Kelompok 2 Talasemia
Kelompok 2 Talasemia
DAN TROMBOSITOPEMIA
Oleh
Lisnawati Djafar (Pk 115 I Nyoman Triagus Jatiasa
017 020) (Pk 115 017 015)
Vika Puspita Sari (Pk 115 Friendly Osfaldo (Pk 115017
017 039) 012 )
Yunita (Pk 115 017 ) Dedi Indra Setiawan (Pk 115
Delvita Oktavia Kolu (Pk 017 043 )
115 017 008) Jamaluddin Muchtar (Pk
Aprianti Ntindi (Pk 115 017 115 017 016 )
046) Ekris Agustinata Winono
Serlyn Tondu (Pk 115 017 ) (Pk 115 017 010 )
Nurfadilah (Pk 115 017 047 ) Moh.Aditiya Marzuk(Pk
115 017 022)
Mukdianto Mahadju(Pk 115
017 025 )
SEMESTER IV
PRODI ILMU KEPERWATAN
B. ETIOLOGI
1. Talasemia
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang di
turunkan secara resesif di tandai oleh defisensi produksi globin pada
hemoglobin. Dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh
darah sehingga umur elitrosik menjadi pendek (Kurang dari 100 hari).
Kerusakan tersebut akibat hemoglobin tidak normal (Hemoglobinopati).
Kalasifikasi talasemia di bedakan atas :
a. Talasemia minor
b. Talasemia mayor
c. Talasemia intermedia
2. Betatalasemia
Kelainan produksi pada hemoglobin dalam darah hemoglobin
merupakan salah satu komponen yang berperan dalam sirkulasi oksigen ke
seluruh jaringan tubuh. Beta talasemia adalah dua gen yang terlibat dalam
pembuatan rantai beta hemoglobin. Beta thalassemia adalah sekelompok
kelainan darah bawaan. Yang disebabkan oleh berkurangnya atau tidak sintesis
rantai beta hemoglobin yang menghasilkan hasil variable mulai dari anemia
berat hingga individu tanpa gejala klinis
Thalasemia beta disebabkan gangguan pada gen beta yang terdapat pada
kromosom 11. Kebanyakan dari mutase talasemia beta disebabkan poin
mutation dibandingkan akibat delesi gen. penyakit ini diturunkan secara resesif
dan biasanya hanya terdapat disaerah tropis dan sub tropis serta didaerah
dengan prevalensi malaria yang endemic.
1. Talasemia beta o
Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin beta yang dihasilkan. 1/3
penderita talasemia mengalami tipe ini.
2. Talasemia beta +
Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin beta
terjadi. Sebanyaak 10-50% sintesis rantai globin beta yang normal
dihasilkan pada keadaan ini.
3. Polisitemia vera
C. PATOFISIOLOGI
a. Talasemia
Pada keadaan normal, disentesis hemoglobin a (adult : 1) yang terdiri
dari 2 rantai alfa dan 2 rantai beta. Kadarnya mencapai lebih kurang
95% dari seluruh hemoglobin. Sisanya terdiri dari hemoglobin A2
yang mempunyai 2 rantai alfa dari 2 ranta delta sedangkan kadarnya
tidak lebih dari 2% pada keadaan normal. Hemoglobin F (foetal )
setelah lahir fetus senantiasa menurun dan pada usia 6 bulan mencapai
kadar seperti orang dewasa, yaitu tidak lebih dari 4% pada keadaan
normal. Hemoglobin F terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gamma.
pada talasemia, 1 atau lebih dari 1 rantai globin kurang diproduksi
sehingga terdapat kelebihan rantai globin karena tidak ada pasangaan
dalam proses pembentukan hemoglobin normal orang dewasa(Hb A).
kelebihan rantai globin yang tidak terpakai akan mengendap pada
dinding eritrosit. Kedaan ini menyebabkan eritropoesis tidak efektif
dan eritrosit memberikan gambaran anemia hipokrom, mikrositer.
Pada talasemia produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan
kadar Hb menurun sedangkan produksi Hb A2 dan atau Hb f tidak
terganggu karena tidak memerlukan rantai beta dan justru
memproduksi lebih banyak dari pada keadaan normal, mungkin
sebagai usaha kompensasi. Eritropoesis didalam susunan tulang sangat
giat, dapat mencapai 5 kali lipat dari nilai normal, dan juga serupa
apabila ada eritopoesis ekstra medulla hati dan limfa. Destruksi
eritrosit dan prekusornya dalam sum-sum tulang adalah luas
(eritropoesis tidak efektif ) dan masa hidup eritrosit memndek dan
hemolysis.
PATHWAY THALASEMIA
b. Beta talasenia
Pada keadaan normal, disentesis hemoglobin a (adult : 1) yang
terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai beta. Kadarnya mencapai lebih
kurang 95% dari seluruh hemoglobin. Sisanya terdiri dari hemoglobin A2
yang mempunyai 2 rantai alfa dari 2 ranta delta sedangkan kadarnya tidak
lebih dari 2% pada keadaan normal. Hemoglobin F (foetal ) setelah lahir
fetus senantiasa menurun dan pada usia 6 bulan mencapai kadar seperti
orang dewasa, yaitu tidak lebih dari 4% pada keadaan normal.
Hemoglobin F terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gamma. pada
talasemia, 1 atau lebih dari 1 rantai globin kurang diproduksi sehingga
terdapat kelebihan rantai globin karena tidak ada pasangaan dalam proses
pembentukan hemoglobin normal orang dewasa(Hb A). kelebihan rantai
globin yang tidak terpakai akan mengendap pada dinding eritrosit.
Kedaan ini menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit
memberikan gambaran anemia hipokrom, mikrositer.
Pada talasemia produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan
kadar Hb menurun sedangkan produksi Hb A2 dan atau Hb f tidak
terganggu karena tidak memerlukan rantai beta dan justru memproduksi
lebih banyak dari pada keadaan normal, mungkin sebagai usaha
kompensasi. Eritropoesis didalam susunan tulang sangat giat, dapat
mencapai 5 kali lipat dari nilai normal, dan juga serupa apabila ada
eritopoesis ekstra medulla hati dan limfa. Destruksi eritrosit dan
prekusornya dalam sum-sum tulang adalah luas (eritropoesis tidak efektif
) dan masa hidup eritrosit memndek dan hemolysis.
c. Polisitemia vera
Keadaan yang diketahui sebagai polisitemia diakibatkan dari terlalu
banyak SDM. Polisitemia berarti kelebihan(poli) semua jenis sel (sitemia),
tetapi umumnya nama tersebut digunakan untuk keadaan yang volume SDM
nya melebhi normal. Keadaan ini mengakibatkan peningkatan viskositas dan
volume darah. Polisitemia primer atau vera, merupakan suatu gangguan
mieloproliferatif. Sel induk pluripoten abnormal.
Ditemukan juga eritrositosis yang nyata dengan kadar eritropoietin
normal atau rendah, serta leukositosis dan trombositosis. Polisitemia vera
merupakan penyakit progresif pada usia pertengahan, agak lebih banyak
mengenai laki-laki dari pada perempuan. Tanda-tanda dan gejala ini disebabkan
oleh peningkatan volume darah total dan eningkatan viskositas darah. Volume
plasma biasanya normal, dan terjadi vasodilatasi untuk menampung
peningkatan volume eritrosis. Gejala non spesifik, berfariasi dan sensasi “penuh
dikepala” sampai sakit kepala, pusing, kesulitan berkonsentrasi, pandangan
kabur, kelelahan, dan pluritus (gatal) setelah mandi. Peningkatan volume dan
viskositas darah (aliran darah lambat )bersama dengan peningkatan jumlah
trombosit dan fungsi trombosit abnormal mempermudah individu mengalami
thrombosis dan perdarahan.
Thrombosis merpakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas.
Penyakit ini berkembang dalam waktu 10-15 tahun. Selama waktu ini, limpa
dan hati membesar, disebabkan oleh kongesti eritrosit. Sum-sum tulang
menjadi fibrosis dan akhirnya menjadi non produktif karena “kehabisan tenaga”
atau beruba menjadi leukemia mielogenik akut, baik sebagai akibat dari
pengobatan atau perjalanan penyakit.
Kondisi-kondisi medis mendasar yang merangsang produksi
eritropoietin meliputi penyakit-penyakit kardiopilmonal yang menurunkan
saturasi O2 arteri atau tumor ginjal yang menurunkan aliran darah ginjal.
Keadaan tersebut juga terjadi pada orang yang hidup didaerah tinggi yang O2
atmosfirnya berkurang.
PATHWAY POLISITEMIA VERA
d. Trombositopemia
Normalnya trombosit hidup dalam sirkulasi darah antara 8 – 10 hari.
Oleh karena faktor tertentu seperti Autoimun (suatu kelainan pada sistem
imun yang disebabkan oleh produksi antibody yang menyerang trombisit,
sehingga jumlah trombosit menjadi sangat rendah, selain itu trombosit
yang dihasilkan mudah sekali pecah atau lisis), maka akan terjadi
kerusakan trombosit. Sehingga masa hidupnya berkurang menjadi 1 – 3
hari atau kurang. Keadaan ini yang kemudian menimbulkan
berkurangnya trombosit dalam sirkulasi darah.
Pathway
TROMBOSITOPENIA
Gejala Khas :
b. Betatalasenia
c. Polisitemia vera
d. Trombositopemia
a. Masa prodromal: keletihan, demam, dan nyeri abdomen
b. Riwayat pendarahan(ekimosis multiple,peteki,epistaksis)
Ekimosis yang bertambah dan perdarahan yang memanjang akibat
trauma ringan terjadi pada trombosit <50.000. petecie timul sebab
jumlah trombosit yang ada tidak mencukupi untuk membuat sumbat
trombosit dank arena penurunan resistensi kapiler darah. Pada
keadaan trombosit <20.000 terjadi perdarahan mukosa, jaringan
dalam, dan intracranial.
c. Anemia jika banyak darah yang hilang karena perdarahan
d. Simple easy bruising (mudah memar)
e. Perdarahan yang sukar atau lama berhenti dengan sendirinya seperti
mimisan ataupun gugi berdarah sewaktu sikat gigi.
E. KOMPLIKASI
a. Talasemia
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung.
Tranfusi darah yang berulang ulang dan proses hemolisis
menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga di
timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit,
jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat
tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat
trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda
hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian
terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung (Hassan dan
Alatas, 2002)
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah
transfusi telah diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg.
Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan
jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis,
karena peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2008)
b. Betatalasenia
c. Polisitemia vera
1. Penggumpalan darah
Kelebihan sel darah merah bisa membuat darah lebih padat dari
yang seharusnya. Darah yang lebih padat ini lama-lama aka
menyumbat aliran darah ke seluruh tubuh. Darah yang bertambah
padat dan penyumbatan pada aliran darah akan menimbulkan
penggumpalan darah. Penggumpalan darah ini bisa menjurus pada
penyakit kardiovaskular seperti serangan jantung. Bisa juga
berujung pada stroke dan masalah pada paru-paru.
2. Membesarnya organ limpa (splenomegaly)
Fungsi organ limpa adalah membantu tubuh melawan infeksi
dan menyaring materi yang tidak dibutuhkan tubuh seperti sel
darah yang sudah mati atau rusak.Meningkatnya sel darah merah
akibat polisitemia vera membuat jumlah darah ikut
melonjak.Kondisi ini membuat limpa harus bekerja keras dari
biasanya dan menyebabkan bentuknya membesar. Jika limpa terus
bertambah besar tidak terkendali, organ ini harus di angkat.
3. Masalah pada kulit
Polisitemia vera juga bisa menimbulkan rasa gatal pada kulit,
terutama setelah berendam atau mandi air panas. Pasien bisa saja
mengalami sensasi aneh atau perasaan terbakar pada kulitnya,
terutama kulit bagian lengan dan kaki. Ruam merah juga bisa
timbul terutama di wajah, telapak, atau cuping telinga.
4. Masalah lainnya akibat kelebihan eritrosit.
Komplikasi lainnya bisa meliputi peradangan pada bagian
lambung, sendi dan menimbulkan batu asam urat di organ ginjal.
5. Kelebihan sel darah merah bisa berhubungan degnan
komplikasi lainnya:
ulkus gastrikum
batu ginjal
bekuan darah di dalam vena dan arteri yang bisa menyebabkan
serangan jantung dan stroke dan bisa menyumbat aliran darah ke
lengan dan tungkai.
d. Trombositopemia
1. Komplikasi Maternal
Komplikasi ibu yang paling sering terjadi adalah perdarahan, baik
perdarahan ante partum, perdarahan intra partum, maupun perdarahan post
partum. Komplikasi lain yang harus diperhatian selama proses persalinan
adalah TTP (Trombotic Trombositopenic Purpura) juga merupakan yang
patut diwaspadai dan dimonitor dengan baik, walaupun isidennya jarang,
akan tetapi memerlukan terapi yang lebih agresif. Karena pada TTP
terbentuk trombi yang dapat menyebabkan iskemik selain juga menurunkan
jumlah trombosit dalam sirkulasi. TTp memiliki tingkat mortalitas yang
tinggi baik untuk ibu (44%) atau janin (80%). Sebagian besar TTP terjadi
ante partum dan hanya 11% terjadi post partum 11%.
2. Komplikasi fetal dan neonatal
Resiko trombositopenia fetal pada bayi yang lahir dari ibu yang
menderita ITP sekitar 10% dimana 1/3nya mengalami komplikasi
perdarahan.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Talasemia
Diagnosis untuk talasemia terdapat 2 yaitu secara screening test
dan devinitif test:
A. Screaning test
Didaerah endemic, anemia hipokromikrom mikrositik perlu
diragui sebagai gangguan talasemia.
Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat
dideteksi pada kebanyakan talasemia kecuali talasemia a
silent cirrier. Pemeriksaan apusan darah rutin dapat
membawa pada diagnosis telasemia tetapi kurang berguna
untuk screaning.
Pemeriksaan osmotic pragilitik (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fra
gilitieritrosit. Secara dasarnya resistan eritrosit untuk lisit
bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira.
Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari
tetapi hanya dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom
serta kurang memberi nilai diagnostiik.
Mode matematika membedakan anemia defisiensi besi dari
talasemia beta berdasarkan parameter jumlah eritrsit yang
digunakan.
B. Definitive test
Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan berbagai jenis tipe
hemoglobin didalam darah. Pada dewasa konstitusi normal
hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3% (anak
dibawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bias
mencapai 80%). Nilai abnormal bias digunakan untuk
diagnosis talasemia seperti pada talasemia minor Hb A2 4-
5,8% atau Hb F 2-5%, talasemia Hb H : Hb A2 kurang dari
2% dan talasemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropical
membangun, elektroporesis bias juga mendeteksi Hb C, Hb
S, Hb J.
Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, Hb A2 tidak terpisah baik
dengan Hb C. pemeriksaan menggunakan HPLC (high
performance liquid chromatografy) pula membolehkan
penghitungan actual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb
C atau Hb e. metode ini berguna untuk diagnose talasemia
beta karena ia bias mengidentifikasi hemoglobin dan
fariannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat
terutama Hb F dan Hb A2.
Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standar dalam mendiagnosis
talasemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat
menentukan tipe talasemia malah dapat juga menentukan
mutase yang berlaku.
2. Beta Talasemia
Pemeriksaannya sama dengan talasemia.
3. Polisitemia Vera
a. Pemeriksaan Fisik, yaitu ada tidaknya pembesaran limpa dan
penampilan kulit (eritema).
b. Pemeriksaan Darah
4. Trombositopenia
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan
adalah :
a. Pada pemeriksaan darah lengkap.
Pada pemeriksaan ini ditemukan bahwa Hb sedikit berkurang, eritrosit
normositer, bila anemi berat hypochrome mycrosyter. Leukosit meninggi
pada fase perdarahan dengan dominasi PMN. Pada fase perdarahan, jumlah
trombosit rendah dan bentuknya abnormal. Lymphositosis dan eosinofilia
terutama pada anak
b. Pemeriksaan darah tepi.
Hematokrit normal atau sedikit berkurang
c. Aspirasi sumsum tulang
Jumlah megakaryosit normal atau bertambah, kadang mudah sekali
morfologi megakaryosit abnormal (ukuran sangat besar, inti nonboluted,
sitoplasma berfakuola dan sedikit atau tanpa granula). Hitung (perkiraan
jumlah) trombosit dan evaluasi hapusan darah tepi merupakan pemeriksaan
laboratorium pertama yang terpentong.
G. PENATALAKSANAAN
a. Talasemia
1. Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahan kadar HB diatas
sepuluh gr/dl. Regumen hipertransfusi ini mempunyai keuntungan
klinik yang nyata memungkin aktivitas normal dengan nyaman,
mencegah ekspansi sumsum tulang dan masalah kosmetik progresif
yang terkait dengan perubahan tulang-tulang muka, dan meminimalkan
dilatasi jantung dan osteoporosis.
2. Transfuse dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah merah (PRC) biasanya
diperlukan setiap 4-5 minggu. Uji silang harus dikerjakan untuk
mencegah aloimunisasi dan mencegah reaksi transfusi. Lebih baik
digunakan PRC yang relative segar (>1minggu dalam antikoagulan
CPD ) walaupun dengan kehati-hatian yang tinggi, reaksi demam
akibat tranfusi lazim ada. Hal ini dapat diminimalkan dengan
menggunakan eritrosit yang direkonstitusi dari darah beku atau
penggunaan filter leukosit, dan dengan pemberian antipiretik sebelum
transfusi. Hemosiderosis adalah akibat terapi transfusi jangka panjang,
yang tidak dapat dihindari karena setiap 500 ml darah membawa kira-
kira 200 mg besi kejaringan yang tidak dapat dieksresikan secara
fisiologis.
3. Siderosis miokardium merupakan faktor penting yang ikut berperan
dalam kematian awal penderita. Hemosiderosis dapat diturunkan atau
bahkan dicegah dengan pemberian parenteral obat pengkelasi besi (iron
chelating drugs) deferoksamin, yang membentuk kompleks besi yang
dapat dieksresikan dalam urine. Kadar deferoksamin darah yang
dipertahankan tinggi adalah perlu di eksresi besi yang memadai. Obat
ini diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan
pompa portebel kecil (selama tidur, 5 atau 6 malam/ minggu penderita
yang menerima regimen ini dapat mempertahankan kadar feritin serum
kurang dari 1000 mg/ml yang benar-benar dibawah nilai toksit.
4. Terapi hipertransfusi mencegah spenomegali massif yang disebabkan
oleh eritropoeisis ekstramedula. Namun speletomin akhirnya
ditemukan karena ukuran ohgan tersebut atau karena hiperflenisme
sekunder.
5. Imunisasi pada penderita ini dengan vaksin hepatitis B, vaksin H.
influenza tipe B, dan vaksin polisakarida neumokkokus diharapkan dan
terapi profilasis penisilin juga dianjurkan.
b. Betatalasenia
c. Polisitemia vera
a. Pengobatan Medis
Fiebotomi
Fiebotomi dapat merupakan pengobatan yang adekuat bagi seorang
penderita selama bertahun-tahun. Tujuan prosedur tersebut ialah
mempertahankan hematokrit antara 42-47% untuk mencegah timbulnya
hiperviskositas. Pada permulaan, 250-500 cc darah dapat dikeluarkan
dengan blood donor collection set standar setiap 2 hari. Pada penderita
dengan penyakit veskular aterosklerotik yang serius, fiebotomi hanya
boleh sebanyak 250 cc untuk mencegah timbulnya bahaya iskemia
serebral. Indikasi flebotomi terutama pada semua pasien pada permulaan
penyakit dan penderita masih dalam usia subur. Sekitar 200 mg besi
dikeluarkan pada tiap 500 cc darah (normal total body iron kira-kira 5g).
Defisiensi besi merupakan tujuan pengobatan fiebotomi berulang. Gejala
defisiensi seperti glositis, keilosis, disfagia, dan astenia cepat hilangd
engan pemberian besi.
Fosfor Radiaktif (p32)
Pengobatan ini efektif, mudah dan relatif murah untuk penderita
yang tidak kooperatif atau dengan keadaan sosio-ekonomi yang tidak
memungkinkan untuk berobat secara teratur. P32 pertama kali diberikan
dengan dosis sekitar 2-3 mCi/m2 secara intravena. Dosis kedua diberikan
sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama. Panmielosis dapat dikontrol
dengan cara ini pada sekitar 80% penderita untuk jangka waktu sekitar 1-2
bulan dan mungkin berakhir 2 tahun atau lebih lama lagi. Sitopenia yang
serius setelah pengobatan ini jarang terjadi. Pasien diperiksa sekita 2-3
bulan sekali setelah keadaan stabil.
Kemoterapi
Obat alkilasi, terutama Chlorambucil Melphalan dan Busulfan. Busulfan:
induksi 0.05-0.01 mg/kg/hari oral, selama 4-6 minggu. Hidroksiurea 15-
25 mg/kg/hari oral, dalam dua dosis. Penderita dengan pengobatan cara ini
harus diperiksa lebih sering (sekitar dua sampai tiga minggu sekali).
Respons sangat pendek waktunya dans ering timbul mielosupresi yang
serius dan juga resiko lebih ebsar untuk menjadi leukemia akut.
Pengobatan Suportif
Hiperurisemia diobati dengan alopurinol 100-600 mg/hari oral
pada penderita dengan penyakit yang aktif. Pruritus dapat dikontrol dengan
Siproheptadin 4-16 mg/hari atau Kolestiramin 4 g 3 x sehari.
b. Terapi Non Farmakologis
Sebagai tambahan terapi, sejumlah langkah ini bisa dilakukan
untuk membantumengurangi atau mencegah timbulnya gejala PV:
Berhenti merokok atau mengunyah tembakau
Menjaga keseimbangan aktivitas dan istirahat
Hindari makanan kaya sodium atau garam. Makanan jenis ini
menyebabkan retensi cairan dan akan memperburuk gejala
Berolahraga teratur, pilih yang intensitasnya sedang misalnya
jalan kaki.Olahraga akan membanut meningkatkan sirkulasi dan
menjaga fungsi jantung
Konsumsi makanan sehat seimbang untuk menjaga berat badan
tetap ideal
Minum air putih
Sering bernafas dalam dan batuk. Nafas dalam dan batuk dapat
membantu menjaga saluran udara tetap terbuka dan mencegah
infeksi.
Mandi dengan air dingin, jika air hangat akan membuat kulit gatal-
gata
Keringkan kulit segera setelah mandi
Jangan menggaruk kulit
Hindari bahan atau pakaian yang mudah mengiritasi kulit,
misalnya penggunaan busana yang ketat bisa menyebabkan gatal-
gatal di kulit.
Oleskan lotion untuk menjaga kelembaban kulit
Lindungi tangan dan kaki dari cedera, panas, udara dingin, serta
tekanan
Jangan mengejan ketika buang air besar
Lakukan peregangan untuk dan pergelangan kaki untuk mencegah
terjadinya penggumpalan pada pembuluh di kaki
Periksa kaki secara teratur dan konsultasikan ke dokter jika
terdapat luka.
TERAPI POLISITEMIA VERA YANG
DIREKOMENDASIKAN
1. Plebotomi untuk mempertahankan hematokrit < 45%
2. Aspirin dosis rendah ( jika tidak ada kontra indikasi )
3. Terapi faktor resiko trombosis secara agresif ( perokok hipertensi
hiperkolesterolemia, obesitas )
4. Pertimbangkan sitoreduksi jika
(i) Pasien tidak toleransi dengan plebotomi
(ii) Trombositosis
(iii) Spenomegali progresif
5. Pilihan terapi sitoreduksi
(i) Umur < 40 tahun – Interferon α
(ii) Umur > 40 tahun – Hidroksiurea
d. Trombositopemia
Penatalaksanaan trombositopnia dilakukan dengan menghentikan
factor penyebab, misalnya karena kemoterapi atau radioterapi, disamping
itu dilakukan transfuse trombosit.
1. Kortikosteroid
Pilihan awal adalah dengan pemberian kortikosteroid yang sering
digunakan prednisone, dosis 1/mg BB atau hari selama satu sampai 3 bulan.
Bila diperlukan parenteral (injeksi) methylprenison sodium suxinadosis 1
g/hari selama 3 hari (RS DR. suetomo, 2008). Efek steroid (prednisone)
tampak setelah 24-48 hari(hanidin 1978). Angka kesembuhan 60-79%.
Apabila lebih dari 4 minggu pasien tidak merespon pemberian prednisone,
prednisone jangan diberikan lagi.
2. Splenektomi
Bila terapi steroid dianggap gagal, segera dilanjutkan splenektomi.
Angka keberhasilannya 70-100%. Spelektomi bertujuan untuk mencegah
dekstruksi trombosit yang telah diliputi antibodi dan menurunkan sintesis
antibodi platelet.
3. Kombinasi kemoterapi imunoglobin.
4. Terapi suporti PTI kronis
a. Membatasi aktivitas yang beresiko trauma
b. Hindari obat yang ganggu fungsi trombosit
c. Transfuse PRC sesuai kebutuhan. Bila terjadi perdarahan darurat
(perdarahan otak, dan persalinan) dapat diberikan imunoglobin,
kortikosteroid, transfusitrombosit, dan splenoktomi darurat.
d. Transfuse perdarahan bila : perdarahan massif, adanya ancaman
perdarahan otak/SSP, persiapan untuk operasi besa.
B. Diagnosa
1. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Penurunan
komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen ke sel
2. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan Faktor Bilogis : Thalasemia
3. Resiko Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dan kebutuhan
4. Resiko infeksi berhubungan dengan Pertahanan sekunder tidak adekuat :
Penurunan Hb, Transfusi darah rutin
C. Intervensi
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan a. Observasi TTV, warna kulit, tingkat
keperawatan selama 2 X 24 jam, kesadaran dan keadaan ekstremitas
Gangguan perfusi jaringan teratasi b. atur posisi semi fowler
dengan Kriteria Hasil : c. kolaborasi dengan dokter pemberian
1. TTV normal : N 80-110x/m, R tranfusi darah, pantau penggunaan produk
20-30x/m darah, kaji tanda reaksi transfusi.
2. Ekstremitas hangat d. pemberian O2 jika perlu, tingkatkan
3. Warna kulit tidak pucat oksigenasi jaringan, pantau adanya
4. Hb normal 12-16 gr/dl hipoksia, sianosis, hiperventilasi,
peningkatan denyut apex.
Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi
keperawatan selama 2 X 24 jam, 1. Kaji adanya alergi makanan
Kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi 2. Kolaborasi dengan ahli gizi utnuk
dengan Kriteria hasil : menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
1. menunjukkan peningkatan BB dibutuhkan pasien
tidak terjadi malnutrisi 3. Anjurkan pasien untuk mengningkatkan
2. BB ideal sesuai dengan TB intake zat besi
3. Mampu mengidentifikasi 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
kebutuhan nutrisi protein dan vitamin C
4. Tidak terjadi penurunan BB 5. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
berarti kalori
6. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi
Monitoring nutrisi
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan BB
3. Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
4. Monitor mual muntah
5. Monitor kadar albumin, total protein, Hb
dan Ht
6. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjingtiva
7. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
8. Monitor kalori dan intake nutrisi
Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi adanya tanda kerja fisik dan
keperawatan selama 2 X 24 jam, keletihan
2. Pertahankan posisi fowler tinggi
Intoleransi aktivitas dapat teratasi 3. Beri oksigen suplemen
dengan Kriteria hasil: 4. Ukur TTV selama istrahat
1. Klien dapat melakukan 5. Antisipasi dan bantu aktivitas sehari-hari
aktivitasnya secara mandiri 6. Beri aktivitas bermain pengalihan yang
meningkatkan istrahat dan tenang
2. Beta talasemia
3. Poisetamia vera
a. Pengkajian
1. Sistim Sirkulasi
- Gejala:
riwayat kehilangan darah kronis
riwayat endokarditis infektif kronis
palpitasi
- Tanda:
Tekanan darah : Peningkatan sistolik dengan diastolic stabil dan
tekanan nadi melebar, hipotensi postural.
Disritmia : EKG misal:depresi segmen ST dan pendataran atau
depresi gelombang T jika terjadi takikardia.
Denyut nadi : takikardi dan melebar
Ekstremitas : Warna pucat pada kulit dan membran mukosa
(konjongtiva,mulut, faring, bibir dan dasar kuku)
Sklera : Biru atau putih seperti mutiara.
Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan
vasokonstriksi kompensasi)
Kuku : Mudah patah.
Rambut : Kering dan mudah putus.
2. Sistim Neurosensori
- G ejala:
sakit kepala,berdenyut,pusing,vertigo,tinnitus,ketidakmampuan
berkosentrasi
- Tanda:
Keletihan,kelemahan,malaise umum
kehilangan produktivitas,penurunan semangat untuk bekarja
toleransi terhadap latihan rendah
kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak
- Tanda:
Takikardia/takipnea,dispnea pada bekerja atau istirahat.
Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya. \
Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
Ataksia,tubuh tidak tegak
6. Sistim Seksualitas
- Gejala: hilang libido (pria dan wanita), impoten
- Tanda: Serviks dan dinding vagina pucat.
7. Sistim Keamanan dan Nyeri
- Gejala:
riwayat pekarjaan yang terpapar terhadap bahan kimia
riwayat kanker
tidak toleran terhadap panas dan dingin
transfusi darah sebelumnya
gangguan penglihatan
penyembuhan luka buruk
sakit kepala dan nyeri abdomen samar
-Tanda:
Demam rendah, menggigil, dan berkeringat malam.
Limfadenopati umum
Petekie dan ekimosis.
Nyeri abdomen samar dan sakit kepala.
b. Diagnose
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan perubahan
afinitas hemoglobin untuk oksigen .
c. Intervensi
Hadirkan lingkungan yang aman: rel tempat tidur, tempat tidur di posisi
bawah, barang penting yang dekat.
Kriteria hasil : Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi)
Intervensi :
Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara
yang tepat
Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
d. Trombositopenia
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Riwayat perdarahan
Pemeriksaan adanya petekhie, perdarahan hidung, dan saluran cerna.
Jumlah trombosit yang menurun.
Aktifitas/ istirahat
-lemah
-lesu
Sirkulasi
-Tekanan Darah menurun
-Nyeri
-susah tidur
-Cemas
Eliminasi
-warna, frekuensi, baunya
-kencing menguning
Pola makan
-gangguan nutrisi
-mual dan muntah
Neuro Sensori
-kesadaran
-pusing dan pingsan
Pernapasan
-Pernapasan semakin cepat dan dangkal