2063 3867 3 PB
2063 3867 3 PB
2063
http://Jurnal.Unsyiah.ac.id/TIPI
INFO ARTIKEL
ABSTRACT
Submit: 7 Maret 20145
Vegetables are popular food for people in Indonesia. Those are usually consumed in the form of
Perbaikan: 28 Maret 2014
Diterima: 1 April 2014 fresh plant or after going through the process of cooking such as boiling, steaming and stirring-fry.
Vegetable also contains many antioxidant components such as ascorbic acid, carotenoids,
flavonoids, melanoidin, certain organic acids, reducing agents, peptides, tannin and tocopherol.
Keywords:
Factors in this study are type of vegetable and method of heating. Types of vegetable used are S1 =
vegetables, heating, Eggplant, S2 = Carrot, S3 = Broccoli and heating method comprising: P1 = Without heating, P2 =
antioxidant activity
boiling, P3 = steaming and P4 = stirring-fry. The results showed that the type of vegetable and
methods of heating, as well as the interaction between the type of vegetable and method of heating
had significant effect on antioxidant activity. Heating method (boiling, steaming and stirring-fry)
gave different antioxidant activity of some vegetables (eggplant, carrot and broccoli).
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. 06, No. 02, 2015
©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala
menggunakan sedikit minyak dan air (Williams, Rancangan Penelitian
1979). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
Menurut Mulyati (1994), walaupun Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang
antioksidan terdapat pada bahan pangan secara terdiri atas 2 (dua) faktor, yaitu : faktor pertama
alami, tetapi jika bahan tersebut dimasak, maka adalah jenis sayuran (S) yang terdiri atas 3 taraf,
kandungannya akan berkurang akibat terjadinya yaitu: S1 = Terung, S2 = Wortel, S3 = Brokoli. Faktor
degradasi kimia dan fisik. Antioksidan alami kedua adalah metode pemanasan (P) yang terdiri
mempunyai struktur kimia dan stabilitas berbeda- atas 4 taraf, yaitu: P1 = Tanpa Pemanasan, P2 =
beda misalnya, α-tokoferol cukup tahan terhadap Perebusan, P3 = Pengukusan dan P4 = Penumisan.
panas, kehilangan selama proses pengolahan Dengan demikian, terdapat 12 kombinasi
sebagian besar disebabkan oleh proses oksidasi. perlakuan dengan 2 kali ulangan, sehingga
Asam askorbat dapat terdegradasi oleh panas, diperoleh 24 satuan percobaan.
udara, kondisi alkali dan aktivitas enzim
membentuk asam oksalat dan asam treonat secara Prosedur Penelitian
irreversible. Karotenoid pada sel tanaman selain Pada penelitian ini dilakukan pemasakan
berada dalam bentuk komplek dengan protein sayuran dengan cara perebusan, pengukusan dan
juga strukturnya banyak mengandung ikatan penumisan. Masing-masing sayuran yang direbus,
rangkap, sehingga relatif stabil terhadap dikukus dan ditumis mempunyai ukuran
pemasakan tetapi sangat sensitif terhadap oksidasi ketebalan potongan dan lama pemasakan yang
(Andarwulan dan Koswara 1989). berbeda, tetapi suhu pemanasan awal yang sama
Pemilihan jenis-jenis sayuran ini (wortel, (Tabel 2). Penentuan lama pemasakan
terung dan brokoli) untuk penelitian dilakukan berdasarkan hasil pra-penelitian dengan melihat
karena memiliki kandungan antioksidan yang kondisi sayuran masak sempurna dengan suhu
tinggi dan sayuran tersebut sering dikonsumsi yang sama.
oleh masyarakat. Suhu awal pada proses
perebusan, pengukusan dan penumisan yang Tabel 2. Ketebalan, lama pemanasan dan suhu pemanasan awal dari sayuran yang di uji
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. 06, No. 02 , 2014
©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala
29
Pembuatan Ekstraksi Sampel
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebanyak 3 g sayuran dihancurkan dengan
menggunakan blender tanpa penambahan air. Kadar Air
Sayuran yang telah diblender ditambahkan pelarut Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar air
air 30 ml (1:10 w/v). Lalu campuran tersebut sayuran setelah dilakukan pemanasan berkisar
dikocok dan kemudian campuran disentrifugasi antara 87,20% – 94,75%, dengan rata-rata
pada 2000 rpm selama 5 menit. Kemudian ekstrak 90,83%. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan
diambil untuk dianalisis. bahwa hanya metode pemanasan (P) yang
berpengaruh sangat nyata (P≤0,01) terhadap
Sayuran Tanpa Pemanasan kadar air sayuran yang diuji, sedangkan jenis
Sayuran dibeli dipasar dalam keadaan segar sayuran (S) dan interaksi antara jenis sayuran
kemudian dicuci. Selanjutnya ditiriskan selama 3 dengan metode pemanasan berpengaruh tidak
menit lalu dianalisis. nyata (P>0,05) terhadap kadar air sayuran yang
di uji. Pengaruh metode pemanasan (P) terhadap
Perebusan (modifikasi dari Subeki, 1998) kadar air dapat dilihat pada Gambar 1.
Sayuran dipotong-potong dan dihilangkan
bagian yang tidak dapat dimakan. Sebanyak 200 g
sayuran tersebut dicuci dan ditiriskan selama 3 94
93.75 b
84
sayuran tersebut kemudian dicuci dan ditiriskan Pada Gambar1 terlihat bahwa kadar air yang
selama 3 menit. Selanjutnya dikukus dalam panci paling tinggi adalah pada proses perebusan,
pengukus yang berisi air mendidih 1500 ml. Panci sedangkan kadar air terendah adalah pada proses
ditutup dan sayuran dibiarkan menjadi masak. penumisan. Namun, hasil uji BNT0,01 menunjukkan
Selama proses pengukusan sesekali dilakukan bahwa kadar air pada taraf P1 (tanpa pemanasan)
pengadukan agar sayuran masak secara merata. berbeda tidak nyata dengan taraf P2, P3, dan P4
Selanjutnya sayuran diangkat, ditiriskan lalu (perebusan, pengukusan dan penumisan),
dianalisis. sedangkan kadar air pada taraf P2 (perebusan)
berbeda nyata dengan taraf P4 (penumisan).
Penumisan (modifikasi dari Subeki, 1998) Sayuran yang ditumis mempunyai kadar air
Sayuran dipotong-potong dan dihilangkan relatif rendah daripada sayuran yang direbus atau
bagian yang tidak dapat dimakan. Sebanyak 200 g dikukus. Hal ini karena matrik jaringan sayuran
sayuran tersebut dicuci dan ditiriskan selama 3 yang semula terisi oleh air serta komponen
menit. Selanjutnya sayuran ditumis dalam wajan organik lainnya akan terdegradasi, kemudian
aluminium dengan 33 ml minyak goreng dan air keluar dari jaringan dan digantikan oleh misel-
sebanyak 200 ml. Wajan dibiarkan terbuka dan misel minyak. Menurut Ketaren (1986), jika bahan
terus-menerus dilakukan pengadukan hingga segar ditumis, maka kulit bagian luar akan
sayuran menjadi masak merata. Selanjutnya mengerut akibat proses dehidrasi. Pengerutan
sayuran diangkat, ditiriskan lalu dianalisis. terjadi akibat panas dari minyak menguapkan air
yang terdapat pada bahan makanan. Selama
Analisis Parameter proses menumis berlangsung, sebagian minyak
Analisis yang dilakukan pada masing-masing akan masuk ke dalam bahan kemudian mengisi
sayuran meliputi kadar air, total fenol dan ruang kosong yang semula diisi air dan komponen
pengujian aktivitas antioksidan dengan DPPH organik lainnya. Sedangkan pada perebusan dan
Radical Scavenging Methode. pengukusan, matrik jaringan sayuran cenderung
menyerap air sehingga kandungan airnya relatif
lebih tinggi daripada sayuran segar.
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. 06, No. 02 , 2014
©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala
30
Total Fenol terlarut dalam cairan pengolah dan melalui proses
Pengujian total fenol dilakukan dengan metode oksidasi. Dengan adanya panas dan oksigen,
Folin-Ciocalteu (Hung dan Yen, 2002). Hasil senyawa total fenol dapat teroksidasi dalam
analisis menunjukkan bahwa total fenol sayuran larutan alkali atau karena aktivitas enzim polifenol
setelah dilakukan pemanasan berkisar antara 3,93 oksidase membentuk radikal orto-semiquinon
– 15,44mg asam galat/g bahan, dengan rata-rata yang bersifat reaktif dan dapat bereaksi lebih
8,97 mg asam galat/g bahan. Hasil sidik ragam lanjut dengan senyawa amino membentuk produk
total fenol menunjukkan bahwa jenis sayuran (S) berwarna coklat dengan berat molekul tinggi
dan metode pemanasan (P) berpengaruh sangat (Pratt, 1992).
nyata (P≤0,01) terhadap kandungan total fenol,
sedangkan interaksi antara jenis sayuran dan
metode pemanasan (SxP) berpengaruh tidak nyata /gt
6
total fenol pada wortel dan brokoli (S2 dan S3). Gambar 3. Pengaruh metode pemanasan (P) terhadap kandungan total fenol jenis
sayuran, pada BNT0.01 = 0,99, KK = 3,60 (nilai yang diikuti huruf yang sama
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata).
Gambar 2. Pengaruh jenis sayuran (S) terhadap kandungan total fenol sayuran, pada masuk kedalam dinding sel dan vakuola yang
BNT0.01 = 0,99, KK = 3,60 (nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukkan perbedaan kemudian melarutkan senyawa fenol kedalam
yang tidak nyata)
cairan pengolahan.
Pengaruh metode pemanasan (P) terhadap Menurut Sutrian (1992), senyawa fenol
kandungan total fenol sayuran dapat dilihat pada pada sel tanaman terdapat pada dinding sel dan
Gambar 3. Hasil uji BNT0,01 menunjukkan bahwa cairan vakuola yang berfungsi untuk mencegah
kandungan total fenol sayuran tanpa pemanasan terjadinya pembusukan jaringan. Senyawa fenol
(P1) berbeda nyata dengan kandungan total fenol bersifat larut dalam air dan tidak larut dalam
pada sayuran perebusan dan pengukusan (P2 dan minyak. Penggunaan minyak serta tingginya suhu
P3), tetapi berbeda tidak nyata dengan kandungan penumisan kemungkinan menyebabkan rusaknya
total fenol pada sayuran penumisan (P4). dinding sel dan membran plasma sehingga
Terung dan wortel mengalami penurunan total permeabilitas membran meningkat, tetapi minyak
fenol pada proses perebusan dan pengukusan dari bersifat tidak dapat melarutkan senyawa fenol
38–47% menjadi 25–31% mg asam galat/g bahan. kedalam cairan pengolah.
Hasil penelitian Subeki (1998), menunjukkan
bahwa sayuran wortel dan terung dengan suhu Aktivitas Antioksidan
pemanasan 88–112⁰C dan lama pemanasan 5–14 Pengujian ini menggunakan metode Burda
menit menunjukkan penurunan total fenol dari dan Oleszek (2001) yang dimodifikasi. Hasil
54–71% menjadi 38–43%. analisis menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan
Total fenol sayuran yang telah diolah/dimasak sayuran setelah dilakukan pemanasan berkisar
lebih rendah daripada sayuran segar kecuali pada antara 4,19% – 68,76%, dengan rata-rata 36,80%.
penumisan. Kehilangan total fenol selama Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa
pemasakan dapat terjadi melalui dua cara yaitu jenis sayuran (S) dan metode pemanasan (P), serta
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. 06, No. 02 , 2014
©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala
31
interaksi antara jenis sayuran dan metode
4. KESIMPULAN
pemanasan (SxP) berpengaruh sangat nyata
(P≤0,01) terhadap aktivitas antioksidan. Pengaruh Terung memiliki kandungan total fenol yang
interaksi antara jenis sayuran dan metode tinggi dibandingkan dengan wortel dan brokoli.
pemanasan dapat dilihat pada Gambar 4. Proses pemanasan dengan cara perebusan dapat
menurunkan kandungan total fenol yang besar
70
68.76 f
dari pada pengukusan dan penumisan. Sayuran
yang dimasak dengan cara perebusan dan
) 58.74 e
56.44 e 55.67 e
(% 60
n
a
d
is 50
48.26 d
43.56 c pengukusan memiliki aktivitas antioksidan yang
k
o
it 40 36.81 c 38.85 c
Tanpa Pemanasan tinggi dibandingkan tanpa pemanasan dan
n
A
s 30 Perebusan penumisan.
ta
i Pengukusan
v 20 15.64 b
ti
k
A 10
8.59 a
6.08 a
Penumisan DAFTAR PUSTAKA
4.19 a
0 Andarwulan, N., dan S. Koswara. 1989. Kimia Vitamin.
S1 = Terung S2 = Wortel S3 = Brokoli
Rajawali Pers, Jakarta.
Jenis Sayuran Burda, S., dan W. Oleszek. 2001. Antioxidant and Antiradical
Activities of Flavonoids. J. Agric. Food Chem. 49:2774-
Gambar 4. Pengaruh interaksi antara jenis sayuran dan metode pemasan (SP) terhadap 2779.
aktivitas antioksidan, pada BNT0.01 = 4,97, KK = 4,42 (nilai yang diikuti huruf yang Hung, C. Y., dan G. C. Yen. 2002. Antioxidant Activity of
sama menunjukkan perbedaan tidak nyata). Phenolic Compouns Isolated from Mesona Procumbens
Hemsl. J. Agric. Food Chem. 50:2993-2997.
Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) terhadap Ketaren, 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Universitas
aktivitas antioksidan sayuran yang diuji Indonesia Press, Jakarta.
menunjukkan bahwa terung mempunyai aktivitas Lund, D.B. 1977. Effect of Heating Processing on Nutrients. The
antioksidan yang lebih tinggi setelah dilakukan AVI Publ. Co. Inc, Westport, Connecticut.
proses perebusan dan berbeda nyata dengan Monreal, J.A.M., D. Garcia., M. Martinez., M. Mariscal, dan M.A.
Murcia. 2009. Influence of Cooking Methods on Antioxidant
wortel dan brokoli. Pada Gambar 4 terlihat bahwa Activity of Vegetables. University of Murcia, Spain.
terung yang direbus memiliki aktivitas antioksidan Mulyadi, M.I. 1995. Pengaruh Pengeringan Beku terhadap
yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pada Kandungan Tokoferol pada beberapa Jenis Sayuran.
terung ada komponen aktif yang berperan sebagai Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Mulyati, N.D.1994. Mempelajari Pengaruh Metode Pemasakan
sumber antioksidannya, tidak hanya dari golongan
Terhadap Stabilitas Karoten Pada Beberapa Sayuran Hijau.
fenol tetapi juga komponen dari golongan selain Skripsi. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya
fenol seperti nasunin, β-karoten, asam klorogenat Keluarga, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
dan caffeic. Disamping itu, proses pemanasan bisa Pratt, D.E. 1992. Natural Antioxidant from Plant Material. Am.
memecahkan/membuka jaringan dari sayuran Chem. Society, Washinton DC.
Subeki. 1998. Pengaruh Cara Pemasakan terhadap Kandungan
sehingga ada komponen aktif yang awalnya tidak Antioksidan Beberapa Macam Sayuran Serta daya Serap
muncul bisa menjadi terekstrak keluar. Sedangkan dan Resistensinya Pada Tikus Percobaan. Tesis. Program
pada proses penumisan, aktivitas antioksidannya Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
rendah dikarenakan air yang ada dalam jaringan Sutrian, Y. 1992. Pengantar Anatomi Tumbuh-Tumbuhan
tentang Sel dan Jaringan. Rineka Cipta, Jakarta.
sayuran keluar dan digantikan oleh minyak.
Turkmen, N., Sari, F. dan Velioglu, S. 2005. The effect of
Minyak dalam jaringan sayuran akan bercampur cooking methods on total phenolics and antioxidant activity
dengan komponen aktif lainnya sehingga of selected green vegetables. Food Chemistry 93: 713-718.
menghambat aktivitas antioksidan dari sayuran Williams, M.C. 1979. Food Fundamentals. John Wiley and Sons,
tersebut (Monreal et al., 2009). New York, Toronto.
Metode pemanasan dapat mempengaruhi
tekstur, nilai nutrisi dan kapasitas antioksidan dari
sayur-sayuran dan memungkinkan berpengaruh
negatif terhadap parameter mutu dari sayur-
sayuran, tetapi dalam beberapa percobaan,
aktivitas antioksidan bahkan menjadi meningkat
setelah perlakuan panas (Pilar et al., 2011). Sebuah
studi Turkmen et al. (2005), dalam tulisannya
menyatakan bahwa kacang polong dan brokoli
memberi hasil yang menarik, setelah dimasak
jumlah aktivitas antioksidan meningkat atau tidak
berubah (tetap) bergantung pada jenis sayuran
dan juga jenis pemasakan.
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. 06, No. 02 , 2014
©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala 32