Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hiperemesis Gravidarum (HG) didefinisikan secara beragam sebagai

muntah yang cukup parah untuk menyebabkan penurunan berat badan, dehidrasi,

alkalosis akibat keluarnya asam hidroklorida dan hipokalemia.4 Mual dan muntah

pada kehamilan adalah kondisi yang umum namun dapat melemahkan kondisi ibu

hamil yang mempengaruhi sekitar 85% wanita hamil. Hiperemesis gravidarum

yang berat terjadi hingga 0,3 sampai 3% wanita dan dapat mempengaruhi fisik

dan psikologis ibu hamil. Mual muntah ini ditandai dengan muntah, dehidrasi,

ketidakseimbangan elektrolit yang sulit diatasi, ketosis, kekurangan nutrisi dan

penurunan berat badan. Gejala biasanya dimulai dengan enam sampai delapan

minggu kehamilan dan mereda sebelum 20 minggu. Pada kasus yang parah,

wanita mungkin membutuhkan rawat inap yang berkepanjangan dan dukungan

nutrisi enteral atau parenteral.1

Hiperemesis gravidarum (HG) adalah muntah yang berlebihan, ≥10x

dalam sehari yang terjadi pada awal kehamilan sampai umur kehamilan 20

minggu. Keluhan muntah kadang kadang begitu hebat sehingga apa yang dimakan

dan diminum akan dimuntahkan dan mempengaruhi keadaan umum, pekerjaan

sehari-hari, berat badan menurun, dehidrasi dan terdapat aseton dalam urin.3

Menurut penelitian McParlin, 2016 didapatkan bahwa untuk gejala ringan

hiperemesis gravidarum dapat diberikan jahe, piridoksin, antihistamin dan

metoklopramid dikaitkan dengan manfaat yang lebih besar daripada plasebo (p

3
4

<0,001). Untuk hiperemesis yang sedang dapat diberikan kombinasi piridoksin-

doksilamina, prometazin dan metoklopramida dikaitkan dengan manfaat lebih

besar dari plasebo (p <0,04). Pada tingkat yang parah dapat diberikan ondansetron

selain itu juga dapat diberikan golongan kortikosteroid (p <0,001).1

2.2 Etiologi

Penyebab pasti mual dan muntah yang dirasakan ibu hamil belum

diketahui, tetapi terdapat beberapa teori yang mengajukan keterlibatan faktor-

faktor biologis, sosial dan psikologis. Faktor biologis yang paling berperan adalah

perubahan kadar hormon selama kehamilan. HG kemungkinan besar merupakan

kondisi multifaktor dan telah dikaitkan dengan banyak faktor risiko. Wanita

dengan HG cenderung lebih muda, primipara, orang dengan warna kulit hitam,

dan cenderung minum alkohol, merokok. Seks bayi perempuan juga dikaitkan

dengan HG. Gen-gen paternal tidak dianggap berperan dalam terjadinya HG.

Sebaliknya, efek intergenerasi maternal telah diamati, dengan meningkatnya

kemungkinan HG di antaranya wanita yang ibunya juga pernah mengalami HG

selama kehamilan sebelumnya.2

Etiologi dari hiperemesis gravidarum belum diketahui dengan pasti,

namun dikaitkan oleh beberapa faktor risiko. Suatu penelitian observasional

menunjukkan bahwa wanita dengan HG lebih cenderung memiliki kadar protein

plasma terkait A (PAPP-A) yang lebih tinggi dan human chorionic gonadotropin

(hCG) pada trimester pertama dibandingkan dengan kontrol. Menurut teori

terbaru, peningkatan kadar hCG akan menginduksi ovarium untuk memproduksi


5

estrogen, yang dapat merangsang mual dan muntah. Progesteron juga diduga

menyebabkan mual dan muntah dengan cara menghambat motilitas lambung dan

irama kontraksi otot-otot polos lambung. Penurunan kadar thyrotropin-stimulating

hormone (TSH) pada awal kehamilan juga berhubungan dengan hiperemesis

gravidarum meskipun mekanismenya belum jelas. Gejala HG seringkali lebih

parah pada kehamilan multipel dan kehamilan mola, yang merupakan kondisi

yang terkait dengan tingkat hCG yang terlalu tinggi. Infeksi dengan Helicobacter

pylori mungkin berperan dalam pengembangan HG pada beberapa wanita. Sebuah

meta-analisis yang meneliti infeksi H. pylori pada wanita dengan HG melaporkan

adanya hubungan yang signifikan, namun penelitian ini dibatasi oleh

heterogenitas yang signifikan di antara penelitian. Oleh karena itu, mirip dengan

hCG, hubungan kausal antara HG dan H. pylori belum terbentuk. Faktor lain yang

terlibat dalam etiologi HG meliputi estrogen, stres, depresi, dan kecemasan.2

2.3 Patofisiologi

Ada teori yang menyebutkan bahwa perasaan mual adalah akibat dari

meningkatnya kadar hCG, estrogen dan progesteron karena keluhan ini mucul

pada 6 minggu pertama kehamilan yang dimulai dari hari pertama haid terakhir

dan berlangsung selama 10 minggu. Pengaruh fisiologis hCG, estrogen dan

progesteron ini masih belum jelas, mungkin berasal dari sistem saraf pusat akibat

berkurangnya sistem pengosongan lambung.

Secara umum berdasarkan berbagai teori, pada HG terjadi mual, muntah

dan penolakan semua makanan dan minuman yang masuk, sehingga apabila terus-

menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak seimbangnya kadar elektrolit


6

dalam darah. Selain itu hiperemesis gravidarum mengakibatkan cadangan

karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi karena energi yang

didapat dari makanan tidak cukup, lalu karena oksidasi lemak yang tidak

sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam

hidroksi butirik dan aseton dalam darah sehingga menimbulkan asidosis.

Selanjutnya, dehidrasi yang telah terjadi menyebabkan aliran darah ke

jaringan berkurang, hal tersebut menyebabkan pasokan zat makanan dan oksigen

berkurang dan juga mengakibatkan penimbunan zat metabolik yang bersifat

toksik didalam darah. Kemudian, hiperemesis gravidarum juga dapat

menyebabkan kekurangan kalium akibat dari muntah dan ekskresi lewat ginjal,

yang menambah frekuensi muntah yang lebih banyak, dan membuat lingkaran

setan yang sulit untuk dipatahkan.4

2.4 Klasifikasi

Secara klinis, HG dibedakan ats 3 tingkatan, yaitu:3

1. Tingkat I

Muntah yang terus-menerus, timbul intoleransi terhadap makanan dan

minuman, berat badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama keluar

makanan, lendir dan sedikit cairan empedu dan yang terakhir keluar darah.

Nadi meningkat sampai 100x/menit dan tekanan darah sistolik menurun.

Mata cekung dan lidah kering, turgor kulit berkurang, dan urin sedikit tapi

masih normal.

2. Tingkat II
7

Gejala yang lebih berat, segala yang dimakan dan diminum akan

dimuntahkan, haus hebat, subfebris, nadi cepat 100-140x/menit, tekanan

darah sistolik kurang dari 80 mmHg, apatis, kulit pucat, lidah kotor,

kadang ikterus, aseton, bilirubin dalam urin dan berat badan cepat

menurun.

3. Tingkat III

Konsisi tingkat III ini sangat jarang terjadi, gejala ditandai dengan

gangguan kesadaran (delirium-koma), muntah berkurang atau berhenti,

dapat terjadi ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan jantung, dan

proteinuria dalam urin.

2.5 Diagnosis

Pada diagnosis harus ditentukan adanya kehamilan dan muntah yang terus

menerus, sehingga mempengaruhi keadaan umum (sering muntah lebih dari 10

kali per 24 jam). Pemeriksaan fisik pada pasien hiperemesis gravidarum biasanya

tidak memberikan tanda-tanda yang khusus. Lakukan pemeriksaan tanda vital,

keadaan membran mukosa, turgor kulit, nutrisi dan berat badan. Pada

pemeriksaan fisik dapat dijumpai dehidrasi, turgor kulit yang menurun, perubahan

tekanan darah dan nadi. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan antara

lain, pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan kadar elektrolit, keton urin, tes

fungsi hati, dan urinalisa untuk menyingkirkan penyebab lain. Pada pemeriksaan

laboratorium pasien dengan hiperemesis gravidarum dapat diperoleh peningkatan

relatif hemoglobin dan hematokrit, hiponatremia dan hipokalemia, badan keton

dalam darah dan proteinuria. Bila hyperthyroidism dicurigai, dilakukan


8

pemeriksaan T3 dan T4. Lakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk

menyingkirkan kehamilan mola.4

2.6 Tatalaksana

Pengobatan berfokus untuk menghilangkan gejala dan mencegah

morbiditas serius seperti Encephalopati Wernicke, kerusakan ginjal dan

penurunan berat badan yang ekstrim.3 Jika muntah berlanjut setelah rehidrasi dan

tidak dapat diatasi dengan pengobatan rawat jalan, pasien dianjurkan untuk rawat

inap (ACOG, 2004). Antiemetik, misalnya prometazin, prokloperazin,

klorpromazin atau metoclopramide dapat diberikan.4 Perawatan bisa dikategorikan

dalam tiga kelompok yang luas namun saling tumpang tindih. Perawatan lini

pertama, termasuk sederhana. Perubahan gaya hidup, (seperti makan dalam

jumlah kecil namun sering, menghindari pemicu HG seperti diet dan makanan

yang berbau kuat, makan karbohidrat tinggi, makanan rendah lemak). Obat-

obatan pada lini pertama ini seperti vitamin B6 (piridoksin), jahe dan teknik

akupuntur. Pengobatan lini kedua biasanya diresepkan pada wanita yang datang

ke perawatan medis atau layanan obstetrik. Obat lini kedua ini seperti berbagai

obat anti-emetik, cairan intravena dan elektrolit sebagai penggantian untuk wanita

yang mengalami dehidrasi dan ketotik. Pengobatan lini ketiga diberikan untuk

wanita dengan gejala berat dan diinisiasi di lingkungan rumah sakit. Ini termasuk

kortikosteroid dan terapi suportif, seperti pemberian makanan enteral, bergantung

kepada tingkat keparahan gejala.


9

2.6.1 Pengobatan Lini Pertama

Pengobatan lini pertama untuk gejala ringan sampai sedang. Tata laksana awal

dan utama untuk mual dan muntah tanpa komplikasi adalah istirahat dan

menghindari makanan yang merangsang, seperti makanan pedas, makanan

berlemak, atau suplemen besi. Perubahan pola diet yang sederhana, yaitu

mengkonsumsi makanan dan minuman dalam porsi yang kecil namun sering

cukup efektif untuk mengatasi mual dan muntah derajat ringan. Jenis makanan

yang direkomendasikan adalah makanan ringan, kacang-kacangan, produk susu,

kacang panjang, dan biskuit kering. Minuman elektrolit dan suplemen nutrisi

peroral disarankan sebagai tambahan untuk memastikan terjaganya keseimbangan

elektrolit dan pemenuhan kebutuhan kalori. Menu makanan yang banyak

mengandung protein juga memiliki efek positif karena bersifat eupeptic dan

efektif meredakan mual. Manajemen stres juga dapat berperan dalam menurunkan

gejala mual. Beberapa jenis obat yang dapat diberikan:

a. Jahe (Zingiber officinale)

Akar jahe (Zingiber officinale Roscoe) adalah salah satu pilihan

nonfarmakologik dengan efek yang cukup baik. Bahan aktifnya, gingerol, dapat

menghambat pertumbuhan seluruh galur H. pylori, terutama galur Cytotoxin

associated gene (Cag) A+ yang sering menyebabkan infeksi. Empat randomized

trials menunjukkan bahwa ekstrak jahe lebih efektif daripada plasebo dan

efektivitasnya sama dengan vitamin B6. Efek samping berupa refluks

gastroesofageal dilaporkan pada beberapa penelitian, tetapi tidak ditemukan efek

samping signifikan terhadap keluaran kehamilan Dosisnya adalah 250 mg kapsul


10

akar jahe bubuk per oral, empat kali sehari. Jahe tersedia dalam beberapa

persiapan: bubuk akar segar; tablet; kapsul; dan sirup. Sifat anti mualnya pertama

kali dijelaskan dalam bahasa China tradisional Singkatnya, pengobatan dengan

jahe dikaitkan dengan perbaikan gejala ringan.

b. Akupuntur

Akupuntur adalah Berupa stimulasi saraf yang melibatkan penerapan

tekanan fisik ke titik akupunktur tertentu. Terapi akupunktur untuk meredakan

gejala mual dan muntah masih menjadi kontroversi. Penggunaan acupressure

pada titik akupuntur Neiguan P6 di pergelangan lengan menunjukkan hasil yang

tidak konsisten dan penelitiannya masih terbatas karena kurangnya uji yang

tersamar. Dalam sebuah studi yang besar didapatkan tidak terdapat efek yang

menguntungkan dari penggunaan acupressure, namun The Systematic Cochrane

Review mendukung penggunaan stimulasi akupunktur P6 pada pasien tanpa

profilaksis antiemetik. Stimulasi ini dapat mengurangi risiko mual. Terapi

stimulasi saraf tingkat rendah pada aspek volar pergelangan tangan juga dapat

menurunkan mual dan muntah serta merangsang kenaikan berat badan.2

c. Vit B6 (piridoksin)

Dua uji coba klinis secara acak memeriksa hubungan antara vitamin B6

dengan peningkatan orang dengan gejala ringan sampai sedang Vutyavanich et al

1995 (n = 342) membandingkan vitamin B6 (satu mg tiga kali sehari) dengan

plasebo. Vitamin B6 dikaitkan dengan penurunan yang lebih besar pada skor VAS

mual dari awal dibandingkan dengan tablet plasebo (p <0,001). Jadi, pengobatan

dengan vitamin B6 dikaitkan dengan perbaikan gejala ringan.5


11

2.6.2 Perawatan lini kedua untuk gejala sedang-berat

Obat-obatan yang digunakan antara lain adalah vitamin B6 (piridoksin),

antihistamin dan agen-agen prokinetik. American College of Obstetricians and

Gynecologists (ACOG) merekomendasikan 10 mg piridoksin ditambah 12,5 mg

doxylamine per oral setiap 8 jam sebagai farmakoterapi pertama yang aman dan

efektif. Dalam sebuah randomized trial, kombinasi piridoksin dan doxylamine

terbukti menurunkan 70% mual dan muntah dalam kehamilan. Suplementasi

dengan tiamin dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi berat

hiperemesis, yaitu Wernicke’s encephalopathy.

Antiemetik konvensional, seperti fenotiazin dan benzamin, telah terbukti

efektif dan aman bagi ibu. Antiemetik seperti proklorperazin, prometazin,

klorpromazin menyembuhkan mual dan muntah dengan cara menghambat

postsynaptic mesolimbic dopamine receptors melalui efek antikolinergik dan

penekanan reticular activating system. Obat-obatan tersebut dikontraindikasikan

terhadap pasien dengan hipersensitivitas terhadap golongan fenotiazin, penyakit

kardiovaskuler berat, penurunan kesadaran berat, depresi sistem saraf pusat,

kejang yang tidak terkendali, dan glaucoma sudut tertutup. Namun, hanya

didapatkan sedikit informasi mengenai efek terapi antiemetik terhadap janin.

Fenotiazin atau metoklopramid diberikan jika pengobatan dengan

antihistamin gagal. Prochlorperazine juga tersedia dalam sediaan tablet bukal

dengan efek samping sedasi yang lebih kecil. Dalam sebuah randomized trial,

metoklopramid dan prometazin intravena memiliki efektivitas yang sama untuk

mengatasi hiperemesis, tetapi metoklopramid memiliki efek samping mengantuk


12

dan pusing yang lebih ringan. Studi kohort telah menunjukkan bahwa penggunaan

metoklopramid tidak berhubungan dengan malformasi kongenital, berat badan

lahir rendah, persalinan preterm, atau kematian perinatal. Namun, metoklopramid

memiliki efek samping tardive dyskinesia, tergantung durasi pengobatan dan total

dosis kumulatifnya. Oleh karena itu, penggunaan selama lebih dari 12 minggu

harus dihindari. Antagonis reseptor 5-hydroxytryptamine (5HT3) seperti

ondansetron mulai sering digunakan, tetapi informasi mengenai penggunaannya

dalam kehamilan masih terbatas. Seperti metoklopramid, ondansetron memiliki

efektivitas yang sama, tetapi efek samping sedasi ondansetron lebih kecil.

Beberapa obat yang dapat diberikan:

a. Kombinasi vitamin B6 (pyridoxine) / doxylamine

Tiga percobaan klinis acak membandingkan kombinasi piridoksin-doksilamin

dan plasebo/ ondansetron. Koren dkk 2010 (n = 280) membandingkan pyridoxine

10mg plus doxylamine 10mg pada kedua kelompok, namun perbaikan pada

kelompok piridoksin-doxylamine lebih besar (p = 0,006). Singkatnya, bukti

kualitas terbatas menunjukkan bahwa pengobatan dengan antihistamin

adalahcterkait dengan perbaikan gejala pada kasus ringan-sedang.6

b. Psikoterapi

Uji coba klinis secara acak oleh Faramarzi dkk 2015 (n = 86) membandingkan

pengobatan psikoterapi dengan perawatan standar. Semua wanita menerima 40mg

vitamin B6 setiap hari dan kelompok pengobatan menerima delapan sesi

psikoterapi 50 menit selama periode tiga minggu (p <0,001). Untuk psikoterapi


13

menunjukkan bahwa psikoterapi plus vitamin B6 dikaitkan dengan manfaat yang

lebih besar dibanding vitamin B6 saja.7

c. Antagonis Dopamin

Tan et al (n = 159) membandingkan metoklopramid 10mg dengan prometazin

25mg yang diberikan intravena (IV) tiga kali lebih dari 24 jam. Gejala membaik

pada kedua kelompok pengobatan, tanpa perbedaan. Pengobatan dengan antagonis

reseptor dopamin dikaitkan dengan gejala yang membaik.

d. Antagonis serotonin (ondansetron)

Dua percobaan klinis acak dibandingkan dengan tetesimron dengan

metoklopramid. Abas dkk 2014 (n = 160) dibandingkan ondansetron 4mg IV

dengan metoclopramide 10mg IV. Perbaikan gejala itu terlihat pada kedua

kelompok tanpa bukti adanya perbedaan antar kelompok pada 24 jam. Namun,

lebih banyak wanita di kelompok metoklopramid melaporkan efek samping

(kantuk: ondansetron 12,5%, metoklopramid 30% (p = 0,011), dan mulut kering:

ondasetron 10%, metoklopramid 23,8% (p = 0,03). Jadi, pengobatan dengan

antagonis reseptor serotonin dikaitkan dengan perbaikan dalam gejala semua

tingkat keparahan.8

e. Cairan intravena

Tan dkk (n = 222) membandingkan komposisi larutan IV yang berbeda.

Kelompok intervensi menerima garam dekstrosa IV dengan anti-emetik.

Sedangkan kelompok kontrol menerima garam normal dengan antiemetik (p =

0,046) namun tidak ada perbedaan dalam muntah yang dilaporkan. Dari hasil
14

menunjukkan bahwa garam dekstrosa dapat dikaitkan dengan lebih baik

peningkatan dari pada normal saline pada kasus sedang-berat (Level B Class IIa).

f. Manajemen rawat jalan / hari

Dua uji klinis acak dibandingkan dengan rawat jalan dan rawat inap.

McParlin dkk (n = 53) melaporkan tidak ada perbedaan dalam tingkat keparahan

gejala selama tujuh hari antara wanita yang menerima rehidrasi rawat jalan dan

anti emetik (Cyclizine 50mg IV / oral) dengan perawatan rawat inap (p <0,001).

Jadi, perawatan rawat jalan tidak berbeda dengan rawat inap.

2.6.3 Perawatan garis ketiga untuk gejala sedang-berat

1. Kortikosteroid

Untuk kasus-kasus refrakter, metilprednisolon dapat menjadi obat pilihan.

Metilprednisolon lebih efektif daripada promethazine untuk penatalaksanaan mual

dan muntah dalam kehamilan. Efek samping metilprednisolon sebagai sebuah

glukokortikoid juga patut diperhatikan. Dalam sebuah metaanalisis dari empat

studi, penggunaan glukokortikoid sebelum usia gestasi 10 minggu berhubungan

dengan risiko bibir sumbing dan tergantung dosis yang diberikan. Oleh karena itu,

penggunaan glukokortikoid direkomendasikan hanya pada usia gestasi lebih dari

10 minggu.

Tiga uji coba klinis acak dibandingkan kortikosteroid dengan plasebo

Nelson-Piercy dkk (n = 40) membandingkan prednisolon dengan plasebo. Tidak

ada bedanya dalam muntah dan skor mual pada kelompok steroid dibandingkan

dengan plasebo setelah diberikan satu minggu. Bondok et al (n = 40)


15

membandingkan hidrokortison, hal ini terkait dengan penurunan episode muntah

yang lebih besar dibandingkan dengan metoclopramide (Penurunan 96% pada

kelompok steroid, 77% pada kelompok metoklopramid pada hari ke tujuh (p

<0,001)). Manfaat kortikosteroid tidak jelas. Namun, Pengobatan dapat

dipertimbangkan dalam kasus yang parah .

Adapun algoritma dari tatalaksana Hiperemesis gravidarum adalah sebegai

berikut:

Gambar 2.1 Algoritme terapi farmakologi untuk mual dan muntah dalam
kehamilan 2
16

Gambar 2.2 Obat-obatan untuk tata laksana mual dan muntah dalam
kehamilan
17

2.7 Komplikasi

Muntah yang terus-menerus disertai dengan kurang minum yang

berkepanjangan dapat menyebabkan dehidrasi. Jika terus berlanjut, pasien dapat

mengalami syok. Dehidrasi yang berkepanjangan juga menghambat tumbuh

kembang janin.4 Oleh karena itu, pada pemeriksaan fisik harus dicari apakah

terdapat abnormalitas tanda-tanda vital, seperti peningkatan frekuensi nadi (>100

kali per menit), penurunan tekanan darah, kondisi subfebris, dan penurunan

kesadaran. Selanjutnya dalam pemeriksaan fisis lengkap dapat dicari tanda-tanda

dehidrasi, kulit tampak pucat dan sianosis, serta penurunan berat badan.

Selain dehidrasi, akibat lain muntah yang persisten adalah gangguan

keseimbangan elektrolit seperti penurunan kadar natrium, klor dan kalium,

sehingga terjadi keadaan alkalosis metabolik hipokloremik disertai hiponatremia

dan hipokalemia. Hiperemesis gravidarum yang berat juga dapat membuat pasien

tidak dapat makan atau minum sama sekali, sehingga cadangan karbohidrat dalam

tubuh ibu akan habis terpakai untuk pemenuhan kebutuhan energi jaringan.

Akibatnya, lemak akan dioksidasi. Namun, lemak tidak dapat dioksidasi dengan

sempurna dan terjadi penumpukan asam aseton-asetik, asam hidroksibutirik, dan

aseton, sehingga menyebabkan ketosis. Salah satu gejalanya adalah bau aseton

(buah-buahan) pada napas. Pada pemeriksaan laboratorium pasien dengan

hiperemesis gravidarum dapat diperoleh peningkatan relatif hemoglobin dan

hematokrit, hiponatremia dan hipokalemia, badan keton dalam darah dan

proteinuria.
18

Robekan pada selaput jaringan esofagus dan lambung dapat terjadi bila

muntah terlalu sering. Pada umumnya robekan yang terjadi kecil dan ringan, dan

perdarahan yang muncul dapat berhenti sendiri. Tindakan operatif atau transfusi

darah biasanya tidak diperlukan.3

Perempuan hamil dengan hiperemesis gravidarum dan kenaikan berat

badan dalam kehamilan yang kurang (<7 kg) memiliki risiko yang lebih tinggi

untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, kecil untuk masa

kehamilan, prematur, dan nilai APGAR lima menit kurang dari tujuh.

2.8 Prognosis

Tujuan terapi emesis atau hiperemesis gravidarum adalah untuk mencegah

komplikasi seperti ketonuria, dehidrasi, hipokalemia dan penurunan berat badan

lebih dari 3 kg atau 5% berat badan. Penilaian keberhasilan terapi dilakukan

secara klinis dan laboratoris. Secara klinis, keberhasilan terapi dapat dinilai dari

penurunan frekuensi mual dan muntah, frekuensi dan intensitas mual, serta

perbaikan tanda-tanda vital dan dehidrasi. Parameter laboratorium yang perlu

dinilai adalah perbaikan keseimbangan asam-basa dan elektrolit.2

Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat

memuaskan. Literatur lain menyebutkan, prognosis hiperemesis gravidarum

umumnya baik, namun dapat menjadi fatal bila terjadi deplesi elektrolit dan

ketoasidosis yang tidak dikoreksi dengan tepat dan cepat.2

Anda mungkin juga menyukai