Anda di halaman 1dari 8

Baru saja dioptimalkan

http://desabojonegara.blogspot.com/2012/06/makalah-filsafat-pendidikan-tentang_25.html?m=1

Lihat yang asli

Mandja Solution Menu

Senin, 25 Juni 2012

Makalah FIlsafat Pendidikan Tentang Aliran-aliran Filsafat Pendidikan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat pendidikan sebagai salah satu acuan untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia. Karena dalam
memperlajari Filsafat Pendidikan Kita lebih tahu dasar-dasar pendidikan. Dengan mempelajarinya maka
generasi yang akan datang akan lebih memahami tentang pendidikan dan aliran filsafat pendidikan,
supaya kita dapat mengambil hikmah pembelajaran dari aliran-aliran filsafat pendidikan tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Apa penjelasan tentang Aliran Perenialisme?

2. Apa penjelasan tentang Aliran Progresivisme?

3. Apa penjelasan tentang Aliran Rekonstruksionisme?

4. Apa penjelasan tentang Aliran Esensialisme?

5. Apa penjelasan tentang Aliran Idealisme?

6. Apa penjelasan tentang Aliran Realisme?

7. Apa penjelasan tentang Aliran Materialisme?

8. Apa penjelasan tentang Aliran Pragmatisme?

9. Apa penjelasan tentang Aliran Eksistensialisme?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui penjelasan tentang Aliran Perenialisme?


2. Mengetahui penjelasan tentang Aliran Progresivisme?

3. Mengetahui penjelasan tentang Aliran Rekonstruksionisme?

4. Mengetahui penjelasan tentang Aliran Esensialisme?

5. Mengetahui penjelasan tentang Aliran Idealisme?

6. Mengetahui penjelasan tentang Aliran Realisme?

7. Mengetahui penjelasan tentang Aliran Materialisme?

8. Mengetahui penjelasan tentang Aliran Pragmatisme?

9. Mengetahui penjelasan tentang Aliran Eksistensialisme?

A. Aliran Perennialisme

Perennialisme diambil dari kata perennial, yang dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current
English diartikan sebagai “continuing throughout the whole year” atau “Lasting for a very long time” -
abadi atau kekal. Dari makna yang terkandung dalam kata itu aliran Pernnialisme mengandung
kepercayaan filsafat yang berpegang kepada nilai-nilai dan norma yang bersifat kekal abadi.[1]

Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad ke dua puluh.
Perennialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perennialisme menentang
pandangan Progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu-sesuatu yang baru. Perennialisme
memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian dan ketidak teraturan, terutama
dalam kehidupan moral, intelektual, dan sosio cultural. Oleh karena itu, perlu ada usaha untuk
mengamankan ketidakberesan tersebut.[2]

Perennilisme melihat bahwa akibat dari kehidupan jaman modern telah menimbulkan banyak krisis
diberbagai bidang kehidupan umat manusia. Untuk mengatasi krisis ini Pernnialisme memberikan jalan
keluar berupa kembali kepada kebudayaan masa lampau, “regressive road to culture”. Oleh sebab itu
Perennialisme memandang penting peranan pendidikan dalam proses mengembalikan keadaan manusia
jaman modern ini kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal dan yang telah terpuji
ketangguhannya.[3]

Perennialisme dalam konteks pendidikan dibangun atas dasar suatu keyakinan ontologisnya, bahwa
batang tubuh pengetahuan yang berlangsung dalam ruang dan waktu ini mestilah terbentuk melalui
dasar-dasar pendidikan yang diterima manusia dalam kesejarahannya. Robert M. Hutchins, salah seorang
tokoh perennialisme menyimpulkan bahwa tugas pokok pendidikan adalah pengajaran. Pengajaran
menunjukkan pengetahuan sedangkan pengetahuan itu sendiri adalah kebenaran. Kebenaran pada
setiap manusia adalah sama, oleh karena itu, dimanapun dan kapanpun ia akan selalu sama.[4]

Pola dasar pendidikan perennialisme hanya dibatasi pada prinsip-prinsip umum dari teori dan praktek
pendidikan yang dilaksanakan oleh penganut Perennialisme. Bahkan harus diakui bahwa prinsip-prinsip
pelaksanaan pendidikan Perennialisme tidak selalu secara mutlak konsisten dengan asas-asas filosofis
yang menjadi dasar pandangannya.[5]

Perennialisme memandang kebenaran sebagai hal yang konstan, abadi atau perennial. Tujuan dari
pendidikan, menurut pemikir perenialis, adalah memastikan bahwa para siswa memperoleh
pengetahuan tentang prinsip-prinsip atau gagasan-gagasan besar yang tidak berubah.[6] Pikiran Plato
tentang pola dasar pendidikan aliran ini adalah bahwa essensi ilmu Pengetahuan dan nilai-nilai ialah
manifestasi daripada hukuman universal yang abadi dan sempurna, yakni idea (yang supernatural).

B. Aliran Progresivisme

Progresivisme bukan merupakan suatu bangunan filsafat atau aliran yang berdiri sendiri, melainkan
merupakan suatu gerakan dan kumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Selama dua puluh tahunan
merupakan suatu gerakan yang kuat di Amerika Serikat. Banyak guru yang ragu-ragu terhadap gerakan
ini, karena guru telah mempelajari dan memahami filsafat Dewey, sebagai reaksi terhadap filsafat
lainnya. Kaum progresif sendiri mengeritik filsafat Dewey. Perubahan masyarakat yang dilontarkan oleh
Dewey adalah perubahan secara evolusi, sedangkan kaum progresif mengharapkan perubahan yang
sangat cepat, agar lebih cepat mencapai tujuan.

Filsafat progresif berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini tidak mungkin benar
dimasa mendatang. Karenanya, cara terbaik mempersiapkan para siswa untuk suatu masa depan yang
tidak diketahui adalah membekali mereka dengan strategi-strategi pemecahan masalah yang
memungkinkan mereka mengatasi tantangan-tantangan baru dalam kehidupan dan untuk menemukan
kebenaran-kebenaran yang relevan pada saat ini. Melalui analisis diri dan refleksi yang berkelanjutan,
individu dapat mengidentifikasi nilai-nilai yang tepat dalam waktu yang dekat.

Progresivisme didasarkan pada keyakinan bahwa pendidikan harus berpusat pada anak (child-centered)
bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Tulisan-tulisan John Dewey pada tahun 1920-an
dan 1950-an berkontribusi cukup besar pada penyebaran gagasan-gagasan progresif.

C. Aliran Rekonstruksionisme

Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasari atas
suatu tanggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah
masyarakat yang ada pada saat sekarang ini. Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan
Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil.

Dalam publikasinya “Dare the School Build a New Social Order”, George mengemukakan bahwa sekolah
akan betul-betul berperan apabila sekolah menjadi pusat bangunan masyarakat baru secara
keseluruhan, membasmi kemelaratan, peperangan, dan kesukuan (rasialisme).

Aliran ini dalam satu prinsip sependapat dengan perenialisme, bahwa ada satu kebutuhan yang amat
mendesak untuk kejelasan dan kepastian bagi kebudayaan zaman modern sekarang, yang sekarang
mengalami ketakutan, kebimbangan dan kebingungan.[7]
D. Aliran Esensialisme

Gerakan esensialisme muncul pada awal tahun 1930, dengan beberapa orang pelopornya, seperti
William C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed, dan Isac L. Kandell. Pada tahun 1938 mereka
membentuk suatu lembaga yang disebut “The Esensialist Commite for the Advancement of American
Education”. Bagley sebagai pelopor esensialisme adalah seorang guru besar pada ”Teacher College”,
Columbia University. Ia yakin bahwa fungsi utama sekolah adalah menyampaikan warisan budaya dan
sejarah kepada generasi muda.

Gerakan back to basics yang dimulai pertengahan tahun 1970-an adalah dorongan skala besar yang
mutakhir untuk menerapkan program-program esensialis di sekolah-sekolah dan tidak semua teori aliran
ini berasal dari filsafat esensialisme. Tujuan pendidikan aliran ini adalah untuk meneruskan warisan
budaya dan warisan sejarah melalui pengetahuan inti yang terakulmulasi dan telah bertahan dalam
kurun waktu yang lama, serta merupakan suatu kehidupan yang telah teruji oleh waktu dan dikenal oleh
semua orang.[8]

E. Aliran Idealisme

Filsafat idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan pula fisik.
Parmenides, filosof dari Elea (Yunani Puba), berkata, “Apa yang tidak dapat dipikirkan adalah tidak
nyata”. Plato seorang filosof idealisme klasik (Yunani Purba), menyatakan bahwa realitas terakhir adalah
dunia cita. Dunia cita merupakan dunia mutlak, tidak berubah, dan asli serta abadi. Realitas akhir
tersebut sebenarnya telah ada sejak semula pada jiwa manusia. Schoupenhaur menyatakan bahwa
“Dunia adalah ide saya”. Menurut Hegel, dunia adalah roh, yang mengungkapkan diri dalam alam,
dengan maksud agar roh tersebut sadar akan dirinya sendiri. Hakikat roh dapat berupa ide atau pikiran.
Mereka dapat mewakili pandangan metafisika idealisme.[9]

Menurut Plato tentang teori pengetahuan, idealisme mengemukakan pandangan bahwa pengetahuan
yang diperoleh melallui indera tidak pasti dan tidak lengkap, karena dunia hanyalah merupakan hasil
akal belaka, karena akal dapat membedakan bentuk spiritual murni dan benda-benda diluar penjelmaan
material.

Menurut pandangan idealisme, nilai itu absolute, apa yang dikatakan baik, benar, salah, cantik, atau
tidak cantik, secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Pada hakikatnya nilai itu tetap.
Nilai tidak diciptakan manusia, melainkan merupakan bagigan dari alam semesta.

Idealisme memberikan sumbangan yang besar terhadap perkembangan teori pendidikan, khususnya
filsafat pendidikan. Tokoh idealisme merupakan orang-orang yang yang memiliki nama besar. Sampai
sekarang orang akan mengakui kebesaran hasil pemikirannya, baik memberikan persetujuannya maupun
memberikan kritik, bahkan penolakan.[10]

F. Aliran Realisme

Pada dasarnya realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berbeda
dengan materialisme dan idealisme yang bersifat monistis. Realisme berpendapat bahwa hakikat realitas
ialah terdiri ataas dunia fisik dan dunia rahani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu
subyek yang menyadari dan mengatahui disatu pihak, dan dipihak lainnya adalah adanya realita diluar
manusia, yang dapat dijadikan sebagai objek pengetahuan manusia.[11]

G. Aliran Materialisme

Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, bukan spiritual, atau
supranatural. Demokritos (460-360 SM), merupakan pelopor pandangan materialisme klasik, yang
disebut juga “atomisme”. Demokritos beserta para pengikutnya beranggapan bahwa segala sesuatu
terdiri dari bagian-bagian kecil yang tidak dapat dibagi-bagi lagi (yang disebut atom-atom) atom-atom
merupakan bagian dari yang begitu kecil sehingga mata kita tidak dapat melihatnya. Atom-atom itu
bergerak, sehingga dengan demikian membentuk realitas pada panca indera kita.[12]

Materialisme maupun positivisme, pada dasarnya tidak menyusun konsep pendidikan secara eksplisit.
Bahkan menurut Henderson (1959), materialisme belum pernah menjadi penting dalam menentukan
sumber teori pendidikan. Menurut Waini Rasyidin (1992), filsafat positivisme sebagai cabang dari
materialisme lebih cenderung menganalisis hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi upaya dan hasil
pendidikan secara factual.[13]

H. Aliran Pragmatisme

Pragmatisme dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat
empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami.
Pendiri filsafat pragmatisme di Amerika adalah Charles Sandre Peirce (1893-1914), Wiliam James (1842-
1910), dan John Dewey (1859-1952).

Realitas dan dunia yang kita amati, tidak bebas dari ide manusia dan sekaligus juga tidak terikat
kepadanya. Realitas merupakan interaksi antara manusia denga lingkungannya. Manusia dan
lingkungannya berdampingan, dan memiliki tanggung jawab yang sama terhadap realitas.

Pragmatisme yakin bahwa akal manusia aktif dan selalu ingin meneliti, tidak pasif dan tidak begitu saja
menerima pandangan tertentu sebelum dibuktikan kebenarannya secara empiris. Pikiran (rasio) tidak
bertentangan dan tidak terpisah dari dunia, melainkan merupakan bagian dari dunia.

Pragmatisme mengemukakan pandangannya tentang nilai, bahwa nilai itu relatif. Kaidah-kaidah moral
dan etik tidak tetap, melainkan selalu berubah, seperti perubahan kebudayaan, masyarakat, dan
lingkungannya. Pragmatisme menyarankan untuk menguji kualitas nilai dengan cara yang sama seperti
kita menguji kebenaran pengetahuan dengan metode empiris.

Pragmatisme telah memberikan sumbangan besar terhadap teori pendidikan. Menurut Dewey, terdapat
dua teori pendidikan yang saling bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Kedua teori tersebut
adalah paham konservatif dan ”unfolding theory” (teori pemerkahan).[14]

I. Aliran Eksistensialisme
Filsafat eksistensialisme itu unik yakni memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Filsafat-
filsafat lain berhubungan dengan pengembangan sistem pemikiran untuk mengidentifikasi dan
memahami apa yang umum pada semua realitas, keberadaan manusia dan nilai.

Menurut eksistensialisme, ada dua jenis filsafat tradisional, yaitu filsafat spekulatif dan skeptis. Filsafat
spekulatif menjelaskan tentang hal-hal yang fundamental tentang pengnalaman, dengan berpangkal
pada realitas yang lebih dalam yang secara inheren telah ada dalam diri individu. Jadi pengalaman tidak
banyak pengaruh terhadap diri individu.

Teori pengetahuan eksistensialisme banyak dipengaruhi oleh filsafat fenomenologi, suatu pandangan
yang menggambarkan penampakan benda-benda dan peristiwa-peristiwa sebagaimana benda-benda
tersebut menampakkan dirinya terhadap kesadaran manusia.

Pemahaman eksistensialisme terhadap nilai, menekankan kebebasan dalam tindakan. Kebebasan bukan
tujuan atau suatu cita-cita dalam dirinya sendiri. Melainkan merupakan suatu potensi untuk suatu
tindakan. Manusia memiliki kebebasan untuk memilih, namun menentukan pilihan-pilihan diantara
pilihan-pilihan yang terbaik adalah yang paling sukar.

Eksistensialisme sangat menekankan individualitas dan pemenuhan diri secara pribadi. Setiap individu
dipandang sebagai makhluk yang unik, dan secara unik pula ia bertanggung jawab terhadap nasibnya.
Dalam hubungannya dengan pendidikan, Sikun Pribadi (1971) mengemukakan bahwa eksistensialisme
berhubungan erat sekali dengan pendidikan, karena keduanya bersinggungan satu dengan yang lainnya
pada masalah-masalah yang sama, yaitu manusia, hidup, hubungan antar manusia, hakikat kepribadian,
dan kebebasan adalah kemerdekaan.[15]

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perennialisme diambil dari kata perennial, yang berarti abadi atau kekal. Perennialisme merupakan suatu
aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad ke dua puluh. Pola dasar pendidikan perennialisme hanya
dibatasi pada prinsip-prinsip umum dari teori dan praktek pendidikan yang dilaksanakan oleh penganut
Perennialisme. Perennialisme memandang kebenaran sebagai hal yang konstan, abadi atau perennial.
Tujuan dari pendidikan, menurut pemikir perenialis, adalah memastikan bahwa para siswa memperoleh
pengetahuan tentang prinsip-prinsip atau gagasan-gagasan besar yang tidak berubah.

Progresivisme bukan merupakan suatu bangunan filsafat atau aliran yang berdiri sendiri, melainkan
merupakan suatu gerakan dan kumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Filsafat progresif berpendapat
bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini tidak mungkin benar dimasa mendatang.

Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan dipelopori oleh George
Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas
dan adil.
Esensialisme muncul pada awal tahun 1930, dengan beberapa orang pelopornya, seperti William C.
Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed, dan Isac L. Kandell. Pada tahun 1938 mereka membentuk suatu
lembaga yang disebut “The Esensialist Commite for the Advancement of American Education”.

Idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan pula fisik. Menurut
pandangan idealisme, nilai itu absolut, apa yang dikatakan baik, benar, salah, cantik, atau tidak cantik,
secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Pada hakikatnya nilai itu tetap. Nilai tidak
diciptakan manusia, melainkan merupakan bagigan dari alam semesta.

Reallisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berbeda dengan
materialisme dan idealisme yang bersifat monistis.

Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, bukan spiritual, atau
supranatural.

Pragmatisme dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat
empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami.

Eksistensialisme itu unik yakni memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Filsafat-filsafat lain
berhubungan dengan pengembangan sistem pemikiran untuk mengidentifikasi dan memahami apa yang
umum pada semua realitas, keberadaan manusia dan nilai.

B. Saran

Tidak ada yang sempurna didunia ini kecuali ciptaan-Nya. Apalagi manusia tidak ada daya apa-apa untuk
menciptakan sesuatu. Demikian juga dengan karya ilmiah ini yang jauh dari kesempurnaan. Penulis harap
karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang telah membantu dan para pembaca. Kritik dan saran
senantiasa saya terima demi penyempurnaan karya ilmiah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Noor Syam, Muhammaad. 1984. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya:
Usaha Nasional.

Sadulloh, Uyoh. 2008. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Muhmidayeli. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.

Zuhairini, dkk. 2008. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.

http://www.totosimandja.co.cc/2012/06/makalah-filsafat-pendidikan-tentang.html
[1] Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), hlm. 27

[2] Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 151

[3] Zuhairini, dkk., Op,Cit.

[4] Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan (Bandung: Refika Aditama, 2011), hlm. 163

[5] Mohammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila (Surabaya: Usaha
Nasional, 1984), hlm. 319

[6] Uyoh Sadulloh, Op. Cit. hlm 155.

[7] Muhammad Noor Syam, Op. Cit. hlm. 340.

[8] Uyoh Sadulloh Op. Cit. hlm. 161.

[9] Ibid. hlm. 97

[10] Ibid. hlm. 100.

[11] Ibid. hlm. 103.

[12] Ibid. hlm. 113.

[13] Ibid. hlm. 106.

[14] Ibid. hlm. 124.

[15] Ibid. hlm. 137.

Tidak ada komentar:

‹›

Beranda

Lihat versi web

Diberdayakan oleh Blogger.

Beranda

Anda mungkin juga menyukai