Anda di halaman 1dari 24

TINJAUAN TEORI

KETUBAN PECAH DINI

A. Tinjauan Teori Medis


1. Persalinan
a. Pengertian
Persalinan adalah proses bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar
dari rahim ibu, dimana persalinan dianggap normal bila usia kehamilan
≥ 37 minggu (Marmi, 2011).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan
melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa
bantuan (kekuatan sendiri). Proses ini dimulai dengan adaya kontraksi
persalinan sejati, yang ditandai dengan perubahan serviks secara
progresif dan diakhiri dengan kelahiran plasenta (Ari, 2010).
Jadi dapat disimpulkan bahwa persalinan adalah proses
pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan
atau dapat hidup di luar kandungan (37-42 minggu), lahir spontan
melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa
bantuan (kekuatan sendiri) dengan presentasi belakang kepala yang
berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada
janin lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung
dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.
b. Tanda dan Gejala Menjelang Persalinan
Ada sejumlah tanda dan gejala bahwa seorang wanita sedang
mendekati waktu bersalin. Wanita tersebut akan mengalami beberapa
kondisi berikut, mungkin semua atau tidak sama sekali.
1) Lightening
Lightening mulai dirasakan kira-kira dua minggu sebelum
persalinan, yaitu terjadinya penurunan bagian presentasi
bayikedalam pelvis minor.
2) Perubahan Serviks
Saat mendekati persalinan, serviks semakin “matang”
sehingga akan menjadi lebih lunak, mengalami penipisan
(effacement), dan sedikit dilatasi. Perubahan serviks diduga terjadi
akibat peningkatan intensitas kontraksi braxton hicks.
3) False Labor (Persalinan Palsu)
Persalinan palsu terdiri dari kontraksi uterus yang sangat nyeri, dan
memberi pengaruh signifikan terhadap serviks
4) Ketuban Pecah
Pada kondisi normal, ketuban pecah pada akhir kala satu
persalinan. Ketuban akan pecah dengan sendirinya ketika pembukaan
hampir lengkap. Apabila terjadi sebelum persalinan, hal ini disebut
ketuban pecah dini (KPD).
5) Bloody Show
Bloody show adalah pengeluaran lendir disertai darah. bloody show
merupakan tanda persalinan yang akan terjadi dalam waktu 24 sampai 48
jam.(Varney, 2008)
c. Kala Persalinan
Persalinan dibagi dalam 4 kala, yaitu:
1) Kala I (kala pembukaan)
a) Fase laten
Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan serviks terjadi
sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm.
b) Fase aktif
o Fase akselerasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm
menjadi 4 cm.

o Fase puncak maksimum. Dalam waktu 2 jam dilatasi


berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.

o Fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali.


Dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi
lengkap.

Pada fase ini, lama kontraksi uterus meningkat. Kontraksi


dianggap adekuat jika terjadi ≥3x dalam 10 menit dan berlangsung
selama ≥40 detik. Selain itu juga terjadi penurunan bagian terbawah
janin (Chapman, 2006).
2) Kala II
Kala II dimulai ketika pembukaan serviks lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan pelahiran janin (Cunningham,2013). Pada saat ini
ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi
dan merasakan makin meningkatnya tekanan pada rektum dan atau
vagina. Perineum ibu terlihat menonjol. Vulva-vagina dan spingter
ani terlihat membuka serta makin banyaknya pengeluaran lendir
darah. Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan
pada multipara rata-rata 0,5 jam (Wiknjosastro, 2008).
3) Kala III (kala pelepasan uri)
Kala III dimulai setelah bayi lahir dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban secara lengkap. Pelepasan
plasenta dari tempat implantasinya dapat ditandai dengan adanya
semburan darah, tali pusat memanjang, uterus menjadi globuler atau
kaku dan posisi uterus naik (Chunningham, 2013).
4) Kala IV (kala observasi)
Kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan dua jam
setelahnya. Pada kala ini perlu dilakukan pemantauan perdarahan
dan observasi secara cermat pada tekanan darah, nadi, suhu,
kontraksi otot rahim, kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam
pertama dan 30 menit 1 jam kedua (Chunningham,2013).
2. Konsep Dasar Ketuban Pecah Dini
a. Pengertian
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu
(Manuaba, 2001 : 221).
Ketuban pecah dini atau spontaneous / early / Premature Rupture
of the Membrane (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu
yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara
kurang dari 5 cm (Rustam Mochtar, 1998 : 255).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya cairan amnion sebelum
mulainya persalinan terjadi kira-kira 7-12% kehamilan (Teddy Supriadi,
1994 : 368).
Dari ketiga pengertian diatas dapt disimpulkan bahwa ketuban
pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda
inpartu atau sebelum inpartu yaitu bila pembukaan pada primi < 3 cm
dan multi < 5 cm dan ditunggu selama 1 jam belum terjadi inpartu.

b. Fisiologi Air Ketuban


Liquor amnii (air ketuban) terdapat dalam ruang yang diliputi oleh
selaput janin yang terdiri dari lapisan korion dan amnion. Volume air
ketuban pada kehamilan aterm ± 1000-1500 ml, warna putih agak keruh
dan berbau khas, berat jenis 1,008 terdiri dari garam anorganik dan
organik, rambut lanugo dan sel epitel serta vernix caseosa.
Fungsi air ketuban :
1) Untuk melindungi janin terhadap tauma dari luar
2) Menjaga kestabilan suhu tubuh janin
3) Meratakan tekanan dalam uterus sehingga serviks dapat membuka
4) Memungkinkan janin dapat bergerak dengan bebas
5) Membersihkan jalan lahir dengan cairan steril dan mempengaruhi
keadaan vagina sehingga kemungkinan infeksi kecil
c. Sebab Terjadinya
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan
membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor
tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya
infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.
(Abdul Bari Saifudin. 2002 : 218)
1) Penyebab lain dari ketuban pecah dini :
a) Serviks inkompeten.
b) Overdistensi uterus.
c) Faktor keturunan, diantaranya :
o Serum ion Cu rendah.
o Vitamin C rendah.
o Kelainan genetik.
d) Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban.
o Infeksi genetalia.
o Meningkatnya enzim prateolitik.
e) Masa interval sejak ketuban pecah dini sampai terjadi
kontraksi terjadi disebut phase latent.
o Makin panjang phase latent, makin tinggi kemungkinan
infeksi.
o Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya
tanpa menimbulkan morbiditas janin.
o Komplikasi ketuban pecah dini makin meningkat.
f) Sebab umum ketuban pecah dini.
o Grande multi.
o Over distensi.
 Hidramnion.
 Hamil ganda.
o Sevalo pelvik disproporsi.
o Kelainan letak :
 Lintang, sungsang.
Menurut hasil penelitihan yang dilakukan oleh Nurul
Huda tahun 2013 dengan judul penelitihan tentang
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi KPD Di RS PKU
Muhammadiyah Surakarta mengatakan bahwa
sebanyak 14 responden yang mengalami sungsang
(11,2%) sedangkan yang tidak mengalami sungsang
sebanyak 111 (88,8%) dari total keseluruhan 125
responden. Hal ini sesuai dengan teori dari Maria
(2007) yang menyatakan pada kehamilan akhir janin
tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban relatif
berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai yang
terlipat lebih besar dari pada kepala maka bokong
dipaksa untuk menempati ruangan yang lebih luas di
fundus, sedangkan kepala berada dalam ruangan yang
lebih kecil disegmen bawah uterus. Letak sungsang
dapat memungkinkan ketegangan rahim meningkat,
sehingga membuat selaput ketuban pecah sebelum
waktunya. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Nopianti (2012), hasil
penelitian tersebut menunjukan bahwa dari 18
responden dengan bayi letak sungsang ada 16 orang
(88,9%) mengalami KPD dan dari 53 responden yang
tidak letak sungsang ada 11 orang (20,8%) yang
mengalami KPD. Hasil penelitian ini sesuai dengan
teori Antonius (2009), yang
mengatakan bahwa ada hubungan letak sungsang
dengan kejadian ketuban pecah dini, ini disebabkan
karena pada letak sungsang dimana bokong menempati
servik uteri dengan dengan keadaan ini pergerakan
janin terjadi dibagian terendah karena keberadaan kaki
janin yang menempati daerah servik uteri sedangkan
kepala janin akan mendesak fundus uteri yang dapat
menekan diafragma dan keadaan ini menyebabkan
timbulnya rasa sesak pada ibu saat hamil
 Pendular abdomen.
g) Mekanisme ketuban pecah dini.
o Terjadi pembukaan prematur serviks.
o Membran terkait dengan pembukaan terjadi :
 Devaskularisasi.
 Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan.
 Jaringan kuat yang menyangga membran ketuban,
makin berkurang.
Kadang-kadang agak sulit atau meragukan kita apakah
ketuban benar sudah pecah atau belum, apabila bila pembukaan
kanalis servikalis belum ada atau kecil.
2) Cara menentukannya adalah dengan :
a) Memeriksakan adanya cairan yang berisi mekoneum, verniks
caseosa lanugo, atau bila telah terinfeksi berbau.
b) Inspekulo : lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban
keluar dari kanalis servikalis dan apakah ada bagian yang
sudah pecah.
c) Gunakan kertas lakmus (litmus).
o Bila menjadi biru (basa) → air ketuban.
o Bila menjadi merah (asam) → air kemih (urine).
d) Pemeriksaan pH forniks posterior pada PROM adalah pH basa
(air ketuban).
e) Pemeriksaan histopatologi air (ketuban).
f) Aborization dan sitologi air ketuban.
d. Patogenesis
Taylor, dkk menyelidiki ternyata ada hubungan dengan hal berikut :
1) Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum
ketuban pecah. Penyakit seperti pielonefritis, sistisis, sevisitis, dan
vaginitis terdapat bersama-sama dengan hipermotilitas rahim ini.
2) Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban).
3) Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis).
4) Faktor lain yang merupakan predisposisi ialah multipara, malposisi,
disproporsi, cervix incompleten, dll.
5) Ketuban pecah dini artifisial (amniotomi) dimana ketuban
dipecahkan terlalu dini.
Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut
phase latent :
1) Makin panjang phase latent, makin tinggi kemungkinan infeksi.
2) Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa
menimbulkan morbiditas janin.
3) Komplikasi ketuban pecah dini makin meningkat.
(Rustam Mochtar, 1998 : 256)
e. Tanda dan Gejala
Gejala utama KPD adalah keluarnya cairan ketuban secara spontan
dengan atau tanpa disertai rasa mules, dapat dirinci sebagai berikut :
1) Cairan dapat keluar sedikit demi sedikit / sekaligus banyak
2) Cairan dapat keluar saat tidur, duduk atau aktifitas seperti jalan,
berdiri, dan mengejan
3) Cairan berwarna putih, keruh, jernih kuning, hijau, dan kecoklatan
4) Disertai demam bila sudah ada infeksi
5) Pasien menyatakan telah mengeluarkan cairan dari vagina, lebih
jelas bila kulit ketuban baru saja pecah dan jumlah air ketuban
masih banyak.
f. Pengaruh Ketuban Pecah Dini
1) Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi
janin mungkin sudah terkena infeksi. Karena infeksi intrauterin telah
dahulu terjadi (amnionitis vaskulitis) sebelum gejala pada ibu
dirasakan jadi akan meninggikan mortalitas dan mobiditas perinatal.
2) Terhadap ibu
Karena jalan lahir telah terbuka maka dapat terjadi infeksi
intapartal apabila bila terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga
dapat dijumpai infeksi puerperalis (nifas), peritonitis dan septikemia,
serta dry labour. Ibu merasa lelah karena terbaring ditempat tidur,
partus akan menjadi lama, maka suhu badan naik, nadi cepat dan
nampaknya gejala-gejala infeksi. Hal tersebut akan meninggikan
angka mortalitas dan morbiditas pada ibu.
(Rustam, Mochtar. 1998 : 257)
g. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini
1) Rawat di Rumah Sakit.
2) Jika ada perdarahan pervaginam dengan nyeri perut, pikirkan
solosio plasenta.
3) Jika ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika sama halnya jika
terjadi amnionitis.
4) Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu :
a) Berikan antibiotika untuk mengurangi morbiditas ibu dan
janin.
b) Berikan kartiko steroid kepada ibu untuk memperbaiki
kematangan paru janin.
c) Lakukan persalinan pada kehamilan 37 minggu.
d) Jika terdapat his dan darah lendir. Kemungkinan terjadi
persalinan preterm.
5) Jika tidak terdapat infeksi dari kehamilan > 37 minggu :
a) Jika ketuban telah pecah lebih dari 18 jam, berikan antibiotik
protilaktus.
b) Nilai serviks.
 Jika serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan
dengan oksitosin.
 Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan
prostaglandin dan infus oksitosin atau lahirkan dengan
seksio sesarea.
(Abdul Bari Saifuddin. 2002 : M-114)
Apabila terjadi amnionitis maka penanganannnya sebagai berikut :
1) Berikan antibiotik kombinasi sampai persalinan.
2) Nilai serviks.
a) Jika serviks matang lakukan induksi persalinan dengan
oksitosin.
b) Jika serviks belum matang, matangkan dengan prostaglandin
dan infus oksitosin atau lakukan seksio sesarea.
3) Jika terdapat metritis (demam, cairan vagina berbau) berikan
antibiotika.
4) Jika terdapat sepsis bayi baru lahir, lakukan pemeriksaan kultur dan
berikan antibiotika.
h. Teori Oksitosin
Saat ini sudah terbukti bahwa tindakan induksi persalinan semakin
sering dilakukan.Tindakan induksi ini dilakukan bila hal tersebut dapat
memberi manfaat bagi ibu dan atau anaknya.American College of
Obstetricians and Gynecologists (1999a) berdasarkan resiko persalinan
yang berlangsung secara cepat, tidak mendukung tindakan ini kecuali
untuk indikasi-indikasi tertentu (rumah parturien yang jauh dari rumah
sakit atau alasan psikososial).
Luthy dkk (2002): Tindakan induksi persalinan berhubungan dengan
kenaikan angka kejadian tindakan sectio caesar.Hoffman dan Sciscione
(2003): Induksi persalinan elektif menyebabkan peningkatan kejadian
sectio caesar 2 – 3 kali lipat.
Induksi persalinan elektif pada kehamilan aterm sebaiknya tidak
dilakukan secara rutin mengingat bahwa tindakan sectio caesar dapat
meningkatkan resiko yang berat sekalipun jarang dari pemburukan out
come maternal termasuk kematian.Induksi persalinan eletif yang dirasa
perlu dilakukan saat aterm (≥ 38 minggu) perlu pembahasan secara
mendalam antara dokter dengan pasien dan keluarganya.
1) INDIKASI:
a) Ketuban pecah dini dengan chorioamnionitis
b) Pre-eklampsia berat
c) Ketuban pcah dini tanpa diikuti dengan persalinan
d) Hipertensi dalam kehamilan
e) Gawat janin
f) Kehamilan postterm
2) KONTRA INDIKASI:
a) Cacat rahim ( akibat sectio caesar jenis klasik atau
miomektomi intramural)
b) Grande multipara
c) Plasenta previa
d) Insufisiensi plasenta
e) Makrosomia
f) Hidrosepalus
g) Kelainan letak janin
h) Gawat janin
i) Ragangan berlebihan uterus : gemeli dan hidramnion
j) Kontra indikasi persalinan spontan pervaginam:
o Kelainan panggul ibu (kelainan bentuk anatomis, panggul
sempit)
o Infeksi herpes genitalis aktif
o Karsinoma Servik Uteri
3) PEMATANGAN SERVIK PRA INDUKSI PERSALINAN
Tingkat kematangan servik merupakan faktor penentu
keberhasilan tindakan induksi persalinan.
Tingkat kematangan servik dapat ditentukan secara kuantitatif
dengan “BISHOP SCORE” yang dapat dilihat pada tabel 1.Nilai > 9
menunjukkan derajat kematangan servik yang paling baik dengan
angka keberhasilan induksi persalinan yang tinggi. Umumnya
induksi persalinan yang dilakukan pada kasus dilatasi servik 2 cm,
pendataran servik 80% , kondisi servik lunak dengan posisi tengah
dan derajat desensus -1 akan berhasil dengan baik.
Akan tetapi sebagian besar kasus menunjukkan bahwa ibu hamil
dengan induksi persalinan memiliki servik yang tidak “favourable”
(Skoring Bishop < 4) untuk dilakukannya induksi persalinan.
Tabel 1 Sistem Skoring Servik “BISHOP” yang digunakan
untuk menilai derajat kematangan servik
FAKTOR
DILATA PENDATAR STASIO KONSISTEN
SKORE POSISI
SI AN N SI
SERVIKS
(cm) (%) -3 s/d +3 SERVIKS
0 Tertutup 0 – 30 -3 Kaku posterior
pertengaha
1 1-2 40 – 50 -2 Medium
n
2 3-4 60 – 70 -1 Lunak Anterior

3 ≥5 > 80 +1, +2 - -

4) TEHNIK PEMBERIAN OKSITOSIN DRIP


a) Pasien berbaring di tempat tidur dan tidur miring kiri

b) Lakukan penilaian terhadap tingkat kematangan servik.

c) Lakukan penilaian denyut nadi, tekanan darah dan his serta


denyut jantung janin

d) Catat semua hasil penilaian pada partogram

e) 2.5 - 5 unit Oksitosin dilarutkan dalam 500 ml Dekstrose 5%


(atau PZ) dan diberikan dengan dosis awal 10 tetes per menit.

f) Naikkan jumlah tetesan sebesar 10 tetes permenit setiap 30


menit sampai tercapai kontraksi uterus yang adekuat.

g) Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi > 60 detik atau


lebih dari 4 kali kontraksi per 10 menit) hentikan infus dan
kurangi hiperstimulasi dengan pemberian:

o Terbutalin 250 mcg IV perlahan selama 5 menit atau

o Salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan RL 10 tetes


permenit

h) Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat setelah jumlah


tetesan mencapai 60 tetes per menit:
i) Naikkan konsentrasi oksitosin menjadi 5 unit dalam 500 ml
dekstrose 5% (atau PZ) dan sesuaikan tetesan infuse sampai 30
tetes per menit (15mU/menit)

j) Naikan jumlah tetesan infuse 10 tetes per menit setiap 30 menit


sampai kontraksi uterus menjadi adekuat atau jumlah tetesan
mencapai 60 tetes per menit.

Jika masih tidak tercapai kontraksi uterus adekuat dengan


konsentrasi yang lebih tinggi tersebut maka:
a) Pada multipgravida : induksi dianggap gagal dan lakukan
sectio caesar.

b) Pada primigravida, infuse oksitosin dapat dinaikkan


konsentrasinya yaitu:

o 10 Unit dalam 400 ml Dextrose 5% (atau PZ) , 30 tetes


permenit

o Naikkan jumlah tetesan dengan 10 tetes permenit setiap 30


menit sampai tercapai kontraksi uterus adekuat.

o Jika sudah mencapai 60 tetes per menit, kontraksi uterus


masih tidak adekuat maka induksi dianggap gagal dan
lakukan Sectio Caesar.

c) Jangan berikan oksitosin 10 Unit dalam 500 ml Dextrose 5%


pada pasien multigravida dan atau penderita bekas sectio
Caesar

Hitungan tetesan oksitosin :


a) 20 tetes / menit = 1200 tetes / jam = 60 cc / jam

b) 16 tetes / menit = 960 tetes / jam = 48 cc / jam

c) 12 tetes / menit = 720 tetes / jam = 36 cc / jam

d) 8 tetes / menit = 480 tetes / jam = 24 cc / jam

Secara singkat, mekanisme penatalaksanaan ketuban pecah dini


adalah sebagai berikut.
KETUBAN PECAH
< 37 minggu > 37 minggu
Tidak ada Tidak ada
Infeksi Infeksi
infeksi infeksi
Berikan Amoksisilin + Berikan Lahirkan
penisilin, eritromosin penisilin, bayi
gentamisin dan untuk 7 hari gentamisisn
metronidazol dan
Steroid untuk metronidazol
Lahirkan bayi pematangan Berikan
paru Lahirkan bayi penisilin
atau
ampisilin
ANTIBIOTIKA SETELAH PERSALINAN
Profilaksis Infeksi Tidak ada infeksi
Stop antibiotik Lanjutkan Tidak perlu antibiotik
untuk 24-48
jam setelah
bebas panas
(Abdul Bari Saifuddin. 2009 : 220)
i. Pimpinan persalinan
Ada bermacam-macam pendapat mengenai penatalaksanaan dan
pimpinan persalinan dalam menghadapi ketuban pecah dini.
1) Bila anak belum viable (kurang dari 30 minggu) penderita
dianjurkan untuk beristirahat di tempat tidur dan berikan obat-
obatan antibiotika profilaksis, spasmolitika dan roboransia dengan
tujuan untuk mengundurkan waktu sampai bayi viable.
2) Bila anak sudah viable (lebih dari 36 minggu) lakukan induksi
partus 6-12 jam setelah log phase dan berikan antibiotika
profilaksis. Pada kasus-kasus tertentu dimana induksi partus
dengan PGE2 dan atau drip sitosinon gagal, maka lakukanlah
tindakan operatif.
Indikasi untuk melakukan induksi pada ketuban pecah dini :
1) Pertimbangan waktu dan berat janin dalam rahim.
a) Pertimbangan waktu : apakah 6,12 atau 12 jam.
b) Berat janin sebaiknya diatas 2000 gram.
2) Terdapat tanda infeksi intrauterin.
a) Temperatur naik diatas 38ºC dengan pengukuran rectal.
b) Terdapat tanda infeksi melalui hasil.
o Pemeriksaan laboratorium.
o Pemeriksaan kultur air ketuban.
Jadi pada ketuban pecah dini penyelesaian persalinan biasa :
1) Partus spontan.
2) Ekstraksi vakum.
3) Ekstraksi forcep.
4) Embriotomi bila anak sudah meninggal.
5) Seksio sesarea bila ada indikasi obstetri.
(Rustam, Mochtar. 1998 : 257)
j. Komplikasi
1) Pada anak
a) IUFD.
b) Asfiksia.
c) Prematuritas.
2) Pada ibu
a) Partus lama dan infeksi.
b) Atonia uteri.
c) Perdarahan post partum atau infeksi nifas.
(Mochtar Rustam, 1998 : 258)

B. Tinjauan Teori Kebidanan


1. Asuhan Kebidanan

a. Pengertian asuhan kebidanan


Asuhan kebidanan adalah bantuan yang diberikan oleh bidan
kepada individu pasien atau klien yang pelaksanaannya dilakukan secara
bertahap dan sistematis, melalui suatu proses yang disebut manajemen
kebidanan.

2. Manajemen kebidanan

a. Pengertian Manajemen Kebidanan


Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan
tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan serta keterampilan dalam
rangkaian/tahapan yang logis untuk mengambil suatu keputusan yang
berfokus pada pasien (Varney, 2012).
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh
bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis
mulai dari pengkajian, analisis data, diagnosis kebidanan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi. (50 tahun IBI, 2007)
b. Langkah-langkah Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan terdiri atas 7 langkah yang berurutan, proses
ini bersifat siklik (dapat berulang), dengan tahap evaluasi sebagai data
awal pada siklus berikutnya. Proses tersebut terdiri atas :
1) Mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk menilai keadaan
klien secara keseluruhan, meliputi pengkajian riwayat kesehatan
pasien, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan panggul atas indikasi
atau catatan riwayat kesehatan yang lalu dan sekarang, pemeriksaan
laboratorium. Data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber melalui
3 macam teknik yaitu anamnesa, observasi, dan pemeriksaan fisik.
Semua informasi saling berhubungan dari semua sumber yaitu
menyangkut dengan kondisi pasien.

2) Menginterpretasikan masalah actual untuk mengidentifikasi data


secara spesifik kedalam rumusan diagnosa kebidanan dan masalah

3) Mengidentifikasi masalah potensial dari kumpulan masalah dan


diagnosa yang memerlukan antisipasi segera

4) Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, konsultasi,


kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain serta melakukan rujukan
berdasarkan kondisi pasien

5) Menyusun rencana asuhan secara menyeluruh dengan mengulang


kembali manajemen proses untuk aspek-aspek social yang tidak
efektif

6) Pelaksanaan langsung asuhan secara efisien dan aman


(implementasi)
7) Mengevaluasi asuhan yang telah diberikan dengan mengulang
kembali manajemen proses untuk aspek asuhan yang tidak efektif

3. Dokumentasi Kebidanan SOAP

a. Pengertian

Metode pendokumentasian SOAP merupakan intisari dari proses


berfikir dalam asuhan kebidanan yang menggambarkan catatan
perkembangan klien yang merupakan suatu system pencatatan dan
pelaporaan informasi tentang kondisi dan perkembangan serta semua
kegiatan yang dilakukan oleh bidan dan memberikan asuhan kebidanan
terdapat dalam rekam medik.
b. Komponen

S : Subjektif, mengenai apa yang dikatakan, disampaikan, dikeluhkan


pasien. Menggambarkan pendokumentasian hasil asuhan
pengumpulan data pasien melalui anamnesis sebagai langkah 1
Varney
O : Objektif, ditemukan baik melalui inspeksi, palpasi, auskultasi, dan
perkusi oleh pemeriksaan dan hasil pemeriksaan laboratorium serta
pemeriksaan diagnostic lainnya. Sebagai langkah 1 Varney
A : Assesment, merupakan kesimpulan pemeriksaan berdasarkan dari
data subjektif dan data objektif dalam suatu identifikasi dan
pengambilan keputusan klinis terhadap pasien tersebut. Sebagai
langkah 2, 3, dan 4 Varney
P : Planning, menggambarkan pendokumentasian dan perencanaan,
tindakan implementasi, dan evaluasi terhadap hasil keputusan yang
diambil dalam rangka mengatasi masalah/memenuhi kebutuhan
pasien. Berdasarkan langkah 5, 6, dan 7 Varney
4. Asuhan Kebidanan Persalinan dengan Pendekatan Manajemen dalam SOAP

a. Pengkajian
1) Data Subjektif
a) Identitas Pasien, bertujuan untuk mengetahui status social
pasien, agar tidak tertukar dengan pasien lain, agar dapat
mengenal pasien lebih dekat.
Nama ibu / suami: untuk mengetahui identitas pasien agar
dapat dibedakan antara pasien satu dengan
yang lain
Umur ibu /suami : untuk mengetahui berapa umur ibu atau
suami agar dapat menentukan apakah pasien
masih dalam usia reproduktif
Agama : untuk mengetahui kepercayaan klien terhadap
agama yang dianutnya sebagai pedoman
asuhan yang akan diberikan
Pendidikan : untuk mengetahui tingkat pendidikan serta
pengetahuan ibu suami dan sebagai dasar
dalam memberikan informasi
Pekerjaan : untuk mengetahui aktivitas ibu / suami di
tempat kerja, tingkat ekonomi pasien
Suku bangsa : untuk mengetahui ada adat istiadat dan
kebiasaan yang berhubungan dengan budaya
dan dapat merugikan kesehatan ibu
Alamat : untuk mengetahui tempat tinggal klien dekat
atau tidak dengan saranakesehatan
b) Alasan datang : untuk mengetahui alasan pertama kali ibu
datang ke sarana kesehatan

c) Keluhan Utama : untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang


berkaitan dengan tanda-tanda persalinan

d) Riwayat Kesehatan

1) Riwayat kesehatan yang lalu : data ini diperlukan untuk


mengetahui kemungkinan adanya riwayat atau penyakit
akut, kronis seperti: Jantung, DM, Hipertensi, Asma, TBC,
Malaria, HIV/AIDS, Hepatitis yang dapat mempengaruhi
pada proses persalinan.
2) Riwayat kesehatan sekarang : data-data ini diperlukan
untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang
diderita pada saat ini yang ada hubungannya dengan proses
persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga : data ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit
keluarga terhadap gangguan kesehatan pasien dan bayinya,
yaitu apabila ada penyakit keluarga yang menyertainya.
e) Riwayat Obstetrik

1) Riwayat haid : untuk mengetahui adanya gangguan pada


saat haid

2) Riwayat kehamilan sekarang : untuk mengetahui


perkembangan kehamilan pasien, menentukan apakah bisa
bersalin normal atau tidak

3) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu : berapa


kali ibu hamil, apakah pernah abortus, jumlah anak, cara
persalinan yang lalu, penolong persalinan, apakah ada
penyulit pada masa nifas yang lalu.

4) Riwayat KB : untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut


KB dengan kontrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah
keluhan selama menggunakan kontrasepsi serta rencana KB
setelah persalinan ini dan beralih ke kontrasepsi apa.

2) Data Objektif
a) Pemeriksaan umum : untuk mengetahui kesadaran ibu secara
menyeluruh
(1) Keadaan umum : untuk mengetahui keadaan pasien secara
keseluruhan, apakah baik atau lemah
(2) Kesadaran : untuk mengetahui tingkat kesadaran anak,
komposmentis samnolen, koma, sopor
(3) Tinggi badan : merupakan salah satu ukuran pertumbuhan
seseorang
(4) LILA : untuk mengetahui status gizi ibu, normalnya > 23,5
cm
(5) Berat badan : untuk mengetahui apakah kebutuhan nutrisi
pada saat ibu hamil terpenuhi atau tidak. Perkiraan
kenaikan berat badan yang dianjurkan adalah 4 kg pada
kehamilan di TM I 0,5 kg/minggu pada kehamilan TM II
sampai TM III jadi keseluruhan total kenaikan berat
badannya yaitu 15-16 kg selama kehamilan (Sulistyawati,
2010). Penambahan berat badan 6,5 – 15 kg (Manuaba,
2010)
(6) TTV : Untuk mengetahui tanda-tanda vital yang meliputi
tekanan darah, suhu, nadi, pernapasan dalam keadaan
normal atau tidak.
(a) Tekanan darah arteri menggambarkan 2 hal yaitu besar
tekanan yang dihasilkan ventrikel kiri sewaktu
berkontraksi (angka sistolik), nilai normal rata-rata
tekanan sistol pada orang dewasa adalah 100-140
mmHg sedangkan rata-rata diastole adalah 60-90
mmHg (Priharjo,2006).
(b) Suhu adalah derajat panas yang dipertahankan oleh
tubuh dan diatur oleh hipotalamus (dipertahankan
dalam batas normal yaitu ± 36 – 37 0C) dengan
menyeimbangkan antara panas yang dihasilkan dan
panas yang dilepas (Tambunan, dkk, 2011).
(c) Nadi adalah gelombang yang diakibatkan oleh adanya
perubahan pelebaran (vasodilatasi) dan penyempitan
(vasokontriksi) dari pembuluh darah arteri akibat
kontraksi ventrikel melawan dinding aorta. Tekanan
nadi yang ditimbulkan oleh perbedaan sistol dan
diastole, normalnya 60-80 x/menit (Tambunan, dkk,
2011).

(d) Pernafasan merupakan salah satu indicator untuk


mengetahui fungsi system pernafasan yang terdiri dari
mempertahankan pertukaran oksigen dan karbon
dioksida dalam paru dan pengaturan asam basal,
normalnya yaitu 16-24 x/menit (Priharjo, 2006).

b) Pemeriksaan Fisik
(1) Status present
Kepala : inspeksi dengan memperhatikan bentuk
kepala apakah ada benjolan, nyeri tekan, serta
kebersihan kepala
Muka : untuk mengetahui apakah muka simetris,
kulitnya normal, pucat, oedema
Mata : untuk mengetahui apakahmata simetris,
konjungtiva anemis, sklera ikterik
Hidung : untuk mengetahui apakah hidung simetris,
bersih, polip, sekret, pernapasan cuping
Mulut : untuk mengetahuimukosa bibir,stomatitis,
lidah bersih, gigi karies/berlubang, gusi
bengkak/berdarah
Telinga : untuk mengetahui apakah telinga simetris, ada
serumen, sejajar dengan mata
Leher : untuk mengetahui pembesaran kelenjar
tyroid, limfe, vena jugularis, nyeri tekan
Ketiak : untuk mengetahui apakah ada pembesaran
kelenjar limfe, massa
Dada : untuk mengetahui apakah dada simetris, ada
retraksi dinding dada, benjolan, wheezing,
stridor, ataupun ronchi
Abdomen : untuk mengetahui apakah ada bekas operasi
Lipat paha : untuk mengetahui apakah ada pembesaran
kelenjar limfe
Vulva : untuk mengetahui apakah ada oedema,
pembesaran kelenjar bartholinitis, varises
Ekstremitas: untuk mengetahui apakah turgor kulit baik,
ada oedema, ada varises
Punggung : untuk mengetahui apakah ada kelainan tulang
punggung
Anus : untuk mengetahui apakah lecet, bersih, ada
hemoroid
(2) Status obstetric

(a) Inspeksi
Muka : untuk mengetahui apakah ada chloasma
Mammae : untuk mengetahui apakah setelah
persalinan ibu dapat dengan mudah
menyusui (membesar, putting menonjol,
colostrum keluar)
Abdomen : untuk mengetahui apakah ada linea
nigra/alba, striae
Vulva : mengetahuiada fluor albus, condiloma
akuminata
(b) Palpasi
Leopold I : untuk mengetahui TFU dan bagian teratas
janin
Leopold II : untuk mengetahui bagian di sebelah
kanan dan kiri perut ibu
Leopold III : untuk mengetahui bagian terendah janin
Leopold IV : untuk mengetahui apakah kepala sudah
masuk PAP
(c) Auskultasi :untuk mengetahui keadaan bayi di
dalam kandungan
(d) Pemeriksaan dalam:untuk mengetahui kapan
persalinan dimulai
3) Analisa
Kesimpulan dari data subjektif dan objektif akan didapat
rumusan diagnosa, analisa masalah, serta analisa kebutuhan.
4) Penatalaksanaan
Tindakan yang dilakukan berdasarkan analisa kebidanan.

C. Jurnal Penelitian

a. Hubungan Antara Persalinan Ketuban Pecah Dini Dengan Kejadian Asfiksia


Neonatorum Di Rsud Dr. Soeselo Kabupaten Tegal dilakukan oleh Natiqotul
Fatkhiyah tahun 2008.
Relationship Between Labor Premature Rupture of Membranes Asphyxia
Neonatorum In Incident With dr. Soeselo Hospitals Tegal dilakukan oleh
Natiqotul Fatkhiyah (STIKES Bhamada-Slawi) Abstract : This was an analytic
survey research is a study that tries to explore how and why health phenomena
that occur. While the approach used is a cross sectional approach is to study
the dynamics of correlation between risk factors with effects by way of
approach, observation or data collection as well as at some point. Bivariate
analysis results 2 = 8.454 and 2 count by 0.05 and db = 1, the obtained results
  2 obtained with 2p = 0.004 for values count more > 3.481 and p value.
Kesimpulan hasil penelitian tentang hubungan Ketuban Pecah Dini dengan
kejadian Asfiksia di RSUD dr. Soeselo Kabupaten Tegal tahun 2008 ini dibuat
berdasarkan hasil pembahasan dan disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu
sebagai berikut :
Responden penelitian yang mengalami KPD ada 23 orang (21,3%) dan yang
tidak mengalami KPD ada 85 orang (78,7%) 1. Responden penelitian yang
mengalami asfiksia ada 38 orang (35,2%) dan yang tidak mengalami asfiksia
ada 70 orang (64,8%) 2. Ada hubungan yang bermakna antara Ketuban Pecah
Dini dengan Kejadian Asfiksia pada bayi baru lahir dengan nilai X2 sebesar
8,454 dan p = 0,004.

b. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Respon Adaptasi Nyeri


Pada Pasien Inpartu Kala I Fase Laten Di Rskdia Siti Fatimah Makassar
Tahun 2013 dilakukan oleh Rini Fitriani.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perbedaan tingkat nyeri
pada pasien inpartu kala I fase laten sebelum dan setelah di berikan teknik
relaksasi nafas dalam di Rumah Sakit Umum Khusus Daerah Ibu dan Anak Siti
Fatimah Makassar tahun 2013. Jenisnya penelitian ini adalah pra-
eksperimental dengan menggunakan tipe one group pre - post test design dan
cara pengambilan sampelnya secara accidental sampling. Populasi dalam
penelitian ini sebanyak 239 orang, dengan jumlah sampel sebanyak 71 orang.
Hasil penelitian menunjukkkan bahwa dari 71 pasien inpartu kala I fase laten
sebelum teknik relaksasi nafas dalam sebanyak 0 responden (0 %), responden
dengan nyeri sedang sebanyak 37 responden (52.1 %), responden dengan nyeri
berat sebanyak 34 responden (47.8 %), responden dengan nyeri hebat sebanyak
0 responden (0 %). Sedangkan responden dengan nyeri ringan setelah teknik
relaksasi nafas dalam sebanyak 7 responden (9.8 %), responden dengan nyeri
sedang sebanyak 58 responden (81.6 %), responden dengan nyeri berat
sebanyak 6 responden (8.4 %), responden dengan nyeri hebat sebanyak 0
responden (0 %). Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan terdapat
perbedaan antara tingkat nyeri dan respon adaptasi nyeri pada pasien inpartu
kala I fase laten sebelum dan setelah diberikan teknik relaksasi nafas dalam.
Oleh karena itu, penanganan dan pengawasan nyeri persalinan terutama pada
kala I sangat penting, karena itu sebagai titik penentu apakah seorang ibu
bersalin dapat menjalani persalinan normal atau diakhiri dengan suatu tindakan
dikarenakan adanya penyulit yang diakibatkan nyeri yang sangat hebat.
DAFTAR PUSTAKA

Baety, Aprilia Nurul, 2011. Biologi Reproduksi, Kehamilan, dan Persalinan. Edisi
pertama. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Iskandar, Imelda. 2009. Asuhan Kebidanan IV Patologi. Makassar.

Manuaba, Ida Ayu Chandranita. 2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan
KB. Edisi kedua. Jakarta : EGC.

Muslihatun, Wafi Nur. 2009. Dokumentasi kebidanan. Yogyakarta:Fitramya.

Prawihardjo, Sawono. 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi keempat. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawihardjo.

Rukiyah, Ai Yeyeh. 2010. Asuhan Kebidanan II (Patologi Kebidanan).


Jakarta:TransInfo Media.

Rukiyah, Ai Yeyeh. 2009. Asuhan Kebidanan II (Persalinan), Jakarta:Fitramaya.

Saifuddin, Abdul bari. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Edisi pertama. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo.

Sumarah. 2009. (Perawatan Ibu Bersalin)(Asuhan Kebidanan Pada Ibu


Bersalin).Yogyakarta:fitramaya.

Sastrawinata, Sulaiman, 2005. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi


kedua. Jakarta:EGC.

Varney, Helen. 2007. Buku ajar Asuhan Kebidanan. Edisi keempat. Jakarta. EGC.

Anda mungkin juga menyukai