Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

HEART FAILURE (GAGAL JANTUNG)

I. Konsep Heart Failure (Gagal Jantung)


1.1 Definisi Heart Failure (Gagal Jantung)
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis adanya kelainan fungsi
jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peningkatan pengisian ventrikel kiri (Noer,1996). Gagal jantung juga dapat
didefinisikan dimana suatu keadaan ketika jantung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh meskipun tekanan
pengisian vena dalam keadaan normal.

Gagal jantung dibagi menjadi beberapa macam yaitu, gagal jantung kanan, kiri
dan kombinasi atau kongestif. Pada gagal jantung kiri terdapat bendungan paru,
hipotensi, dan vasokontriksi perifer yang mengakibatkan penurunan perfusi
jaringan. Gagal jantung kanan ditandai dengan adanya edema perifer, asites, dan
peningkatan tekanan vena jugularis. Gagal jantung kongestif adalah gabungan
dari gagal jantung kanan dan kiri.

1.2 Etiologi Heart Failure (Gagal Jantung)


Gagal Jantung disebabkan oleh disfungsi miokardial dimana jantung tidak
mampu untuk mensuplai darah yang cukup untuk mempertahankan kebutuhan
metabolik jaringan perifer dan organ tubuh lainnya. Gangguan fungsi miokard
terjadi akibat dari miokard infark acut (MCI), Prolonged Cardiovaskular Stress
(hipertensi dan penyakit katup), toksin (ketergantungan alkohol) atau infeksi.

Menurut Black&Hawks (2009) penyebab Gagal jantung dapat dibedakan dalam


tiga kelompok yang terdiri dari:
(1) kerusakan kontraktilitas ventrikel
(2) peningkatan afterload
(3) kerusakan relaksasi dan pengisian ventrikel (kerusakan pengisian diastolik).
Kerusakan kontraktilitas dapat disebabkan coronary arteri disease (miokard
infark dan miokard iskemia), chronic volume overload (mitral dan aortic
regurgitasi) dan cardiomyopathies. Peningkatan afterload terjadi karena stenosis
aorta, mitral regurgitasi, hipervolemia, defek septum ventrikel, defek septum
atrium, paten duktus arteriosus dan tidak terkontrolnya hipertensi berat.
Sedangkan kerusakan pengisian diastolik pada ventrikel disebabkan karena
hipertrofi ventrikel kiri, restrictive cardiomyopathy, fibrosi miokard, transient
myocardial ischemia, dan kontriksi perikardial.
1.3 Tanda dan Gejala Heart Failure (Gagal Jantung)
Gejala Khas gagal jantung:
 Sesak napas saat istirahat atau aktifitas
 Kelelahan
 Edema tungkai

Tanda khas gagal jantung:

 Takikardia
 Takipnea
 Ronki paru
 Efusi pleura
 Peningkatan tekanan vena jugularis
 Edema perifer
 Hepatomegali
 Kardiomegali
 Suara jantung ke 3
 Murmur jantung
 Abnormalitas dalam gambaran elektrokardiografi
 Kenaikan peptida natriuretik.

Menurut Tambayong (2000) gagal jantung dimanifestasikan sesuai


klasifikasinya:
1. Gagal jantung kiri, ditandai:
a. Edema Pulmo (penumpukan cairan pada rongga dada)
b. Dispnea (sesak nafas)
c. Wheezing (mengi)
d. Mudah lelah
e. Ansietas (perasaan cemas)
2. Gagal jantung kanan, ditandai:
a. Oedem depend (penumpukan cairan pada daerah distal dari jantung)
b. Hepatomegali (pembesaran hati)
c. Asites (penumpukan cairan pada rongga peritoneum)
d. Distensi vena jugularis (adanya bendungan pada vena jugularis)

1.4 Patofisiologi Heart Failure


Bila reservasi jantung (cardiac reserved) normal untuk berespons terhadap stress
tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh, maka jantung gaggal
untuk melakukan tugasnya sebagai pompa dan akibatnya terjadi gagal jantung.
Pada tingkat awal, disfungsi komponen pompa secara nyata dapat
mengakibatkan gagal jantung. Terdapat empat mekanisme respons primer
terhadap gagal jantung meliputi:
1. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis.
2. Meningkatnya beban awal aktibat aktivasi neurohormon.
3. Hipertrofi ventrikel
4. Volume cairan berlebih (overload volume).

Keempat respon ini adalah upaya untuk mempertahankan curah jantung.


Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada
tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini dan pada keadaan
istirahat.

Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respons


simpatis kompensatoris. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis
merangsang pengeluaran katekolamin dan saraf-saraf adrenergic jantung dan
medulla adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk
meningkatkan curah jantung. Arteri perifer juga melakukan vasokontriksi untuk
menstabilkan tekanan arteri dan retribusi volume darah dengan mengurangi
aliran darah ke organ-organ yang rendah metabolismenya seperti kulit dan
ginjal. Pada keadaan gagal jantung, baroreseptor diaktivasi sehingga
menyebabkan peningkatan aktivitas simpatis pada jantung, ginjal, dan pembuluh
darah perifer. Angiotensin II dpat meningkatkan aktivitas simpatis tersebut.
Aktivitas system saraf simpatis yang berlebihan menyebabkan peningkatan
kadar noradrenalin plasma, yang selanjutnya akan menyebabkan vosokontriksi,
takikardia, serta retensi garam dan air. Aktivitas simpatis yang berlebihan juga
dapat menyebabkan nekrosis sel otot jantung.

1.5 Pemeriksaan Penunjang


 Pada pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio
kardiotorasik (CTR) > 50%), terutama bila gagal jantung sudah kronis.
Kardiomegali dapat disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri atau kanan, LVH,
atau kadang oleh efusi perikard. Derajat kardiomegali tidak berhubungan
dengan fungsi ventrikel kiri.
 Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebaigian
besar pasien (80-90%), termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertropi
LV, gangguan konduksi, aritmia.
 Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis
gagal jantung. Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan
diastolik), dan abnormalitas gerakan dinding dapat dinilai dan penyakit
katub jantung dapat disinggirkan.
 Tes darah dirkomendasikan untuk menyinggirkan anemia dan menilai fungsi
ginjal sebelum terapi di mulai. Disfungsi tiroid dapat menyebabkan gagal
jantung sehingga pemeriksaan fungsi tiroid harus selalu dilakukan.
 Pencitraan radionuklida menyediakan metode lain untuk menilai fungsi
ventrikel dan sangat berguna ketika citra yang memadai dari ekokardiografi
sulit diperoleh. Pemindahan perfusi dapat membantu dalam menilai
fungsional penyakit jantung koroner.

1.6 Komplikasi Heart Failure


1. Efusi pleura : Terjadi karena peningkatan tekanan kapiler pleura
2. Aritmia : Pembesaran ruang jantung menyebabkan gangguan jalur
elektrik normal.
3. Thrombus ventrikel kiri : Pembesaran ventrikel kiri dan penurunan curah
jantung meningkatkan kemungkinan
pembentukan thrombus.
4. Hepatomegali : Pada gagal ventrikel kanan, kongesti vena merusak sel
hepar, terjadi fibrosis dan sirosis hepar.

1.7 Penatalaksanaan
1. Terapi Umum dan Faktor Gaya Hidup
a. Aktifitas fisik harus disesuaikan dengan tingkat gejala. Aktifitas yang
sesuai menurunkan tonus simpatik, mendorong penurunan berat badan, dan
memperbaiki gejala dan toleransi aktivitas pada gagal jantung
terkompensasi dan stabil.
b.Oksigen merupakan vasorelaksan paru, merupakan afterload RV, dan
memperbaiki aliran darah paru.
c. Merokok cenderung menurunkan curah jantung, meningkatkan denyut
jantung, dan meningkatkan resistensi vascular sistemik dan pulmonal dan
harus dihentikan.
d.Konsumsi alkohol merubah keseimbangan cairan, inotropik negatif, dan
dapat memperburuk hipertensi. Penghentian konsumsi alcohol
memperlihatkan perbaikan gejala dan hemodinamik bermakna.

2. Terapi obat-obatan
a. Diuretik
Digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan
pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung (Tjay,
2007). Diuterik yang sering digunakan golongan diuterik loop dan
thiazide. Diuretik Loop (bumetamid, furosemid) meningkatkan ekskresi
natrium dan cairan ginjal dengan tempat kerja pada ansa henle asenden,
namun efeknya bila diberikan secara oral dapat menghilangkan pada
gagal jantung berat karena absorbs usus. Diuretik ini menyebabkan
hiperurisemia. Diuretik Thiazide (bendroflumetiazid, klorotiazid,
hidroklorotiazid, mefrusid, metolazon). Menghambat reabsorbsi garam di
tubulus distal dan membantu reabsorbsi kalsium. Diuretik ini kurang
efektif dibandingkan dengan diuretic loop dan sangat tidak efektif bila
laju filtrasi glomerulus turun dibawah 30%. Penggunaan kombinasi
diuretic loop dengan diuretic thiazude bersifat sinergis. Tiazide memiliki
efek vasodilatasi langsung pada arterior perifer dan dapat menyebabkan
intoleransi karbohidrat (Gibbs CR, 2000).
b. Digoksin
Glikosida seperti digoksin meningkatkan kontraksi miokard yang
menghasilkan inotropisme positif yaitu memeperkuat kontraksi jantung,
hingga volume pukulan, volume menit dan dieresis diperbesar serta
jantung yang membesar menjadi mengecil (Tjay, 2007).
c. Vasodilator
Dapat menurunkan afterload jantung dan tegangan dinding ventrikel,
yang merupakan determinan utama kebutuhan oksigen moikard,
menurunkan konsumsi oksigen miokard dan meningkatkan curah
jantung. Vasodilator dapat bekerja pada system vena (nitrat) atau arteri
(hidralazin) atau memiliki efek campuran vasodilator dan dilator arteri
(penghambat ACE, antagonis reseptor angiotensin, prazosin dan
nitroprusida).
d. Antikoagolan adalah zat-zat yang dapat mencegah pembekuan darah
dengan jalan menghambat pembentukan fibrin. Antagonis vitamin K ini
digunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk
memebeku yang meningkat, misalnya pada trombosis. Pada trobosis
koroner (infark), sebagian obat jantung menjadi mati karena penyaluran
darah kebagian ini terhalang oleh tromus disalah satu cabangnya. Obat-
obatan ini sangat penting untuk meningkatkan harapan hidup penderita
(Tjay, 2007).
e. Antiaritmia dapat mencegah atau meniadakan gangguan tersebut dengan
jalan menormalisasi frekuensi dan ritme pukulan jantung. Kerjanya
berdasarkan penurunan frekuensi jantung. Pada umumnya obat-obatn ini
sedikit banyak juga mengurangi daya kontraksinya. Perlu pula
diperhatikan bahwa obatobatan ini juga dapat memeperparah atau justru
menimbulkan aritmia (Tjay, 2007). Obat antiaritmia memepertahankan
irama sinus pada gagal jantung memberikan keuntungan simtomatik, dan
amiodaron merupakan obat yang paling efektif dalam mencegah AF dan
memperbaiki kesempatan keberhasilan kardioversi bila AF tetap ada
(Gibbs, 2000).
1.8 Pathway

Aritmia Tercetusnya Gagal


ventrikuler aktifasi (after Jantung
potential),
otomatisasi,
Kematian dan re-entry Curah jantung
mendadak

Peningkatan aktivitas Aktifasi system Renin- Hipertrofi


adenergik simpatik angiotensin- Aldostreron ventrikel

Vasokontriksi sistemik Angiotensin Pemendekan


I ACE II miokard

Pengeluaran Pengisial LV
Menurunnya Vasokontriksi
aldosteron (LVEDP )
GFR nefron ginjal

Me reabsorbsi Na+
Aliran tidak
dan H2O olh tubulus
Me ekskresi Na+ adekuat ke
dan H2O dalam urine jantung dan
Resiko Resiko tinggi otak
tinggi gagal gangguan
perfusi
Urine output ginjal akut
volume plasma jaringan Resiko tinggi
Tekanan hidrostatik tingkat
kesadaran

Resiko tinggi kelebihan Resiko tinggi


volume cairan Pe suplai O2 ke penurunan curah
miokardium jantung

Perubahan metabolisme Peningkatan hipoksia Syok kardiogenik


miokardium jaringan miokardium

kematian
Nyeri dada Iskemia
miokardium
Kondisi dan
Pemenuhan nutrisi prognosis penyakit
kurang dari Infark miokardium
kebutuhan

konstipasi
II. Rencana Asuhan Keperawatan Klien dengan Heart Failure (Gagal Jantung)
2.1 Pengkajian
 Biodata : yang perlu dicantumkan adalah nama, umur, pekerjaan, alamat
dan agama
 Keluhan utama :
Kelemahan saat beraktivitas dan sesak napas.

2.1.1 Riwayat keperawatan


a. Riwayat penyakit sekarang (P.Q.R.S.T)
P (Provocating Incident):
Kelemahan fisik terjadi setelah melakukan aktivitas ringan sampai
berat, sesuai derajat gangguan pada jantung.

Q (Quality of pain):
Seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan aktivitas yang
dirasakan atau digambarkan klien. Biasanya setiap beraktivitas klien
merasakan sesak napas (dengan menggunakan alat atau otot bantu
pernapasan).

R (Region, radiation, relief):


Apakah kelemahan fisik bersifat local atau mempengaruhi
keseluruhan system otot rangka dan apakah disertai ketidakmampuan
dalam melakukan pergerakan.

S (Seventy; scale) of pain:


Kaji rentang kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari-
hari. Biasanya kemampuan klien dalam beraktivitas menururn sesuai
derajat gangguan perfusi yang dialami organ.

T (Time):
Sifat mula timbulnya (onset), keluhan kelemahan aktifitas biasanya
timbul perlahan. Lama timbulnya (durasi) kelemahan saat
beraktivitas biasanya setiap saat, baik saat istirahat maupun saat
beraktivitas.

b. Riwayat penyakit dahulu


Menanyakan apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada,
hipertensi, iskemia miokardium, infark miokardium, diabetes
mellitus dan hiperlipdemia. Tanyakan mengenai obat-obatan yang
biasanya diminum oleh klien pada masa lalu, dan masih relevan
dengan kondisi saat ini. Catat adanya efek samping yang terjadi
dimasa lalu, alergi obat, dan reaksi alergi yang timbul.
c. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit jantung iskemik pada orangtua yang timbulnya pada usia
muda merupakan faktor resiko utama terjadinya penyakit jantung
iskemik pada keturunannya.

d. Riwayat pekerjaan dan pola hidup


Tanyakan tentang kebiasaan meminum minuman alcohol, merokok,
sudah berapa lama, berapa batang per hari dan jenis rokok.

2.1.2 Pemeriksaan Fisik


 Keadaan umum:
Tingkat kesadaran : Composmentis
 Aktivitas/istirahat
- Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari,
insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
- Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital
berubah pad aktivitas.
 Sirkulasi
- Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya,
penyakit jantung , bedah jantung , endokarditis, anemia, syok
septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
- Tanda :
 TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).
 Tekanan Nadi ; mungkin sempit.
 Irama Jantung ; Disritmia.
 Frekuensi jantung ; Takikardia.
 Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah
 posisi secara inferior ke kiri.
 Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat
 terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.
 Murmur sistolik dan diastolic.
 Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
 Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian
 kapiler lambat.
 Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
 Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
 Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting
 khususnya pada ekstremitas.

 Integritas ego
- Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
- Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah,
ketakutan dan mudah tersinggung.
 Eliminasi
- Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih
malam hari (nokturia), diare/konstipasi.

 Makanan/cairan
- Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan
berat badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah,
pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah
diproses dan penggunaan diuretic.
- Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen
(asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).

 Higiene
- Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas
Perawatan diri.
- Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.

 Neurosensori
- Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
- Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan
mudah tersinggung.

 Nyeri/Kenyamanan
- Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan
atas dan sakit pada otot.
- Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku
melindungi diri.

 Pernapasan
- Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan
beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat
penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
- Tanda :
 Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori
pernpasan.
 Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus
menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
 Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema
pulmonal)
 Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
 Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
 Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
 Keamanan
- Gejala : Perubahan dalam fungsi mental,
kehilangankekuatan/tonus otot, kulit lecet.
 Interaksi sosial
- Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang
biasa dilakukan.
2.1.3 Pemeriksaan Penunjang
1.EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia
san kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi,
fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih
setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular.
2.Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan
dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas
ventricular.
3.CT scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan
pergerakan dinding.
4.Kateterisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan
stenosi katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner.
Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran
bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas.

2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa I : Penurunan curah jantung (00029)
2.2.1 Definisi
Ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung untuk memenuhi
kebutuhan metabolic tubuh

2.2.2 Batasan karakteristik


Perubahan frekuensi irama jantung
 Bradikardia
 Palpitasi jantung
 Perubahan elektrokardiogram (EKG) (mis., aritmia, abnormalitas
konduksi, iskemia)
 Takikardia

Perubahan preload
 Distensi vena jugularis
 Edema
 Keletihan
 Murmur jantung
 Peningkatan berat badan
 Peningkatan CVP
 Peningkatan PAWP
 Penurunan pulmonary artery wedge pressure (PAWP)
 Penurunan tekanan vena sentral (central venous pressure)

Perubahan afterload
 Dipsnea
 Kulit lembab
 Oliguria
 Pengisian kapiler memanjang
 Peningkatan PVR
 Peningkat SVR
 Penurunan nadi perifer
 Penurunan resistansi vaskularparu
 Penurunan resistensi vascular sistemik
 Perubahan tekanan darah
 Perubahan warna kulit

Perubahan kontraktilitas
 Batuk
 Bunyi napas tambahan
 Bunyi S3
 Bunyi S4
 Dispnea paroksimal noktural
 Ortopnea
 Penutunan fraksi ejeksi
 Penurunan indeks jantung
 Penurunan stroke volume

Perilaku/Emosi
 Ansietas
 Gelisah

2.2.3 Faktor yang berhubungan


 Perubahan afterload
 Perubahan frekuensi jantung
 Perubahan irama jantung
 Perubahan kontraktilitas
 Perubahan preload
 Perubahan volume sekuncup

Diagnosa II : Intoleransi aktivitas


2.2.4 Definisi
Ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk mempertahankan
atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang
ingin dilakukan.
2.2.5 Batasan karakteristik
 Dipsnea setelah beraktivitas
 Keletihan
 Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
 Perubahan elektrokardiogram (EKG)
 Respons frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas.
 Respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas.
2.2.6 Faktor yang berhubungan
 Gaya hidup yang kurang gerak
 Imobilitas
 Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
 Tirah baring
Diagnosa III : Kelebihan volume cairan (00026)
2.2.7 Definisi
Penigkatan retensi cairan isotonic

2.2.8 Batasan karakteristik


 Ada bunyi jantung S3
 Anasarka
 Ansietas
 Asupan melebihi haluaran
 Azotemia
 Bunyi napas tambahan
 Dispnea
 Dispnea noktural proksimal
 Distensi vena jugularis
 Edema
 Efusi pleura
 Gangguan pola napas
 Gangguan tekanan darah
 Gelisah
 Hepatomegali
 Ketidak seimbangan
elektrolit
 Kongesti pulmonal
 Oliguria
 Ortopnea
 Penambahan berat badan
dalam waktu sangat singkat
 Peningkatan tekanan vena
sentral
 Penurunan hematokrit
 Penurunan hemoglobin
 Perubahan berat jenis urin
 Perubahan status mental
 Perubahan tekanan arteri
 Reflex hepatojugular positif
Faktor yang berhubungan
 Gangguan mekanisme regulasi
 Kelebihan asupan cairan
 Kelebihan asupan natrium

2.3 Perencanaan
Diagnosa I : Penurunan curah jantung
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
 Pasien mempertahankan kestabilan hemodinamik. Tekanan darah dan
nadi tetap berada pada rentang yang diharapkan.
 Kulit tetap hangat dan kering
 Penurunan atau ketiadaan episode dispnea.
 Tidak ada tanda-tanda pusing atau sinkop
 Tidak ada keluhan nyeri dada
 Pasien mempraktikkan teknik pengurangan stress setiap 2 jam.
 Curah jantung tetap adekuat.
 Tidak ada aritmia pada pasien.
 Pemahaman pasien tentang gejala, diet, pengobatan, dan tingkat
aktivitas.

2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional


1. Pantau nadi apical dan radialis sekurang-kurangnya setiap 4 jam
Rasional : Untuk mendeteksi aritmia secara lebih baik.
2. Catat irama nadi minimal 4jam dan laporkan ketidakaturannya.
Rasional : aritmia dapat mengindikasikan komlikasi yang menuntut
intervensi yang cepat.
3. Kaji temperature kulit setiap 4jam.
Rasional : Kulit yang dingin dan lembab dapat mengindikasikan
penurunan curah jantung.
4. Kaji status pernapasan minimal setiap 4jam. Laporkan adanya
dispnea atau kegelisahan.
Rasional : Suara napas tambahan atau dispnea dapat
mengindikasikan terbentuknya cairan di paru dan dasar kapiler paru.
5. Berikan oksigen, sesuai instruksi.
Rasional : Meningkatkan suplai oksigen ke miokardium.
6. Laporkan keluhan pusing atau sinkop
Rasional : Tanda tersebut dapat mengindikasikan hipoksia serebral.
7. Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri dada segera.
Rasional : tanda tersebut dapat mengindikasikan hipoksia atau cedera
miokardial.

Diagnosa II : Intoleransi aktivitas


2.3.3 Tujuan dan Kriteria hasil
 Pasien menyatakan keinginannya untuk meningkatkan aktivitas
 Pasien menyatakan mengerti tentanf kebutuhannya untuk meningkatkan
aktivitas secara bertahap.
 Pasien mengidentifikasi faktor-faktor terkontrol yang menyebabkan
kelemahan.
 Tekanan darah, kecepatan nadi dan respirasi tetap dalam batas yang
ditetapkan selama aktifitas.
 Pasien menyatakan rasa puas dengan setiap tingkat aktivitas baru yang
dapat dicapai.
 Pasien mendemonstrasikan keterampilan dalam menghemat energy
ketika melakukan aktivitas hidup sehari-hari pada tingkat yang dapat
ditoleransi.
 Pasien menjelaskan penyakit dan menghubungkan gejala-gejala
intoleransi aktivitas dengan deficit suplai atau penggunaan oksigen.

2.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional


1. Diskusikan dengan pasien tentang perlunya beraktivitas
Rasional : Mengkomunikasikan kepada pasien bahwa aktivitas akan
meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikososial.
2. Identifikasikan aktifitas yang diinginkan pasien dan sangat berarti
baginya
Rasional : Meningkatkan motivasi lebih aktif
3. Dorong pasien untuk membantu merencanakan kemajuan aktivitas yang
mencangkup aktivitas yang diyakini sangat penting oleh pasien.
Rasional : Partisipasi pasien dalam perencanaan dapat membantu
memperkuat keyakinan pasien.
4. Instruksikan dan bantu pasien untuk beraktivitas diselingi istirahat.
Rasional : menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan mencegah
keletihan.
5. Identifikasikan dan minimalkan faktor-faktor yang dapat menurunkan
toleransi latihan pasien.
Rasional : Membantu meningkatkan aktivitas.
6. Pantau tanda-tanda vital pasien terhadap peningkatan aktivitas.
Rasional : Meyakinkan bahwa frekuensinya kembali normal beberapa
menit setelah melakukan latihan.
7. Ajarkan kepada pasien cara menghemat energy ketika melakukan
aktivitas hidup sehari-hari, contohnya : duduk dikursi ketika memakai
baju.
Rasional : Tindakan tersebut dapat meringankan metabolism selular dan
kebutuhan oksigen.

Diagnosa III : Kelebihan volume cairan


2.3.5 Tujuan dan kriteria hasil
 Tekanan darah pasien tetap dalam batas normal
 Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda hiperkalemia pada EKG
 Pasien mempertahankan asupan cairan setiap hari tidak lebih dari …. ml ;
haluaran tidak kurang dari… ml.
 Berat dan jenis urine tetap dalam rentang yang tepat.
 Kadar hematokrit tetap diatas target.
 BUN, Kreatinin, kadar natrium, dan kadar kalium tetap dalam tingkatan
yang dapat diterima pada pasien tertentu.
 Pasien menoleransi pembatasan asupan tanpa ketidaknyamanan fisik dan
emosional.
 Kulit pasien tetap utuh dan bebas infeksi.
 Pasien membantu aktivitas hidup sehari-hari tanpa keletihan yang tidak
semestinya.

2.3.6 Intervensi keperawatan dan rasional


1. Pantau tekanan darah, nadi, irama jantung, suhu, dan suara napas
setidaknya setiap 4jam, catat dan laporkan perubahannya.
Rasional : Perubahan parameter dapat mengindikasikan perubahan status
cairan atau elektrolit.
2. Pantau asupan, haluaran, dan berat jenis urine secara cermat setidaknya
setiap 4jam.
Rasional : Asupan yang melebihi haluaran dan peningkatan berat jenis
urine dapat mengindikasikan retensi atau kelebihan beban cairan.
3. Pantau BUN, kreatinin, kadar elektrolit, hematokrit, dan hemoglobin.
Rasional : BUN dan kreatinin mengindikasikan fungsi ginjal, kadar
elektrolit, hemoglobin, dan hematokrit membantu meindikasikan status
cairan.
4. Berikan cairan sesuai intruksi. Pantau kecepatan aliran IV secara cermat.
Rasional : Kelebihan cairan IV dapat memperburuk kondisi pasien.
5. Periksa kulit pasien untuk mengetahui adanya memar, atau perubahan
warna.
Rasional : Edema dapat menyebabkan penurunan perfusi jaringan
dengan perubhan kulit.
6. Kaji turgor kulit pasien.
Rasional : Memantau tanda-tanda dehidrasi.

2.1 Evaluasi
2.4.1 Diagnosa 1 : Penurunan curah jantung
S : klien mengatakan dada tidak terasa sakit lagi atau berkurang,
Pemahaman pasien tentang gejala, diet, pengobatan, dan tingkat aktivitas
O : Pasien mempertahankan kestabilan hemodinamik. Tekanan darah dan
nadi tetap berada pada rentang yang diharapkan, Kulit tetap hangat dan
kering, Penurunan atau ketiadaan episode dispnea, Tidak ada tanda-tanda
pusing atau sinkop, Tidak ada keluhan nyeri dada, Pasien
mempraktikkan teknik pengurangan stress setiap 2 jam, Curah jantung
tetap adekuat, Tidak ada aritmia pada pasien.
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan

2.4.2 Diagnosa 2 : Intoleransi aktivitas


S : Pasien menyatakan keinginannya untuk meningkatkan aktivitas,
Pasien menyatakan mengerti tentanf kebutuhannya untuk meningkatkan
aktivitas secara bertahap, Pasien mengidentifikasi faktor-faktor
terkontrol yang menyebabkan kelemahan, Pasien menyatakan rasa puas
dengan setiap tingkat aktivitas baru yang dapat dicapai.
O : Tekanan darah, kecepatan nadi dan respirasi tetap dalam batas yang
ditetapkan selama aktifitas, Pasien mendemonstrasikan keterampilan
dalam menghemat energy ketika melakukan aktivitas hidup sehari-hari
pada tingkat yang dapat ditoleransi, Pasien menjelaskan penyakit dan
menghubungkan gejala-gejala intoleransi aktivitas dengan deficit suplai
atau penggunaan oksigen.
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan

2.4.3 Diagnosa 3 : kelebihan volume cairan


S : klien mengatakan pemahaman tentang pembatasan cairan dan diet,
mengatakan pemahaman tentang obat yang diprogramkan,
O : mempertahankan tanda vital dalam batas normal, tidak mengalami
pendek napas, hematokrit dalam batas normal
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan

III. Daftar Pustaka


Arif, Muttaqin., 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan hematologi. Salemba Medika, Jakarta.

Black & Hawks. (2009). Medical Surgical Nursing Clinical Mnagement for
Positive Outcomes. elseveir Saunders

Herdman, T.Heather. 2016. Diagnosis keperawatan: Definisi & Klasifikasi Ed.10.


Jakarta : EGC.

Nurjannah, Intansari. 2016. ISDA Intan’s Screening Diagnoses Assesment.


Yogyakarta : MOCO Media.

Noer, S., 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Penerbit Gaya Baru

Taylor, Cynthia M (2010). Diagnosis keperawatan : dengan rencana asuhan


keperawatan Ed.10. Jakarta : EGC.
Banjarmasin, Januari 2017

Preseptor akademik, Preseptor klinik,

(.................................................................) (......................................................)

Anda mungkin juga menyukai