Disusun oleh :
FAKUTLAS TEKNIK
UVERSITAS DIPONEGORO
2019
A. Kondisi Eksisting
PT. Surya Toto Indonesia Divisi Fitting memiliki 5 pabrik dalam mendukung
proses produksinya. Proses produksi divisi Fitting dilakukan melalui tahapan-tahapan
proses yang disebut seksi. Pabrik-pabrik tersebut memuat beberapa seksi produksi yang
dibagi sebagai berikut:
a. Pabrik 1: seksi machining, seksi forging, seksi polishing, seksi plating dan
seksi assembling
b. Pabrik 2: seksi casting, seksi machining, seksi polishing, warehouse, dan
quality control
Machining
Polishing
Plating
Assembling
Finished
Good
Warehouse
Bagan aliran proses produksi fitting yang lebih mendetail bisa dilihat pada
Gambar 4.6 berikut ini:
RAW
MATERIAL
SAND
CASTING
LOW QUALITY
FURNACE SHOT QUALITY
CORE PRESSURE CUTTING CONTROL MACHINING
1000°C BLAST CONTROL
DIE CASTING
FORGING
ASSEMBLING
QUALITY
QUALITY LASER QUALITY PLATING CONTROL
MARKET CONTROL MARKING CONTROL
ASSEMBLING
Flow Process
Flow Produksi
Bahan baku utama yang umumnya digunakan yaitu pasir silika, brass
ingot, brass bar, dan resin. Bahan baku pasir akan dilakukan proses casting yang
diawali dengan proses core, pasir tersebut selanjutnya dilakukan tahap furnacing
pada suhu 1000°C dan dilanjutkan dengan proses LPDC lalu disemprotkan
dengan mesin shot blasting, setelah itu dilakukan pemotongan pada bagian-
bagian yang tidak diinginkan. Pada awal sebelum proses produksi, dibuat cetakan
yang berguna untuk membuat bentuk produk sesuai yang diharapkan atau biasa
disebut molding. Material panas dari casting atau forging dituangkan kedalam
cetakan tersebut atau mold. Barang mentah dari proses casting dicek kualitasnya
oleh seksi Quality Control, lalu barang mentah tersebut masuk ke proses
machining beserta dengan barang reject atau barang cacat yang setelah itu
dilakukan pengecekan kualitas. Barang setengah jadi tersebut selanjutnya
dimasukkan ke proses polishing untuk menghaluskan permukaan barang tersebut
agar mengkilap. Barang setengah jadi yang sudah mengkilap dilakukan proses
plating atau pelapisan baik logam maupun plastik, sebelumnya dilakukan
analisis kimia dari bahan pelapis. Pengecekan kualitas dilakukan setelah proses
pelapisan lalu dilanjutkan dengan proses assembling serta pemberian merk
dengan laser marking. Tahap ini sudah menghasilkan barang jadi, namun
sebelum barang jadi ini dipasarkan, dilakukan kembali quality control dan setelah
barang benar-benar siap, produk akan dipasarkan.
Bahan baku yang biasa digunakan yaitu brass ingot dimana proses
produksinya sama seperti material pasir silika. Proses produksi dengan bahan
baku brass bar berbeda dengan proses produksi bahan pasir. Bahan baku brass
bar tidak masuk melalui proses casting, namun proses forging yang diawali
dengan pemotongan, setelah itu bahan baku dilakukan furnacing pada suhu
750°C dan dilanjutkan dengan proses forging atau penempaan lalu triming.
Bahan mentah tersebut selanjutnya dilakukan pengecekan kualitas dan
selanjutnya masuk ke proses machining. Tahapan selanjutnya sama seperti
tahapan pada produksi dari bahan pasir. Ada beberapa bahan baku brass bar
yang langsung dimasukkan ke proses machining dan dilanjutkan tahapan yang
sama. Hal ini disebabkan perbedaan bentuk yang diharapkan.
Sumber emisi debu di PT. Surya Toto Indonesia divisi fitting Serpong ini
berasal dari sumber tidak bergerak dan juga bergerak. Untuk emisi tidak
bergerak, debu berasal dari proses produksi mulai dari proses casting, forging,
machining, dan polishing. Selain itu debu juga berasal dari kinerja generator
yang menjadi pembangkit tenaga listrik serta boiler. Emisi bergerak PT. STI
Serpong berasal dari kegiatan mobilisasi seperti pemindahan barang jadi dari
proses assembly ke dalam warehouse, pemindahan barang- barang dari
warehouse ke dalam truk-truk pembelii, serta aktivitas lain yang berhubungan
dengan alat transportasi.
Seperti yang telah dijelaskan, sumber emisi tidak bergerak adalah emisi
yang berasal dari benda yang tidak dapat berpindah tempat. Umumnya sumber
emisi tidak bergerak berasal dari mesin-mesin produksi serta generator dan
boiler.
Proses Produksi
1. Casting
Proses casting terdiri dari proses grinding yang merupakan
penghalusan hasil pemotongan atau pembuangan sisa-sisa bahan yang
tidak dapat di proses dengan mesin cutting. Dalam proses ini, tekstur dari
hasil pencetakan masih kasar yang sebelumnya berasal dari proses
casting yang merupakan proses pencetakan awal. Tekstur produk yang
dihasilkan masih sama dengan bahan baku utama produk fitting yaitu
brass ingot yang merupakan percampuran besi dan nikel. Pada proses ini
limbah dan cemaran yang dihasilkan berupa suara bising, asap, dan debu
2. Forging
3. Machining
Proses ini terdiri dari 4 tahapan yaitu pemolesan kasar, agak kasar, semi
halus, dan halus. Proses ini menggunakan mesin abrasive belt dan mesin
buff yang langsung terangkai dengan mesin dust collector yang berfungsi
untuk menghisap debu. Selain itu kebisingan juga menjadi masalah utama
dari proses ini.
Sumber Emisi Bergerak
Sumber bergerak adalah sumber emisi yang bergerak atau tidak tetap suatu
tempat yang berasal dari kendaraan bermotor. Pada area pabrik banyak
kendaraan yang berlalu- lalang. Kendaraan tersebut berupa mobil truk untuk
keperluan mengangkut barang jadi pada pihak konsumen maupun pemindahan
part – part yang akan diproses pada pabrik yang berbeda dengan menggunakan
forklift. Pemantauan dan pengukuran udara ambien mengacu pada Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia no. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara serta Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no. 50 tahun
1996.
Tabel 4.3
Tabel Hasil Pengukuran Kadar Debu Sumber
Bergerak
Halaman depan
µg/m3 23 144 200 - -
2. pabrik (sebelah 0 -
selatan)
Halaman depan
µg/m3 23 148 179
3. pabrik (sebelah 0 - - -
utara)
4. Halaman depan µg/m3 23 181 214 190 119 40.9
0
Sumber: Laboratorium Pengujian PT. Unilab Perdana
Keterangan:
- Pengukuran mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia no. 41 tahun 1999
- Metode pengujian kadar debu diudara tempat kerja mengacu
pada 18-2/IK/NA (Gravimetri)
B. Alat Pengendali Pencemaran Udara yang Digunakan
1. Cyclone
Cyclone adalah alat penangkap debu yang digunakan untuk
menangkap debu dengan ukuran diameter partikel lebih dari 10µ. Cyclone
adalah pengumpul inertia dengan bagian tak gerak. Gas bermuatan
partikulat dipercepat dalam gerakan spiral, dimana memberi gerakan
sentrifungal pada partikel sehingga partikel terlempar keluar dari gas dan
bertubrukan pada dinding silinder cyclone kemudian partikel turun ke
hopper (Davis and Cornwell, 1998). Cyclone yang digunakan oleh PT. STI
biasanya langsung tersambung pada mesin produksi yang menghasilkan
cemaran debu khususnya pada proses casting yaitu pada LPDC untuk
menangkap uap ringan yang mengandung debu, proses machining yang
terhubung pada robot mesin yang menghasilkan debu, dan proses
polishing yaitu terhubung pada mesin buff dan mesin belt. Umumnya
cyclone yang digunakan dipasang secara paralel yang tersusun dari 2
cyclone untuk proses produksi yang menghasilkan cukup banyak debu,
sedangkan untuk proses yang menghasilkan tidak terlalu banyak debu
menggunakan single-cyclone. Cyclone yang terpasang pada PT. STI dapat
dilihat pada gambar 1 berikut.
3. Bag filter
Bag filter adalah alat untuk memisahkan partikel kering dari gas (udara)
pembawanya. Di dalam bag filter, aliran gas yang kotor akan partikel
masuk ke dalam beberapa longsongan filter (disebut juga kantong atau
cloth bag) yang berjajar secara pararel, dan meninggalkan debu pada filter
tersebut. Aliran debu dan gas dalam bag filter dapat melewati kain (fabric)
ke segala arah. Partikel debu tertahan di sisi kotor kain, sedangkan gas
bersih akan melewati sisi bersih kain. Bag filter umumnya digunakan pada
proses casting dan polishing ringan. Bag filter yang terpasang di PT. STI
dapat dilihat pada gambar 3 berikut:
C. Perbaikan Sistem
Berdasarkan kegiatan kerja praktik yang dilakukan di PT. Surya Toto
Indonesia Divisi Fitting Tbk. Serpong dan hasil analisis di atas, beberapa
perbaikan sistem yang diperlukan ada :
1. Pemantauan dan pengukuran kualitas udara sumber pencemar tidak
bergerak sebaiknya dilakukan secara sering dan rutin pada setiap titik
pencemar saja, tidak hanya pada satu titik yang dianggap mewakili
agar kualitas udara tetap terjaga
2. Pemantauan pencemar udara secara rutin di daerah daerah yang
sekiranya sangat mungkin tercermar dan menjaga daerah yang tidak
tercemar
3. Melakukan pengukuran debit aliran cemaran sebelum masuk ke alat
pengendali untuk memudahkan penentuan efisiensi dari alat
pengendali itu sendiri
4. Melakukan pengecekan efisiensi setiap alat pengendali secara rutin
agar apabila sewaktu-waktu mengalami penurunan kinerja, langsung
bisa mendapatkan solusi terhadap penurunan efisiensi tersebut.
5. Kinerja dari cyclone perlu dipertahankan dan ditingkatkan agar
konsentrasi partikulat sebelum dibuang ke udara bebas tetap di bawah
baku mutu standar pencemaran udara. Hal tersebut dapat dilakukan
dengan cara mengoptimalkan kinerja mesin belt dan buffing
6. Membuat tim khusus yang bertanggung jawab atas penurunan
pencemaran lingkungan
7. Mengedepankan penggunaan bahan bahan yang bisa kembali
digunakan untuk minimisasi limbah terutama di proses casting dimana
membutuhkan suatu bahan untuk dibentuk menjadi produk produk
fitting, diharapkan dari fitting yang rusak dapat di cast ulang menjadi
fitting yang baru sehingga menimalisir limbah hasil casting
D.