Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH FISIKA MATERIAL

MATERIAL NANO KOMPOSIT

Dosen Pengampu

MUHAMMAD SAHAL, S.Si. M.Si

Disusun oleh kelompok 9:

MEGA DIANA ANGGRAINI 1505112064

NADYA HARI PRATIWI 1505114926

NURUL NOVRIA 1605115111

SAPRAINI HARIANTI 1505112442

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDKAN

UNIVERSITAS RIAU

2019
1

2.1 Definisi Polimer Nanokomposit

Ada tiga istilah penting yang terkait dengan polimer nanokomposit, yaitu
polimer, nanopartikel, dan komposit. Polimer adalah suatu senyawa kimia yang
terdiri dari rantai yang panjang dan memiliki unit berulang pada strukturnya.
Polimer tersusun dari molekul-molekul identik yang disebut dengan monomer.
Ciri umum yang dimiliki oleh polimer adalah berwujud padatan dan memiliki
berat molekul yang besar (ribuan hingga jutaan gram/mol). Contoh dari senyawa
polimer adalah polietilen yang digunakan pada plastik dan nilon pada serat
pakaian.

Gambar 0.1 Polietilen dan nilon

Adapun nanopartikel didefinisikan sebagai partikel yang memiliki kisaran


ukuran 1-100 nanometer. Dalam sistem SI, nanometer didefinisikan sebagai
1×10–9 meter ((1/milyar) meter). Nanopartikel dapat disebut juga sebagai
ultrafine particles. Suatu material nanopartikel dapat memiliki sifat yang berbeda
dari bulk partikelnya. Contohnya adalah nanopartikel seng oksida (ZnO) yang
memiliki kemampuan memblokir sinar UV yang lebih baik dibandingkan dengan
partikel bulk-nya.

Gambar 0.2 Struktur nanopartikel ZnO


2

Komposit merupakan material gabungan yang dari dua atau lebih material
dasar. Komposit dibuat untuk menghasilkan material baru yang memiliki sifat
fisik, sifat mekanik, dan sifat kimia yang lebih baik daripada material
penyusunnya. Salah satu contohnya adalah komposit plastik-kayu yang memiliki
kekuatan mekanik lebih baik daripada material kayu saja.

Gambar 0.3 Komposit plastik-kayu

Dari ketiga istilah di atas, maka polimer nanokomposit dapat didefinisikan


sebagai suatu komposit yang dibuat dari suatu polimer dan nanopartikel. Polimer
nanokomposit tersusun dari partikel-partikel dalam skala nanometer yang
terdispersi dalam matriks polimer. Dengan adanya penambahan nanopartikel,
maka polimer tersebut akan mengalami peningkatan signifikan pada sifat-sifatnya
atau memiliki sifat baru bergantung dari jenis nanopartikel yang ditambahkan.

Gambar 0.4 Gambaran struktur polimer nanokomposit

2.1. Klasifikasi Polimer Nanokomposit

Polimer nanokomposit dapai dibagi menjadi dua berdasarkan jenis


nanopartikel yang digunakan, yaitu nanokomposit (material organik)-polimer dan
nanokomposit (material anorganik). Nanokomposit (material organik) merupakan
nanokomposit yang terdiri dari matriks polimer dan nanomaterial berupa senyawa
organik seperti kitin, fluoropolimer, dan organoclay. Sebaliknya, nanokomposit
3

(material anorganik)-polimer terdiri dari matriks polimer dan nanomaterial berupa


senyawa anorganik seperti logam dan silika.

Lebih jauh lagi, nanokomposit (material anorganik)-polimer dapat dibagi


menjadi dua. Jenis pertama adalah komposit nanopartikel-polimer, yaitu
nanokomposit yang dibuat dengan mendispersikan materi anorganik (dapat berupa
koloid atau serat) ke dalam matriks suatu polimer. Jenis kedua adalah komposit
nanolayer-polimer, yaitu nanokomposit yang dibuat dengan mengurung rantai
polimer ke dalam template anorganik.

Gambar 0.5 Struktur dari (a) nanokomposit nanopartikel-polimer, dan (b) nanokomposit nanolayer-polimer

Nanokomposit juga dapat dibedakan dari bentuk nanomaterial


(nanoreinforcer atau nanofiller) yang digunakan. Secara umum, ada berbagai
bentuk dari nanomaterial. Suatu parameter yang penting dalam menentukan
bentuk dari nanomaterial adalah rasio luas permukaan per volume. Semakin besar
rasio luas permukaan per volume material nano, maka sifat-sifatnya akan semakin
baik. Dari plot rasio luas permukaan per volume terhadap rasio aspek (panjang per
diameter) suatu material nano, diperoleh dua bentuk material nanoyang paling
optimum, yaitu bentuk platelet dan fiber [McCrum et al, 1996]. Oleh karena itu,
jenis nanokomposit yang penting adalah nanokomposit yang menggunakan fiber
(contoh: karbon nanotube) dan nanokomposit yang menggunakan platelet (contoh:
silika clay berlayer).

Gambar 0.6 Plot rasio luas permukaan per volume nanomaterial vs rasio aspek
4

Berdasarkan struktur morfologinya, nanokomposit dapat dibedakan


menjadi nanokomposit terinterkalasi dan nanokomposit tereksfoliasi. Struktur
morfologi ini dipengaruhi oleh interaksi organik-anorganik yang terjadi antara
rantai polimer dengan nanomaterial anorganik. Struktur nanokomposit dikatakan
tereksfoliasi jika nanomaterial mengalami delaminasi hingga ukurannya mencapai
skala nanometer dan jarak antar nanomaterial cukup jauh sehingga periodisitasnya
hilang. Hal ini dapat terjadi karena interaksi antar partikel nanomaterial jauh lebih
kecil daripada interaksi antar rantai polimer. Apabila interaksi nanomaterial lebih
besar dibanding interaksi antar rantai polimer, maka yang terjadi adalah rantai
polimer akan menyisip di antara partikel nanomaterial yang masih
mempertahankan periodisitasnya. Struktur yang demikian disebut terinterkalasi.
Perlu diperhatikan bahwa belum tentu nanokomposit memiliki struktur baik
tereksfoliasi maupun terinterkalasi secara mutlak, karena pada kenyataannya,
beragam morfologi nanokomposit dapat ditemukan. Oleh karena itu, yang biasa
diamati adalah kecenderungan struktur nanokomposit, apakah mengarah ke
tereksfoliasi atau terinterkalasi.

Selain kedua struktur tersebut, ada kemungkinan bahwa rantai polimer


tidak berinteraksi sama sekali dengan nanomaterial anorganik yang ditambahkan.
Akibatnya, rantai polimer terpisah dari nanomaterial dan membentuk dua fasa.
Struktur yang demikian disebut teragregasi atau mikrokomposit, dan bukanlah
merupakan suatu nanokomposit.

Gambar 0.7 struktur nanokomposit: (a) teragregasi, (b) terinterkalasi, dan (c) tereksfoliasi
5

2.2. Beberapa Contoh Polimer Nanokomposit

Hingga kini, polimer nanokomposit dengan beragam bahan penyusun telah


banyak disintesis. Pada makalah ini, akan dibahas mengenai polimer
nanokomposit berbasis hidroksiapatite, logam, montmorillonite, TiO2,
Fe2O3/Fe3O4, dan silikon.

2.3.1. Nanokomposit Hidroksiapatite-Polimer

Hidroksiapatite (Ca10(PO4)6(OH)2) merupakan senyawa yang dapat


ditemukan pada tulang dan gigi manusia. Senyawa ini digunakan sebagai
biomaterial karena memiliki sifat biokompatibel, bioaktivitas, dan
osteokonduktivitas. Kegunaannya antara lain pada pengobatan untuk regenerasi
tulang yang patah. Namun, Hidroksiapatite hasil sintesis memiliki sifat mekanik
yang kurang baik seperti modulus elastis yang tinggi dan ketangguhan patah yang
rendah sehingga aplikasi hidroksiapatite sintetik menjadi terbatas.

Untuk mengatasi masalah tersebut, maka dilakukan pendispersian


nanopartikel hidroksiapatite ke dalam matriks polimer yang sesuai. Dengan
demikian, nanokomposit yang dihasilkan akan memiliki sifat mekanik yang lebih
baik, namun tetap mempertahankan bioaktifitas dari hidroksiapatite sehingga
dapat diaplikasikan pada bidang ortopedi, dental dan maksilofasial. Sebagai
contoh, nanokomposit polikaprolakton-hidroksiapatite (PCL-HAp) memiliki
modulus elastis yang lebih rendah dibandingkan dengan partikel tunggal
hidroksiapatite, sehingga dapat digunakan sebagai matriks regenerasi tulang pada
pengobatan tulang yang patah. Contoh lainnya adalah nanokomposit
hidroksiapatite-etilen-vinil asetat (HAp-EVA) yang memiliki kekuatan tarik dan
elongasi yang lebih kuat daripada partikel tunggal hidroksiapatite sehingga juga
dapat digunakan sebagai matriks regenerasi tulang.

2.3.2. Nanokomposit Logam-Polimer


Nanokomposit yang terdiri dari polimer dan nanopartikel emas, perak,
atau platina, telah banyak disintesis dan dipelajari karena memiliki potensi
aplikasi yang penting dan luas. Nanopartikel logam-logam tersebut banyak
digunakan untuk meningkatkan sifat optik, sifat magnetik, dan aktivitas katalitik
6

dari polimer yang digunakan. Karena rasio luar permukaan per volume dari
nanopartikel cukup besar, maka nanokomposit yang dihasilkan akan mengalami
peningkatan sifat-sifatnya secara signifikan. Sebagai contoh, luas permukaan
partikel logam yang besar menyebabkan transfer elektron berlangsung cepat
antara spesi reduktor dan oksidator pada reaksi redoks. Akibatnya, kecepatan
reaksi redoks akan meningkat.

Contoh dari nanokomposit logam-polimer adalah nanokomposit emas-


polipirol (Au-Ppy) yang dapat digunakan sebagai biosensor karena nanopartikel
emas meningkatkan konduktivitas dan kemampuan enzyme entrapment dari
polipirol. Contoh lainnya adalah nanokomposit perak-poli(3,4 etilendioksitiofen)
(Ag-PEDOT) yang digunakan ebagai sensor karena sifat optik dan konduktivitas
yang lebih baik dibandingkan material penyusunnya, dan nanokomposit emas-
polianilin (AU-PANI) yang memiliki daya hantar listrik lebih besar dibandingkan
polimer PANI saja.

2.3.3. Nanokomposit MMT-polimer


Montmorillonite (MMT) merupakan contoh natural clay yang banyak
diteliti sebagai bahan nanokomposit karena nanokomposit MMT-polimer
memiliki sifat-sifat dan struktur yang unik. Distribusi nanopartikel MMT ke
dalam matriks polimer akan meningkatkan sifat-sifat nanokomposit yang
dihasilkan secara signifikan. Karakteristik yang terlihat dari nanokomposit MMT-
polimer adalah peningkatan sifat mekanik, sifat termal, kestabilan kimia, dan
kemampuan sebagai flame retardant. Beberapa contoh polimer yang digunakan
sebagai nanokomposit dengan MMT adalah fluoro-poly(ether amic acid) (6F-
PEAA) dan polietilen tereftalat (PET).

2.3.4. Nanokomposit TiO2-Polimer


Titanium oksida (TiO2) dapat digunakan sebagai bahan nanokomposit
dengan polimer karena sifatnya yang inert, toksisitas yang rendah, dan harga yang
lebih murah dibanding karbon nanotube. Sifat lain dari TiO2 adalah mampu
menghilangkan sel mati, menyumbangkan CO2, dan dapat menyebabkan
autoregenerasi pada sistem pada periode waktu tertentu. Nanopartikel TiO2 yang
7

berada dalam matriks polimer memiliki sitokompatibilitas yang lebih baik


dibandingkan komposit TiO2 konvensional (TiO2 dalam skala mikro). Aplikasi
nanokomposit polimer-TiO2 antara lain pada pengolahan limbah, elektrolit padat,
dan material biomedis.

2.3.5. Nanokomposit Fe2O3/Fe3O4-Polimer


Polimer konduktor merupakan material yang menarik perhatian karena
berpotensi untuk aplikasi sebagai LED (Light Emitting Diode=Dioda Pemancar
Cahaya) organik, sel surya berbasis polimer, dan pelindung dari interferensi
elektromagnetik. Namun, penggunaan polimer konduktor untuk bidang-bidang
tersebut masih memiliki kelemahan. Di antara kelemahan dari polimer konduktor
adalah sulit diproses melalui melt processing, kelarutan yang kurang baik, dan
toksisitasnya terhadap lingkungan.

Untuk itu, maka dibuatlah nanokomposit dengan mendispersikan


nanopartikel Fe2O3/Fe3O4 ke dalam matriks polimer konduktor. Dengan
penambahan nanopartikel Fe2O3/Fe3O4, maka sifat konduktivitas dan kemagnetan
dari polimer akan mengalami peningkatan. Selain itu, efisiensi dari polimer
konduktor juga meningkat setelah dijadikan nanokomposit dengan nanopartikel
Fe2O3/Fe3O4. Dengan demikian, nanokomposit Fe2O3/Fe3O4-polimer dapat
diaplikasikan lebih baik untuk bidang-bidang tersebut dibandingkan hanya
menggunakan polimer konduktor saja.

2.3.6. Nanokomposit Silikon-Polimer


Nanokomposit berbasis silikon dan polimer juga banyak diteliti oleh para
saintis. Secara umum, nanokomposit silikon-polimer dapat dibuat dengan
mendispersikan nanopartikel silikon ke dalam matriks polimer, atau menggunakan
silikon sebagai template untuk mengurung polimer. Si, SiO2, dan SiC merupakan
material penting untuk aplikasi pada temperatur tinggi dan aplikasi yang
membutuhkan ketahanan abrasi yang baik, sehingga nanokomposit silikon-
polimer banyak disintesis untuk memenuhi kebutuhan pada aplikasi tersebut.

Nanokomposit (Si, SiO2, atau SiC)-polimer memiliki sifat gabungan dari


keunggulan yang dimiliki silikon dan polimer. Nanokomposit yang dihasilkan
8

akan memiliki ketahanan mekanik dan kestabilan termal yang tinggi seperti
nanopartikel silikon, namun mudah untuk diproses dan memiliki kerapatan yang
rendah seperti polimer. Selain itu, silika berpori juga dapat digunakan sebagai
template dalam pembuatan nanokomposit. Hal ini dikarenakan ukuran pori-pori
silika dapat diatur saat preparasinya dengan proses elektrokimia. Ukuran pori
yang berbeda akan menyebabkan interaksi yang berbeda antara silika dan polimer
sehingga nanokomposit yang dihasilkan juga dapat bervariasi.

2.3. Sintesis Polimer Nanokomposit

Berbagai metode sintesis polimer nanokomposit telah ditemukan. Metode


sintesis ditentukan berdasarkan jenis dan struktut nanokomposit yang diinginkan.
Metode sintesis polimer nanokomposit yang umum digunakan antara lain:

2.4.1. Metode Sol-Gel

Metodel sol-gel merupakan teknik yang digunakan untuk menghasilkan


polimer nanokomposit yang berada pada suatu film tipis. Pada film tipis ini, akan
diperoleh nanokomposit dengan nanopartikel yang terdistribusi relatif homogen
dalam matriks polimer. Sintesis dengan metode sol-gel dilakukan dengan
menggunakan oksida logam atau garam anorganik yang reaktif dan monomer
polimer sebagai prekursor. Prekursor dicampurkan dalam fasa cair, lalu monomer
mengalami reaksi polimerisasi dengan adanya oksida logam atau garam. Setelah
melalui reaksi hidrolisis, akan didapatkan hasil berupa sol. Sol lalu diberikan
thermal treatment sehingga berubah menjadi gel. Gel lalu diletakkan pada film
tipis sehingga didapatkan polimer nanokomposit berbentuk membran.

Tabel 1 Beberapa contoh nanokomposit yang disintesis dengan metode sol-gel. (RT=temperatur ruang)

Nanokomposit PVA-TPAPS terikat silang merupakan contoh polimer


nanokomposit yang disintesis dengan metode sol-gel. Sintesis dilakukan dengan
melarutkan sejumlah PVA dan TPAPS ke dalam air panas, lalu kedua larutan
9

dicampur sambil diaduk. Sejumlah TEOS sebagai agen pengikat silang


ditambahkan ke dalam campuran, lalu diaduk selama 6 jam pada temperatur ruang
hingga didapatkan sol. Proses sol-gel dilakukan pada hidrolisis asam (pada pH = 2)
menggunakan silan. Gel yang memiliki ikatan hidrogen kemudian dituang ke
lembaran PVC. Setelah dilakukan pengeringan, membran nanokomposit PVA-
TPAPS diambil kemudian diikat silang dengan menggunakan larutan formal
(HCHO-H2SO4). Skema sintesis nanokomposit PVA-TPAPS terikat silang dapat
digambarkan sebagai berikut.

Gambar 0.8 Skema sintesis nanokomposit PVA-TPAPS dengan metode sol-gel

2.4.2. Metode One-Pot

Metode One-Pot biasa digunakan untuk membuat nanokomposit logam-


polimer. Metode ini terbilang sederhana karena hanya dibutuhkan reagen berupa
garam anorganik, monomer, dan pelarut air. Metode ini tidak membutuhkan
thermal treatment dan lebih mudah dilakukan dibandingkan metode sol-gel.

Tabel 2 Contoh polimer nanokomposit yang disintesis dengan metode One-Pot

Metode One-Pot terbagi menjadi dua, yaitu metode One-Pot fasa tunggal
dan metode polimerisasi interfasial. Pada metode One-Pot fasa tunggal, baik
garam anorganik maupun monomer dilarutkan dalam air, kemudian direaksikan
disertai pengadukan hingga didapat polimer nanokomposit. Pada metode
polimerisasi interfasial, monomer dilarutkan dalam pelarut organik, lalu
ditambahkan air sehingga terbentuk lapisan dua fasa. Kemudian, garam anorganik
ditambahkan ke dalam lapisan dua fasa. Proses ini dilakukan dengan menjaga agar
tetap terbentuk dua fasa, sehingga pengadukan tidak dilakukan. Pembentukan
polimer nanokomposit pada metode polimerisasi interfasial terjadi di permukaan
lapisan antara fasa air dan fasa organik. Ag-PEDOT merupakan contoh
nanokomposit yang disintesis dengan metode One-Pot fasa tunggal, sedangkan
10

Au-PDA merupakan contoh nanokomposit yang disintesis dengan metode


polimerisasi interfasial.

2.4.3. Metode Polimerisasi Oksidatif

Polimerisasi oksidatif merupakan metode yang digunakan untuk membuat


nanokomposit (nanopartikel anorganik)-polimer, dan proses ini terjadi antara
koloid anorganik dengan monomer dengan adanya pengoksidasi kuat. Adanya
pengoksidasi kuat akan menyebabkan monomer terpolimerisasi dengan
nanopartikel anorganik. Metode ini tidak membutuhkan temperatur tinggi karena
pada metode ini, polimerisasi selalu terjadi pada temperatur di bawah 10 °C.

Contoh dari polimer nanokomposit yang disintesis dengan metode polimerisasi


oksidatif adalah
Tabel 3 Contoh polimer nanokomposit yang disintesis dengan metode polimerisasi oksidatif. (D = diameter dalam nm)

Ag-POT dan Grafit-PANI merupakan dua contoh nanokomposit yang


disintesis dengan metode polimerisasi oksidatif. Skema sintesis keduanya dapat
digambarkan sebagai berikut.

Gambar 0.9 Skema sintesis nanokomposit Ag-POT dengan metode polimerisasi oksidatif

Gambar 1.0 Skema sintesis nanokomposit grafit-PANI dengan metode polimerisasi oksidatif
11

2.4.4. Metode Elektrokimia

Sintesis elektrokimia merupakan metode sederhana untuk mensintesis


polimer nanokomposit. Metode elektrokimia dilakukan dengan menggunakan sel
elektrokimia yang memakai tiga elektroda, yaitu elektroda kerja, elektroda
pembanding, dan elektroda counter. Metode ini banyak dipakai untuk mensintesis
polimer nanokomposit yang memiliki sifat daya hantar listrik, dan merupakan
cara terbaik untuk memperoleh film nanokomposit yang langsung dilapiskan pada
elektroda yang digunakan.

Tabel 4Contoh polimer nanokomposit yang disintesis dengan metode elektrokimia

2.4.5. Metode Interkalasi

Metode interkalasi merupakan metode yang penting dan banyak dipakai


karena bahan dasar yang digunakan melimpah dan tidak mahal. Metode ini
dilakukan untuk meningkatkan sifat mekanik suatu polimer dan menghasilkan
material yang lebih murah dibandingkan material penyusunnya. Banyak senyawa
anorganik berstrukur layer seperti clay silikat, fosfat, oksida logam, grafit,
disulfida, kompleks trifosfor sulfida dan lain-lain yang dapat digabungkan dengan
polimer organik dengan metode interkalasi.

Berdasarkan proses pembentukan interkalasi, metode ini dapat dibagi


menjadi tiga, yaitu polimerisasi interkalasi, interkalasi larutan, dan interkalasi
lelehan. Pada polimerisasi interkalasi, monomer polimer diinterkalasikan ke
dalam layer mika-silikat dengan ketebalan 1 nm. Kemudian, reaksi polimerisasi
dilakukan sehingga terbentuk rantai polimer yang terinterkalasi ke dalam struktur
layer mika-silikat. Rantai polimer yang terbentuk akan mengurai layer menjadi
nanopartikel sehingga mika-silikat akan terdispersi dalam polimer. Pada
interkalasi larutan, polimer dilarutkan dalam pelarut lalu dicampurkan dengan
layer anorganik. Pada interkalasi lelehan, lelehan polimer dicampurkan dengan
layer anorganik. Dari ketiga metode tersebut, metode interkalasi lelehan lebih
banyak dipakai karena penggunaannya lebih luas. Hal ini dikarenakan beberapa
polimer sulit dibuat nanokomposit dengan metode polimerisasi interkalasi dan
interkalasi larutan.
12

2.4.6. Metode-metode Lainnya

Selain metode-metode yang telah disebutkan, masih ada metode lain untuk
mensintesis polimer nanokomposit. Metode lain tersebut diantaranya adalah:

1. Metode Termal
2. Metode Inner-Matrix Synthesis (IMS)
3. Metode Template-Assisted Synthesis
4. Metodde Reversible Addition-Fragmentation Chain-Transfer (RAFT)
Polymerization Synthesis
5. Metode Self-Assembly Synthesis
6. Metode Melt-mixing
7. Metode Microwave-Induced synthesis
8. Metode Catalitic Chain Transfer Polymerization (CCTP) Synthesis
9. Metode Polimerisasi Emulsi
10. Metode Fotopolimerisasi

2.4. Keuntungan dan Kerugian dari Polimer Nanokomposit

Polimer nanokomposit memiliki banyak keuntungan dibanding material


lainnya. Beberapa keuntungan yang dimiliki material polimer nanokomposit
antara lain:

1. Peningkatan yang signifikan pada sifat fisik dan sifat mekanik

Suatu nanokomposit dapat memiliki sifat fisik dan mekanik yang lebih
baik dibandingkan material penyusunnya karena adanya ikatan/interaksi baru
yang terbentuk pada struktur nanokomposit. Misalnya, terbentuknya ikatan
kovalen baru antara polimer dengan nanopartikel anorganik, atau adanya interaksi
ikatan hidrogen antara keduanya. Adanya interaksi baru tersebut menyebabkan
interaksi polimer-nanopartikel menjadi lebih kuat sehingga terjadi peningkatan
sifat fisik dan mekanik pada nanokomposit. Sebagai contoh, nilon 6 mengalami
peningkatan kekuatan tarik, modulus tensil, modulus fleksural, dan temperatur
distorsi panas setelah dibuat menjadi nanokomposit dengan organoclay.
Nanokomposit ini dikenal sebagai Cloisite®.

Tabel 5 Perbandingan sifat mekanik nilon 6 dengan Cloisite®.


13

2. Munculnya sifat baru pada polimer

Penambahan nanopartikel ke dalam matriks polimer dapat menghasilkan


karakteristik yang sebelumnya tidak dimiliki oleh polimer tersebut. Sebagai
contoh, polikaprolakton menjadi memiliki aktivitas biologis setelah dibuat
komposit dengan nanopartikel hidroksiapatite. Contoh lainnya adalah
nanokomposit poliglisin-MMT menghasilkan nanokomposit yang dapat memiliki
konformasi sekunder seperti halnya protein, ciri yang sebelumnya tidak dimiliki
oleh MMT.

3. Pengurangan limbah

Salah satu penyebab dihasilkannya limbah adalah kesulitan dari produk


tertentu untuk didaur ulang. Beberapa kemasan untuk makanan, misalnya,
menggunakan struktur film berlapis untuk meningkatkan sifat mekaniknya
sehingga sulit untuk didaur ulang. Dengan menggunakan polimer nanokomposit ,
maka akan diperoleh kemasan makanan yang memiliki sifat fisik dan mekanik
yang mirip dengan material sebelumnya tanpa harus memakai struktur berlapis.
Dengan demikian, maka kemasan akan lebih mudah didaur ulang dan limbah yang
dihasilkan dapat dikurangi. Sebagai contoh, nanokomposit termoplas-nanofiller
yang dapat menggantikan foil multilayer pada kemasan makanan.

Selain kelebihan, polimer nanokomposit juga memiliki beberapa


kekurangan yang perlu diperhatikan, diantaranya:

1. Peningkatan viskositas

Viskositas merupakan faktor penting yang menentukan kemudahan suatu


polimer dalam pemrosesan di pabrik. Polimer yang terlalu kental (viskositas
tinggi) akan lebih sulit dialirkan sehingga menyulitkan proses pengolahan polimer
menjadi produk. Dengan penambahan nanopartikel, viskositas polimer
nanokomposit akan meningkat sehingga lebih sulit untuk diproses dibandingkan
polimernya.

2. Kesulitan dalam proses dispersi dan distribusi nanopartikel

Untuk membuat polimer nanokomposit dengan kualitas tinggi, maka


dibutuhkan dispersi nanopartikel yang homogen dan distribusi yang merata pada
matriks polimer. Untuk itu, dibutuhkan interaksi yang baik antara nanopartikel
dengan polimer. Beberapa nanopartikel harus dipreparasi terlebih dahulu sebelum
dibuat menjadi nanokomposit. Apabila dispersi atau distribusi kurang baik, maka
akan terjadi agregasi sehingga nanokomposit yang terbentuk kurang baik atau
bahkan tidak terbentuk sama sekali
14

3. Penurunan sifat-sifat tertentu

Pembuatan polimer nanokomposit, selain meningkatkan sifat-sifat polimer


dan nanopartikel, ternyata juga dapat menyebabkan penurunan pada sifat-sifat
tertentu. Misalnya, penurunan kekuatan impak dan kekerasan pada poliamida
setelah dimodifikasi menjadi nanokomposit.

2.5. Aplikasi Polimer Nanokomposit Dalam Kehidupan Sehari-hari

Polimer komposit memiliki aplikasi yang luas dan hampir tidak terbatas.
Hal ini dikarenakan variasi nanopartikel, polimer, dan metode sintesis dapat
menentukan karakteristik nanokomposit yang dihasilkan. Beberapa aplikasi yang
menggunakan polimer komposit adalah:

 Probing sel makhluk hidup


 Drug Delivery System
 Flame Retardant
 Semikonduktor
 Sel surya dan sel bahan bakar
 Pelindung dari sinar UV
 Coating
 Sensor
 Film dan fiber dengan kekuatan mekanik tinggi
 Katalis

3.1 Kesimpulan

Polimer nanokomposit merupakan material yang menjanjikan untuk


penggunaan di masa depan. Beragam kombinasi polimer dan nanopartikel, serta
variasi ukuran dan bentuk nanopartikel, serta metode sintesis yang digunakan,
dapat menghasilkan polimer nanokomposit dengan beragam karakteristik dan
aplikasi. Selain itu, perlu dilakukan pengembangan untuk mengatasi kekurangan
yang dimiliki polimer nanokokmposit sehingga penggunaannya lebih maksimal.
15

DAFTAR PUSTAKA

 Luan, Jingfei; Wang, Shu; Hu, Zhitian; Zhang, Lingyang. Synthesis Techniques,
Properties and Applications of Polymer Nanocomposites. Current Organic Synthesis,
2012, 9, 114-136.
 Downing-Perrault, Alyssa. Polymer Nanocomposites Are The Future. 2005.
University of Wisconsin-Stout.
 A. Hule, Rohan; J. Pochan, Darrin. Polymer Nanocomposites for Biomedical
Applications. Mrs Bulletin, 2007, 32.
 S. Anandhan and S. Bandyopadhyay (2011). Polymer Nanocomposites: From
Synthesis to Applications, Nanocomposites and Polymers with Analytical
Methods, Dr. John Cuppoletti (Ed.), ISBN: 978-953-307-352-1.
 Optimization of Polymer Nanocomposite Properties. Diedit oleh Vikas Mittal
Copyright © 2010 WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim
ISBN: 978-3-527-32521-4
 http://en.wikipedia.org/wiki/Nanocomposite
 http://en.wikipedia.org/wiki/Polymer_nanocomposite
 http://en.wikipedia.org/wiki/Nanoparticle
 http://www.understandingnano.com/nanocomposites-applications.html
 http://www.cem.msu.edu/~kanatzid/Nanocomposites.html
 http://www.azonano.com/article.aspx?ArticleID=1832
 http://www.nanocompositech.com/review-nanocomposite.htm
 http://www.news-medical.net/health/Nanoparticles-What-are-
Nanoparticles.aspx
 http://www.tifac.org.in/index.php?option=com_content&id=523:nanocompos
nano--technology-trends-a-application-
potential&catid=85:publications&Itemid=952

Anda mungkin juga menyukai