I. PENDAHULUAN
Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent berisikan
sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi .
Bila diameter kavitas < style="mso-spacerun:yes"> alkohol. Pada negara-negara maju jarang
dijumpai kecuali penderita dengan gangguan respons imun seperti penyalahgunaan obat,
penyakit sistemik atau komplikasi dari paska obstruksi. Pada beberapa studi didapatkan
bahwa kuman aerob maupupn anaerob dari koloni oropharing yang sering menjadi penyebab
abses paru. (1, 2, 3, 6)
Penelitian pada penderita Abses paru nosokonial ditemukan kuman aerob seperti golongan
enterobacteriaceae yang terbanyak. Sedangkan penelitian dengan teknik biopsi perkutan
atau aspirasi transtrakeal ditemukan terbanyak adalah kuman anaerob. (4, 6, 7)
Pada umumnya para klinisi menggunakan kombinasi antibiotik sebagai terapi seperti
penisilin, metronidazole dan golongan aminoglikosida pada abses paru. Walaupun masih
efektif, terapi kombinasi masih memberikan beberapa permasalahan sebagai berikut : (4)
Terapi ideal harus berdasarkan penemuan kuman penyebabnya secara kultur dan sensitivitas.
Pada makalah ini akan dibahas Abses paru mulai patogenesis, terapi dan prognosa sebagai
penyegaran teori yang sudah ada.
II. EPIDEMIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Ada bebreapa kondisi yang menyebabkan atau mendorong terjadinya abses paru. Janet et
al tahun 1995 melakukan penelitian di rumah perawatan intensive RS di Afrika Selatan,
didapatkan beberapa faktor predisposisi abses paru seperti berikut : (1, 2, 3, 4, 7)
No Faktor Predisposisi
1 Alkoholik
2 Aspirasi benda asing
3 Karies gigi
4 TB paru lama
5 Epilepsi
6 Penyalahgunaan obat
8 SLE
9 Ca Bronkogenik
10 Nihil
ASHER DAN BEAUDRY tahun 1992 melaporkan beberapa faktor predisposisi Abses
paru yang terjadi pada anak-anak sebagai berikut :
Condition Contoh
Infeksi berat Bronchopneumonia
Peritonsillar abscess
Endocarditis
Measles
Burns
Prematurity
Blood dyscrasias
Leukimia
Hepatitis
Dysgammaglobulinemia
Nephrotic syndrome
Steroid therapy
Malnutrition
Seozure disorders
Mental deficiency
Altered consciousness
Dysphagia
Riley-Day syndrome
Cystic fibrosis
Alpha-antitrypsin deficicency
2 Obstruksi bronkial
3 Pneumonia
4 Blood-borne infection
7 Penyebaran transdiapragmatika
3 Bronkiektasa seculea
4 Aspersiloma
5 Wegener’s gramulomatasi
6 Kista hydaditosa
Aspirasi dari derah orofaring yang paling sering penyebab terjadinya abses. Freton
predesposisi yang menyebabkan aspirasi orofaring seperti tabel III, kadang-kadang satu
orang lebih dari satu faktor.
- drug abuse
- epilepsi
- atuastesi
ganguan inervasi otot - faring
- laring
- oesepagos
Infeksi nasal - penyakit sinus
- ginigival desease
Infeksi farigeal - pouch
- hiatus kernea
obstruksi Bronkus disebabkan oleh tanda umumnya keganasan, atau benda asing
2. Etiologi
Kuman atau bakteri penyebab terjadinya Abses paru bervariasi sesuai dengan peneliti
dan teknik penelitian yang digunakan. Finegolal dan fisliman mendapatkan bahwa
organisme penyebab abses paru lebih dari 89 % adalah kuman anaerob. Asher dan
Beandry mendapatkan bahwa pada anak-anak kuman penyebab abses paru terbanyak
adalah stapillococous aureus (1).
Dibawah ini ada 3 tabel kuman penyebab abses dari 3 penelitian yang berbeda.
Tabel 3. Spektrum organisme penyebab Abses paru menurut Asher dan Beaudry
Alpha-hemolytic streptococci
Neisseria sp.
Mycoplasma pneumoniae
Aerobes
Klebsiella penumoniae
Aerobacter aeruginosa
Candida
Rhizopus sp.
Aspergillus fumigatus
Nocardia sp
Eikenella corrodens
Serratia marcescens
Anaerobes
Tabel 4. Spektrum isolasi bakteri Abses paru akut menurut Hammond et al.
No. of Isolates %
Anaerobs 17 22
Provetella sp 7 9
Porphyromonas sp 4 5
Bacteroides sp 4 5
Fusobacterium sp 4 5
Anaerobic cocci 7 9
Microaerophilic streptococci 1 1
Veilonella sp 1 1
Clostridium sp 9 11
“Mixed anaerobes” 59 74
total 7 9
Aerobs 5 6
(c) Corynebacterium sp 1 1
Klebsiella sp 2 3
Haemophilus sp 20 26
Gram-negative cocci
Total
Tabel 5. Organisme dan kondisi yang berhubungan dengan Abses paru menurut Finegold
dan Fishmans
Parasites Carcinoma
3. Insidens
Angka kejadian Abses Paru berdasarkan penelitian Asher et al tahun 1982 adalah 0,7
dari 100.000 penderita yang masuk rumah sakit hampir sama dengan angka yang
dimiliki oleh The Children’s Hospital of eastern ontario Kanada sebesar 0,67 tiap
100.000 penderita anak-anak yang MRS. Dengan rasio jenis kelamin laki-laki banding
wanita adalah 1,6 : 1 (1, 8).
Angka kematian yang disebabkan oleh Abses paru terjadi penurunan dari 30 – 40 %
pada era preantibiotika sampai 15 – 20 % pada era sekarang (7).
III. PATHOFISIOLOGI
1. PATHOLOGI
Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi kemudian proses supurasi
dan nekrosis.
Perubahan reaksi radang pertama dimulai dari suppurasi dan trombosis pembuluh darah
lokal, yang menimbulkan nekrosis dan likuifikasi. Pembentukan jaringan granulasi terjadi
mengelilingi abses, melokalisir proses abses dengan jaringan fibrotik. Suatu saat abses
pecah, lalu jaringan nekrosis keluar bersama batuk, kadang terjadi aspirasi pada bagian
lain bronkus terbentuk abses baru. Sputumnya biasanya berbau busuk, bila abses pecah
ke rongga pleura maka terjadi empyema (2, 3, 10).
2. PATHOFISIOLOGI
Garry tahun 1993 mengemukakan terjadinya abses paru disebutkan sebagai berikut : (5)
a. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan faktor
predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru dengan
proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air fluid level
bakteria masuk kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran
hematogen (septik emboli) atau dengan perluasan langsung dari proses abses ditempat
lain (nesisitatum) misal abses hepar.
b. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkolosis dengan kavitas,
akibat inhalasi bakteri mengalami proses keradangan supurasi. Pada penderita
emphisema paru atau polikisrik paru yang mengalami infeksi sekunder.
c. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlajut sampai proses abses paru.
Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik. Gejala yang sama
juga terlihat pada aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-kadang dijumpai
juga pada obstruksi karena pembesaran kelenjar limphe peribronkial.
Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia pada
umumnya yaitu:
a. Panas badan
Dijumpai berkisar 70% - 80% penderita abses paru. Kadang dijumpai dengan
temperatur > 400C.
b. Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses dengan
bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas (Foetor ex oroe
(40-75%).
c. Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40 – 75%
penderita abses paru.
f. Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan.
Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup, suara nafas
yang meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh serta takikardi.
Pada foto torak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi
disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan ukuran 2 – 20 cm.
Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat
hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak
ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi (opasitas).
Pada hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran shit to the left
b. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH merupakan
pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan antibiotik secara tepat.
c. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotikan merupakan cara terbaik
dalam menegakkan diagnosa klinis dan etiologis.
V. DIAGNOSA
Diagnosa abses paru tidak bisa ditegakkan hanya berdasarkan kumpulan gejala seperti
pneumonia dan pemeriksaan phisik saja.
Keluhan penderita yang khas misalnya malaise, penurunan berat badan, panas badan
yang ringan, dan batuk yang produktif.
Adanya riwayat penurunan kesadaran berkaitan dengan sedasi, trauma atau serangan
epilepsi. Riwayat penyalahgunaan obat yang mungkin teraspirasi asam lambung waktu
tidak sadar atau adanya emboli kuman diparu akibat suntikan obat.
2. Hasil pemeriksaan fisik yang mendukung adanya data tentang penyakit dasar yang
mendorong terjadinya abses paru.
3. Pemeriksaan laboratorium sputum gram, kultur darah yang dapat mengarah pada
organisme penyebab infeksi.
4. Gambaran radiologis yang menunjukkan kavitas dengan proses konsolidasi disekitarnya,
adanya air fluid level yang berubah posisi sesuai dengan gravitasi.
5. Bronkoskopi
Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan therapi drainase bila kavitas
tidak berhubungan dengan bronkus.
Gejala klinisnya hampir sama atau lebih menahun daripada abses paru. Pada tuberkulosis
didapatkan BTA dan pada infeksi jamur ditemukan jamur.
3. Bula yang terinfeksi, tampak air fluid level. Di sekitar bula tidak ada atau hanya sedikit
konsolidasi.
4. Kista paru yang terinfeksi. Dindingnya tipis dan tidak ada reaksi di sekitarnya.
7. Hiatus hernia. Tidak ada gejala paru. Nyeri restrosternal dan heart burn bertambah berat
pada waktu membungkuk. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan barium foto.
8. Sekuester paru. Letak di basal kiri belakang. Diagnosis pasti dengan bronkografi atau
arteriografi retrograd.
VI. PENATALAKSANAAN
1. Medika Mentosa
Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33% pada era antibiotika maka
tingkat kkematian dan prognosa abses paru menjadi lebih baik.
Pilihan pertama antibiotika adalah golongan Penicillin pada saat ini dijumpai peningkatan
Abses paru yang disebabkan oleh kuman anaerobs (lebih dari 35% kuman gram negatif
anaerob). Maka bisa dipikrkan untuk memilih kombinasi antibiotika antara golongan
penicillin G dengan clindamycin atau dengan Metronidazole, atau kombinasi clindamycin
dan Cefoxitin.
2. Drainage
Drainase postural dan fisiotherapi dada 2-5 kali seminggu selama 15 menit diperlukan
untuk mempercepat proses resolusi Abses paru.
Pada penderita Abses paru yang tidak berhubungan dengan bronkus maka perlu
dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi.
3. Bedah
a. Empyema
b. Abses otak
c. Atelektasis
d. Sepsis
2. Prognosa
Abses paru masih marupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang signifikan.
Angka kematian Abses paru berkisar antara 15-20% merupakan penurunan bila
dibandingkan dengan era pre antibiotika yang berkisar antara 30-40% (7).
Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai prognosa yang lebih
jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu fakktor predisposisi. Perlman et al
menemukan bahwa 2% angka kematian pada penderita dengan satu faktor predisposisi
dibandingkan 75% pada penderita dengan multi predisposisi. Muri et al melaporkan
2,4% angka kematian Abses paru karena CAP dibanding 66% Abses paru karena HAP.
Beberapa faktor yang memperbesar angka mortalitas pada Abses paru sebagai berikut :
(7)
c. Lesi obstruksi
d. Bakteri aerob
e. Immune Compromised
f. Usia tua
g. Gangguan intelegensia
VIII. RINGKASAN
Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent dan sel
radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses infeksi. Abses paru timbul karena
faktor predisposisi seperti gangguan fungsi imun karena obat-obatan, gangguan kesadaran
(anestesi, epilepsi), oral higine yang kurang serta obstruksi dan aspirasi benda asing.
Pada abses paru memberikan gejala klinis panas, batuk, sputum purulen dan berbau,
disertai malaise, naspu makan dan berat badan yang turun. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan takikardia, tanda-tanda konsolidasi. Pada pemeriksaan foto polos dada
didapatkan gambaran kavitas dengan air fluid level atau proses konsolidasi saja bila kavitas
tidak berhubungan dengan bronkus.
Diagnosis pasti bila didapatkan biakan kuman penyebab sehingga dapat dilakukan terapi
etiologis.
Pemberian antibiotika merupakan pilihan utama disamping terapi bedah dan terapi suportif
fisio terapi.
Asher MI, Beadry PH ; Lung Abscess in infections of Respicatory tract ; Canada ; 1990 : 429 –
34.
Assegaff H. dkk ; Abses Paru dalam Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru ; AUP ; Surabaya ; 136 –
41.
Barlett JG ; Lung Abscess in : Cecil text book of Medicine 19th ed ; Phildelphia ; 1992 ; 413 –
15.
Finegold SM, Fishman JA ; Empyema and Lung Abscess ; in Fishman’s pulmonary Diseases and
disorders 3rd ed ; Philadelphia ; 1998 ; 2021 – 32.
Garry et al ; Lung Abscess in a Lange Clinical Manual : Internal Medicina : Diagnosis and
Therapy 3rd ; Oklahoma ; 1993 ; 119 – 120.
Hirshberg B et al ; Factors predicting mortality of patients with lung Abscsess ; Chest ; 115 ; 3 ;
1999 ; 746 – 52.
Johnson KM, Huseby JS ; Lung Abscess Caused by Legionella micdadei ; Chest 111 ; 1 ; 1997 ;
109 – 13.
Tabel – 1
2. Obstruksi bronkial
3. Pneumonia
7. Penyebaran transdiapragmatika.
Tabel – 2
1. Cavitas tumor
3. Bronkiektase seculer
4. Aspergiloma
5. Wegener’s granulomatosis
6. Kiska hydaditosa
Aspirasi dari daerah orofaring yang paling sering penyebab terjadinya abses. Faktor predisposisi
yang menyebabkan aspirasi orofaring seperti Tabel III, kadang-kadang satu orang lebih dari satu
faktor.
Tabel –3
- Penyalagunaan obat
- Epilepsi
- Anastesi
- Laring
- Oesophagus
- Ginggival desease
- Hiatus hernia
Obstruksi Bronchus disebabkan oleh tanda umumnya keganasan atau benda asing.