Anda di halaman 1dari 26

PROPOSAL KEGIATAN

PENYELENGGARAAN RONDE KEPERAWATAN


DI RUANG NANGKA RSD MADANI

A. Pendahuluan
Pelayanan keperawatan pada klien secara professional dapat membantu
klien dalam mengatasi masalah keperawatan yang dihadapi klien. Salah satu
bentuk pelayanan keperawatan yang dirasakan klien kemudian
mendiskusikannya dengan tim keperawatan untuk merencanakan pemecahan
masalahnya.
Pelayanan keperawatan yang perlu dikembangkan untuk mencapai hal
tersebut adalah dengan ronde keperawatan. Dimana ronde keperawatan
merupakan sarana bagi perawat baik perawat primer maupun perawat associate
untuk membahas masalah keperawatan yang terjadi pada klien yang melibatkan
klien dan seluruh tim keperawatan termasukk konsultan keperawatan. Salah satu
tujuan dari kegiatan ronde keperawatan adalah meningkatkan kepuasan klien
terhadap pelayanan keperawatan.
B. Pengertian
Ronde keperawatan adalah suatu bagian kegiatan asuhan keperawatan
dengan membahas kasus tertentu dengan harapan adanya transfer pengetahuan
dan aplikasi pengetahuan secara teoritis kedalam praktek keperawatan secara
langsung yang dilakukan oleh perawat konselor, kepala ruangan, MA, kabid
keperawatan dengan melibatkan seluruh tim keperawatan.
Karakteristik :
1. Pasien dilibatkan secara langsung
2. Pasien merupakan focus kegiatan
3. PA, PP/katim dan konselor melakukan diskusi
4. Konselor memfasilitasi kreatifitas
5. Konselor membantu mengembangkan kemampuan PA, PP dalam
meningkatkan kemampuan mengatasi masalah.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum :
Setelah dilakukan ronde keperawatan masalah keperawatan yang dialami klien
dapat diatasi
2. Tujuan Khusus :
Setelah dilaksanakan ronde keperawatan, perawat mampu :
a. Menumbuhkan cara berfikir kritis dan sistematis dalam pemecahan
masalah keperawatan klien
b. Memberikan tindakan yang beriorientasi pada masalah keperawatan klien
c. Meningkatkan kemampuan validitas data pasien
d. Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosa keperawatan
e. Meningkatkan kemampuan justifikasi
f. Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja
g. Meningkatkan kemampuan memodofikasi rencana asuhan keperawatan
h. Melaksanakan asuhan keperawatan secara menyeluruh
D. Manfaat
1. Masalah pasien dapat teratasi
2. Kebutuhan pasien dapat terpenuhi
3. Terciptanya komunitas keperawtan yang profesional
4. Terjalinnya kerjasama antar tim
5. Perawat dapat melaksanakan model asuhan keperawatan dengan tepat dan
benar
E. Pelaksanaan
Hari/tanggal : 10 November 2015
Tempat : Ruang Nangka
Materi : Ronde keperawatan
F. Metode
1. Diskusi
2. Demonstrasi
G. Materi
1. Pengertian ronde keperawatan
2. Karakteristik
3. Langkah – langkah kegiatan ronde
4. Peran masing – masing perawat (terlampir)
H. Peserta
Peserta ronde keperawatan meliputi :
1. Mahasiswa profesi ners yang ditunjuk sebagai kepala ruangan
2. Perawat primer/katim
3. Perawat associate
4. Pembimbing lapangan
5. Kepala ruangan
6. Perawat pelaksana
I. Alat bantu
1. Ruang perawatan sebagai sarana diskusi
2. Status klien
3. Alat bantu demonstrasi
J. Langkah – langkah kegiatan ronde keperawatan
1. Pra ronde
a. Menentukan kasus dan topik
b. Menentukan tim ronde
c. Membuat informed consent
d. Membuat pre palning
e. Diskusi
f. Mencari sumber atau literature
2. Ronde
a. Diskusi
b. Demonstrasi
3. Pasca ronde
a. Evaluasi pelaksanaan ronde
b. Revisi dan perbaikan
K. Evaluasi
1. Persiapan ronde keperawatan
2. Pelaksanaan ronde keperawatan
3. Peran masing – masing tim dalam pelaksanaan ronde keperawatan
4. Tingkat kepuasan klien
L. Peran maising – masing tim
1. Peran PA
a. Menjelaskan keadaan dan data demografi pasien
b. Menjelaskan masalh keperawtan utam
c. Menjelaskan intervensi yang dilakukan
d. Menjelaskan hasil yang didapat
e. Menentukan tindakan selanjutnya
f. Menjelaskan alas an ilmiah tindakan yang diambil
g. Menggali masalah – Masalah pasien yang belum dikaji
2. Peran perawat konselor/KATIM
a. Memberikan justifikasi
b. Membrikan reinforcement
c. Menilai kebenaran dari masalah dan intervensi keperawatan serta rasional
tindakan.
d. Mengarahkan dan koreksi
e. Mengintegrasikan konsep dan teori yang telah di pelajari
M. Pengorganisasian
1. Kepala Ruangan : Ranta Pasulu Giri Allo S. Kep
2. Perawat Primer : Katim I : Rachmaini S.Kep
Katim II : Resty Mandasari S.Kep
3. Perawat associate : 1) Ariansyah S. Kep
2) I Ketut Suka Bawa S. Kep
3) Irmawati S. Kep
4) Maryam S. Latinapa S. Kep
5) Arumi S. Kep
6) Ummu Aminah S. Kep
7) Rifail S. Kep
8) Nitra Ladjamba S. Kep
4. Konselor : Penanggung jawab pasien
Perawat Made
5. Pembimbing : Supirno S.Kep Ns, M.Kes
6. Kepala Ruangan Nangka : Zulfa Tantu S.Kep
LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

A. Defenisi
Usus buntu atau apendiks
vermiformis merupakan penonjolan kecil
yang berbentuk seperti jari, yang terdapat
di usus besar (caecum), tepatnya di daerah
perbatasan dengan usus ileum kuadran
kanan bawah.Apendiks vermiformis
mungkin memiliki beberapa fungsi
pertahanan tubuh, tapi bukan merupakan
organ yang penting.
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks
berbentuk berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah
ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada
usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu
memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang
mesoapendiks penggantungnya.
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering (Mansjoer,2000). Appendicitis mengacu pada
radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada
bagian inferior dzri sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah
abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan
mengikis mukosa menyebabkan inflamasi ( Wilson & Goldman, 1989 )
B. Etiologi
Terjadinya apendisitis akut
umumnya disebabkan oleh infeksi
bakteri. Namun terdapat banyak sekali
faktor pencetus terjadinya penyakit ini.
Diantaranya obstruksi yang terjadi
pada lumen apendiks. Obstruksi pada
lumen apendiks ini biasanya
disebabkan karena adanya timbunan
tinja yang keras ( fekalit), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit,
benda asing dalam tubuh, . Ascaris (cacing kermi), Konsumsi rendah serat, cancer
primer dan striktur ( peradangan ) serta infeksi kuman dari kolon . Namun yang
paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan
hiperplasia jaringan limfoid.
Penyabab apendiksistiis belum sepenuhnya dimengerti. Pada kebAnyakan
kasus, peradangan dan infeksi usus buntu mungkin didahului oleh adanya
penyumbatan di dalam usus buntu. Bila peradangan berlanjut tanpa pengobatan,
usus buntu bias pecah dan dapat mengakibatkan fatal bagi si penderita.
C. Patofisiologi
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau
tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau benda asing.
Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen
atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam
kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi
pus.
D. Manifestasi Klinis
Apendiksitis memiliki gejala
kombinasi yang khas, yang terdiri
dari : mual,muntah dan nyeri yang
hebat di perut kanan bagian bawah.
Nyeri bisa secara mendadak dimulai
diperut sebelah atas atau sekitar
pusar , lalu timbul mual dan
muntah.setelah beberapa jam, rasa
mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah.jika dokter
menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini
dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bias mencapai 37,8-38,8’ Celsius.
Menurut Betz, Cecily, 2000 gejalanya yaitu :
1) Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah
2) Anoreksia
3) Mual, Diare
4) Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada anak yang lebih besar).
5) Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis.
6) Nyeri lepas.
7) Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
8) Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam
setelah munculnya gejala pertama.
E. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :
1) Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu
setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu
sudah bertumpuk nanah.
2) Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah
sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu
appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
Letak apendiks.
Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo
saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan
ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks
terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang
menghubungkan sias kanan dengan pusat.
Ukuran dan isi apendiks.
Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan
bersifat basa mengandung amilase dan musin.
F. Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila
diagnosa apendisitis telah ditegakkan.
Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai
pembedahan dilakukan. analgesik dapat
diberikan setelah diagnosa ditegakkan.
Apendektomi (pembedahan untuk
mengangkat apendiks) dilakukan sesegera
mungkin untuk menurunkan resiko
perforasi.
Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan
insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru
yang sangat efektif. Konsep Asuhan Keperawatan Sebelum operasi dilakukan
klien perlu dipersiapkan secara fisik maupun psikis, disamping itu juga klien perlu
diberikan pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan
diberikan latihan-latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk
digunakan dalam periode post operatif. Hal ini penting oleh karena banyak klien
merasa cemas atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan
anastesi.
Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 :
1. Sebelum operasi ( Pra operatif )
1) Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
2) Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
3) Rehidrasi
4) Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
5) Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil
untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah
rehidrasi tercapai.
6) Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
2. Operasi ( Intra Operatif )
1) Apendiktomi.
2) Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
3) Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin
mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu
beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif
sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
3. Pasca operasi
1) Observasi TTV.
2) Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah.
3) Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
4) Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama
pasien dipuasakan.
5) Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan
sampai fungsi usus kembali normal.
6) Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30
ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak.
7) Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2x30 menit.
8) Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
9) Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
G. Komplikasi
Beberpa komplikasi yang dapat terjadi :
1) Perforasi
Keterlambatan penanganan merupakan
alasan penting terjadinya perforasi. Perforasi
appendix akan mengakibatkan peritonitis
purulenta yang ditandai dengan demam tinggi,
nyeri makin hebat meliputi seluruh perut dan
perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri
tekan dan defans muskuler di seluruh perut,
peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik
(Syamsuhidajat, 1997).
2) Peritonitis
Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat
penyebaran infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas
pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata.
Dengan begitu, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik,
usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke
dalam lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan
mungkin syok. Gejala : demam, lekositosis, nyeri abdomen, muntah, Abdomen
tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus menghilang (Price dan Wilson,
2006).
3) Massa Periapendikuler
Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi
pendindingan oleh omentum. Umumnya massa apendix terbentuk pada hari ke-
4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis generalisata. Massa
apendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan keadaan umum
masih terlihat sakit, suhu masih tinggi, terdapat tanda-tanda peritonitis,
lekositosis, dan pergeseran ke kiri. Massa apendix dengan proses meradang
telah mereda ditandai dengan keadaan umum telah membaik, suhu tidak tinggi
lagi, tidak ada tanda peritonitis, teraba massa berbatas tegas dengan nyeri tekan
ringan, lekosit dan netrofil normal.
LAPORAN PENDAHULUAN HERNIA INGUINALIS
A. Pengertian
Hernia adalah suatu benjolan isi perut dari rongga yang normal melalui
lubang kongenital atau di dapat. Hernia abdominalis adalah suatu defek pada fasia
dan muskoloaponeurotik dindidng perut, baik secara congenital atau di dapat,
yang memberi jalan keluar pada setiap alat tubuh selain yang bisa melalui dinding
tersebut. Lubang itu dapat timbul karena lubang embrional yang tidak menutup
atau melebar akibat tekanan rongga perut yang meninggi.
Hernia adalah suatu penonjolan isi suatu rongga melalui pembukaan yang
abnormal atau kelemahannya suatu area dari suatu dinding pada rongga dimana ia
terisi secara normal (Lewis,SM, 2003).
Hernia inguinalis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis
internus/lateralis menelusuri kanalis inguinalis dan keluar rongga abdomen
melalui anulus inguinalis externa/medialis (Mansjoer A,dkk 2000).
Hernia inguinalis adalah prolaps sebagian usus ke dalam anulus inginalis di
atas kantong skrotum, disebabkan oleh kelemahan atau kegagalan menutup yang
bersifat kongenital. ( Cecily L. Betz, 2004).
Hernia Inguinalis adalah suatu penonjolan kandungan ruangan tubuh
melalui dinding yang dalam keadaan normal tertutup (Ignatavicus,dkk 2004).
Hernia terdiri atas 3 hal yaitu:
1. Kantong hernia
2. Isi hernia
3. Cincin hernia
B. Penyebab
1. Kngenital/cacat bawaanSejak kecil sudah ada, prosesnya terjadi intrauteri,
berupa kegagalan perkembangan
2. Hrediter (kelainan dalam keturunan)
3. Umur (hernia dijumpai pda semua umur)
4. Jenis kelaminLebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita
5. Didapat, seperti mengedan terlalu kuat, mengangkat barang-barang yang berat
C. Patofisiologi
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus pada bulan ke-8
kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut, akan menarik perineum
ke daerah scrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan
prosesus vaginalis peritonei, pada bayi yang baru lahir umumnya prosesus ini
telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis
tersebut, namun dalam beberapa hal seringkali kanalis ini tidak menutup karena
testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering
terbuka, bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka dalam
keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan.
Bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi) akan
timbul hernia inguinalis lateralis congenital pada orang tua kanalis tersebut telah
menutup namun karena merupakan lokus minoris persistence, maka pada keadaan
yang menyebabkan tekanan intra abdominal meningkat, kanalis tersebut dapat
terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateral akuisita keadaan yang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal adalah kehamilan, batuk
kronis, pekerjaan mengangkat beban berat, mengejan pada saat defekasi, miksi
misalnya pada hipertropi prostate.
Apabila isi hernia keluar melalui rongga peritoneum melalui anulus
inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior
kemudian hernia masuk ke dalam hernia kanalis inguinalis dan jika cukup
panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus, dan bila berlanjut
tonjolan akan sampai ke scrotum yang disebut juga hernia scrotalis (Mansjoer,
2000, hal 314; Sjamsuhidajat, Jong, 1997, hal 704).
 Hernia inguinalis indirekta ( lateralis ) : tonjolan keluar melalui anulus
internus kanalis inguinalis ke skrotom, dan sebagian besar mempunyai dasar
kongenital.
 Hernia inguinalis directa ( medialis ) : tonjolan keluar melalui segitiga
Haselbach, dan merupakan hernia yang didapat ( acquisita ).
 Hernia femoralis lebih banyak dijumpai pada wanita karena perubahan fisik
dan biokemis yang terjadi pada wanita hamil.SEGITIGA HASELBACH
 Segitiga Haselbach adalah tempat keluarnya Hernia Direks, dibatasi oleh:
Ligamen Inguinalis (inferior), Tepi otot rectus (medial)dan Pembuluh
Epigastrika inferior (lateral)
 Anulus internus adalah tempat keluarnya hernia indirek
D. Manifestasi Klinis
1. Penderita mengeluh ada benjolan pada perut bagian bawah atau pelipatan
paha.
2. Benjolan tsb timbul bila mengejan, batuk, berdiri, berjalan, menangis dan
menghilang bila penderita tidur.
3. Benjolan bentuknya ellips atau seperti botol
4. Jika benjolan tidak kelihatan, penderita disuruh mengejan maka keluar
benjolan dari arah lateral ke medial, kadang sampai skrotom.
5. Bila isi hernia tidak dapat masuk kembali disebut Hernia iresponibilis
6. Bila terjadi penjepitan isi hernia oleh anulus (cincin hernia) disebut Hernia
inkarserata
7. Bila terjadi gangguan vaskularisasi dari isi hernia karena penjepitan disebut :
Hernia strangulata
E. Klsifikasi Hernia
 Hernia externa : yaitu hernia yang tonjolanya tampak atau dapat dilihat dari
luar, antara lain :Hernia inguinalis lateralis ( Hernia indirecta ), Hernia
inguinalis medialis ( Hernia directa ),Hernia femoralis, Hernia umbilikalis,
Hernia supra umbilikalis, Hernia cicatricalis
 Hernia interna : yaitu hernia yang tonjolanya tidak tampak dari luar, tonjolan
ke fossa intra abdomen, antara lain :Hernia obturatoria, Hernia diafragmatika,
Hernia foramen Winslowi, Hernia pada ligament Treitz

1. Hernia Inguinalis
a. Lateralis
b. Medialis
2. Hernia Umbilikus
3. Hernia Abdominalis
4. Hernia Femoralis
5. Hernia Epigastrik

1. Hernia Inguinalis Lateralis


Adalah hernia yang melalui annulus inguinalis internus yang terletak
di sebelah lateral vasa epigastrika inferior, menyusuri kanalis inguinalis dan
keluar kerongga perut melalui annulus inguinalis eksternus.
Pada pria normal kanalis inguinalis berisi : fesikulus spermatikus, vasa
spermatika, nervus spermatikus, muskulus spermater prosessus vaginalis
peritonei dan ligamentum rotundum.sedangkan pada wanita, kanalis ini hanya
berisi ligamentum rotundum
a. Patogenesis
 Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke
8 kehamilan, terjadi dessensus testis melalui kanal tersebut. Pada bayi
yang sudah lahir, umumnya prosessus ini telah mengalami obliterasi
sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Namun
dalam beberapa hal, sering kali kanalis ini tidak menutup. Karena
testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih
sering terbuka. Bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan
juga terbuka
 Bila prosessus terbuka terus maka akan timbul hernia inguinalis
lateralis congenital. Namum karena merupakan fokus minoris
resistensie, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intra
abdominal meningkat, kanal tersebut dapat terbuka kembali dan
timbul hernia inguinalis lateralis akuista.
b. Gejala klinis
 Adanya turun berok
 Mual
 Muntah
 Nyeri pada benjolan
c. Pemeriksaan fisik
 Bila ada hernia maka akan nampak benjolan. Bila benjolan sejak
permulaan sudah nampak, maka harus di buktikan bahwa benjolan itu
dapat di masukkan kembali
 Pemeriksaan cincin hernia
d. Penatalaksanaan
 Pada hernia inguinalis lateralis responibilis, maka di lakukan bedah
efektif, karena di takutkan terjadi komplikasi. Tindakan bedah pada
hernia ini disebut dengan herniotomi dan herniografi.
2. Hernia Inguinalis Medialis
 adalah hernia yang melalui dinding inguinal posteromedialis dari vasa
epigastrika inferior di daerah yang dibatasi segitiga hasselbach
 disebabkan oleh faktor peninggian tekanan intra abdomen kronik dan
kelemahan otot dinding di trigonum Hesselbach

 Hernia ini disebut direkta, karena dia langsung menuju annulus


inguinalis eksterna, sehingga annulus inguinalis interna di tekan, bila
penderita mengejan atau berdiri tetap akan timbul benjolan. Bila
hernia ini sampai ke skortum, maka akan sampai ke bagian atas
skortum. Pada penderita kadang-kadang di temukan gejala mudah
kencing Karena buli-buli iktu membentuk dinding medial hernia
a. Penatalaksanaan
1) Pengobatan Konservatif
 Melakukan reposisi dan pemakaian penyangga / penunjang untuk
memperhatikan sisi hernia yang di reposisi
 Jika reposisi hernia tidak berhasil, dalam waktu 6 jam reposisi
harus di lakukan operasi segera
2) Pengobatan Operatif
 Herniotomi
Dilakukan pembedahan kantong hernia sampai ke lehernya,
kantong di buka dan isi hernia di bebaskan kalau ada
perlengkapan, kemudian di reposisi kantong hernia di jahit, di ikat
setinggi mungkin lalu di potong
3. Massa Skrotum
a. Pengertian :
 Massa Skrotum adalah suatu benjolan atau pembengkakan yang bisa
dirasakan di dalam skrotum (kantung zakar).
b. Penyebab :
 Penyebab dari pembentukan massa skrotum bisa berupa:
- Peradangan maupun infeksi (misalnya epididimitis)
- Cedera fisik pada skrotum
- Herniasi (hernia inguinalis)
- Tumor.

c. Gejala
 Benjolan/pembengkakan di dalam skrotum, dengan ataupun tanpa
rasa nyeri
 Bisa terjadi kemandulan
 Skrotum membesar.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
 Jika menemukan pembesaran massa skrotum yang besar, hal ini
adalah kemungkinan adanya hernia, maka anjurkan pasien untuk
tidur terlentang. Dengan posisi tersebut diharapkan massa akan
kembali sendiri ke dalam abdomen. Jika massa tersebut masuk,
maka massa tersebut adalah suatu hernia.
2) Palpasi
 Masukkan jari di atas massa di dalam scrotum, jika jari dapat
masuk berarti suspek hidrokel
3) Auskultasi
 Dengarkan massa dengan stetoskop, jika terdengar bunyi usus
berarti suatu hernia, tetapi jika terdengar bising usus berarti suatu
hidrokel
e. Pengobatan
1) Pengobatannya bisa berupa aspirasi (pengisapan cairan) dengan
bantuan sebuah jarum atau pembedahan. Tetapi jika dilakukan
aspirasi, kemungkinan besar hidrokel akan berulang dan bisa terjadi
infeksi.
2) Setelah dilakukan aspirasi, bisa disuntikkan zat sklerotik (misalnya
tetrasiklin, natrium tetra desil sulfat atau urea) untuk
menyumbat/menutup lubang di kantung skrotum sehingga cairan
tidak akan tertimbun kembali.
4. Hernia Umbilikus
 Pada bayi laki-laki dan perempuan hernia umbilikus terjadi bila
penutupan umbilikus (bekas tali pusar) tidak sempurna. Seharusnya, bila
penutupan membuat umbilikalis tetap terbuka. Bila hal ini terjadi, tentu
akan menyisakan lubang sehingga usus bisa keluar masuk ke daerah
tersebut.
5. Hernia Abdominalis
 adalah penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui suatu defek
pada fasia dan muskuloaponeurotik dinding perut,baik secara kongenital
atau didapat,yang memberi jalan keluar pada setiap alat tubuh selain
yang biasa melalui dinding tersebut.
6. Hernia Femoralis
 Pada umumnya dijumpai pada perempuan tua, kejadian pada wanita
kira-kira 4 kali lelaki. Keluhan biasanya berupa benjolan di lipat paha.
Sering penderita datang ke dokter atau rumah sakit dengan hernia
strangulata. Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan di lipat paha di
bawah ligamentum inguinale, di medial vena femoralis dan lateral
tuberkulum pubikum. Tidak jarang yang lebih jelas adalah tanda
sumbatan usus, sedangkan benjolan di lipat paha tidak ditemukan, karena
kecilnya atau karena penderita gemuk. Hernia ini masuk melalui annulus
femoralis ke dalam kanalis femoralis dan keluar pada fosa ovalis di lipat
paha.
F. Komplikasi
1. Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantung hernia sehingga
isi kantung hernia tidak dapat dikembalikan lagi, keadaan ini disebut hernia
ingunalis lateralis ireponibins pada keadaan ini belum gangguan penyaluran
isi usus, isi hernia yang menyebabkan ireponibilis adalah omentum, karena
mudah melekat pada dinding hernia.
2. Terjadi tekanan terhadap cincin hernia, akibat makin benyaknya usus yang
masuk cincin hernia relatif semakin sempit dan menimbulkan gangguan isi
perut, ini dsebut hernia inguinalis lateralis inkarserata.
3. Bila hernia dibiarkan maka akan timbul edema dan terjadi penekanan
pembuluh darah sehingga terjadi nekrosis keadaan ini disebut hernia ingunalis
lateralis stranggulasi, terjadi karena usus berputar (melintar) pada keadaan
inkarserasi dan stranggulasi maka timbul gejala illeusmuntah, kembung dan
obstipasi pada stranggulasi nyeri hebat daerah tonjolan menjadi lebih merah
dan penderita sangat gelisah.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A
DENGAN DIAGNOSA POST OP APPENDIDITIS DAN POST OP
HERNIA INGUNALIS

A. Identitas
Nama pasien : Tn. A
Umur : 40 Thn
Alamat : Tawaeli
Agama : Islam
B. Diagnose Medis
Post Op Appendiditis Dan Post Op Hernia Ingunalis
C. Keluhan Utama
Nyeri Post Op
D. Riwayat Keluhan Sekarang
Pasien post op ke 7 dengan keluhan masih nyeri pada Post Op
E. Riwayat Keluhan Dahulu
F. Pemeriksaan Fisik
TTV: TD: 100/70 mmHg N: 89x/I S: 36,6 P: 20x/i
Kebutuhan dasar
Oksigen
Klien mengatakan tidak sesak, respirasi : tidak batuk berlendir, tidak ada
penggunaan alat bantu,
Nutrisi
Klien mengatakan makan 3 kali sehari.
Cairan
Klien mengatakan selama dirawar dirumah sakit minumnya cukup.
Eliminasi
Klien mengatakan BAB 2 kali, dan BAK terpasang kateter 200 cc
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan lab(tgl 02/10/2015)
< Range >
6 3
RBC 4.6 10 /mm 4,50 6,50
HGB 12.8 g/dl 14,0 18,0
HCT 40 % 40,0 54,0
MCV 71,2

WBC 11,6 103/mm3 4,0 10.0

Terapi
Terapi tanggal 10 November 2015
Terpasang cairan RL 20 tpm
Ranitidin 1 Amp/8 jam/ IV
Ketorolac 1 Amp/ 8 jam/ IV
Metrodinazole 500 mg/8 jam/ IV
H. Diagnosa Keperawatan
Tanggal 10 Oktober 2015
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik :
DS : - pasien mengeluh nyeri bekas operasi
- Pasien mengatakan nyerinya seperti di tusuk-tusuk
DO :
 Ku lemah
 Skala nyeri 5
 Ekpresi wajah meringgis
 Ada luka post operasi
Tujuan : untuk mengurangi rasa nyeri pasien dengan kriteria :

 pasien dapat mengatasi nyeri


 pasien dapat mengenal nyeri
 Tanda - tanda vital :
TD : 140/90 mmHg
N : 90 x/ menit
S : 36,6ᵒ C
R : 20 x/ menit
Intervensi Keperawatan :
 Kaji nyeri secara komprehensif,
 Observasi reaksi verbal dan non verbal
 Anjurkan untuk meningkatkan istirahat
 Ajarkan teknik non farmakologi
 Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Implementasi Keperawatan :
 Mengkaji nyeri secara komprehensif,
 Mengobservasi reaksi verbal dan non verbal
 Menganjurkan untuk meningkatkan istirahat
 Mengajarkan teknik non farmakologi
 Pemberian obat melalui iv
2. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya factor resiko :
DS :
DO :
 Ada luka bekas operasi
 Terpasang draine
 Wbc 11.600
Tujuan : untuk mencegah terjadi infeksi.
Intervensi Keperawatan :
 Cuci tangan sebelum melakukan tindakkan
 Kaji area luka/ insisi
 Observasi adanya kemerahan dan push di area insisi
 Anjurkan banyak mengosumsi makanan yang banyak mengandung
protein
 Ganti verban dengan tindakkan aseptic
 Kolaborasi dalam pemberian antibiotik
Implementasi Keperawatan :
 Mencuci tangan sebelum melakukan tindakkan
 Mengkaji area luka/ insisi
 Mengobservasi adanya kemerahan dan push di area insisi
 Menganjurkan banyak mengosumsi makanan yang banyak
mengandung protein
 Menganti verban dengan tindakkan aseptic
 Penatalaksanaan dalam pemberian antibiotic.

Anda mungkin juga menyukai