PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
merupakan salah satu penyakit menular yang diprioritaskan dalam program pencegahan dan
pemberantasan penyakit. Penyakit DBD merupakan penyakit demam akut yang berpotensi
menyebabkan kematian (Mansjoer, 2000). Penyakit ini ditularkan melalui gigitan vektor
nyamuk jenis Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang terinfeksi oleh virus dengue yang
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti betina (Ginanjar, 2008).
Infeksi virus dengue terjadi secara endemis di Indonesia selama dua abad terakhir dari
gejala yang ringan dan self limiting disease. Dalam beberapa tahun terakhir, penyakit ini
memiliki manifestasi klinis yang semakin berat sebagai demam berdarah dengue dan
frekuensi kejadian luar biasa meningkat. Indonesia merupakan negara dengan jumlah
populasi yang padat mencapai 245 juta penduduk. Walaupun demikian, penyakit dengue
banyak dilaporkan di kota besar dan pedesaan di Indonesia dan telah menyebar sampai di
desa-desa terpencil oleh karena perpindahan dan kepadatan penduduk yang tinggi (Karyanti
& Hadinegoro, 2009).
Tahun 2012 di Indonesia jumlah penderita DBD dilaporkan sebanyak 90.245 kasus
dengan jumlah kematian 816 orang. Dari jumlah tersebut angka kesakitan atau Incidence
Rate (IR) sebanyak 37,11 per 100.000 penduduk dan case fatality rate (CFR) 0,90%. Terjadi
peningkatan jumlah kasus tahun 2012 dibandingkan tahun 2011 sebanyak 65.725 kasus IR
27,67 per 100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2013).
Sejak tahun 1968-1995 di Indonesia kasus DBD terutama menyerang kelompok umur 5-14
tahun, tetapi setelah tahun 1984 insidens kelompok umur lebih dari 15 tahun meningkat dari
tahun ke tahun. Pada tahun 2007 di Provinsi DKI Jakarta, persentase kasus DBD terbanyak
merupakan kelompok umur 5-14 tahun (36%), diikuti kelompok umur lebih dari 5 tahun
(31%), kelompok 15-44 tahun (22%) dan lebih dari 45 tahun (11%). Data dari tahun 2006
menunjukkan proporsi jenis kelamin lelaki lebih banyak dibanding perempuan pada semua
kelompok umur (Karyanti & Hadinegoro, 2009). Penyakit DBD dapat menyerang semua
umur baik anak-anak maupun dewasa. Penyakit ini menyerang segala usia tetapi beberapa
penelitian menunjukkan bahwa anak-anak lebih rentan terhadap penyakit yang berpotensi
mematikan ini (Ginanjar, 2008).
1
Menurut Anwar (2000) dalam Kusumawati dkk (2007), faktor resiko yang
mempengaruhi penyakit DBD dalam pengetahuan misalnya pengetahuan tentang penyebab,
tanda atau gejala, cara penularan dan pencegahan penyakit DBD. Faktor sikap dan tindakan
misalnya sikap dan tindakan terhadap upaya penanggulangan DBD serta kebiasaan
masyarakat juga berperan dalam penularan DBD (Kusumawati dkk, 2007). Perilaku
masyarakat mempunyai peranan cukup penting terhadap penularan DBD. Namun, perilaku
tersebut harus didukung oleh pengetahuan, sikap, dan tindakan yang benar sehingga dapat
diterapkan dengan benar. Sekarang ini masih ada anggapan berkembang di masyarakat yang
menunjukan perilaku tidak sesuai seperti anggapan bahwa DBD hanya terjadi di daerah
kumuh dan pemberantasan sarang nyamuk tidak tampak jelas hasilnya dibanding fogging.
Anggapan seperti ini sering diabaikan, padahal sangat berpengaruh terhadap perilaku
masyarakat dalam mengambil keputusan khususnya terhadap penularan DBD (Zuiraini,
2005).
Sasaran pendidikan kesehatan di Indonesia menurut Fitriani (2011) berdasarkan pada
program pembangunan Indonesia adalah sekolah. Sekolah menjadi sasaran utama untuk
program pencegahan DBD dikarenakan beberapa hal diantaranya anak usia sekolah
merupakan kelompok umur yang paling susceptible terserang DBD dan lebih banyak
menghabiskan waktu siang hari di sekolah (Mc Farlane & Anderson, 2007). Selain itu,
lingkungan sekolah yang kurang sehat juga dapat meningkatkan resiko pada anak terkena
gigitan vektor nyamuk Aedes aegypti yang mengandung virus dengue yang efektif
menggigit pada siang hari (Depkes RI, 2005).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat disimpulkan rumusan
masalah “ Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) “ guna
membawa klien ke tingkat penyembuhan yang optimal.
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penyusunan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus.
3
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan memahami
tentang konsep dasar penyakit Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) dan asuhan
keperawatan Dengue Hemorrhagic Fever (DHF).
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar penyakit Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) yang meliputi definisi, etiologi, manifestasi klinis,
anatomi fisiologi ginjal, patofisiologi, pathways, pemeriksaan penunjang, dan
penatalaksanaan.
b. Dapat mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi ( Nurse Care Planning / NCP ), dan evaluasi keperawatan.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Ilmu Keperawatan
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memperkaya ilmu keperawatan
khususnya tentang kasus penyakit Dengue Hemorrhagic Fever (DHF).
2. Bagi Institusi Pendidikan
Untuk menambah koleksi pustaka tentang ilmu keperawatan khususnya
tentang Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
di STIKes Cahaya Bangsa Banjarmasin.
3. Bagi ( Ruang Akasia ) RSUD dr. H. Andi Abdurrahman Noor Tanah Bumbu.
Makalah ini diharapkan bisa menjadi rujukan dalam memberikan asuhan
keperawatan klien dengan Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) yang dirawat di ( Ruang
Akasia ) RSUD dr. H. Andi Abdurrahman Noor Tanah Bumbu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
A. Definisi
Sindroma Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein yang mengakibatkan kehilangan
urinarius yang massif ( Whaley & Wong, 2013).
Sindroma nefrotik adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan
protein karena kerusakan glomerulus yang difus ( Luckman, 2016 ). Sindrom Nefrotik
ditandai dengan proteinuria masif ( ≥ 40 mg/m2 LPB / jam atau rasio protein / kreatinin
pada urine sewaktu > 2mg/mg), hipoproteinemia, hipoalbuminemia ( ≤ 2,5 gr/dl ), edema,
dan hiperlipidemia (Behrman, 2011).
Nefrotik sindrom merupakan gangguan klinis ditandai oleh (1) peningkatan protein
dalam urin secara bermakna ( proteinuria ) (2) penurunan albumin dalam darah (3) edema,
dan (4) serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hyperlipidemia).
Tanda-tanda tersebut dijumpai di setiap kondisi yang sangat merusak membran kapiler
glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus (Brunner & Suddarth,
2011).
Whaley and Wong (2010) membagi tipe-tipe Sindrom Nefrotik :
1. Sindroma Nefrotik lesi minimal (MCNS: Minimal Change Nefrotik Sindroma) :
Merupakan kondisi yang tersering yang menyebabkan sindroma nefrotik pada anak usia
sekolah.
2. Sindroma Nefrotik Sekunder : Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler kolagen,
seperti lupus eritematosus sistemik dan purpura anafilaktoid, glomerulonefritis, infeksi
sistem endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
3. Sindroma Nefirotik Kongenital : Faktor herediter sindroma nefrotik disebabkan oleh
gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindroma nefrotik, usia gestasinya pendek dan
gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua
pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan bayi jika
tidak dilakukan dialisis.
B. Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi dua menurut Muttaqin, 2012 adalah:
5
1. Primer, yaitu berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti glomerulonefritis, dan
nefrotik sindrom perubahan minimal
2. Sekunder, yaitu yang diakibatkan infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik
lain, seperti diabetes mellitus, sistema lupus eritematosus, dan amyloidosis
C. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis menurut Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 2 (2001),
manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya lunak dan cekung bila
ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan di sekitar mata (periorbital), pada area
ekstremitas (sakrum, tumit, dan tangan), dan pada abdomen (asites). Gejala lain seperti
malaese, sakit kepala, iritabilitas dan keletihan umumnya terjadi.
6
Kedudukan ginjal di belakang dari kavum abdominalis di belakang peritoneum
pada kedua sisi vertebra lumbalis III melekat langsung pada dinding abdomen. Manusia
memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal ini terletak
di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal
terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Ginjal kanan biasanya terletak
sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati.Sebagian dari bagian atas
ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua
lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan
(Astuti, 2013).
Unit fungsional ginjal
Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari satu
juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air
dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian
mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan
lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme
pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut
urin (Astuti, 2013).
Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula
(atau badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus).Setiap korpuskula
mengandung gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang berada dalam kapsula
Bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari
glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring
melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman karena
adanya tekanan dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan
masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat
arteri eferen (Astuti, 2013).
7
Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui
ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat
dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output
(Astuti, 2013).
E. Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria
sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh
karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui
yang terkait dengan hilangnya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada
sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang
sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran
glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Latas, 2012 : 383).
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadinya proteinuria. Kelanjutan dari
proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunya albumin, tekanan osmotic
plasma menurun sehingga cairan intravascular berpindah ke dalam intertisial. Perpindahan
cairan tersebut menjadikan volume cairan intravascular berkurang, sehingga menurunkan
jumlah aliran darah ke renal karena hipovolemi. Menurunya aliran darah ke renal, ginjal
akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin angiotensin dan
peningkatan sekresi antideuretik hormone (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian
menjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi natrium dan air, akan menyebabkan edema
(Wati, 2012).
Terjadi peningkatan cholesterol dan Triglicerida serum akibat dari peningkatan
stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin atau penurunan onkotik
plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam
hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam
urin (lipiduria). Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan
disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hyperlipidemia, atau defisiensi seng. (Suriadi
dan yuliani, 2011 : 217).
Protein & albumin lolos dalam Kegagalan dalam proses Kebocoran molekul besar
filtrasi & masuk ke urine filtrasi (immunoglobulin)
Protein dalam urine meningkat Protein dalam darah menurun Pengeluaran IgG dan IgA
Gangguan imunitas
Pembengkakan Ekstravaksi cairan SINDROM NEFROTIK
pada periorbita
Resiko infeksi
Penumpukan Volume intravaskuler
Mata cairan ke ruang
intestinum
ADH Reabsorbsi air
Oedema
Merangsang
Efek vasokontriksi arterioral perifer reabsorbsi Na+ dan air
F. Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosis sindrom nefrotik tidak ditentukan dengan hanya penampilan
klinis. Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan
penunjang berikut yaitu urinalisis, pemeriksaan sedimen urin, pengukuran protein urin,
albumin serum, pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan immunologis, USG
renal, biopsi ginjal, dan darah, dimana :
1. Urinalisis
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguri ) yang terjadi dalam 24-48
jam setelah ginjal rusak, warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah,
Hb, Monoglobin, Porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal.
Protein urin meningkat (nilai normal negatif). Urinalisis adalah tes awal diagnosis
sindrom nefrotik. Proteinuria berkisar 3+ atau 4+ pada pembacaan dipstik, atau melalui
tes semikuantitatif dengan asam sulfosalisilat, 3+ menandakan kandungan protein urin
sebesar 300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih yang masuk dalam
nephrotic range.
2. Pemeriksaan sedimen urin
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel sel yang
mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, torak hialin
dan torak eritrosit.
3. Pengukuran protein urin
10
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single spot collection.
Timed collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam, mulai dari jam 7 pagi
hingga waktu yang sama keesokan harinya. Pada individu sehat, total protein urin ≤ 150
mg. Adanya proteinuria masif merupakan kriteria diagnosis. Single spot collection lebih
mudah dilakukan. Saat rasio protein urin dan kreatinin > 2g/g, ini mengarahkan pada
kadar protein urin per hari sebanyak ≥ 3g.
4. Albumin serum
kualitatif : ++ sampai ++++
kuantitatif : > 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai reagen ESBACH)
5. Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis
6. USG renal: terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.
7. Biopsi ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN kongenital, onset usia > 8 tahun,
resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat manifestasi nefritik
signifikan. Pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya, biopsy mungkin diperlukan
untuk diagnosis. Penegakan diagnosis patologi penting dilakukan karena masing-
masing tipe memiliki pengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting untuk
membedakan minimal-change disease pada dewasa dengan glomerulosklerosisfokal,
karena minimal-change disease memiliki respon yang lebih baik terhadap steroid.
Prosedur ini digunakan untuk mengambil sampel jaringan pada ginjal yang kemudian
akan diperiksa di laboratorium. Adapun prosedur biopsi ginjal sebagai berikut :
a. Peralatan USG digunakan sebagai penuntun. USG dilakukan oleh petugas radiologi
untuk mengetahui letak ginjal.
b. Anestesi (lokal).
c. Jarum (piston biopsi). Apabila tidak ada piston biopsi dapat menggunakan jarum
model TRUCUT maupun VIM SILVERMAN.
d. Tempat (pool bawah ginjal, lebih disukai ginjal kiri).
e. Jaringan yang didapatkan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu untuk
pemeriksaan mikroskop cahaya & imunofluoresen.
f. Setelah biopsi.
1) Berikan pasien tengkurap kurang lebih sejam, tetapi apabila pada posisi
tengurap pasien mengalami sejas nafas maka biopsi dilakukan pada posisi
duduk
2) Anjurkan untuk minum banyak
11
3) Monitor tanda-tanda vital terutama tekanan darah, & lakukan pemeriksaan lab
urin lengkap.
g. Apabila tidak terdapat kencing darah (hematuria) maka pasien dipulangkan.
Biasanya untuk pada pasien yang beresiko rendah, pagi biopsi sore pulang (one day
care ).
8. Darah
Hb menurun adanya anemia, Ht menurun pada gagal ginjal, natrium meningkat tapi
biasanya bervariasi, kalium meningkat sehubungan dengan retensi dengan perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah nerah). Penurunan
pada kadar serum dapat menunjukkan kehilangan protein dan albumin melalui urin,
perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena kekurangan
asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun : kurang dari atau
sama dengan 220 mg/dl). Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai Protein total menurun
(N: 6,2-8,1 gm/100ml), Albumin menurun (N:4-5,8 gm/100ml), α1 globulin normal (N:
0,1-0,3 gm/100ml), α2 globulin meninggi (N: 0,4-1 gm/100ml), β globulin normal
(N: 0,5-0,9 gm/100ml), γ globulin normal (N: 0,3-1 gm/100ml), rasio
albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen C3 normal/rendah (N: 80-120 mg/100ml),
ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal. ( Siburian, 2013)
G. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal. Menjaga
pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa hari mungkin diperlukan untuk
meningkatkan diuresis guna mengurangi edema. Masukan protein ditingkatkan untuk
menggantikan protein yang hilang dalam urin dan untuk membentuk cadangan protein di
tubuh. Jika edema berat, pasien diberikan diet rendah natrium. Diuretik diresepkan untuk
pasien dengan edema berat, dan adrenokortikosteroid (prednison) digunakan untuk
mengurangi proteinuria (Brunner & Suddarth, 2011).
Medikasi lain yang digunakan dalam penanganan sindrom nefrotik mencakup agens
antineoplastik (Cytoxan) atau agens imunosupresif (Imuran, Leukeran, atau siklosporin),
jika terjadi kambuh, penanganan kortikosteroid ulang diperlukan (Brunner & Suddarth,
2011).
13
Sumber Kacang-kacangan dan Kacang-kacangan yang diasinkan aatu
protein aneka olahannya diawetkan
nabati
Sayuran Semua jenis sayuran segar Sayuran yang diasinkan atau diawetkan
Buah- Semua macam buah- Buah-buahan yang diasinkan atau
buahan buahan segar diawetkan
Minum Semua macam minuman Teh kental atau kopi. Minuman yang
yang tidak beralkohol mengandung soda dan alkohol: soft drink,
arak, ciu, bir
Lainnya Semua macam bumbu Makanan yang berlemak, penggunaan
secukupnya santan kental, bumbu: garam, baking
powder, soda kue, MSG, kecap, terasi,
ketchup, sambal botol, petis, tauco, bumbu
instan, dan sebagainya
H. Analisa Data
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
1) Umur: Lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah (3-6 th).
Ini dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh dan kelainan
genetik sejak lahir.
2) Jenis kelamin: Anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak perempuan
dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6 tahun terjadi
perkembangan psikoseksual : dimana anak berada pada fase oedipal/falik
dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah
genitalnya. Kebiasaan ini dapat mempengaruhi kebersihan diri terutama daerah
genital. Karena anak-anak pada masa ini juga sering bermain dan kebersihan
tangan kurang terjaga. Hal ini nantinya juga dapat memicu terjadinya infeksi.
3) Agama
4) Suku/bangsa
5) Status
6) Pendidikan
7) Pekerjaan
14
b. Identitas penanggung jawab
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan hubungannya
dengan klien.
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama: Kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut membesar
(adanya acites)
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawatan perlu menanyakan hal
berikut:
3) Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
4) Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai dengan
adanya keluhan pusing dan cepat lelah
5) Kaji adanya anoreksia pada klien
6) Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perawat perlu mengkaji:
1) Apakah klien pernah menderita penyakit edema?
2) Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan penyakit
hipertensi pada masa sebelumnya?
3) Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan
adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang memicu
timbulnya manifestasi klinis sindrom nefrotik
f. Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
1) Pola nutrisi dan metabolisme: Anoreksia, mual, muntah.
2) Pola eliminasi: Diare, oliguria.
3) Pola aktivitas dan latihan: Mudah lelah, malaise
4) Pola istirahat tidur: Susah tidur
5) Pola mekanisme koping : Cemas, maladaptif
6) Pola persepsi diri dan konsep diri : Putus asa, rendah diri
g. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
15
2) Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
3) Kesadaran: biasanya compos mentis
4) TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
5) Pemeriksaan sistem tubuh
a) B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas walau
secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase
lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang
merupakan respons terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
b) B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari
peningkatan beban volume.
c) B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status
neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia
pada sistem saraf pusat.
d) B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.
f) B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari
edema tungkai dari keletihan fisik secara umum
h. Pemeriksaan Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama
albumin. Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran
glomerulus.(Astuti, 2014; Munandar, 2014).
I. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
Batasan Karakteristik :
1) Edema
2) Asites
16
3) Anasarka
4) Gangguan pola nafas
5) Oliguria
6) Penambahan berat badan dalam waktu singkat
7) Perubahan berat jenis urine (NANDA, 2015)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
biologis (hipoproteinemia) dan kurang asupan makanan (anoreksia)
Batasan Karakteristik :
1) Cepat kenyang setelah makan
2) Gangguan sensasi rasa
3) Kurang minat pada makanan (NANDA, 2015)
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit (edema)
Batasan Karakteristik :
1) Berfokus pada penampilan masa lalu
2) Menghindari melihat tubuh
3) Menghindari menyentuh tubuh
4) Menyembunyikan bagian tubuh
5) Takut reaksi orang lain. (NANDA, 2015)
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukous dengan jumlah
berlebihan (efusi pleura)
Batasan Karakteristik :
1) Suara nafas tambahan
2) Perubahan frekuensi dan irama napas
3) Sianosis
4) Dipsneu
5) Gelisah (NANDA, 2015)
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penekanan tubuh terlalu
dalam akibat edema
Batasan Karakteristik :
1) Perubahan karakteristik kulit (warna, elastisitas, rambut, kelembapan, kuku,
sensasi, suhu)
2) Waktu pengisian kapiler > 3 detik
3) Warna tidak kembali ke tungkai saat tungkai diturunkan
4) Edema
17
5) Parestesia (NANDA, 2015)
6. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nafas tidak adekuat
Batasan Karakteristik :
1) Perubahan kedalaman pernapasan
2) Penurunan tekanan ekspirasi
3) Bradipnea
4) Dipsnea
5) Penurunan ventilasi semeniit (NANDA, 2015)
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
Batasan Karakteristik :
1) Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
2) Dipsnea setelah beraktivitas
3) Menyatakan merasa letih
4) Menyatakan merasa lemah (NANDA, 2015)
8. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung
Batasan Karakteristik :
1) Bradikardia
2) Palpitasi jantung
3) Perubahan elektrokardiogram (EKG) (aritmia, abnormalitas konduksi, iskemia)
4) Takikardia (NANDA, 2015)
18
J. Nursing Care Planning ( NCP )
Diagnosa NOC NIC
No
Keperawatan (Nursing Outcome) (Nursing Intervention Clasification)
1. Kelebihan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .....x 24 jam diharapkan Fluid menegement :
volume cairan keseimbangan cairan klien terpenuhi. Timbang berat badan setiap hari dan monitor status
tubuh Kriteria Hasil : pasien.
berhubungan Fluid Balance Pertahankan intake dan out put yang akurat.
Indikator IR ER
dengan Pasang urine cateter ( jika diperlukan )
Tekanan darah dalam batas yang diharapkan
gangguan Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa,
Rata – rata tekanan arteri dalam batas yang diharapkan
mekanisme nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ) jika diperlukan.
Tekanan vena sentral dalam batas yang diharapkan
regulasi. Monitor hasil lab. yang sesuai dengan retensi cairan
Nadi perifer teraba jelas
(BUN, Hmt, osmolaritas urine ).
Tidak ada hipotensi ortostatik
Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP,
Intake dan out put 24 jam seimbang
dan PCWP.
Tidak ada suara nafas tambahan
Monitor vital sign.
BB stabil
Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan ( crades, CVP,
Tidak ada asites
edema, distensi vena leher, asites )
JVP tidak tampak
Monitor berat klien sebelum dan sesudah dialisis.
Tidak terdapat edema perifer
Kaji lokasi dan luasnya edema.
Tidak ada sunken eyes
Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake
Pusing tidak ada
kalori harian.
Tidak terdapat haus abnormal
19
Hidrasi kulit Monitor status nutrisi
Membrane mukosa lembab Berikan cairan dengan tepat.
Elektrolit serum dalam batas normal Berikan diuretik sesuai dengan instruksi.
Hematokrit dalam batas normal Berikan cairan IV pada suhu ruangan.
Tidak terdapat endapan urine Dorong masukan oral.
Berikan penggantian nasogastrik sesuai out put.
Keterangan : Dorong keluarga untuk membantu klien makan.
1. Keluhan ekstrim
Tawarkan snak ( jus buah, buah segar ).
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatremia dilusi
4. Keluhan ringan dengan serum Na < 130 mg / l.
5. Tidak ada keluhan
Monitor respon klien terhadap terapi elektrolit.
Kolaborasi dengan dokter jika tanda cairan berlebih
muncul memburuk.
Atur kemungkinan tranfusi.
Persiapan untuk tranfusi
Fluid monitoring ( monitor cairan )
Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan
eliminasi.
Monitor BB
Monitor serum dan elektrolit urine.
Monitor serum dan osmolaritas urine.
20
Monitor BP < HR dan RR.
Monitor membran mukosa, turgor kulit dan rasa haus.
2. Ketidakseimba Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan 1. Monitor kalori dan asupan makanan.
ngan nutrisi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi, 2. Lakukan atau bantu pasien terkait perawatan mulut
kurang dari dengan kriteria hasil : sebelum makan.
kebutuhan Indikator IR ER 3. Pastikan makanan disajikan secara menarik dan pada
tubuh Intake makanan dan cairan suhu yang paling cocok untuk konsumsi secara optimal.
berhubungan Energi 4. Anjurkan pasien terkait dengan kebutuhan diet untuk
dengan faktor Masa tubuh kondisi sakit.
biologis Berat badan 5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
(hipoproteinem Ukuran kebutuhan nutrisi secara biokimia kalori dan nutrisi yang dibutuhkan.
ia) dan kurang Keterangan :
asupan 1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
makanan
3. Keluhan sedang
(anoreksia) 4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
3. Gangguan citra Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan 1. Monitor apakah anak bisa melihat bagian tubuh mana
tubuh gangguan citra tubuh dapat teratasi, dengan kriteria hasil : yang berubah.
berhubungan Indikator IR ER 2. Identifikasi strategi-strategi penggunaan koping oleh
dengan Citra tubuh positif orangtua dalam berespon terhadap perubahan
penyakit Mendeskripsikan secara fluktual perubahan funsi tubuh. penampilan anak.
(edema) Mempertahankan interaksi sosial 3. Bangun hubungan saling percaya dengan anak.
21
Keterangan : 4. Gunakan gambaran mengenai gambaran diri.
1. Keluhan ekstrim 5. Ajarkan untuk melihat pentingnya respon mereka
2. Keluhan berat
terhadap perubahan tubuh anak dan penyesuaian di masa
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan depan, dengan cara yang tepat. (NIC, 2013)
5. Tidak ada keluhan
4. Ketidakefektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan 1. Monitor respirasi dan status O2.
an bersihan bersihan jalan nafas dapat efektif, dengan kriteria hasil : 2. Auskultasi suara nafas. Catat adanya suara nafas
jalan nafas Indikator IR ER tambahan.
berhubungan Tidak didapatkan kecemasan 3. Atur intake untuk cairan
dengan Frekuensi pernafasan sesuai yang diharapkan 4. Posisikan pasien semifowler.
mukous yang Tidak didapatkan tercekik 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
berlebihan Pengeluaran sputum pada jalan nafas
(efusi pleura) Bebas dari suara nafas tambahan.
Keterangan :
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
22
5. Ketidakefektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan 1. Monitor denyut dan irama jantung.
an perfusi perfusi jaringan perifer efektif, dengan kriteria hasil : 2. Ukur intake dan outtake cairan.
jaringan perifer Indikator IR ER 3. Berikan oksigen sesuai kebutuhan.
berhubungan Nadi perifer teraba kuat 4. Lakukan perawatan kulit, seperti pemberian lotion.
dengan Nadi perifer teraba simetris 5. Hindari terjadinya palsava manuver seperti mengedan,
penekanan Pembesaran pembuluh darah tidak ada menahan napas, dan batuk. (NIC, 2013)
tubuh terlalu JFP tidak tampak
dalam akibat Edema perifer tidak muncul
edema Asites tidak muncul
Status kognitif dalam rentang yang diharapkan
Kelemahan ekstrim tidak ada
Keterangan :
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
6. Ketidakefektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan 1. Monitor jumlah pernapasan, penggunaan otot bantu
an pola nafas pola nafas dapat efektif, dengan kriteria hasil : pernapasan, batuk, bunyi paru, tanda vital, warna kulit,
berhubungan Indikator IR ER AGD.
dengan nafas Frekuensi pernafasan sesuai yang diharapkan 2. Berikan oksigen sesuai program.
tidak adekuat Irama nafas sesuai yang diharapkan 3. Atur posisi pasien fowler.
23
Kedalaman inspirasi 4. Alat-alat emergensi disiapkan dalam keadaan baik. (NIC,
Ekspansi dada simetris 2013)
Bernafas mudah
Tidak didapatkan penggunaan otot – otot tambahan
Tidak didapatkan suara nafas tambahan
Keterangan :
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
7. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan 1. Monitor keterbatasan aktivitas, kelemahan saat aktivitas.
aktivitas intoleran aktivitas dapat teratasi, dengan kriteria hasil : 2. Catat tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
berhubungan Indikator IR ER 3. Lakukan istirahat yang adekuat setelah latihan dan
dengan Saturasi oksigen dalam rentang yang diharapkan saat aktivitas.
kelemahan beraktifitas 4. Bantu penuhi kebutuhan klien
umum HR dalam rentang yang diharapkan saat beraktifitas 5. Anjurkan klien melakukan latihan aktivitas scr bertahap.
RR dalam rentang yang diharapkan saat beraktifitas 6. Bantu klien melakukan latihan Room aktif dan pasif.
TD dalam rentang yang diharapkan saat beraktifitas 7. Dekatkan barang yg diperlukan di meja klien
EKG dalam batas normal 8. Tingkatkan partisipasi klien dalam merawat diri sendiri sesuai
kemampuan
Langkah berjalan
9. Berikan diet yang adekuat dengan kolaborasi ahli diet.
Jarak berjalan
(NIC, 2013)
Laporan ADL
24
Kemampuan bicara saat latihan
Keterangan :
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
8. Penurunan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan 1. Kaji suara nafas dan suara jantung.
curah jantung curah jantung mengalami peningkatan, dengan kriteria hasil : 2. Ukur CVP pasien.
berhubungan Indikator IR ER 3. Monitor aktivitas pasien.
dengan Saturasi oksigen dalam rentang yang diharapkan 4. Monitor saturasi oksigen.
perubahan HR dalam rentang yang diharapkan 5. Kolaborasi pemberian laksatif.
frekuensi Tidak terdapat odema perifer (NIC, 2013)
jantung TD dalam rentang yang diharapkan
EKG dalam batas normal
Aktifitas toleran
Nadi perifer kuat
JVP tidak nampak
Kelemahan ekstrim tidak ada
Keterangan :
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
25
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
26
K. Evaluasi
Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan sindrom nefrotik
diharapkan sebagai berikut :
27
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NN.S DENGAN DHF DI RUANG BANGSAL
UMUM(AKASIA) RSUD H. ANDI ABDURRAHMAN NOOR
PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
Nama : Nn. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 16 Thn
Suku : Banjar
Alamat : Sungai Durian Rt.03
Agama : Islam
Pendidikan : SMU
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Status Perkawinan :-
Nomor Medial Record :18xxxx
Tanggal masuk : 07 Mei 2019
Tanggal pengkajian : 10 Mei 2019
Diagnosa Medis : DHF
B. Identitas penanggung jawab
Nama : Tn. A
Umur : 40 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Swasta
C. Riwayat Pengkajian
1. Keluhan utama
28
Muntah
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan muntah sejak 1 hari yang lalu > 10x, nyeri perut (+), demam naik
turun sejak 5 hari yang lalu
P :Nyeri hilang timbul
Q: Nyeri seperti di tusuk
R: Daerah Abdomen
S: Skala nyeri sedang (6) (1-10)
T:Nyeri hilang timbul dengan durasi ± 5menit
4. Riwayat keluarga
Orang tua pasien mengatakan keluarganya ada riwayat kangker rahim
5. Genogram
Keterangan :
Meninggal
Perempuan
Laki-laki
v v
v Pasien
v
Satu rumah
1. Nutrisi
a. BB dan TB
29
b. Diet 40 kg/155 cm 38 kg/155 cm
c. Kemampuan
Mengunyah Tidak ada Tidak ada
Menelan
Bantuan total/ sebagian
c. Frekuensi Mandiri Mandiri
d. Porsi makan
e. Makanan yang Mandiri Mandiri
menimbulkan alergi
Tidak ada Sebagian
f. Makanan yang tidak di
suka 1 kali 1 kali
3 kali sehari <3 kali sehari
Tidak Ada Tidak Ada
2 Cairan
a. Intake
Oral/IV
Jumlah ..... /jam Air Putih Air Putih dan Infus Rl
b. Output 1500cc 1200 cc
Oral/DC
Jumlah...../jam Mandiri
Mandiri 1200 cc/ hari
1400cc / hari
3 Eliminasi
a. BAB
Frekuensi
Konsistensi 1 Kali Belum ada selama di
rawat
Warna Normal
Keluhan
Bantuan total/sebagian Kuning
b. BAK
Tidak Ada
Frekuensi
Konsistensi Mandiri
Warna
Keluhan
30
Bantuan total/sebagian 1-3 kali sehari
1-3 Kali sehari Cair
Cair Kuning jernih
Kuning Normal
Tidak Ada Tidak ada
Normal Mandiri
Mandiri
5 Personal hygiene
a. Mandi (frekuensi,bantuan Mandiri 2x Di seka 2x sehari di
total/sebagian) sehari bantu
b. Gosok gigi (frekuensi)
c. Gunting kuku Mandiri Di Bantu
d. Ganti pakaian (frekuensi
Mandiri Di Bantu
perhari)
Mandiri Di Bantu
Di Bantu
6 Aktivitas
a. Mobilitas fisik Mandiri Di Bantu
b. Olahraga
c. Rekreasi Tidak Ada Tidak Ada
Jarang Tidak Pernah
31
E. Data Psikologis
Pasien terlihat tenang
F. Data Sosial
Pasien mengatakan ia memiliki hubungan yang baik dengan keluarga. Komunikasi
pasien dengan perawat dan dokter pun cukup aktif.
G. Data Spiritual
Pasien mengatakan kalau dirumahnya ia selalu melakukan ibadah lima waktu secara
rutin setelah sakit pasien beribadah dan berdoa di tempat tidur.
H. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum Pasien : K/U Sedang
Tanda Vital Pasien
2. Kesadaran
a. Kualitatif : Composmentis
b. Kualitatif : GCS
Eye (Respon Membuka Mata) :4
32
2. Sistem Pernafasan
a. Inspeksi : Kebersihan kepala (bersih) dan bentuk kepala dan muka (simetris)
c. Perkusi
Bunyi Redup
d. Auskultasi
3. Sistem Kardiovaskuler
a. Inspeksi
Bentuk kiri dan kanan simetris, tidak asa nyeri dada, sesak nafas, tidak ada clabing
finger.
b. Palpasi
c. Perkusi
d. Auskultasi
4. Sistem Persyarafan
33
Tingkat kecasadaran Composmentis GCS 15, Fungsi persyarafan baik, koordinasi
gerakan mata dan pupil mata baik, aktivitas gerak terhambat karena adanya luka
pada kaki sebelah kanan.klien mampu berjalan dari tempat tidur ke Wc.
5. Sistem Pencernaan
a. Inspeksi
Abdomen terlihat simetris, gerkan andomen normal saat inspirasi dan ekspirasi
kondisi kulit abdomen baik
b. Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
c. Perkusi
Terdengar timpani normal.
d. Auskultasi
Bising usus 10 x/menit
6. Sistem Muskuloskeletal
Skala otot
4 5
5 5
7. Sistem Integumen
a. Inspeks
34
b. Palpasi
8. Sistem Endokrin
a. Inspeksi
Rambut klien kering, tidak terlihat kotor dan berketombe, warna rambut klien
9. Sistem Genitourinaria
a. Inspeksi
Tidak ada radang pada genitalia, tidak ada lesi dan infeksi.pengeluaran urin
lancar.
b. Palpasi
Data Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan lab tanggal 10 mei 2019
35
2. Therapy
No Tanggal pemberian Jenis obat
36
2. 11 Mei 2019 a. Infus Rl 1500/24 jam
b. Futrolit 500 cc/24 jam
c. Injeksi Dexamethasone
1 ampul/8 jam
d. Paracetamol 3 x 500 mg
(Kp)
Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. DS: Anoreksia Kekurangan
-Ibu klien mengatakan anaknya muntah lebih dari
volume
10 kali
-Ibu klien mengatakan minum 1 gelas kurang lebih cairan
150 cc
DO:
Keadaan umum lemah
BB Awal :40 kg
BB Akhir :35 kg
Mukosa bibir kering
Mata cowong
Turgor kulit kering
TTV:
a. T : 38 C
b. N :80x/mnt
c. R :20x/mnt
d. TD :110/80mmHg
e. Trombosit 40 ribu
37
terhadap
infeksi virus
3. DS : - Klien mengeluh nyeri perut kuadran kiri Proses Nyeri Akut
atas terjadinya
P: Nyeri hilang timbul penyakit
Q:Nyeri seperti di tusuk
R:Daerah perut sebelah kiri
S:Skala nyeri (6)(1-10)
T:Nyeri hilang timbul dengan durasi + 5 menit
DO: - klien banyak di tempat tidur
-Klien tampak meringis
I. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan anoreksia
2. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi
3. Nyeri akut berhubungan dengan proses terjadinya penyakit
38
1. Tidak ada tanda- 3 4
tanda dehidrasi
2. Kebutuhan nutrisi 3 4
tercukupi
3. Porsi makan klien 3 4
habis
Keterangan:
1. Keluhan ekstrim
2 . Keluhan Berat
3 . Keluhan Sedang
4. Keluhan Ringan
5. Tidak ada keluhan
J. Implementasi Keperawatan
Diagnosa
No Implementasi Evaluasi
Keperawatan
1. Kekurangan 1. mengkaji intake klien S: pasien mengatakan muntah
2. menyajikan makanan dalam
volume cairan
kondisi hangat O: keadaan umum lemah
berhubungan 3. menganjurka makan dalam porsi BB Awal :40 kg
kecil tapi sering BB Akhir :35 kg
dengan
Mukosa bibir kering
anoreksia Mata cowong
Turgor kulit kering
a. T : 38 C
b. N :80x/mnt
c. R :20x/mnt
d. TD :110/80mmHg
40
Keterangan:
1. Kuat
2 . Berat
3 . Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
P : Lanjutkan Intervensi
41
T:Nyeri hilang timbul dengan durasi
+ 5 menit
1. 1. Berat
2. Sedang
3. Ringan
4.. Tidak ada
P : Intervensi dilanjutkan
1. Monitor temperature sesering
mungkin
K. Catatan Perkembangan
No Diagnosa Catatan
Waktu Paraf
. Keperawatan Perkembangan
Keterangan:
1. Kuat
2 . Berat
3 . Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
P : Lanjutkan Intervensi
43
3. Nyeri berhubungan Jumat S : Klien mengatakan masih nyeri
dengan agen cidera 10 mei P: Nyeri hilang timbul
2019
biologis
Q:Nyeri seperti di tusuk
R:Daerah perut sebelah kiri
S:Skala nyeri (6)(1-10)
T:Nyeri hilang timbul dengan durasi + 5
menit
1. 1. Berat
2. Sedang
3. Ringan
4.. Tidak ada
P : Intervensi dilanjutkan
1. Kekurangan volume Sabtu S: pasien mengatakan sudah tidak muntah
cairan berhubungan 11 mei
2019 O: keadaan umum baik
dengan anoreksia P: Nyeri hilang timbul
Q:Nyeri seperti di tusuk
R:Daerah perut sebelah kiri
S:Skala nyeri (3)(1-10)
T:Nyeri hilang timbul dengan durasi + 5
menit
44
TD : 100/70
N: 20 x/mnt
Keterangan:
1. Kuat
2 . Berat
3 . Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
P : intervensi di hentikan masalah teratasi
2. Hipertermi Sabtu S: Pasien mengatakan badannya sudah tidak
panas lagi
berhubungan dengan 11 mei
2019 O:
dehidrasi i. T : 36C
j. N :80x/mnt
k. R :20x/mnt
l. TD :110/80mmHg
45
P : Intervensi di hentikan
3. Nyeri berhubungan Sabtu S : Klien mengatakan nyeri sudah tidak lagi
dengan agen cidera 11 mei P: Nyeri hilang timbul
2019
biologis
Q:Nyeri seperti di tusuk
R:Daerah perut sebelah kiri
S:Skala nyeri (3)(1-10)
T:Nyeri hilang timbul dengan durasi + 5
menit
1. 1. Berat
2. Sedang
3. Ringan
4.. Tidak ada
P : Intervensi di hentikan
46