata
lebar, dan tulang dahi terlihat lebar. Mata dan konjungtiva terlihat pucat
kekuningan. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
3) Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat
adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
4) Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa
dan hati ( hepatosplemagali). Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk
umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih
kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
5) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya
pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin
anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia
kronik.
6) Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering
mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi
akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

B. Diagnosa
1. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Penurunan
komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen ke sel
2. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan Faktor Bilogis : Thalasemia
3. Resiko Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dan kebutuhan
4. Resiko infeksi berhubungan dengan Pertahanan sekunder tidak adekuat :
Penurunan Hb, Transfusi darah rutin
C. Intervensi

NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan a. Observasi TTV, warna kulit, tingkat
keperawatan selama 2 X 24 jam, kesadaran dan keadaan ekstremitas
Gangguan perfusi jaringan teratasi b. atur posisi semi fowler
dengan Kriteria Hasil : c. kolaborasi dengan dokter pemberian
1. TTV normal : N 80-110x/m, R tranfusi darah, pantau penggunaan produk
20-30x/m darah, kaji tanda reaksi transfusi.
2. Ekstremitas hangat d. pemberian O2 jika perlu, tingkatkan
3. Warna kulit tidak pucat oksigenasi jaringan, pantau adanya
4. Hb normal 12-16 gr/dl hipoksia, sianosis, hiperventilasi,
peningkatan denyut apex.
Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi
keperawatan selama 2 X 24 jam, 1. Kaji adanya alergi makanan
Kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi 2. Kolaborasi dengan ahli gizi utnuk
dengan Kriteria hasil : menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
1. menunjukkan peningkatan BB dibutuhkan pasien
tidak terjadi malnutrisi 3. Anjurkan pasien untuk mengningkatkan
2. BB ideal sesuai dengan TB intake zat besi
3. Mampu mengidentifikasi 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
kebutuhan nutrisi protein dan vitamin C
4. Tidak terjadi penurunan BB 5. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
berarti kalori
6. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi
Monitoring nutrisi
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan BB
3. Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
4. Monitor mual muntah
5. Monitor kadar albumin, total protein, Hb
dan Ht
6. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjingtiva
7. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
8. Monitor kalori dan intake nutrisi
Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi adanya tanda kerja fisik dan
keperawatan selama 2 X 24 jam, keletihan
2. Pertahankan posisi fowler tinggi
Intoleransi aktivitas dapat teratasi 3. Beri oksigen suplemen
dengan Kriteria hasil: 4. Ukur TTV selama istrahat
1. Klien dapat melakukan 5. Antisipasi dan bantu aktivitas sehari-hari
aktivitasnya secara mandiri 6. Beri aktivitas bermain pengalihan yang
meningkatkan istrahat dan tenang

Setelah dilakukan tindakan Kontrol infeksi :


keperawatan selama 2 X 24 jam, 1. Pertahankan teknik isolasi
Immune status 2. Batasi pengunjung bila perlu
Knowledge : infection control, Risk 3. Instruksikan pada pengunjung untuk
control mencuci tangan saat berkunjung dan
Dengan Kriteria hasil : setelah berkunjung
1. Klien bebas dari tanda dan 4. Gunakan sabun anti mikrobia untuk
gejala infeksi mencuci tangan setiap sebelum dan
2. Mendeskripsikan proses sesudah tindakan keperawatan
penularan penyakit, faktor 5. Pertahankan lingkungan aseptik selama
yang mempengaruhi pemasangan alat
penularan, serta 6. Ganti letak IV perifer dan line sentral dan
penatalaksanaannya dressing
3. Menunjukkan kemampuan 7. Tingkatkan intake nutrisi
untuk mencegha timbulnya 8. Berikan terapi antibiotik bila perlu
infeksi 9. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
4. Jumlah leukosit dalam batas dan lokal
normal 10. Monitor hitung granulosit, WBC
5. Menunjukkan perilaku 11. Monitor kerentanan terhadap infeksi
hidup sehat 12. Dorong masukan nutrisi yang cukup
13. Dorong masukan cairan
14. Dorong istirah
15. Ajarkan cara menghindari infeksi

2. Beta talasemia

3. Poisetamia vera
a. Pengkajian
1. Sistim Sirkulasi
- Gejala:
 riwayat kehilangan darah kronis
 riwayat endokarditis infektif kronis
 palpitasi
- Tanda:
 Tekanan darah : Peningkatan sistolik dengan diastolic stabil dan
tekanan nadi melebar, hipotensi postural.
 Disritmia : EKG misal:depresi segmen ST dan pendataran atau
depresi gelombang T jika terjadi takikardia.
 Denyut nadi : takikardi dan melebar
 Ekstremitas : Warna pucat pada kulit dan membran mukosa
(konjongtiva,mulut, faring, bibir dan dasar kuku)
 Sklera : Biru atau putih seperti mutiara.
 Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan
vasokonstriksi kompensasi)
 Kuku : Mudah patah.
 Rambut : Kering dan mudah putus.
2. Sistim Neurosensori

- G ejala:

 sakit kepala,berdenyut,pusing,vertigo,tinnitus,ketidakmampuan
berkosentrasi

 imsomnia,penurunan penglihatan dan adanya bayangan pada mata

 kelemahan, keseimbangan buruk,kaki goyah, parestesia tangan /


kaki sensasi menjadi dingin

- Tanda:

 Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis


 Mental : tak mampu berespon.
 Oftalmik : Hemoragis retina.
 Gangguan koordinasi.
3. Sistim Pernafasan

- Gejala: napas pendek pada istirahat dan meningkat pada aktivitas


- Tanda: akipnea,ortopnea, dan dispnea
4. Sistim Nutrisi
- Gejala:
 penurunan masukan diet,masukan protein hewani rendah
 nyeri pada mulut atau lidah,kesulitan menelan(ulkus pada faring)
 mual muntah,dyspepsia,anoreksia
 adanya penurunan berat badan
- Tanda:
 Lidah tampak merah daging
 Membran mukosa kering dan pucat.
 Turgor kulit : buruk, kering, hilang elastisitas
 Stomatitis dan glositis.
 Bibir : Selitis(inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah)
5. Sistim Aktivitas/ Istirahat
- Gejala:

 Keletihan,kelemahan,malaise umum
 kehilangan produktivitas,penurunan semangat untuk bekarja
 toleransi terhadap latihan rendah
 kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak
- Tanda:
 Takikardia/takipnea,dispnea pada bekerja atau istirahat.
 Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya. \
 Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
 Ataksia,tubuh tidak tegak
6. Sistim Seksualitas
- Gejala: hilang libido (pria dan wanita), impoten
- Tanda: Serviks dan dinding vagina pucat.
7. Sistim Keamanan dan Nyeri
- Gejala:
 riwayat pekarjaan yang terpapar terhadap bahan kimia
 riwayat kanker
 tidak toleran terhadap panas dan dingin
 transfusi darah sebelumnya
 gangguan penglihatan
 penyembuhan luka buruk
 sakit kepala dan nyeri abdomen samar
-Tanda:
 Demam rendah, menggigil, dan berkeringat malam.
 Limfadenopati umum
 Petekie dan ekimosis.
 Nyeri abdomen samar dan sakit kepala.
b. Diagnose
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan perubahan
afinitas hemoglobin untuk oksigen .

2. Nyeri akut berhubugan dengan agen cedera biologis

3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan Gangguan neuromuskular, Nyeri

4. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Perubahan turgor (elastisitas


kulit)

5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi terkait


penyakit

c. Intervensi

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan perubahan


afinitas hemoglobin untuk oksigen
Tujuan : perfusi jaringan dapat efektif
Kriteria hasil : mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi
kognitif, fungsi motorik/sensorik
Intervensi:
 Observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, saturasi, RR, suhu, pupil).

 Observasi balance cairan.

 Observasi status neurologis

 Tinggikan kepala tempat tidur 15- 30 derajat

 Pertahankan lingkungan yang tenang dan batasi jumlah pengunjung

 Kolaborasi dengan dokter dalam memberikan terapi


2. Nyeri akut berhubugan dengan agen cedera biologis
Tujuan : menunjukkan nyeri berkurang atau hilang
Kriteria Hasil : terlihat tenang dan rileks dan tidak ada keluhan nyeri
Intervensi:
 Kaji tingkat, frekuensi, intensitas, dan reaksi nyeri
 Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi nafas dalam
 Libatkan keluarga dalam tata laksana nyeri dengan memberikan kompres
hangat
 Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien
 Kolaborasi pemberian obat analgetik sesuai indikasi
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan Gangguan neuromuskular, Nyeri
Tujuan : untuk menghindari bahaya imobilitas, mencegah kecacatan, dan
membantu pasien dalam memulihkan, melestarikan, atau mempertahankan
mobilitas
Kriteria hasil : Klien meningkat dalam aktivitas fisik
Intervensi :
 Periksa tingkat fungsionalitas mobilitas.

 Kaji kekuatan untuk melakukan ROM ke semua sendi.

 Pantau kebutuhan nutrisi yang berkaitan dengan imobilitas.

 Hadirkan lingkungan yang aman: rel tempat tidur, tempat tidur di posisi
bawah, barang penting yang dekat.

 Jalankan latihan ROM pasif atau aktif ke semua ekstremitas.

4. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Perubahan turgor (elastisitas


kulit)

Tujuan : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes

Kriteria hasil : Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi)
Intervensi :
 Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar

 Hindari kerutan pada tempat tidur

 Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering


 Monitor kulit akan adanya kemerahan

 Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan

 Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien

5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi terkait


penyakit
Tujuan : Kowlwdge : disease process
Kriteria hasil : Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis dan program pengobatan.
 Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik

 Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan


dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.

 Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara
yang tepat

 Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat

 Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat

 Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat

d. Trombositopenia
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
 Riwayat perdarahan
 Pemeriksaan adanya petekhie, perdarahan hidung, dan saluran cerna.
 Jumlah trombosit yang menurun.
 Aktifitas/ istirahat
-lemah
-lesu
 Sirkulasi
-Tekanan Darah menurun
-Nyeri
-susah tidur
-Cemas
 Eliminasi
-warna, frekuensi, baunya
-kencing menguning
 Pola makan
-gangguan nutrisi
-mual dan muntah
 Neuro Sensori
-kesadaran
-pusing dan pingsan
 Pernapasan
-Pernapasan semakin cepat dan dangkal

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI


a) Resiko tinggi perdarahan berhubungan penurunan jumlah trombosit dan
terganggunya sistem pembekuan darah
Goal : pasien akan mengurangi resiko terjadinya perdarahan :
Objektif : Pasien terhindar dari perdarahan, ditandai tidak adanya tanda – tanda
perdarahan, tekanan darah dalam batas normal 120/80 mmHg, trombosit dalam
batas normal 150.000-350.000 mg/dl.
Rencana Tindakan Rasional
Mandiri :
1. kaji tanda-tanda vital
rasional : identifikasi adanya penurunan kondisi tubuh akibat
trombositopenia
2. observasi sistem integumen
rasional : identifikasi terjadinya perdarahan dalam kulit akibat
trombositopenia
3. hindari klien dari trauma karena jatuh, dan benda-benda tajam
rasional : mencegah terjadinya perdarahan akibat malfungsi sistem
koagulasi darah
4. posisikan klien setiap 2 jam
rasional : mencegah terjadinya perdarahan dan inflamasi jaringan akibat
penekanan tulang
6. berikan pendidikan kesehatan tentang trombositopenia
rasional : agar pasien memahami pengertian trombositopenia, etiologi,
tanda dan gejala klinis, pemeriksaan lab serta klien bisa menerima kondisi
tubuhnya.
Kolaborasi :
7. awasi ketat hasil laboratorium seperti pemeriksaan trombosit dan limpa
rasional : identifikasi tingkat resiko perdarahan yang diakibatkan karena
penurunan trombosit
8. berikan infus trombosit
rasional : agar kadar trombosit dalam darah normal sehingga sistem darah
normal sehingga sistem koagulasi darah berfungsi dengan baik.
b.) Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan perdarahan
intadermal, petekhie,dan purpura.
Goal : pasien akan mempertahankan integritas kulit selama dalam
perawatan
Objektif : Kerusakan integritas kulit pasein tidak meluas atau berkurang,
deteksi dini pengobatan terhadap perdarahan.
Rencana Tindakan Rasional
1. Catat keadaan kulit pasien seperti adanya petekhie, purpura, dan memar.
Rasional : identifikasi itegritas kulit pasien
2.Hindari penggunaan alat-alat invasive jika meningkat.
Rasional : mencegah terjadinya perdarahan
3.Jelaskan pada pasien dan keluarga tindakan yang mungkin dilakukan jika
terjadi
perdarahan.
Rasional :Mendeteksi dini adanya perdarahan dan melaksanakan tindakan
lebih awal.Pasien dan keluarga kooperatif dalam keperawatan.

a) Nyeri berhubungan dengan kompensasi limpa terhadap penurunan


trombosit
Goal : pasien akan menurunkan rasa nyeri selama perawatan
Objektif : nyeriberkurang, pasien tampak rileks
Rencana tindakan rasional :
Mandiri
1. selidiki keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri
rasional : membantu mengkaji kebutuhan untuk intervensi,
dapatmengindikasikan terjadinya kompilasi
2. observasi tanda-tanda vital, perhatikan petunjuk nonverbal, misalnya
tegangan otot, dan gelisah
rasional : dapat membantu mengevaluasi pernyataan vrbal dan keefektifan
intervensi
3. berikan lingkungan yang tenang dan kurangi rangsangan penuh stress
rasional : menungkatkan istirahat dan meningkatkan kemampuan koping
4. tempatkan pada posisi nyamn dan sokong sendi, ekstremitas dengan
bantal/bantalan
rasional: dapat menurunkan ketidaknyamanan tulang / sendi
5. ubah posisi secara periodik dan berikan / bantu latihan rentang dengan
lembut
rasional: memperbaiki sirkulasi jaringan
6. berikan tindakan kenyamanan seperti pijatan, kompres dingin, dan
dukungan psikologis seperti motivasi
rasional : meminimalkan kebutuhan atau meningkatkanefek obat
7. ajarkan menggunakan teknik manajemen nyeri contoh latihan
relaksasi/napas dalam, bimbingan imajinasi, visualisasi
rasional : memudahkan relaksasi,terapi farmakologis tambahan, dan
meningkatkan kemampuan koping
Kolaborasi :
1. berikanobat sesuai indikasi
- agen ansietas seperti diazepam, lorazepam
- Analgesik seperti asetaminofen
Rasional : obat diberikan untuk meningkatkan kerja analgesik, diberikan
untuk nyeri
Catatan : hindari produk mengandung aspirin karena memiliki potensi
perdarahan
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/doc/257200475/ASKEP-talasemia-NIC-NOC-Edit-Sifa
https://www.scribd.com/doc/257200475/ASKEP-betatalasemia-NIC-NOC-Edit-Sifa
https://www.scribd.com/doc/257200475/ASKEP-polisitemia-vera-NIC-NOC-Edit-
Sifa
https://www.scribd.com/doc/257200475/ASKEP-trombositopenia-NIC-NOC-Edit-
Sifa
https://www.academia.edu/20592936/LP_dan_Askep_talasemia
https://www.academia.edu/20592936/LP_dan_Askep_betatalasemia
https://www.academia.edu/20592936/LP_dan_Askep_polisitemia_vera
https://www.academia.edu/20592936/LP_dan_Askep_trombositopemia

diakses tanggal 10 april 2019


pukul 15:00

Anda mungkin juga menyukai