Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air merupakan sumber bagi kehidupan makhluk hidup. Air tidak hanya berguna untuk
mencukupi kebutuhan penduduk, tetapi juga keseimbangan ekosistem. Manusia, binatang,
tumbuhan, dan mikroorganisme sangat membutuhkan air sebagai unsur utama di dalam tubuh
mereka.
Sungai merupakan salah satu sumber mata air yang dapat dimanfaatkan manusia dan
makhluk hidup lainnya dalam memenuhi kebutuhan biologis mereka. Sungai tersebar di berbagai
tempat, baik pedesaan maupun perkotaan. Sungai di pedesaan umumnya memiliki air yang jernih,
berbeda halnya dengan di kota yang dipenuhi sampah, pekat, hitam, dan bau. Di samping itu
keberadaan rumah kumuh di sepanjang bantaran sungai, membuat suasana penat bagi penduduk
sekitar. Sungai kota seringkali menjadi momok pemerintah kabupaten atau kota dalam upaya
menata dan memperindah kota.
Salah satu sungai terbesar yang melintasi kota Denpasar yaitu Tukad Badung. Sungai yang
terletak di pusat kota tersibuk ini keberadaanya sangat mengkhawatirkan, bukannya mendukung
penciptaan keindahan kota, Tukad Badung justru menjadi sumber masalah kota. Pada berbagai
sudut Tukad Badung selalu terdapat genangan sampah yang mengapung, Tukad Badung telah
dijadikan tempat pembuangan sampah bagi sebagian masyarakat atau warga kota yang kurang
memiliki disiplin lingkungan. Tukad Badung memiliki fungsi seperti sebuah selokan karena
penampakan fisiknya, air kotor, berwarna gelap, berlumpur tebal, dipenuhi sampah, dan bau
limbah dari rumah tangga dan dunia usaha.
Kedaan Tukad Badung yang makin parah dapat menjadi momok tersendiri bagi Bali
seandainya tidak dilakukan penataan. Penataan ini makin penting dilakukan selain karena
Denpasar adalah ibukota propinsi juga dikarenakan Tukad Badung sudah terlanjur digadang-
gadang sebagai salah satu objek wisata kota.
Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah kota untuk menata kondisi lingkungan
di sepanjang Tukad Badung. Penataan ini berupaya mempertahankan kebersihan, kelancaran
pergerakkan air, kawasan bantaran sungai termasuk menata masyarakat yang berada di sekitar
bantaran sungai. Pihak kebersihan kota Denpasar setiap hari turun sungai membersihkan,
menjaring dan menaikkan sampah. Pemerintah kota telah mengadakan pelebaran sungai, metode
kanalisasi dan kini sedang berkonsentrasi melakukan penanganan terhadap daerah-daerah titik

1
rawan banjir yang diharapkan menjadi praktis menuju sanitasi lingkungan kota, baik saat musim
hujan dan kemarau. Selain itu perencanaan drainase dimatangkan serta menyiagakan tenaga
penggelontor.
Walaupun berbagai upaya telah dilakukan untuk menata kembali kondisi Tukad Badung yang
semakin buruk, namun hasilnya belum sesuai dengan yang diharapkan. Misalnya dalam
penanganan limbah organik, anorganik dan kimia di Tukad Badung yang masih memerlukan
strategi dan kajian yang intensif, karena baku mutu air di Tukad Badung itu sendiri masih
tergolong memprihatinkan. Di samping itu, selama ini masyarakat masih memanfaatkan alur
sungai sebagai tempat pembuangan limbah atau sampah. Hal ini tentu saja dapat menghambat
upaya penataan Tukad Badung.
Kurangnya kesadaran masyarakat dan koordinasi antar instansi yang terlibat serta gejala-
gejala alam yang buruk lainnya yang mungkin terjadi tentu dapat berpengaruh besar terhadap bau
lingkungan, pemandangan alam, pelestarian perairan pantai, ketersediaan air bahkan dapat
menimbulkan kerusakan ekosistem yang lebih parah di sepanjang Tukad Badung. Apabila kondisi
ini dibiarkan terus menerus, maka tidak mustahil akan terjadi ketidaknyamanan dalam
menjalankan aktivitas kota, kerusakan pemandangan dan aset wisata, krisis air bahkan kepunahan
ekosistem yang tentunya tidak diinginkan oleh semua pihak.
Manusia sebagai bagian dari ekosistem yang memiliki akal sehat tidak boleh membiarkan
masalah-masalah yang terjadi di Tukad Badung ini semakin berlarut- larut, yang pada akhirnya
akan merugikan diri sendiri. Upaya merekonstruksi kondisi lingkungan di sepanjang Tukad
Badung harus segera dilaksanakan. Keterpaduan program penanganan perlu dipersiapkan dan
dimatangkan serta diterapkan dengan baik agar tercipta ekosistem yang bersih, aman, lestari dan
indah.

1.2 Rumusan Masalah


Berdsaarkan uraian diatas dapat dirumuskan hal-hal sebagai berikut :
1. Bagaimanakah gambaran umum kondisi lingkungan di sepanjang Tukad Badung serta
upaya penanganan yang pernah dilakukan oleh pemerintah ?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan di Tukad Badung dan
seperti apa kualitas lingkungan di Tukad Badung ?
3. Apa saja upaya penanganan yang telah dilakukan dalam mengatasi permasalaha di Tukad
Badung ?
4. Bagaimana rekomendasi program penanganan terpadu yang dapat mengatasi masalah-
masalah yang terjadi di lingkungan sepanjang daerah aliran sungai Tukad Badung ?

2
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui gambaran umum kondisi lingkungan di sepanjang Tukad Badung serta
upaya penanganan yang pernah dilakukan oleh pemerintah
2. Untuk mengetahuifaktor-faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan di Tukad
Badung dan kualitas lingkungan di Tukad Badung
3. Untuk mengetahui upaya penanganan yang telah dilakukan dalam mengatasi permasalaha
di Tukad Badung
4. Untuk mengetahui rekomendasi program penanganan terpadu yang dapat mengatasi
masalah-masalah yang terjadi di lingkungan sepanjang daerah aliran sungai Tukad
Badung

1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah


Penulisan paper ini pada pembahasannya dibatasi pada gambaran umum kondisi Tukad
Badung, kualitas lingkungan Tukad Badung, faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas
lingkungan Tukad Badung, kondisi upaya penangannya, program penanganan terpadu, dan akan
menghasilkan rekomendasi program penanganan terpadu yang dapat mengatasi masalah-masalah
yang terjadi di lingkungan sepanjang DAS Tukad Badung.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Lingkungan


Lingkungan hidup sering disebut sebagai lingkungan, adalah istilah yang dapat mencakup
segala makhluk hidup dan tidak hidup di alam yang ada di bumi atau bagian dari bumi yang
berfungsi secara alami tanpa campur tangan manusia yang berlebihan (Suprihatin, 2013). Pada
suatu lingkungan terdapat dua komponen penting pembentuknya sehingga menciptakan suatu
ekosistem yakni komponen biotik dan komponen abiotic. Komponen biotik meliputi seluruh
makhluk di dalamnya, yakni manusia, hewan, dan tumbuhan. Sedangkan, komponen abiotik
adalah benda-benda mati yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup makhluk hidup yakni
mencakup tanah, air, api, batu, dan udara.
Pengertian lingkungan hidup yang lebih mendalam menurut UU No. 32 tahun 2009 adalah
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan kehidupan, dan kesejahteraan
manusia dan makhluk hidup lainnya.

2.1.1 Unsur- Unsur Lingkungan Hidup


Terdapat tiga unsur dalam lingkungan hidup yang membentuk ekosistem dan
keseimbangan yang baik terhadap alam.
a. Unsur Hayati (Biotik)
Unsur hayati (biotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari makhluk hidup,
seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan jasad renik. Saat berada di kebun, maka
lingkungan hayati didominasi oleh tumbuhan. Tetapi jika berada di dalam kelas, maka
lingkungan hayati yang dominan adalah teman-teman atau sesama manusia.

Gambar 2.1 Manusia, Hewan, dan Tumbuhan merupakan unsur biotik


Sumber : Google, Nopember 2014

4
b. Unsur Sosial Budaya (Kultur)
Unsur sosial budaya, yaitu lingkungan sosial dan budaya yang dibuat manusia yang
merupakan sistem nilai, gagasan, dan keyakinan dalam perilaku sebagai makhluk sosial.
Kehidupan masyarakat dapat mencapai keteraturan berkat adanya sistem nilai dan norma
yang diakui dan ditaati oleh segenap anggota masyarakat.
c. Unsur Fisik (Abiotik)
Unsur fisik (abiotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari benda-benda tidak
hidup, seperti tanah, air, udara, iklim, dan lain-lain. Keberadaan lingkungan fisik sangat
besar peranannya bagi kelangsungan hidup segenap kehidupan di bumi. Bayangkan, jika
air tak ada lagi di muka bumi atau udara menjadi dipenuhi asap. Tentu saja kehidupan di
muka bumi tidak akan berlangsung secara wajar. Akan terjadi bencana kekeringan,
banyak hewan dan tumbuhan mati, perubahan musim yang tidak teratur, munculnya
berbagai penyakit, dan lain-lain.

Gambar 2.2 Unsur Fisik berupa Tanah, Air, dan Udara


Sumber : Google, Nopember 2014

2.1.2 Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan Lingkungan


Jumlah kerusakan flora dan fauna akan terus bertambah dan berlangsung lama jika
dalam penggunaannya masyarakat tidak memperhatikan keseimbangan terhadap ekosistem
lingkungan. Kerusakan ekosistem membawa dampak bukan hanya pada keanekaragaman
terhadap flora dan fauna, tetapi juga dapat membawa pengaruh lain terhadap masyarakat itu
sendiri seperti longsor, banjir, dan erosi.
Dalam lingkungan hidup di Indonesia, banyak terjadi permasalahan di sungai, laut, tanah
dan hutan yaitu sebagai berikut:
a. Pencemaran sungai dan laut
Sungai dan laut dapat tercemar karena kegiatan manusia seperti pembuangan limbah cair,
pembuangan limbah logam, sampah, dll. Secara biologis, fisik, dan kimia, senyawa
maupun unsur tersebut sulit bahkan tidak dapat diuraikan. Oleh karena itu semua hal
tersebut dapat mencemari lingkungan.

5
b. Pencemaran Tanah
Tanah dapat tercemar karena penggunaan pupuk dan bahan pestisida yang berlebihan.
Pencemaran tanah terlihat dari tanah yang mengalami perubahan menjadi kering dan
keras. Hal ini disebabkan oleh jumlah kandungan garam yang sangat besar pada tanah.
Selain itu, pencemaran tanah juga dapat disebabkan oleh sampah plastik karena pada
umumnya sampah plastik tidak mengalami proses penguraian secara sempurna.
c. Pencemaran Hutan
Hutan juga bisa mengalami kerusakan apabila pemanfaatannya tidak dilakukan dengan
baik. Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Salah satu
contoh pencemaran atau kerusakan hutan adalah adanya penebangan secara liar. Jika
kegiatan tersebut dilakukan dalam jangka panjang maka dapat
mengakibatkan gundulnya hutan.
Kerusakan lingkungan hidup oleh alam dapat juga terjadi karena adanya gejala atau
peristiwa alam yang terjadi sehingga memengaruhi keseimbangan lingkungan hidup. Peristiwa
alam yang dapat memengaruhi kerusakan lingkungan meliputi:
1. Kerusakan Akibat Peristiwa Alam
a. Letusan gunung berapi
Letusan gunung berapi terjadi karena aktivitas magma di perut bumi yang
menimbulkan tekanan kuat keluar melalui puncak gunung berapi. Bahaya yang
ditimbulkan oleh letusan gunung berapi antara lain berupa:
1) Hujan abu vulkanik, menyebabkan gangguan pernafasan.
2) Lava panas, merusak, dan mematikan apa pun yang dilalui.
3) Awan panas, dapat mematikan makhluk hidup yang dilalui.
4) Gas yang mengandung racun.
5) Material padat (batuan, kerikil, pasir) yang dapat menimpa perumahan, dan lain-
lain.
b. Kerusakan Akibat Gempa Bumi
Gempa bumi adalah getaran kulit bumi yang bisa disebabkan karena beberapa hal, di
antaranya kegiatan magma (aktivitas gunung berapi), terjadinya tanah turun, maupun
karena gerakan lempeng di dasar samudra. Manusia dapat mengukur intensitas gempa,
namun tidak dapat memprediksikan kapan terjadinya gempa. Oleh karena itu, bahaya
yang ditimbulkan oleh gempa lebih dahsyat dibandingkan dengan letusan gunung
berapi. Pada saat gempa berlangsung terjadi beberapa peristiwa sebagai akibat
langsung maupun tidak langsung, di antaranya:

6
1) Bangunan roboh.
2) Tanah di permukaan bumi retak, jalan menjadi putus.
3) Terjadi banjir, akibat rusaknya tanggul.
4) Tanah longsor akibat guncangan.
5) Gempa yang terjadi di dasar laut dapat menyebabkan tsunami (gelombang pasang).
c. Kerusakan Akibat Siklon (topan)
Angin topan terjadi akibat aliran udara dari kawasan yang bertekanan tinggi menuju
ke kawasan bertekanan rendah. Perbedaan tekanan udara ini terjadi karena perbedaan
suhu udara yang mencolok. Bahaya angin topan bisa diprediksi melalui foto satelit
yang menggambarkan keadaan atmosfer bumi, termasuk gambar terbentuknya angin
topan, arah, dan kecepatannya. Serangan angin topan dapat menimbulkan kerusakan
lingkungan hidup dalam bentuk:
1) Merobohkan bangunan.
2) Membahayakan penerbangan.
3) Rusaknya areal pertanian dan perkebunan.
4) Menimbulkan ombak besar yang dapat menenggelamkan kapal.
d. Musim Kemarau Panjang
Bencana ini terjadi karena adanya penyimpangan iklim yang terjadi di suatu daerah
sehingga musim kemarau terjadi lebih lama dari biasanya. Bencana ini menimbulkan
berbagai kerugian, seperti munculnya titik api penyebab kebakaran hutan,
mengeringnya sumber-sumber air, dan gagalnya berbagai upaya pertanian petani serta
banyaknya tumbuhan yang mati sehingga dapat mengancam kehidupan makhluk
hidup lainnya.
e. Erosi dan Abrasi
Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan partikel
lainnya) akibat transportasi angin, air atau es. Dampak dari erosi adalah menipisnya
lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan menyebabkan menurunnnya
kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat lain dari erosi adalah menurunnya
kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan
meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan meningkatkan limpasan air permukaan
yang akan mengakibatkan banjir di sungai.
Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang
bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis pantai
akibat abrasi ini dipacu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai

7
tersebut.Dampak negatif yang diakibatkan oleh abrasi antara lain: Penyusutan lebar
pantai sehingga menyempitnya lahan bagi penduduk yang tinggal di pinggir pantai,
Kerusakan hutan bakau di sepanjang pantai, karena terpaan ombak yang didorong
angin kencang begitu besar, Kehilangan tempat berkumpulnya ikan ikan perairan
pantai karena terkikisnya hutan bakau
2. Kerusakan Akibat Ulah Manusia
Manusia sebagai penguasa dan pengelola lingkungan hidup di bumi berperan besar dalam
menentukan kelestarian lingkungan hidup. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang
berakal, mampu merubah dunia dari pola kehidupan sederhana sampai ke kehidupan
modern seperti sekarang ini. Namun seringkali yang dilakukan manusia tidak diimbangi
dengan pemikiran akan masa depan untuk kehidupan generasi berikutnya. Banyak
kemajuan yang diraih oleh manusia membawa dampak buruk terhadap kelangsungan
lingkungan hidup. Beberapa bentuk kerusakan lingkungan hidup karena faktor manusia,
antara lain:
a. Terjadinya pencemaran (pencemaran udara, air, tanah, dan suara) sebagai dampak
adanya kawasan industri.
b. Terjadinya banjir, sebagai dampak buruknya drainase atau sistem pembuangan air
dan kesalahan dalam menjaga daerah aliran sungai dan dampak pengrusakan hutan.
c. Terjadinya tanah longsor, sebagai dampak langsung dari rusaknya hutan. Beberapa
ulah manusia yang baik secara langsung maupun tidak langsung membawa dampak
pada kerusakan lingkungan hidup antara lain:
a) Penebangan hutan secara liar (penggundulan hutan).
b) Bangunan liar di daerah aliran sungai (DAS).
c) Pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan di luar batas.
d) Penimbunan rawa-rawa untuk pemukiman.
e) Pembuangan sampah di sembarang tempat.

2.1.3 Pengelolaan Lingkungan Hidup


Manusia sebagai khalifah di bumi berperan besar dalam menentukan kelestarian
lingkungan hidup. Namun, seringkali apa yang dilakukan manusia tidak diimbangi dengan
pemikiran akan masa depan kehidupan generasi berikutnya. Banyak kemajuan yang diraih oleh
manusia membawa dampak buruk terhadap kelangsungan lingkungan hidup. Oleh sebab itu
manusia mempunyai tanggung jawab yang besar dalam pelestarian lingkungan hidup demi
kelangsungan kehidupan makhluk hidup di bumi. Setiap orang harus melakukan usaha untuk

8
menyelamatkan lingkungan hidup di sekitar kita sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.
Sekecil apa pun usaha yang kita lakukan sangat besar manfaatnya bagi terwujudnya bumi yang
layak huni bagi generasi anak cucu kita kelak.

2.1.4 Upaya Pemeliharaan Lingkungan


Upaya untuk mewujudkan kehidupan adil dan makmur bagi rakyatnya tanpa harus
menimbulkan kerusakan lingkungan ditindaklanjuti dengan menyusun program pembangunan
berkelanjutan yang sering disebut sebagai pembangunan berwawasan lingkungan. Pembangunan
berwawasan lingkungan adalah usaha meningkatkan kualitas manusia secara bertahap dengan
memerhatikan faktor lingkungan. Pembangunan berwawasan lingkungan dikenal dengan nama
Pembangunan Berkelanjutan. Konsep pembangunan berkelanjutan merupakan kesepakatan hasil
KTT Bumi di Rio de Jeniro tahun 1992. Di dalamnya terkandung 2 gagasan penting, yaitu:
a. Gagasan kebutuhan, khususnya kebutuhan pokok manusia untuk menopang hidup.
b. Gagasan keterbatasan, yaitu keterbatasan kemampuan lingkungan untuk memenuhi
kebutuhan baik masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Upaya yang dilakukan untuk memelihara lingkungan hidup diantaranya adalah:
1. Upaya yang Dilakukan Pemerintah
Pemerintah sebagai penanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyatnya memiliki
tanggung jawab besar dalam upaya memikirkan dan mewujudkan terbentuknya
pelestarian lingkungan hidup. Hal-hal yang dilakukan pemerintah antara lain:
a. Memberlakukan Peraturan Pemerintah RI No. 24 Tahun 1986, tentang AMDAL
(Analisa Mengenai Dampak Lingkungan).
b. Menerbitkan UU No. 4 Tahun 1982, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
c. Mengeluarkan UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 yang mengatur tentang Tata
Guna Tanah.
d. Pada tahun 1991, pemerintah membentuk Badan Pengendalian Lingkungan, dengan
tujuan pokoknya:
1) Menanggulangi kasus pencemaran.
2) Mengawasi bahan berbahaya dan beracun (B3).
3) Melakukan penilaian analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).
e. Pemerintah mencanangkan gerakan menanam sejuta pohon
2. Upaya Pelestarian Lingkungan Hidup oleh Masyarakat

9
Sebagai warga negara yang baik, masyarakat harus memiliki kepedulian yang tinggi
terhadap kelestarian lingkungan hidup di sekitarnya sesuai dengan kemampuan masing-
masing. Beberapa upaya yang dapat dilakukan masyarakat untuk pelestarian lingkungan
hidup antara lain:
a. Pelestarian tanah (tanah datar dan lahan miring)
Bencana tanah longsor dan banjir yang terjdi menunjukkan peristiwa yang berkaitan
dengan masalah tanah. Banjir dapat menyebabkan terkikisnya lapisan tanah oleh
aliran air yang disebut erosi yang berdampak pada hilangnya kesuburan tanah serta
terkikisnya lapisan tanah dari permukaan bumi. Tanah longsor disebabkan karena tak
ada lagi unsur yang menahan lapisan tanah pada tempatnya sehingga menimbulkan
kerusakan. Upaya pelestarian tanah dapat dilakukan dengan cara menggalakkan
kegiatan menanam pohon atau penghijauan kembali (reboisasi) terhadap tanah yang
semula gundul. Untuk daerah perbukitan atau pegunungan yang posisi tanahnya
miring perlu dibangun terasering atau sengkedan, sehingga mampu menghambat laju
aliran air hujan.
b. Pelestarian udara
Udara merupakan unsur vital bagi kehidupan, karena setiap mahluk hidup bernapas
memerlukan udara. Di dalam udara terkandung beranekaragam gas, salah satunya
oksigen. Udara yang kotor karena debu atau pun asap sisa pembakaran menyebabkan
kadar oksigen berkurang. Keadaan ini sangat membahayakan bagi kelangsungan
hidup setiap organisme. Maka perlu diupayakan kiat-kiat untuk menjaga kesegaran
udara lingkungan agar tetap bersih, segar, dan sehat. Upaya yang dapat dilakukan
untuk menjaga agar udara tetap bersih dan sehat antara lain:
1. Menggalakkan penanaman pohon atau pun tanaman hias di sekitar kita
Tanaman dapat menyerap gas-gas yang membahayakan bagi manusia. Tanaman
mampu memproduksi oksigen melalui proses fotosintesis. Rusaknya hutan
menyebabkan jutaan tanaman lenyap sehingga produksi oksigen jauh berkurang,
di samping itu tumbuhan juga mengeluarkan uap air, sehingga kelembapan udara
tidak lagi terjaga dengan alami.
2. Mengupayakan pengurangan emisi atau pembuangan gas sisa pembakaran, baik
pembakaran hutan maupun pembakaran mesin
Asap yang keluar dari knalpot kendaraan dan cerobong asap merupakan
penyumbang terbesar kotornya udara di perkotaan dan kawasan industri. Salah
satu upaya pengurangan emisi gas berbahaya ke udara adalah dengan

10
menggunakan bahan industri yang aman bagi lingkungan, serta pemasangan filter
pada cerobong asap pabrik.
3. Mengurangi atau bahkan menghindari pemakaian gas kimia yang dapat merusak
lapisan ozon di atmosfer
Gas freon yang digunakan untuk pendingin pada AC maupun kulkas serta
dipergunakan di berbagai produk kosmetika, adalah gas yang dapat bersenyawa
dengan gas ozon, sehingga mengakibatkan lapisan ozon menyusut. Lapisan ozon
adalah lapisan di atmosfer yang berperan sebagai filter bagi bumi, karena mampu
memantulkan kembali sinar ultraviolet ke luar angkasa yang dipancarkan oleh
matahari. Sinar ultraviolet yang berlebihan akan merusakkan jaringan kulit dan
menyebabkan meningkatnya suhu udara. Pemanasan global terjadi di antaranya
karena makin menipisnya lapisan ozon di atmosfer.
c. Pelestarian hutan
Eksploitasi hutan yang terus menerus berlangsung sejak dahulu hingga kini tanpa
diimbangi dengan penanaman kembali, menyebabkan kawasan hutan menjadi rusak.
Pembalakan liar yang dilakukan manusia merupakan salah satu penyebab utama
terjadinya kerusakan hutan. Selain menyediakan bahan pangan maupun bahan
produksi, hutan juga penghasil oksigen, penahan lapisan tanah, dan menyimpan
cadangan air. Upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan hutan antara lain:
1) Reboisasi atau penanaman kembali hutan yang gundul.
2) Melarang pembabatan hutan secara sewenang-wenang.
3) Menerapkan sistem tebang pilih dalam menebang pohon.
4) Menerapkan sistem tebang–tanam dalam kegiatan penebangan hutan.
5) Menerapkan sanksi yang berat bagi mereka yang melanggar ketentuan
mengenai pengelolaan hutan.
d. Pelestarian laut dan pantai
Selain hutan, laut juga sebagai sumber daya alam potensial. Kerusakan biota laut dan
pantai banyak disebabkan karena ulah manusia. Pengambilan pasir pantai, terumbu
karang di laut, pengrusakan hutan bakau, merupakan kegatan-kegiatan manusia yang
mengancam kelestarian laut dan pantai.
Terjadinya abrasi yang mengancam kelestarian pantai disebabkan telah hilangnya
hutan bakau di sekitar pantai yang merupakan pelindung alami terhadap gempuran
ombak. Upaya untuk melestarikan laut dan pantai dapat dilakukan dengan:
1) Melakukan reklamasi pantai dengan menanam kembali tanaman bakau

11
di areal sekitar pantai.
2) Melarang pengambilan batu karang yang ada di sekitar pantai maupun
di dasar laut, karena karang merupakan habitat ikan dan tanaman laut.
3) Melarang pemakaian bahan peledak dan bahan kimia dalam mencari ikan.
4) Melarang pemakaian pukat harimau untuk mencari ikan.
e. Pelestarian flora dan fauna.
Kehidupan di bumi merupakan sistem ketergantungan antara manusia, hewan,
tumbuhan, dan alam sekitarnya. Terputusnya salah satu mata rantai dari sistem
tersebut akan mengakibatkan gangguan dalam kehidupan.
Oleh karena itu, kelestarian flora dan fauna merupakan hal yang mutlak diperhatikan
demi kelangsungan hidup manusia. Upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga
kelestarian flora dan fauna di antaranya adalah:
a) Mendirikan cagar alam dan suaka margasatwa.
b) Melarang kegiatan perburuan liar
c) Menggalakkan kegiatan penghijauan

2.2 Pembangunan Dan Sumber Daya


2.2.1 Kebutuhan Dasar Manusia
Pembangunan yang dilakukan semua bangsa bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
masyarakatnya. Kualitas hidup manusia ditentukan oleh tingkat pemenuhan kebutuhan yang
paling utama bagi manusia, yang disebut dengan kebutuhan dasar yang diperlukan manusia untuk
kelangsungan hidupnya. Kebutuhan dasar ini tidak statis, tetapi bersifat dinamis dan berkembang
sesuai dengan tingkat peradaban dan kesejahteraan manusia. Makin sedikit kebutuhan dasar yang
dapat dipenuhi manusia, makin buruk kualitas hidupnya. Hal ini mengandung makna bahwa
makin tinggi derajat kualitas hidup manusia, makin baik kualitas lingkungan tempat manusia itu
berada.
Untuk kelangsungan hidup manusia, setiap anggota masyarakat tidak hanya membutuhkan
materi saja (diukur dengan tingkat pendapatan), tetapi juga kebutuhan biologis, spiritual, sosial
budaya. Jadi, keberhasilan pembangunan dengan tolok ukur (indicator) pendapatan per kapita per
tahun sebenarnya kurang tepat karena tidak menggambarkan kesejahteraan yang hakiki.
Seseorang yang pendapatannya jauh lebih besar dari rata-rata pendapatan masyarakat dapat
merasa tidak sejahtera karena hidupnya sering tidak nyaman, misalnya terancam oleh gangguan
keamanan. Selain itu, peningkatan pendapatan akan meningkatkan konsumsi yang pada akhirnya

12
dapat meningkatkan eksploitasi sumber daya alam, dengan dampak berupa kerusakan dan
pencemaran lingkungan. Umumnya kebutuhan dasar manusia dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Kebutuhan dasar hayati.
Untuk kelangsungan hidup secara hayati, manusia hanya memerlukan air, udara, dan
pangan dalam kuantitas dan kualitas tertentu. Dalam hal ini proses kehidupan manusia
sangat sederhana, yaitu lahir, bayi dan tumbuh menjadi dewasa, dan berkeluarga. Bagi
yang telah membuka diri, mereka melakukan transaksi dengan cara barter karena mereka
tidak mengenal uang, pasar atau jual beli. Kelompok ini sering disebut dengan suku
terasing. Masyarakat yang hidup dengan kondisi ini dikategorikan dalam taraf
"prasejahtera". Di beberapa daerah, pemerintah telah mencoba membangun permukiman
bagi suku terasing, yang tidak jauh dari lokasi mereka tinggal semula. Namun, setelah
mereka tempati selama 1-2 bulan, permukiman tersebut mereka tinggalkan karena
suasananya tidak sesuai dengan kebiasaan mereka di lingkungan alami Adaptasi
memerlukan proses dan waktu (6-12 bulan), yang keberhasilannya ditentukan oleh sifat,
karakter, kebiasaan, kemauan, dan tingkat pendidikan seseorang atau kelompok
masyarakat.
2. Kebutuhan dasar yang manusiawi.
Kebudayaan yang dimililki manusia membuat manusia berbeda dengan makhluk hidup
lain. Manusia mempunyai akal, budi, dan pengetahuan sehingga tuntutan hidupnya selalu
berkembang. Manusia makan tidak hanya untuk kenyang, namun perlu makanan yang
sehat dan bergizi. Individu atau kelompok masyarakat dikatakan hidup secara manusiawi,
apabila dapat terpenuhi kebutuhan dasar sebagai berikut:
a. Energi (pangan), pakaian, dan rumah. Kebutuhan dasar ini harus terpenuhi sehingga
yang bersangkutan kutan dapat melakukan aktivitasnya dengan baik.
b. Pelayanan dan fasifitas sosial yang pokok. Manusia membutuhkan pelayanan dan
fasilitas sosial yang pokok sehingga dapat meningkatkan pengetahuannya, jiwa dan
fisiknya sehat, serta dapat bepergian ke tempat lain dengan mudah. Untuk itu,
pelayanan dan fasilitas sosial yang sangat dibutuhkan manusia adalah pendidikan,
kesehatan, air bersih, angkutan umum, dan lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
c. Lapangan pekerjaan. Untuk mencukupi keperluan 1, hidupnya, manusia harus
bekerja. Jenis pekerjaan yang diharapkan seseorang tidak selalu sama dengan yang lain,
bergantung pada kemampuan atau keahliannya. Sebagai makhluk sosial, manusia
membutuhkan pekerjaan bukan hanya sebagai sumber pendapatan, melainkan juga
sebagai unsur martabat manusia.

13
d. Kesempatan mengembangkan seni dan budaya. Sebagai makhluk berbudi, berakal,
dan berbudaya, manusia menjadi dinamis, kreatif, serta menghargai dan menjunjung
tinggi nilai-nilai budayanya.
e. Kebebasan untuk melakukan ibadah agama. Banyak pakar menyatakan bahwa
kebutuhan dasar yang paling mendasar bagi manusia adalah kebebasan untuk
melakukan ibadah agama. Ibadah agama sebagai wujud iman seseorang atau
kelompok masyarakat merupakan salah satu pernyataan secara lahiriah tentang
imannya. Dalam asas ekologi atau lingkungan, perbedaan agama ini tidak mungkin
dihilangkan karena individu atau kelompok yang tertekan akan berupaya untuk tetap
mempertahankan keberadaannya atau survive. Hak-hak asasi manusia berkaitan erat
dengan kebebasan dan kesempatan (peluang), khususnya yang bersifat universal.
Sebagai contoh hak-hak asasi manusia ialah kebebasan untuk melakukan ibadah
agama, kebebasan mengeluarkan pendapat, kesempatan memperoleh keadilan,
kesempatan untuk berusaha, dan kesempatan untuk ikut mengambil keputusan dalam
hal-hal yang menentukan nasib dirinya (keluarganya).
Jika salah satu atau sebagian kebutuhan dasar di atas tidak terpenuhi, maka individu atau
kelompok masyarakat itu belum hidup secara manusiawi. Sebaliknya, seseorang atau kelompok
masyarakat yang dapat memenuhi semua kebutuhan dasar tersebut dikategorikan hidup dalam
taraf "sejahtera".
Kebutuhan dasar untuk memilih. Perkembangan kemajuan dan peningkatan pendapatan
masyarakat, juga menyebabkan peningkatan tuntutan kebutuhan hidupnya. Walaupun kebutuhan
dasar yang manusiawi sudah terpenuhi, jika keinginannya tidak tersedia, maka ia merasa tidak
"sejahtera". Untuk dapat memilih harus tersedia berbagai pilihan. Individu atau kelompok
masyarakat yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar untuk memilih, dikatakan hidup dalam
taraf "pascasejahtera".
Pengelompokan kebutuhan dasar di atas hendaknya tidak diartikan secara kaku, tetapi
bersifat lentur atau fleksibel. Seseorang bisa saja termasuk dalam kategori ketiga (pascasejahtera),
tetapi kebutuhan dasarnya pada kelompok kedua belum semua terpenuhi. Sebagai contoh,
pendapatan masyarakat cukup tinggi dan berbagai jenis pilihan tersedia, tetapi hak-hak asasinya
tidak dihormati, maka masyarakat tidak berada pada taraf pascasejahtera. Hal ini banyak terjadi di
masyarakat majemuk (komunitas berbagai etnis) dan atau pemerintahan yang tidak demokratis.
Apabila dihubungkan dengan ketiga kelompok kebutuhan dasar di atas, maka hakikat
pembangunan adalah untuk membuat masyarakat menjadi sejahtera atau pascasejahtera.
Pembangunan dan hasil pembangunan seharusnya dapat dinikmati seluruh masyarakat, bukan

14
hanya oleh kelompok tertentu saja. Untuk itu, konsep pembangunan berwawasan lingkungan
seyogianya diterapkan dengan sunguh- sungguh sehingga masyarakat yang makmur dan sejahtera
dapat terwujud secara berkelanjutan.

2.2.2 Pembangunan
Indonesia terdiri dari 17.508 pulau, daratan seluas 1,9 juta km2 ,panjang garis pantai 80.791
km, laut seluas 3,1 juta km2, gunung api sebanyak 200 buah. Kondisi geografis ini menunjukkan
bahwa perencanaan pembangunan memang cukup kompleks sehingga diperlukan sumber daya
manusia yang handal. Dalam perencanaan pembangunan tidak hanya aspek biogeofisik yang
menjadi focus perhatian, tetapi tidak kalah pentingnya adalah keadaan sosial ekonomi dan sosial
budaya masyarakat, serta ekosistem yang spesifik di daerah setempat. Dengan demikian,
pembangunan akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan kualitas lingkungan yang baik
tetap terjaga (dipertahankan).
Pada dasarnya pembangunan adalah suatu perubahan, melalui intervensi manusia atau
perubahan yang sengaja dilakukan manusia dengan mendayagunakan sumber daya. Dalam hal ini,
perubahan sengaja dibuat atau dirancang, dengan tujuan untuk mencapai kondisi yang lebih baik
dibanding dengan sebelumnya. Dengan perkataan lain, kegiatan pembangunan merupakan
pendayagunaan sumber daya (alam, buatan, manusia) dan lingkungan sehingga harkat dan
kesejahteraan masyarakat meningkat. Sumber daya alam beserta lingkungannya merupakan suatu
kesatuan ekosistem, yang secara langsung atau tidak langsung bermanfaat bagi kehidupan
manusia. Dalam suatu kesatuan ekosistem, manusia berperan sebagai produsen, konsumen, dan
pengelola.
Dalam kenyataannya, kegiatan pembangunan selalu menimbulkan dampak lingkungan,
baik positif maupun negatif. Untuk mencapai tujuan pembangunan, upaya memaksimalkan
dampak positif dan meminimalkan dampak negatif menjadi satu-satunya alternatif yang harus
dilaksanakan oleh pelaku pembangunan. Dengan upaya ini, pembangunan berwawasan
lingkungan dapat diwujudkan dan hasil pembangunan dapat dinikmati generasi sekarang dan
generasi yang akan datang.
1. Perubahan kualitas lingkungan
Perubahan atau perkembangan kualitas lingkungan hidup juga dapat terjadi tanpa campur
tangan manusia melalui kegiatan pembangunan. Artinya, secara alamiah atau tanpa intervensi
manusia, kualitas lingkungan juga dapat berubah. Terjadinya peristiwa alam, seperti longsor
dan banjir akan menyebabkan perubahan kualitas lingkungan. Apakah perubahan ini dapat
pulih atau tidak, bergantung pada daya lenting lingkungan. Daya lenting lingkungan adalah

15
kemampuan lingkungan itu memulihkan diri secara alamiah. Misalnya, pencemaran ringan
suatu perairan oleh bahan organik dengan jumlah terbatas. Pencemaran ini tidak akan
menimbulkan masalah karena perairan itu mampu memulihkan kualitasnya secara alamiah.
Sebagai akibat peristiwa alam, ada tiga kemungkinan perkembangan kondisi kualitas
lingkungan hidup, yaitu:
a. Relatif tetap (stabil). Kualitas lingkungan relatif tetap (tidak berubah), jika daya lenting
lingkungan relatif sama dengan tingkat kerusakan. Hal ini menunjukkan bahwa
lingkungan hanya mampu memulihkan kerusakan yang diakibatkan gangguan alam
sehingga kondisi lingkungan kembali seperti semula. Contoh pada kondisi ini adalah
kebakaran hutan (muda) yang luasnya terbatas atau gempa bumi dengan kekuatan kurang
dari 4,0 Skala Richter.
b. Makin buruk atau menurun. Kualitas lingkungan makin buruk (rusak), apabila daya
lenting lingkungan lebih kecil dari tingkat kerusakan. Dalam hal ini, ling- kungan tidak
mampu memulihkan kerusakan yang terjadi sehingga kualitas lingkungan menurun
dibanding dengan sebelum terjadi peristiwa alam. Sebagai contohnya untuk kondisi ini
adalah terjadinya gempa bumi dengan kekuatan lebih dari 6,0 Skala Richter dan letusan
gunung berapi.
c. Makin baik kualitas lingkungan makin baik, jika daya lenting lingkungan lebih besar dari
tingkat kerusakan. Di sini lingkungan tidak hanya mampu memulihkan yang rusak ke
kondisi semula, tetapi lebih dari itu sehingga kondisi lingkungan menjadi lebih baik
daripada kondisi awal. Contohnya, banjir (sementara) di daerah rendahan sepanjang
sungai atau pantai yang tidak ada penduduknya. Banjir ini membawa sedimen yang kaya
unsur hara dan terjadi sedimentasi (pengendapan) di daerah rendahan (cekungan). Unsur
hara tersebut menjadi tambahan pupuk bagi tanaman dan vegetasi di lokasi banjir tersebut.
Dengan adanya kegiatan pembangunan tingkat kerusakan lingkungan hidup bergantung pada
upaya pengendalian yang dilakukan oleh pelaku pembangunan. Dalam hal ini ada tiga
kemungkinan kondisi kualitas lingkungan hidup, yaitu:
a. Kualitas lingkungan buruk atau menurun. Hal ini dapat terjadi karena sejak awal
pembangunan sampai kegiatan berjalan (tahap operasional), upaya pengendalian dampak
lingkungan tidak direncanakan atau dilakukan oleh pemrakarsa. Jadi, selama kegiatan
berjalan kualitas lingkungan akan terus menurun.
b. Kualitas lingkungan mula-mula buruk, kemudian baik. Kondisi ini terjadi karena sejak
awal pembangunan sampai operasional, pengendalian dampak lingkungan tidak
dilakukan oleh pemrakarsa. Seiring dengan meningkatnya kepedulian masyarakat

16
terhadap lingkungan atau diterapkannya peraturan perundang-undangan tentang
lingkungan, pemrakarsa terpaksa mencegah perusakan dan pencemaran lingkungan.
Apabila sampai pada waktu tl kualitas lingkungan masih buruk, maka setelah t2 kualitas
lingkungan menjadi baik karena adanya tekanan dari masyarakat atau pemerintah.
c. Kualitas lingkungan baik. Hal ini dapat terjadi karena dalam perencanaan kegiatan
(proyek), biaya lingkungan sudah dimasukkan dalam anggaran pembangunan. Jadi, sejak
awal pembangunan sampai selama proyek beroperasi, dampak lingkungan ditangani
dengan serius dan dilakukan secara kontinu.
2. Dampak lingkungan
Umumnya di negara-negara sedang berkembang, pengendalian dampak lingkungan sering
tidak dilakukan oleh pemrakarsa atau pelaku pembangunan. Pemrakarsa selalu berorientasi
pada keuntungan ekonomi, tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan yang mungkin
timbul. Upaya pengendalian dampak lingkungan tidak dilakukan pemrakarsa, antara lain
disebabkan:
a. Biaya lingkungan (environmental cost) belum dimasukkan ke dalam perencanaan suatu
kegiatan. Dalam perencanaan suatu kegiatan (proyek pembangunan), dasar pertimbangan
utama adalah aspek ekonomi dan teknis, sedangkan aspek lingkungan belum atau kurang
menjadi perhatian pihak pemrakarsa. Dengan keadaan ini, terjadinya pencemaran dan
kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh suatu proyek pembangunan menjadi beban
masyarakat. Seharusnya, biaya lingkungan merupakan bagian dari biaya suatu proyek
pembangunan (menginternalkan biaya lingkungan).
b. Kendala teknologi dan tenaga kerja. Dampak lingkungan sering timbul karena teknologi
yang digunakan tidak tepat dan tenaga kerja kurang menguasai bidangnya. Dalam
pengendalian dampak lingkungan, diperlukan teknologi yang ramah lingkungan dan
ekonomis, serta tenaga kerja yang menguasai bidang pekerjaannya. Untuk itu, dalam
perencanaan kegiatan, pemrakarsa harus mempertimbangkan jenis teknologi yang akan
digunakan dan mempersiapkan tenaga kerja yang khusus mengelola lingkungan, dengan
keterampilan dan pengetahuan yang memadai.
c. Dampak lingkungan timbul, setelah kegiatan berjalan cukup lama. Beberapa dampak
lingkungan (seperti logam berat) memang baru berbahaya atau toksik setelah suatu
kegiatan beroperasi cukup lama. Akan tetapi, hal ini tidak boleh menjadi pernbenaran
(alasan) untuk mentolerir kelalaian pemrakarsa mengendalikan dampak tersebut. Sejak
dini, pemrakarsa sudah mengetahui jenis bahan baku, bahan penolong, proses produksi,
kapasitas produksi, serta jenis dan volume limbah yang dihasilkan kegiatannya.

17
Pengendalian dampak negatif yang bersifat toksik harus dilakukan dengan benar, serius,
dan sejak awal kegiatan beroperasi.
d. Penerapan sanksi hukum (law enforcement) tidak tegas dan konsisten. Walaupun
berbagai peraturan perundang-undangan tentang lingkungan hidup sudah diterbitkan, jika
penerapannya tidak tegas dan konsisten, maka pemrakarsa tidak akan pernah serius
melakukan pengendalian dampak lingkungan. Sanksi hukum barus diterapkan sehingga
pemrakarsa berpikir dua kali, jika kegiatannya merusak dan mencemari lingkungan.
e. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) kurang berperan. Di negara-negara maju, selain
masyarakat patuh terhadap sanksi hukum, LSM merupakan salah satu kekuatan penekan
sehingga perusahaan jarang yang merusak lingkungan. Di Indonesia, sejak tahun 1990an
sudah banyak berdiri LSM yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup. LSM yang
sudah sering menggugat perusahaan di pengadilan karena kasus pencemaran adalah
WALHI (Wahana Lingkungan Hidup), Jakarta. Mungkin, bukan menang atau kalah di
pengadilan yang penting, tetapi pengaruh dan "gesah" gugatan itu bagi perusahaan-
perusahaan lain. Di daerah sangat diperlukan LSM-LSM yang berkualitas (vokal,
objektif, dan gigih) agar pengendalian dampak lingkungan berjalan dengan baik.

2.2.3 Sumber Daya


Sumber daya (resources )adalah sumber persediaan, baik sebagai cadangan maupun yang
baru. Dari sudut pandang ekonomi, sumber daya merupakan suatu input dalam suatu proses
produksi. Sumber daya juga diartikan sebagai suatu atribut atau unsur dari lingkungan, yang
menurut anggapan manusia mempunyai nilai dalam jangka waktu tertentu, yang ditentukan oleh
keadaan sosial budaya, ekonomi, teknologi, dan kelembagaan. Dalam hal ini, bisa saja suatu
sumber daya belum dikategorikan sebagai sumber daya karena tidak mempunyai nilai ekonomi.
Akan tetapi, dengan perkembangan teknologi sumber daya itu dapat diolah atau dimanfaatkan
sehingga bernilai ekonomi. Misalnya, pohon atau batang kelapa sawit hasil peremajaan menjadi
masalah karena belum bernilai ekonomi. Setelah ditebang batang kelapa sawit tersebut dibiarkan
membusuk atau dibakar. Apabila suatu saat ditemukan teknologi untuk mengolahnya menjadi
bahan lain, misalnya bahan baku kertas, maka batang kelapa sawit menjadi sumber daya yang
bernilai ekonomi.
Menurut proses terjadinya, sumber daya dibedakan menjadi dua bagian:
1. Sumber daya buatan, yaitu sumber daya yang sengaja dibuat manusia untuk memenuhi
kebutuhannya. Contoh: waduk, danau, tempat rekreasi, areal pertanian, perkebunan, dan
lain-lain.

18
2. Sumber daya alam, yaitu sumber daya yang tersedia di alam secara alami. Contoh:
hutan, air, tanah, ikan, satwa, udara, dan sebagainya. Berdasarkan sifatnya, sumber daya
alam dibedakan menjadi.
a. Sumber daya alam fisik. Sumber daya alam ini merupakan benda-benda mati
(abiotik), tetapi memegang peranan penting dalam menentukan kualitas lingkungan.
Contoh sumber daya ini adalah tanah, air, iklim, dan mineral-mineral.
b. Sumber daya alam hayati. Sumber daya ini terdiri dari makhluk hidup (biotik) yang
berperan sebagai produsen, perombak, dan konsumen. Contoh: tumbuhan,
mikroorganisme, satwa, dan ikan.
Sumber daya alam juga dibedakan menurut kemungkinan pemulihannya, yaitu:
a. Sumber daya alam dapat dipulihkan atau diperbaharui (renewable). Kerusakan
sumber daya ini dapat dipulihkan, baik secara alami maupun oleh manusia.
Kerusakan dapat pulih secara alami, apabila daya lenting lingkungan sama dengan
atau lebih besar dari pada tingkat kerusakan yang terjadi. Keberhasilan pemulihan
kerusakan sumber daya alam lebih banyak ditentukan oleh manusia melalui
pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya. Contoh sumber daya alam dapat
dipulihkan atau diperbaharui adalah tanah, air, hutan, padang rumput, populasi satwa
dan ikan.
b. Sumber daya alam tidak dapat dipulihkan atau diperbaharui (nonrenezvable).
Pemanfaatan sumber daya ini terjadi hanya sekali, tidak dapat berulang-ulang.
Artinya, sekali digunakan langsung habis, tidak dapat dipulihkan atau diperbaharui
lagi. Dengan kondisi ini pemanfaatannya harus dilakukan seefisien mungkin karena
persediaannya di alam terbatas. Contoh: tambang batubara, minyak bumi, gas alam,
bijih besi, bauksit, emas, dan bahan tambang lainnya.
c. Sumber daya alam yang tidak akan habis (continuous resources). Sumber daya ini
tidak pernah habis, walaupun digunakan terus menerus. Sumber daya ini tersedia
secara alami dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia atau makhluk
hidup lainnya dengan menggunakan teknologi. Contoh: energi matahari, angin,
pasang surut air laut, gelombang laut, dan air terjun.

2.2.4 Sumber Daya Alam Air


Air sebagai sumber daya alam, sangat penting dan mutlak diperlukan semua makhluk
hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Air digunakan manusia untuk berbagai
keperluan seperti keperluan rumah tangga, pertanian, perikanan, industri, sumber energy, sarana

19
transportasi, dan tempat rekreasi. Kebutuhan air tiap orang ditentukan oleh tingkat kemajuan
peradaban manusia. Di Indonesia, untuk kebutuhan rumah tangga penduduk di
perdesaanmemerlukan air 40-50 It/hari/jiwa, sedangkan penduduk di perkotaan lebihbanyak
menggunakan air, yaitu 80-100 It/hari/jiwa. Pada masa mendatangberbagai kegiatan
pembangunan dan kemajuan di dunia makin memerlukan lebih banyak air dengan kualitas
tertentu. Pertumbuhan penduduk, perkembangan industri, kebutuhan pangan, usaha perikanan air
tawar dan pertambakan, serta kemajuan dan perkembangan teknologi, semuanya memerlukan air.

2.3 Pendekatan Pengelolaan Lingkungan


Setiap rencana atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting, diperlukan
upaya pengelolaan sehingga dampak yang timbul dapat ditoleransi lingkungan. Untuk itu
pemrakarsa wajib melakukan pengelolaan lingkungan pada setiap tahap kegiatannya sesuai
dengan jenis dampak yang terjadi. Dalam pengembangan dampak positif dan pencegahan
terjadinya dampak negatif, pengelolaan dilakukan dengan pendekatan sosial ekonomi,
kelembagaan, dan teknologi. Pendekatan sosial ekonomi menjelaskan aspek sosial ekonomi,
pendekatan kelembagaan menentukan lembaga yang terkait, dan pendekatan teknologi
menguraikan pilihan teknologi yang digunakan dalam upaya pengendalian dampak.

2.3.1 Pendekatan Sosial Ekonomi


Contoh pada tahap prakonstruksi (persiapan). Rencana kegiatan pembebasan tanah
berpotensi menimbulkan dampak penting berupa keresahan masyarakat. Dalam hal ini
pendekatan sosial ekonomi yang dapat dilakukan pemrakarsa, antara lain adalah:
a. Pemrakarsa bersama instansi terkait melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang
rencana kegiatan dan manfaatnya bagi masyarakat, daerah, dan atau negara.
b. Pemrakarsa melakukan musyawarah mufakat dengan pemilik tanah (tidak melalui
perantara atau pihak ketiga) untuk menentukan besar nilai tanah,tanaman, dan atau
bangunan, dengan tetap berpedoman pada ketentuan yang berlaku.
c. Penduduk menerima uang penggantian tanah secara utuh, pemrakarsa
tidak menggunakan jasa pihak ketiga dan sebaiknya pembayaran dilakukan melalui bank.
d. Pemrakarsa mengutamakan penduduk yang terkena pembebasan lahan menjadi tenaga
kerja, sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan perusahaan. Contoh pada tahap
konstruksi (pekerjaan fisik). Kegiatan pengangkutan material menimbulkan dampak
penting berupa kerusakan jalan. Untuk itu, pemrakarsa wajib memperbaiki jalan yang
rusak dan sebaiknya jalan tersebut menjadi lebih baik daripada sebelum ada kegiatan

20
pemrakarsa. Contoh pada tahap pascakonstruksi (operasional). Suatu usaha atau kegiatan
setelah beroperasi ternyata limbah cairnya mengakibatkan pencemaran terhadap sumur
penduduk di sekitarnya. Pendekatan sosial ekonomi untuk menanggulangi pencemaran
air sumur tersebut dapat dilakukan pemrakarsa dengan menyediakan air bersih bagi
penduduk, misalnya membuat sumur dalam (sumur bor). Untuk meningkatkan dampak
positif pada tahap pascakonstruksi, pemrakarsa sebaiknya mengalokasikan dana sosial
untuk membantu dan atau membina masyarakat di sekitarnya. Misalnya, bantuan untuk
perbaikan atau pembangunan tempat ibadah, perbaikan jalan, bantuan pada perayaan
hari-hari besar, pembinaan KUD, pelatihan keterampilan, dan lain-lain.

2.3.2 Pendekatan Kelembagaan (Institusi)


Sehubungan dengan contoh di atas, untuk kegiatan pembebasan tanah, pendekatan
kelembagaan (institusi) yang dilakukan pemrakarsa bergantung pada lokasi rencana lokasi
kegiatan. Dalam hal pembebasan lahan, pemrakarsa bekerja sama dengan Pemerintah Daerah
(Pemda) , Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan Camat untuk memberikan penjelasan melalui
penyuluhan tentang usaha atau kegiatan yang akan dilakukan. Demikian juga dalam pendataan
lahan, tanaman tumbuh, dan bangunan yang akan dibebaskan, serta penentuan besarnya ganti rugi
harus dicapai melalui musyawarah mufakat, tanpa adanya tekanan atau intimidasi terhadap
anggota masyarakat.
Untuk melakukan perbaikan jalan, misalnya pemrakarsa dapat bekerja sama dengan
Dinas Pekerjaan Umum (PU), sedangkan untuk pencemaran udara dan perairan bekerja sama
dengan Dinas Kesehatan dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda).
Dalam masalah ketenagakerjaan, pemrakarsa melakukan koordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja
dan masalah sosial lainnya bekerja sama dengan Bapedalda.

2.3.3 Pendekatan Teknologi


Pendekatan teknologi dalam pengelolaan lingkungan dilakukan pada tahap konstruksi
dan pascakonstruksi. Pada prinsipnya pendekatan teknologi adalah penggunaan teknologi yang
dapat meminimalkan dampak lingkungan dan secara ekonomis tidak merugikan pemrakarsa.
Sebagai contoh pendekatan teknologi adalah pada pekerjaan pembukaan lahan
perkebunan besar. Pekerjaan ini akan menimbulkan dampak besar dan penting berupa erosi.
Pendekatan teknologi untuk menekan erosi dapat dilakukan dengan membuat saluran
pembuangan (drainase) pada tempat-tempat tertentu, mengolah tanah menurut garis kontur, dan
membuat guludan untuk menahan laju aliran permukaan. Setelah pengolahan tanah selesai, pada

21
lokasi yang kemiringan lerengnya lebih dari 8% dibuat teras atau rorak, dan dilakukan
penanaman tanaman penutup tanah. Untuk mencegah terjadinya tanah longsor dapat dilakukan
dengan menanam pohon-pohonan di tempat-tempat yang terjal atau membuat tanggul penahan
longsor.
Pencemaran udara dapat ditanggulangi melalui upaya pengurangan polutan (pencemar)
yang masuk ke udara, misalnya dengan menggunakan alat penangkap debu (dust collector) atau
saringan debu. Penanganan pencemaran udara oleh gas pada prinsipnya adalah dengan cara
mengurangi kandungan emisi gas pencemar sehingga gas yang masuk ke udara tidak berbahaya
bagi lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan memasang alat penyaring gas di sumber
pencemar, mengubah teknologi proses produksi, atau mengganti bahan bakar. Untuk mengurangi
bising, misalnya oleh mesin, dapat dilakukan dengan memasang peredam suara, menempatkan
mesin pada jarak tertentu, atau menempatkan mesin dalam ruang tertutup.

2.4 Pengertian Lahan dan Kerusakan Lahan


Sitorus (2004) mendefinisikan lahan sebagai lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief,
tanah, air, dan vegetasi, serta semua benda yang ada di dalamnya. Dalam hal ini lahan juga
memiliki pengertian ruang atau tempat. Penggunaan lahan adalah setiap bentuk campur tangan
manusia terhadap lahan, dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Dalam hal ini dapat berupa
penggunaan utama atau penggunaan pertama dan kedua dari sebidang lahan.
Kerusakan lahan (Barrow, 1991) didefinisikan sebagai hilangnya kegunaan atau potensi
kegunaan, pengurangan, serta hilangnya perubahan bentuk atau organisme yang tidak dapat
diganti. Penilaian kerusakan lahan pada umumnya termasuk pengurangan peringkat atau
statusnya. Artinya status atau peringkat kegunaan tanah menurun.

2.4.1 Mekanisme Kerusakan Lahan


Mekanisme degradasi tanah (Sitorus, 2004) dibagi menjadi tiga bagian yaitu melalui proses
(1) kontaminasi industry; (2) pencemaran perkotaan; dan (3) degradasi tanah pertanian. Untuk
lebih jelasnya lihat gambar 2.2.

22
Mekanisme Degradasi
Tanah

Degradasi Tanah
Kontaminasi Industri Pencemaran Perkotaan Pertanian

Limbah Cair Domestik Kimia


Hasil Tambahan Industri & Industri Asidifikasi, Penurasan Unsur
Hara, Salinisasi

Hasil Tambahan Industri


Limbah Padat (Sampah) Fisik
Militer
Urunan Struktur, Pemadatan,
Pengerakan, Erosi
Hujan Asam

Biologi
Gambar 2.3 Kehilangan keanekaragaman
Jenis Unsur Mekanisme Degradasi hayati, penurunan karbon
organic tanah
Sumber : Suprihatin, 2013

2.4.2 Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan Lahan


Faktor-faktor yang menjadi penyebab kerusakan lahan meningkatkan kerusakan lahan,
serta menurunkan peingkat atau status kegunaan lahan sebagai ruang adalah sebagai berikut
(Suprihatin, 2013) :
a. Bahaya alami yang terdapat di daerah-daerah rawan bencana, seperti di lereng yang
curam, dataran rendah dekat laut, dan tanah yang mudah rusak,
b. Perubahan populasi dan meningkatnya jumlah penduduk yang berhubungan dengan
penggunaan lahan yang berkualitas secara berlebihan.
c. Marginalitas atau eksploitasi lahan marjinal yang dapat mengakibatkan degradasi tanah.
d. Kemiskinan penduduk sekitar yang menyebabkan mereka melakukan perusakan lahan
demi terpenuhinya kebutuhan jangka pendek.
e. Masalah kepemilikan lahan, lahan yang dimiliki secara pribadi akan lebih susah untuk
dikendalikan.
f. Salah administrasi, peraturan yang diberikan tidak sesuai dengan kebiasaan masyarakat
tradisionalnya.
g. Aspek sosial-ekonomi.
h. Wabah penyakit di suatu tempat.

23
i. Pertanian yang tidak tepat.
j. Aktivitas pertambangan dan industry.

2.5 Daerah Aliran Sungai (DAS)


Daerah aliran sungai dapat dipandang sebagai sistem alami yang menjadi tempat
berlangsungnya proses-proses biofisik hidrologis maupun kegiatan sosial- ekonomi dan budaya
masyarakat yang kompleks. Proses-proses biofisik hidrologis DAS merupakan proses alami
sebagai bagian dari suatu daur hidrologi atau yang dikenal sebagai siklus air. Kegiatan sosial-
ekonomi dan budaya masyarakat merupakan bentuk intervensi manusia terhadap sistem alami
DAS, seperti pengembangan lahan kawasan budidaya. Hal ini tidak lepas dari semakin
meningkatnya tuntutan atas sumberdaya alam (air, tanah, dan hutan) yang disebabkan
meningkatnya pertumbuhan penduduk yang membawa akibat pada perubahan kondisi tata air
DAS.
Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang
tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali
mengarah pada kondisi yang kurang diinginkan, yaitu peningkatan erosi dan sedimentasi,
penurunan produktivitas lahan, dan percepatan degradasi lahan. Hasil akhir perubahan ini tidak
hanya berdampak nyata secara biofisik berupa peningkatan luas lahan kritis dan penurunan daya
dukung lahan, namun juga secara sosial ekonomi menyebabkan masyarakat menjadi semakin
kehilangan kemampuan untuk berusaha di lahannya. Oleh karena itu ekosistem DAS perlu ditata
pemanfaatannya agar dapat digunakan untuk berbagai keperluan antara lain pertanian, kehutanan,
perkebunan, perikanan, peternakan, industri, pertambangan, pariwisata dan pemukiman
(Bappedal Jateng, 2002).
Sungai merupakan perairan mengalir (lotik) yang dicirikan oleh arus yang searah dan relatif
kencang, dengan kecepatan berkisar 0,1 – 1,0 m/detik, serta sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim,
bentang alam (topografi dan kemiringan), jenis batuan dasar dan curah hujan. Semakin tinggi
tingkat kemiringan, semakin besar ukuran batuan dasar dan semakin banyak curah hujan,
pergerakan air semakin kuat dan kecepatan arus semakin cepat. Sungai bagian hulu dicirikan
dengan badan sungai yang dangkal dan sempit, tebing curam dan tinggi, berair jernih dan
mengalir cepat. Badan sungai bagian hilir umumnya lebih lebar, tebingnya curam atau landai
badan air dalam, keruh dan aliran air lambat (Mulyanto, 2007). Menurut Newson (1997) sungai
merupakan bagian lingkungan yang paling cepat mengalami perubahan jika terdapat aktifitas
manusia di sekitarnya. Sungai sebagai penampung dan penyalur air yang datang dari daerah hulu
atas, akan sangat terpengaruh oleh tata guna lahan dan luasnya daerah aliran sungai, sehingga

24
pengaruhnya akan terlihat pada kualitas air sungai (Odum, 1996).
Sungai yang menerima bahan pencemar mampu memulihkan diri (self purification) dengan
cepat, terutama terhadap limbah penyebab penurunan kadar oksigen (oxygen demanding wastes)
dan limbah panas. Kemampuan sungai dalam memulihkan diri dari pencemaran tergantung pada
ukuran sungai dan laju aliran air sungai dan volume serta frekuensi limbah yang masuk (Lehler
dalam Miller, 1975).
Kemampuan sungai untuk memulihkan diri sendiri dari pencemaran dipengaruhi oleh (1) laju
aliran air sungai, (2) berkaitan dengan jenis bahan pencemar yang masuk ke dalam badan air.
Senyawa nonbiodegradable yang dapat merusak kehidupan di dasar sungai, menyebabkan
kematian ikan-ikan secara masif, atau terjadi magnifikasi biologis pada rantai makanan (Lehler
dalam Miller, 1975).

2.6 Pencemaran
Pencemaran lingkungan adalah perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan, sebagian
karena tindakan-tindakan manusia yang disebabkan oleh perubahan pola pembentukan energi dan
materi, tingkatan radiasi, bahan- bahan fisika, kimia dan jumlah organisme. Perubahan ini dapat
mempengaruhi manusia secara langsung atau tidak langsung melalui hasil pertanian, peternakan,
benda-benda, perilaku dalam apresiasi dan rekreasi di alam bebas (Fardiaz. 1992)
Menurut Hidayat (1981), pada dasarnya pencemaran lingkungan dapat dibagi dalam tiga
tingkatan yaitu : (1) gangguan, merupakan bentuk pencemaran yang paling ringan, (2)
pencemaran temporer, berjangka pendek karena alam mampu mencernakannya sehingga
lingkungan dapat kembali seperti semula, dan (3) pencemaran permanen, bersifat tetap karena
alam tidak mampu kembali mencernakannya (dikenal sebagai perubahan sumberdaya alam).
Pencemaran lingkungan hidup menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
(Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2009) adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup,
zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga
melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

2.6.1 Pencemaran Air


Pencemaran adalah suatu penyimpangan dari keadaan normalnya. Jadi pencemaran air adalah
suatu keadaan air tersebut telah mengalami penyimpangan dari keadaan normalnya. Keadaan
normal air masih tergantung pada faktor penentu, yaitu kegunaan air itu sendiri dan asal sumber
air (Wardhana, 2004).
Cottam (1969) mengemukakan bahwa pencemaran air adalah bertambahnya suatu material

25
atau bahan dan setiap tindakan manusia yang mempengaruhi kondisi perairan sehingga
mengurangi atau merusak daya guna perairan. Industri pertambangan dan energi mempunyai
pengaruh besar terhadap perubahan lingkungan karena mengubah sumber daya alam menjadi
produk baru dan menghasilkan limbah yang mencemari lingkungan (Darsono, 1992).
Kumar (1977) berpendapat bahwa air dapat tercemar jika kualitas atau komposisinya baik
secara langsung atau tidak langsung berubah oleh aktivitas manusia sehingga tidak lagi berfungsi
sebagai air minum, keperluan rumah tangga, pertanian, rekreasi atau maksud lain seperti sebelum
terkena pencemaran. Polusi air merupakan penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal.
Ciri-ciri yang mengalami polusi sangat bervariasi tergantung dari jenis dan polutannya atau
komponen yang mengakibatkan polusi (Sumengen, 1987).

2.6.2 Hal-Hal yang Umumnya Menjadi Penyebab Pencemaran di dalam Perairan


Perkembangan penduduk dan kegiatan manusia telah meningkatkan pencemaran sungai-
sungai, terutama sungai – sungai yang melintasi daerah perkotaan dimana sebagian air bekas
kegiatan manusia dibuang ke sistem perairan yang sedikit atau tanpa pengolahan sama sekali
terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas air sungai (Darsono, 1992).
Penyebab pencemaran air berdasarkan sumbernya secara umum dapat dikategorikan sebagai
sumber kontaminan langsung dan tidak langsung. Sumber langsung meliputi effluent yang keluar
dari industri, TPA (Tempat Pemrosesan Akhir Sampah), dan sebagainya. Sumber tidak langsung
yaitu kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, air tanah, atau atmosfer berupa hujan.
Tanah dan air tanah mengandung mengandung sisa dari aktivitas pertanian seperti pupuk dan
pestisida. Kontaminan dari atmosfer juga berasal dari aktivitas manusia yaitu pencemaran udara
yang menghasilkan hujan asam. Penyebab pencemaran air dapat juga digolongkan berdasarkan
aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu limbah yang berasal dari industri,
rumah tangga, dan pertanian (Suriawiria, 1996).
Beberapa jenis pencemar dan sumber pencemar yang dikemukakan oleh Davis dan Cornwell,
1991 dalam Effendi (2003), secara ringkas seperti terlihat pada Tabel 2.1

26
2.6.3 Limbah
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun
domestik (rumah tangga). Limbah yang dihasilkan berupa sampah, air kakus (black water), dan
air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water). Menurut Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Kementerian
Negara Lingkungan Hidup, 2009), limbah didefinisikan sebagai sisa suatu usaha dan/atau
kegiatan.
Limbah cair adalah air yang membawa sampah (limbah) dari rumah, bisnis dan industri.
Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang
telah dipergunakan dengan hampir 0,1% dari padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari
zat organik dan an-organik. Pelimbahan akan berbeda kekuatan dan komposisinya dari suatu kota
ke kota yang lain disebabkan oleh perbedaan-perbedaan yang nyata dalam kebiasaan- kebiasaan
masyarakat yang berbeda-beda, sifat makanan dan pemakaian air perkapita. Tidak ada dua jenis
sampah yang benar-benar sama. Pelimbahan pada kota-kota non industri, kebanyakan terdiri dari
sampah domestik yang murni (Mahida, 1986).
Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya
karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan
kimia senyawa organik dan senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu,
kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia,

27
sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang
ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.

2.6.4 Komponen Limbah Cair


Komponen limbah cair (Tchobanoglous and Eliassen dalam Soeparman, 2001) antara lain
limbah cair domestik (domestic waste water), limbah cair industri (industrial waste water),
rembesan dan luapan (infiltration and inflow). Limbah cair domestik adalah hasil buangan dari
perumahan, bangunan, perdagangan, perkantoran dan sarana sejenisnya. Limbah cair domestik
mengandung susunan senyawa organik, baik itu alami maupun sintetis. Senyawa ini masuk ke
dalam badan air sebagai hasil dari aktivitas manusia. Penyusun utamanya berupa polysakarida
(karbohidrat), polipeptida (protein), lemak (fats) dan asam nukleat (nucleic acid).
Sugiharto (1987) menyebutkan bahwa komposisi yang sangat bervariasi dari setiap tempat
dan setiap saat sesuai dengan sumber asalnya. Secara garis besar zat yang terdapat di dalam air
limbah dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Air : 99.9%
b. Bahan Padat : 0.1 %
1) Organik protein, karbohidrat, dan lemak
2) An Organik : butiran, garam, dan metal

2.7 Baku Mutu Lingkungan Hidup


Baku mutu lingkungan hidup didefinisikan sebagai ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat
energi atau komponen yang ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam
suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup (Kementerian Negara Lingkungan
Hidup, 2009), sedangkan baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat energi
atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam air .
Air merupakan komponen lingkungan hidup yang penting bagi kelangsungan hidup dan
kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya, sehingga dipandang perlu untuk melakukan
upaya-upaya melestarikan fungsi air. Upaya yang dilakukan adalah dengan pengelolaan kualitas
air dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan memperhatikan kepentingan
generasi sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis yaitu dengan menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang
diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjaga agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya.

28
Pengendalian pencemaran air dilakukan untuk menjamin kualitas agar sesuai dengan baku mutu
air melalui upaya pencegahan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air
(Pemerintah Republik Indonesia, 2001).
Upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air yang dilakukan oleh Pemerintah
Provinsi Bali akibat makin meningkatnya kegiatan pembangunan yang mengandung resiko
pencemaran dan perusakan lingkungan hidup sehingga dapat mengancam kelangsungan hidupnya
yang ditimbulkan oleh limbah yang dibuang ke dalam media lingkungan hidup adalah dengan
disusunnya Peraturan Daerah tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan
Hidup (Pemerintah Provinsi Bali, 2005). Tindak lanjut dari Peraturan Daerah maka Pemerintah
Provinsi Bali menyusun Peraturan Gubernur Nomor 8 Tahun 2007 tentang Baku Mutu
Lingkungan Hidup dan Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup yaitu sebagai dasar dalam
penetapan kelas air di Provinsi Bali.
Arti penting baku mutu lingkungan adalah untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap
lingkungan oleh berbagai aktivitas industri dan aktivitas manusia, sebagai penentuan terjadinya
pencemaran lingkungan hidup serta untuk pengendalian terhadap pencemaran lingkungan.

29
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di bantaran lingkungan sepanjang Tukad Badung dari hulu sampai
mendekati hilir pada kisaran tanggal 19-23 Nopember 2014 dan 29 Nopember-3 Desember 2014.

3.2 Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan eksploratif untuk menggambarkan kondisi
lingkungan di sepanjang Tukad Badung, kualitas lingkungannya, faktor-faktor penyebab
kerusakan lingkungannya, kondisi penanganannya, program penanganann yang telah dilakukan,
serta rekomendasi penanganan kedepannya.

3.3 Populasi Penelitian


Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat di sekitar bantaran Daerah Aliran Sungai
Tukad Badung. Populasi ini dibedakan menjadi masyarakat yang tinggal di sekitar Tukad Badung,
mayarakat yang bekerja di sekitar Tukad Badung, dan mayarakat pengunjung yang datang ke
areal komersil di sekitar Tukad Badung.

3.4 Data
3.4.1 Sumber Data
Dalam penulisan paper ini penulis memperoleh data dari beberapa literature, hasil observasi
lapangan serta keterangan dari para responden/informan yang berhubungan dengan penelitian
yang dilaksanakan. Pencarian sumber pustaka dilakukan secara selektif dengan memperhatikan
beberapa kriteria, yaitu : kemutakhiran dan relevansi sumber dengan permasalahan yang telah
dirumuskan. Sedangkan sampel data observasi dan responden dipilih yang representatif dengan
populasinya yang pengumpulannya menggunakan instrumen seperti kamera digital dan kuisioner.

3.4.2 Jenis Data


Pada penulisan makalah ini digunakan data primer dan data sekunder. Data primer meliputi
data yang diperoleh sendiri dari hasil observasi berupa foto-foto, hasil wawancara serta informasi
dari kuisioner. Data sekunder meliputi data-data teoritis yang tidak diperoleh sendiri
pengumpulannya oleh penulis melainkan didapat dari berbagai sumber pustaka berupa buku,

30
laporan dari instansi terkait, jurnal, dan internet yang relevan dengan permasalahan yang telah
dirumuskan.

3.4.3 Analisis Data


Setelah data terkumpul, dilakukan diskusi untuk merumuskan hipotesis, menganalisis serta
membahas masalah berdasarkan atas penelaahan kepustakaan dan observasi tersebut. Dalam
penelitian ini, data-data dianalisis secara deskriptif. Data-data yang ada di dalam literatur dibahas
dan dikaji ulang (studi literatur) untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid dan akurat.
Sedangkan data-data yang diperoleh dari responden, informasi kuisioner serta observasi lapangan
dibahas, dikaji dan ditarik genaralisasi deskripsi sehingga diperoleh kebenaran real dari tujuan
penelitian yang diharapkan.

31
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kondisi Lingkungan di Sepanjang Tukad Badung


Pada sub bab ini akan membahas mengenai gambaran umum kondisi lingkungan di sepanjang
daerah aliran sungai Tukad Badung yang meliputi uraian umum, tinjauan topografi, iklim, dan
geologi, data aliran, bangunan-bangunan perairan di sekitar Tukad Badung, dan pemanfaatan air
Tukad Badung.

4.1.1 Uraian Umum

Gambar 4.1 Lokasi Penelitian


Sumber : Bappeda Propinsi Bali, 2014

32
Daerah Aliran Sungai (DAS) Tukad Badung dengan luas ± 25,0 Km2 dengan batas-batas
sebagai berikut:
a. bagian utara dibatasi oleh DAS Tukad Ayung.
b. bagian timur dibatasi oleh DAS Tukad Ayung.
c. bagian selatan dibatasi oleh Teluk Benoa.
d. bagian barat dibatasi oleh DAS Tukad Mati.
Tukad Badung berawal dari Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung, kurang lebih 12
Km sebelah utara Kota Denpasar. Sungai tersebut mengalir ke arah selatan melewati Kota
Denpasar dan bermuara di Teluk Benoa. Panjang Tukad Badung mulai dari hulu sampai Teluk
Benoa ± 22 Km. Anak-anak sungai utamanya adalah Tukad Tagtag dan Tukad Pedih.

4.1.2 Tinjauan Topografi, Iklim dan Geologi


Daerah.pengaliran Tukad Badung merupakan daerah dengan topografi landai. Sampai jarak
± 10 Km dari muara mempunyai ketinggian 0 m sampai dengan 20 m di atas permukaan air laut
(dpal). Sedangkan daerah hulu bervariasi antara 20 sampai. dengan.50 m dpal. Dimuara Tukad
Badung ini dibuat waduk muara (estuary reservoir). Sehingga dalam normalisasi alur sungai
diperhitungkan pula efek air balik (back water) dari waduk terutama saat banjir.
Berdasarkan data hujan dari tiga stasiun penakar hujan harian selama ± 37 tahun terakhir,
yaitu stasiun Denpasar, Blahkiuh dan stasiun Tabanan maka hujan rata-rata yang terjadi di DAS
Tukad Badung diperkirakan sebesar 182,985 mm/tahun.
Stasiun klimatologi terdekat adalah stasiun Ngurah Rai, dimana menurut data selama 12
tahun menunjukkan bahwa temperatur rata-rata bulanan 27,50C dengan temperatur rata-rata
bulanan maksimum 280C yang terjadi pada bulan Januari sampai dengan April dan Oktober
sampai dengan Desember. Sedangkan temperatur rata-rata bulanan terendah 260C terjadi pada
bulan Juli hingga Agustus. Temperatur esktrim umumnya berkisar pada 320C dan 240C terjadi
pada bulan april sampai dengan Oktober.
Kelembaban.relatif rata-rata tahunan ± 77,8 % dengan variasi antara ± 80% pada musim
penghujan dan ± 75 % pada musim kemarau. Penguapan rata-rata bulanan berkisar antara 3,67
mm/hari sampai dengan 5,10 nm/hari, sedangkan rembesan (infiltrasi) rata-rata bulanan
diestimasi sebesar 2 mm/hari.
Berdasarkan peta geologi Pulau Bali dengan skala 1:250.000 dapat diketahui bahwa
sebagian besar Pulau Bali tertutup oleh endapan Vulkanik kwarter hingga recent, sedang di
sepanjang Tukad Badung dapat dibedakan menjadi beberapa satuan batuan sebagai berikut :

33
a. Satuan Aluvial pada Tukad Badung berupa pasir, kerikil dan endapan banjir.
Pada muara sungai membentuk kipas aluvial bercampur sedimen pantai berupa pasir
gampingan dan banyak mengandung pecahan korsi. Sebagai tanah penutup berupa
lempung / lanau bercampur pasir sering dijumpai di sepanjanng Tukad Badung sampai
sekitar 20m di dekta muara.
b. Satuan batuan Vulkanik yang tersingkap di dasar dan tebing Tukad Badung merupakan
hasil erupsi kegiatan vulkanik Gunung Batur, Gunung Beratan dan Gunung Buyan
berupa lava breksi, batuan pasir tufa serta breksi tuff. Di bagian selatan jalan Bypass
Ngurah Rai dan di sekitar waduk muara umumnya tertutup oleh rawa-rawa dan hutan
bakau, sedang daerah pasang surut di pantai nampak kering sekitar 1 - 2 Km

4.1.3 Data Aliran Tukad Badung

Gambar 4.2 Aliran Tukad Badung


Sumber : Bappeda Propinsi Bali, 2014, Dokumentasi Pribadi 2014

Di sepanjang Tukad Badung hanya terdapat satu tempat (pos) pengukuran debit, yaitu di
pos duga Ubung (belakang RSU Wangaya). Dari hasil pengukuran oleh Proyek Hidrologi dan
Hidrometri Bali, diperoleh debit rata-rata maksimum terjadi pada bulan Februari sebesar 3,48 m3
/dt. Dan debit minimum terjadi pada bulan Agustus sebesar 2,06 m3/dt. Umumnya fluktuasi muka

34
air Tukad Badung menunjukkan trend menaik mulai bulan September sampai mencapai
maksimum pada bulan Februari. Setelah bulan Februari muka air Tukad Badung menunjukkan
trend menurun.
Pada musim kemarau (April - September) debit rata-rata yang tercatat di pos duga Ubung
sebesar 2,39 m3/dt, dan pada musim penghujan debit rata-rata mencapai 3,04 m3/dt.
Adapun aliran Tukad Badung sebagaimana telah diuraikan di depan hanya tergantung dari
hujan dengan tidak adanya mata air di sepanjang sungai. Namun demikian keadaan debit Tukad
Badung dipengaruhi pula oleh adanya air sisa (tirisan) dari daerah irigasi yang ada di bagian hulu.
Tirisan air itu berasal dari Bendung Penarungan dan Kapal di Tukad Penet, dan Bendung Mambal
dan Bendung Peraupan di Tukad Ayung. Di samping itu secara langsung mendapat tambahan
(suplesi) air dari Bendung Oongan di Tukad Ayung lewat saluran Oongan. Saluran Oongan itu
bertemu dengan Tukad Badung di Suci. Dengan adanya saluran suplesi Oongan itu, pemberian air
untuk bagian hilir
Tukad Badung dapat diatur sesuai dengan kebutuhannya. Demikian pula dengan adanya
sisa air irigasi dari Tukad Penet dan Ayung bagi aliran Tukad Badung, maka pengoperasian pintu-
pintu air di Bendung Penarungan, Kapal, Mambal, Peraupan dan Oongan sangat mempengaruhi
aliran air Tukad Badung, baik kuantitas maupun kualitasnya.

4.1.4 Bangunan-Bangunan Perairan di Sepanjang Tukad Badung.


Dilihat dari keadaan topografi dan kondisi sungai maka Tukad Badung dibagi menjadi 3
daerah tinjauan, yaitu :
a. Daerah pertama dari Bendung Mertagangga ke hulu.
b. Daerah kedua dari Bendung Mertagangga sampai dengan Bendung Gerak Tukad
Badung.
c. Daerah ketiga dari Bendung Gerak Tukad Badung sampai dengan muara.

B
Gambar 4.3 Aliran Tukad Badung

C
Sumber : Bappeda Propinsi Bali, 2014

35
Sepanjang Tukad Badung yang panjangnya ± 22 Km terdapat beberapa bangunan prasarana
dan sarana pekerjaan umum dan 4 bangunan pengambilan dan satu penampang air, terdiri dari :
1. Bendung Mertagangga.
Bendung ini terletak di desa Ubung Kecamatan Denpasar Barat, Kodya Denpasar
digunakan untuk irigasi 5 subak dengan luas rencana 462 Ha. Akhir- akhir ini luas
arealnya berkurang dengan adanya alih fungsi lahan menjadi ±134 Ha. Bendung ini
ditingkatkan oleh Pryek Irigasi Bali (PIB) yang sampai dewasa ini masih berfungsi
dengan baik.
2. Pengambilan (Intake) Batan Nyuh.
Bangunan pengambilan ini terletak di Desa Buagan Kecamatan Denpasar Barat, Kodya
Denpasar direncanakan untuk irigasi seluas 324 Ha oleh PIB. Tetapi realisasi areal
sekarang 387,50 Ha. Bangunan ini masih berfungsi dengan baik.
3. Pengambilan (Intake) Mergaya.
Pengambilan ini terletak di Desa Buagan Kecamatan Denpasar Barat dan direncanakan
untuk irigasi Mergaya seluas 427 Ha. Bangunan ini yang ditingkatkan PIB masih
herfungsi baik. Sebagian areal sawah telah beralih fungsi untuk pemukiman dan lain-lain,
sehingga yang masih ada seluas 349 Ha.
4. Bendung Gerak Tukad Badung.
Bendung ini terletak di Desa Buagan dan direncanakan selain untuk irigasi seluas 542 Ha,
juga pengendali banjir Kota Denpasar. Bangunan ini dibangun Proyek Perbaikan dan
Pemeliharaan Sungai Bali tahun 1970/1971, menggunakan pintu gerak dan masih
berfungsi dengan baik. Sawah yang masih ada saat ini seluas 375,50 Ha.
5. Waduk Muara (Estuary Reservoir).
Waduk ini terletak di Desa Kepaon Kecamatan Denpasar Selatan, Kodya Denpasar,
dengan bendungan dari urugan batu/limestone dengan inti diafragma wall. Waduk ini
merupakan wadah penampungan air dari Tukad Badung dilengkapi dengan bendung karet
sebagai spillway dan pintu radial. Waduk dengan luas 35 Ha ini dengan kedalaman ± 3,7
m digunakan untuk penyediaan air baku air bersih 300 l/dt, sehingga air Tukad Badung
harus memenuhi standar air baku tersebut. Waduk ini direncanakan dan ditangani oleh
Proyek Penyediaan Air Baku Bali.

4.1.5 Pemanfaatan Air Tukad Badung.


Aliran sungai Tukad Badung terutama telah dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian
basah (sawah). Berikut ini disajikan nama bendung dan luas daerah layanan irigasinya sebagai

36
berikut.
1. Bendungan Mertagangga 134.00 Ha.
2. Pengambilan Batan Nyuh 387.50 Ha.
3. Pengambilan Meraya 349.00 Ha.
4. Bendung Gerak Tukad Badung 372.50 Ha.
Jumlah = 1.243.00 Ha.
Dari luas irigasi 1.243 Ha di daerah Tukad Badung seluas ± 1.109 Ha di hilir Bendung
Mertagangga memperoleh suplesi air dari Tukad Ayung. Pola tanah secara umum adalah padi-
palawija. Padi ditanam periode Oktober Januari dan palawija periode Februari - April. Dengan
luas areal tanam padi ± 1.243 Na dan palawija ± 1000 Ha, kebutuhan air untuk padi diperkirakan
1-2 1/dt/Ha. Sedang palawija 1,0 1/dt/Ha sebagai "Maintenance Flow". Untuk bulan Mei-
September dianggap diperlukan debit 0,5 m3 /dt.

4.2 Keadaan Lingkungan di Sepanjang Tukad Badung


Kondisi lingkungan Tukad Badung dari hulu sampai hilir secara umum adalah sebagai
berikut :
a. Bagian Hulu (Bendung Mertagangga ke hulu).
Pada bagian ini masih dominan daerah pertanian basah dan kering dan pemukiman.
Keadaan pemukiman di sepanjang tepi Tukad Badung masih terbilang normal dalan arti
tidak banyak bangunan-bangunan merapat ke tepi sungai. Belum ada gangguan bangunan
dan bahayanya terhadap tepi sungai maupun terhadap sungainya sendiri.

Gambar 4.4 Kondisi Hulu Tukad Badung sebagai Wadah Olahraga Rafting
Sumber : Google, Nopember 2014

37
b. Daerah dari Bendung Mertagangga sampai Bendung Gerak Tukad Badung.
Daerah ini merupakan daerah pemukiman yang cukup padat, diantaranya ada beberapa
bangunan yang berdekat dengan tepi sungai dan sebagian dinding sungainya agak rendah
sehingga masih kena jangkauan banjir.

Gambar 4.5 Kondisi Pusat Tukad Badung yang Padat Penduduk


Sumber : Dokumentasi Pribadi, Nopember 2014

c. Daerah dari Bendung Gerak Tukad Badung sampai ke pantai.


Daerah ini di beberapa bagian masih berupa sawah dan tegalan walaupun di beberapa
tempat sudah merupakan daerah pemukiman. Di muara sungai yang berupa daerah rawa,
telah dibangun waduk muara (estuary reservoir) guna menampung air yang diperlukan
sebagai air baku daerah sekitarnya.

Gambar 4.6 Konidsi Hilir yang merupakan Hutan Mangrove


Sumber : Dokumentasi Pribadi, Nopember 2014

38
4.2.1 Keadaan Lingkungan Biotik di Sepanjang Tukad Badung
Faktor biotik DAS Tukad Badung adalah faktor hidup yang meliputi semua makhluk
hidup yang ada di DAS Tukad Badung. Tumbuhan berperan sebagai produsen, hewan dan
manusia berperan sebagai konsumen, dan mikroorganisme berperan sebagai decomposer.
a. Produsen
Pada DAS Tukad Badung terdapat flora yang berkedudukan sebagai produsen utama
yaitu pohon enceng gondok, sedangkan pada sepanjang aliran terdapat tanaman
rumput liar dan pohon perindang sepanjang wilayah sekitar Tukad Badung yang
sengaja ditanami oleh pemerintah kota demi keindahan dan kenyaman kota.

Gambar 4.7 Kondisi Biotik Produsen di DAS Tukad Badung


Sumber : Dokumentasi Pribadi, Nopember 2014
b. Konsumen
Untuk tingkat trofik konsumen terdapat berbagai fauna DAS Tukad Badung.
Komunitas fauna DAS Tukad Badung membentuk percampuran antara 2 (dua)
kelompok, yaitu :
1. Kelompok fauna darata/terrestrial, yang terdiri atas insekta, ular, primate, dan
burung.
2. Kelompok fauna perairan yaitu ikan, udang, dan berbagai jenis invertebrate
lainnya.

Gambar 4.7 Kondisi Biotik Konsumen di DAS Tukad Badung


Sumber : Dokumentasi Pribadi, Nopember 2014

39
4.2.2 Keadaan Lingkungan Abiotik di Sepanjang Tukad Badung
Faktor abiotik adalah faktor tak hidup yang meliputi faktor fisik dan kimia. Adapun
faktor abiotik di sepanjang aliran sungai Tukad Badung, seperti di bawah ini :
a. Tanah
Tanah DAS Tukad Badung ini merupakan tanah alluvial yang dibawa sebagai
sedimen dan diendapkan oleh sungai. Tanah ini dapat diklasifikasikan sebagai pasir
(sand), lumpur/debu halus (silt) dan lempung/tanah liat (clay). Tanah disusun oleh
ketiganya dengan komposisi berbeda-beda, sedangkan lumpur (mud) merupakan
campuran dari lumpur halus dan lempung yang keduanya kaya bahan organik
(detritus).
b. Derajat Keasaman (pH), COD, BOD, dan Detergen
Hasil pantauan oleh unit Pengujian Kanwil PU Prop. Bali, kualitas air limbahnya
dibandingkan dengan baku mutu air limbah untuk golongan I adalah sebagai berikut:
a. Kadar PH berkisar antara 5-10 mg/1, sedang untuk baku mutu golongan I
diisyaratkan sebesar 6-9 mg/1. Kebanyakan sample yang diambil berada diatas
ambang batas.
b. Kadar COD, berkisar antara 26,40. – 8100 mg/l, sedang untuk baku golongan I
disyaratkkan sebsar 40 mg/l. Hampir semua sample yang diambil berada diatas
ambang batas.
c. Kadar BOD, berkisar antara 11 - 790 mg/l, sedang untuk baku mutu golongan I
disyaratkan sebesar 20 mg/1. Hampir seluruh sample yang diambil berada diatas
ambang batas.
d. Kadar Detergen, berkisar antara 0,01 - 0,57 mg/1, sedang untuk baku mutu
golongan I disyaratkan sebesar 0,5 mg/1. Beberapa sample yang diambil berada
di atas ambang batas.
c. Oksigen
Berbeda dengan tanah kering, lumpur hampir tidak memiliki rongga udara untuk
menyerap oksigen, sehingga beberapa tumbuhan membentuk metode yang luar biasa
untuk menyerap oksigen, seperti menumbuhkan akar pasak, akar lutut, akar
penyangga, dan akar papan ke atas permukaan lumpur untuk memperolehn oksigen.
d. Sinar, Suhu, dan Kelembapan
Kondisi di atas dataran lumpur terbuka dan di bawah kanopi hutan sangat berbeda.
Dataran lumpur yang tersinari matahari langsung pada saat laut surut di siang hari
menjadi sangat panas dan memantulkan cahaya, sedangkan permukaan tanah

40
terlindung dari sinar matahari dan tetap sejuk. Suhu udara dengan fluktuasi musiman
tidak lebih dari 5°C dan suhu udara rata-rata di bulan terdingin lebih dari 20°C. e.
e. Salinitas
Karena masih berada di bawah pengaruh air laut, maka DAS Tukad Badung memilki
salinitas yang cukup tinggi. Air payau dengan salinitas 2-22 ppt atau asin dengan
salinitas mencapai 38 ppt.

4.2.3 Keadaan Lingkungan Sosial Culture di Sepanjang Tukad Badung


Keadaan lingkungan sosial culture di sepanjang daerah aliran sungai Tukad Badung ini
dibagi atas beberapa kategori, yaitu sebagai berikut:
a. Karakteristik penduduk sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Tukad Badung
Desa/kelurahan di sekitar daerah aliran Tukad Badung adalah 12 desa/kelurahan,
dengan jumlah penduduk sebesar 143.476 jiwa. Karakteristik penduduk sepanjang
daerah aliran sungai Tukad Badung umumnya merupakan penduduk pendatang yang
terbagi atas tiga kategori yaitu penduduk pendatang pecinan yang terdiri dari etnis
Tionghoa, penduduk pendatang kampung arab, dan juga penduduk pendatang warga
Bali asli yang umumnya merupakan pendatang urbanisasi. Sejalan dengan
perkembangan penduduk dan ekonomi, maka berkembang pula berbagai aktivitas
penduduk/masyarakat di sekitar Tukad Badung, yang pada akhirnya dapat
mempengaruhi kondisi kualitas dan kuantitas air Tukad Badung.

Gambar 4.8 Karakteristik Penduduk (a) Bali Asli, (b) Arab, (c) Pecinan
Sumber : Dokumentasi Pribadi, Nopember 2014

41
b. Sempadan Bangunan
Sebelah barat Tukad Badung terdapat permukiman penduduk yang berupa bangunan
permanen, dilihat dari peraturan yang berlaku di kota Denpasar maka sempadan untuk
bangunan yang berada di pinggir sungai betanggul adalah 3.00 meter untuk yang
berada di dalam kota dan 5.00 meter untuk bangunan yang berada di luar kota, diukur
dari tepi waduk ke arah bangunan, serta cukup untuk dibangun jalan inpeksi sungai
atau jalan lingkungan (RTRW Kota Denpasar, 2012). Ini berarti jarak minimal antara
pinggir Tukad Badung dengan pemukiman penduduk adalah 3 meter.

Gambar 4.9. Kondisi Sempadan Tukad Badung


Sumber : Dokumentasi Pribadi, Nopember 2014

Jika pada saat diberlakukannya peraturan tersebut, maka dapat dikatakan kondisi
sempadan bangunan pada daerah aliran Tukad Badung ini sebagian besar masih
melanggar tata aturan sempadan bangunan yang ada. Pelanggaran bangunan banyak
terlihat di wilayah pusat kota khususnya di daerah Hasanudin yang dikenal sebagai
daerah perkampungan arab yang banyak didapati pusat kain dan juga pusat jual-beli
emas, dan juga di kawasan pekambingan yang merupakan wilayah masyarakat yang
masih cukup asli.

42
c. Ruang Terbuka
Apabila dilihat dari tata guna lahannya, maka di tepi Tukad Badung (bagian utara)
terdapat sebuah lahan kosong (open space) yang kini digunakan sebagai wadah
pertunjukkan kesenian (ruang pertunjukkan untuk tari-tarian) dan menampung aktifitas
tertentu bagi warganya. Open space juga terdapat di daerah aliran Tukad Badung di
Jalan Sutomo yang dimana terdapat open space milik puri. Selain itu pada sisi kiri dan
kanan Tukad Badung juga terdapat ruang terbuka yang difungsikan sebagai penahan air
yang digunakan sebagai taman kota tempat warga memancing.

Gambar 4.10 Kondisi RT DAS Tukad Badung


Sumber : Dokumentasi Pribadi, Nopember 2014
d. Jalur Pejalan Kaki
Jalur bagi pejalan kaki pada kawasan DAS Tukad Badung ini dapat dibagi menjadi 2
tipelogi yaitu :
1. pedestrian penuh yang terletak disepanjang jalan utama yang berupa trotoar.
Kondisi trotoar cukup baik namun sayangnya tidak dilengkapi dengan peneduh
sehingga cukup panas jika dipergunakan pada waktu siang hari. Perlu diperhatikan
kualitas visual dari trotoar, karena terdapat beberapa warna material yang tidak
seragam.

Gambar 4.11 Jalur Pedestrian DAS Tukad Badung


Sumber : Dokumentasi Pribadi, Nopember 2014

43
2. semi pedestrian yang juga merupakan jalur bagi kendaraan bermotor, terdapat pada
jalan-jalan lingkungan. Hal ini disebabkan karena sempitnya jalan lingkungan
tersebut ± 100-120 cm. Dilihat dari segi keamanan tentu kondisi ini sangat
membahayakan karena tidak adanya batas yang jelas anatara jalur kendaraan dan
jalur pejalan kaki.

Gambar 4.12 Jalur Semi Pedestrian DAS Tukad Badung


Sumber : Dokumentasi Pribadi, Nopember 2014

e. Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial Masyarakat


Fasilitas umum dan fasilitas sosial masyarakat yang ada di kawasan ini ditandai dengan
adanya dua pasar terbesar di Bali yang berada di sepanjang aliran sungai Tukad Badung
yaitu pasar Kumbasari dan Pasar Badung yang terbesar di Bali. Sedangkan untuk
perkantoran yang ada di kawasan ini adalah Kantor Kepala Banjar, Balai Banjar dan
Wantilan, serta perkantoran yang bergerak dalam bidang jasa perbankan. Untuk
fasilitas perdagangan yang ada diantaranya adalah warung, toko/kios, restauran, serta
jasa penginapan/hotel.

Gambar 4.13 Pasar Badung & Pasar Kumbasari sebagai Salah Satu Fasilitas Umum Masyarakat
Sumber : Dokumentasi Pribadi, Nopember 2014

44
f. Aktifitas Pendukung
Aktifitas pendukung mampu memperkuat elemen-elemen ruang terbuka, terutama
desain fisik khususnya sarana-sarana hiburan, jasa boga, dan perangsang-perangsang
lainnya seperti obyek-obyek fisik dan visual (White, 1980: 50-53, 99-101).
Aktifitas pendukung yang baik adalah yang dapat terbentuk, terkoordinasi dan
terpadukan kedalam sitem perkotaan yang sudah ada. Caranya dapat dilakukan dengan
perbaikan dan pengembangan jalan-jalan utama, dan juga modifikasi lebar jalan untuk
memudahkan parkir dan pergerakan lalulintas (Ramall,1981 dalam Mahaputra, 2001).
Aktifitas yang mendukung keberadaan dari kawasan ini adalah adanya kegiatan
upacara agama yang disebabkan adanya beberapa pura disekitar kawasan tersebut.
Selain itu adanya sektor perdagangan dan jasa seperti pertokoan dan kantor bank.

Gambar 4.14 Pura sebagai Wadah Aktifitas Pendukung


Sumber : Dokumentasi Pribadi, Nopember 2014

4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Lingkungan di Tukad Badung


Terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan di Tukad Badung,
antara lain :
a. Masalah Sosial-Ekonomi (Sampah dan Sedimentasi)
Sumber masalah kualitas lingkungan adalah masalah kepadatan penduduk. Penduduk
Kota Denpasar saat ini mencapai kepadatan yang paling tinggi mencapai 120.000 jiwa/ha
(data statistic tahun 2014). Konsekuensi logis dari besarnya jumlah penduduk adalah
banyaknya lahan yang dimanfaatkan untuk pemukiman mengakibatkan infiltrasi air hujan
mengecil, limpasan permukaan bertambah besar. Pengaruh lain adalah besarnya jumlah
atau produksi sampah. Dengan terbatasnya lahan maka pembuangan sampah akan
menemui hambatan, sehingga tidak jarang saluran drainase dimanfaatkan sebagai tempat
untuk membuang sampah. Sebagai akibat adalah meningkatnya sedimentasi yang
mengurangi luas penampang basah saluran dan bahkan dapat menyumbat saluran
drainase sehingga tidak berfungsi dengan baik.

45
Gambar 4.15 Kepadatan Penduduk dan Akibat Kebiasaan Penduduk
Sumber : Dokumentasi Pribadi, Nopember 2014
b. Alih Fungsi Lahan
Alih fungsi lahan adalah perubahan peruntukan lahan terutama dari lahan pertanian
menjadi lahan pemukiman, pertokoan, perkantoran, LC (land consolidation) atau fasilitas
lainnya. Ke depan alih fungsi lahan akan menjadi masalah yang serius terutama dalam
masalah lebarnya sungai karena terbatasnya lahan dapat dipastikan lahan sungai akan
dilakukan perkerasan demi peruntukkan lahan.

Gambar 4.16 Alih Fungsi Lahan menjadi Pertokoan dan Rumah Penduduk
Sumber : Dokumentasi Pribadi, Nopember 2014
c. Persepsi Masyarakat
Kebiasaan sebagian masyarakat kota terutama yang tinggal di bantaran sungai membuang
sampah dan limbah rumah tangga dan industri ke sungai atau saluran drainase.

Gambar 4.17 Kebiasaan Masyarakat Sungai adalah TPA


Sumber : Dokumentasi Pribadi, Nopember 2014

46
d. Pencemaran Air akibat Polutan
Pencemaran air akibat polutan meliputi aspek pencemaran air akibat limbah rumah
tangga, pencemaran air terhadap sampah, dan pencemaran air akibat limbah industri.
1. Pencemaran Air akibat Limbah Rumah Tangga
Status kualitas air sangat erat kaitannya dengan banyak sedikitnya polutan-polutan
yang ada. Pada umumnya pembuangan limbah rumah tangga telah menggunakan
septiktank, namun masih banyak yang membuang ke badan sungai. Bagi
pembangunan yang baru, pada umumnya telah menyediakan ruang bebas antara
bangunan dan tepi sungai sebagai cadangan sempadan sungai. Penduduk yang
bermukim di sepanjang Tukad Badung, adalah penduduk Kodya Denpasar yang
termasuk di dalam desa atau kelurahan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Denpasar
pada tahun 2013 kadar BOD pada daerah hilir sungai Badung mencapai 25.9 ppm.
Saeni (1991) kandungan BOD yang berlebihan akan berpengaruh langsung terhadap
menurunya oksigen terlarut di dalam sungai tersebut serta akan berdampak langsung
terhadap peningkatan kadar COD.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bappedalda Bali (Badan Pengawasan
Dampak Lingkungan) pada tahun 2013, air di kawasan pusat dan hilir Tukad Badung
merupakan salah satu yang tercemar berat dengan kandungan bahan-bahan kimia
berbahaya jauh di ambang baku mutu. Nilai STORET atau nilai perbandingan antara
data kualitas air dengan baku mutu yang disesuaikan peruntukannya. Dari air yang
diteliti di hilir Sungai Badung ini mencapai -74 (lihat tabel 2.1).
Tabel 2.1 Kandungan Air Tukad Badung berdasarkan Analisis STORET
No. Parameter Satuan Skor
1. Air raksa 0.002 mg/l 0
2. BOD3 3 mg/l -4
3. Fosfat 0.2 mg/l -1
4. Koil Tinja 1.000 mg/l 0
5. PH 6-9 0
6. Oksigen 4 mg/l 0
Sumber : Data Dinas Bapedalda Bali, 2012
Berdasarkan ketentuan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.115 Tahun
2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu air, parameter mutu air dengan kualitas
baik adalah dengan nilai STORET 0. Dari hasil penelitian yang dilakukan Bapedalda

47
maka dapat diketahui bahwa air Tukad Badung tidak layak untuk digunakan untuk
keperluan sehari-hari.

Gambar 4.18 Pencemaran Air Akibat Limbah Rumah Tangga


Sumber : Dokumentasi Pribadi, Nopember 2014

2. Pencemaran Air akibat Limbah Industri


Salah satu pencemar yang menyebabkan rusaknya tatanan lingkungan hidup yaitu
limbah. Limbah dari industri tekstil merupakan salah satu sumber pencemaran logam
berat terutama Pb an Cr yang dihasilkan dari proses pencelupan dan pewarnaan
(Wardhana dan Wisnu Arya, 2001).
Industri tekstil seringkali membuang limbahnya langsung ke perairan tanpa
dilakukan pengelohan yang memadai terlebih dahulu.Desa Pemogan,Pemecutan
Klod,P edungan, dan Sesetan merupakan contoh desa yang digunakan oleh pengusaha
tekstil untuk mendirikan perusahaan. Sungai dikawasan tersebut sering dijadikan
tempat untuk membuang limbah oleh industri tekstil sebagai sumber pencemar logam
berat yang utama.
Adanya logam-logam berat seperti Pb dan Cr di sungai tentunya berdampak buruk
bagi organisme yang hidup di sungai tersebut karena daya racun yang dimiliki oleh
bahan aktif dari logam berat akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim dalam
proses fisiologis dan metabolisme tubuh organism yang menyebabkan enzim tidak
berfungsi sebagaimana mestinya sehingga proses metabolisme terputus. Di samping
itu logam Pb dan Cr juga dapat terakumulasi dalam tubuh dan masuk dalam rantai
makanan, sehingga pada tingkat tropic yang lebih tinggi akumulasi logam tersebut

48
sangat tinggi, akibatnya timbul keracunan yang pada tingkat kronis dapat
menyebabkan kematian (Palar,1995,Darmono,1995 dan Lu 1994).
Bogoriani (2011) dalam penelitiannya menggunakan ikan nila sebagai sampel
penelitiannya melalui analisis Spektrofotometer Serapan Atom dengan metode
penambahan standar mendapatkan bahwa kadar Pb dan Cr di daerah hilir Sungai
Badung dengan rata-rata Pb berkisar antara 10,1910-10,7710 mg/kg. Kadar Pb telah
melampui batas maksimum yang diperbolehkan yaitu 2mg/kg. Dan kadar Cr rata-rata
berkisar antaa 1,3460-2,9640 mg/kg. Kadar Cr telah melampui batas maksimum yang
diperbolehkan yaitu 0,4mg/kg.
Hal ini berarti limbah usaha dan industri di daerah Tukad Badung, memberikan
kontribusi cukup besar bagi pencemaran air Tukad Badung. Berdasarkan hasil
penelitian, belakangan ini kondisi BOD atau kandungan oksigen dalam air untuk
mengurai unsur organik di hulu Tukad Badung memang mulai membaik dari 25,9 ppm
menjadi 10,25 ppm. Sedangkan, di bagian tengah dan hilir justru sebaliknya. Kondisi
ini makin parah jika dilihat dari kandungan kimia dalam air yang dibutuhkan untuk
mengurai zat kimia (COD). 'Semakin tinggi nilai BOD cenderung menunjukkan telah
terjadi pencemaran bahan organik. Sedangkan makin tinggi nilai COD,
mengindikasikan telah terjadi pencemaran bahan organik dan kimia yang tinggi di
sungai. (Kadis Lingkungan Hidup Kota Denpasar IGA Gede Suardana Wetan).
Bahkan, kandungan Nitrit (NO2) di Tukad Badung berdasarkan uji kelayakan terakhir
sempat melampaui standar baku mutu air. Pencemaran lain yang perlu diwaspadai di
Tukad Badung adalah coliform dan ecoli. Ini layak diperhatikan, mengingat ada
indikasi pembuangan limbah kamar mandi dan kotoran ternak langsung diarahkan ke
sungai, tanpa diproses lebih awal. Baku mutu air di Tukad Badung tergolong
memprihatinkan.

Gambar 4.19 Pencemaran Air Akibat Limbah Industri


Sumber : Dokumentasi Pribadi, Nopember 2014

49
e. Kualitas Lingkungan Menurut Responden
Hasil penelitian Gede Suarjana (Ilmu Lingkungan Unud, 2003) menunjukkan
bahwa telah terjadi penurunan kualitas air Tukad Badung secara kontinu. Hal itu
disebabkan oleh pembuangan limbah masyarakat sebesar 311.928,82 liter/hari, membuat
kualitas air Tukad Badung yang berklasifikasi kelas I di hulu berubah menjadi kelas II di
bagian hilir. Hal itu akan makin memburuk sejalan dengan pertambahan jumlah
penduduk Kota Denpasar yang naik 3% per tahun tanpa dibarengi perubahan perilaku.
Usaha-usaha yang menghasilkan limbah belum sadar melakukan pengolahan limbah
secara benar, sehingga air sungai yang debitnya mengecil menjadi makin pekat oleh
unsur-unsur pencemar.
Penurunan kualitas air sungai disebabkan oleh meningkatnya kadar polutan
akibat sumber pencemaran air sungai dimana sumber pencemaran tersebut disebabkan
oleh limbah industri, limbah pemukiman, limbah pertanian dan sisa sampah yang tidak
terangkut serta terkumpul di tempat pembuangan sementara (TPS) maupun tempat
pembuangan akhir (TPA).
Meskipun buruknya kondisi lingkungan khususnya air yang berada di Tukad
Badung, namun masyarakat sekitar masih cukup banyak memanfaatkan air Tukad
Badung. Melihat hal tersebut peneliti melakukan kuisioner kecil terhadap masyarakat
sekitar Tukad Badung mengenai kondisi lingkungan di sepanjang Tukad Badung.

Gambar 4.20 Presentase Kondisi Lingkungan di Sepanjang Tukad Badung


Sumber : Analisis Pribadi, Nopember 2014

Berdasarkan data di atas maka dapat disimpulkan bahwa kondisi lingkungan di


sepanjang Tukad Badung menurut pendapat dari para responden adalah berada dalam

50
kondisi buruk yaitu sebesar 28,57 %. Hal ini bertolak pada alasan bahwa kondisi air yang
masih buruk adalah sebesar 26,32 % diikuti oleh alasan banyaknya sampah yang masih
bermasalah bagi masyarakat adalah sebesar 18,42 %. Sedangkan ada beberapa responden
yaitu sebesar 19.04% yang mengemukakan bahwa kondisi Tukad Badung sudah agak
baik. Hal ini dikarenakan oleh mulai meningkatnya upaya yang telah dilakukan
pemerintah.
Berdasarkan data dari para responden menunjukkan bahwa 4,76 % masyarakat
mengkonsumsi air dari Tukad Badung (khususnya untuk mandi) sedangkan 85,71 %
responden tidak mengkonsumsi air dari Tukad Badung melainkan dari air PAM atau air
sumur. Sedangkan 9,52 % responden menjawab tidak tahu apakah mereka mengkonsumsi
Tukad Badung atau tidak. Tidak ada satupun responden yang mengungkapkan adanya
dampak dari pengkonsumsian air dari Tukad Badung. Sebesar 95,24 % responden
cenderung tidak tahu ada tidaknya dampak dari pengkonsumsian air Tukad Badung.
Selain itu masyarakat yang mengkonsumsi ikan/hasil panen lainnya dari Tukad
Badung yaitu sebesar 19,04 % mengemukakan tidak adanya dampak buruk dari
pengkonsusian tersebut. Sedangkan bagi yang tidak mengkonsumsi (61,9 %) maupun
yang tidak tahu apakah mereka mengkonsumsi (19,04 %) cenderung tidak tahu (90,47 %)
adanya dampak pengkonsumsian tersebut.

4.4 Upaya Penanganan yang Dilakukan Mengatasi Permasalahan Tukad Badung


4.4.1 Pemerintah
Adapun penanganan masalah lingkungan di sepanjang Tukad Badung dari pemerintah
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah pusat telah menetapkan prokasih (program kali bersih) untuk mengatasi
persoalan sungai. Di Bali yang notabene sungainya tergolong kecil, pelaksanaan prokasih
baru dimulai pada tahun 1990. Saat ini pemerintah melalui instansi terkait (Dinas PU)
sedang melaksanakan prokasih. Berdasarkan keputusan Gubernur No. 68 tahun 1995
pemerintah menetapkan dua sungai sasaran prokasih yaitu Tukad Badung dan Tukad
Teba, dengan alasan kedua sungai itu penurunan kualitas airnya relative tinggi (jauh
melewati batas baku mutu air normal). Selain itu terkait dengan pemanfaatan Tukad
Badung sebagai explory DAM untuk air minum.
2. Pemerintah juga berkepentingan untuk mempersiapkan Tukad Badung sebagai paket
wisata air (city tour). Bahkan sejak 2010 mulai disebar benih ikan di Tukad Badung.

51
3. Penyediaan fasilitas serta pengarahan ke masyarakat guna meningkatkan kesadaran
tentang kebersihan lingkungan.
Meskipun telah dilakukan penanganan masalah lingkungan di sepanjang Tukad Badung
hanya saja masih banyak terjadi permasalahan lingkungan, antara lain:
1. Pasalnya usaha-usaha yang dilakukan prokasih selama ini ternyata salah bidik.
Bukannya mengatasi masalah pengolahan limbah sebelum dibuang ke sungai tetapi
justru mengatasi jumlah produsen limbah yang bermukim sepanjang sungai. Contohnya
penertiban terhadap industri kecil di sepanjang sungai, dengan menyita alat-alat
produksi mereka, disertai dengan penebusan alat tersebut yang cukup mahal. Namun,
polutan yang berbahaya yang justru diproduksi dari hotel dan industri ternyata tidak
disentuh petugas tramtib. Ini menunjukkan pemerintah salah orientasi dalam
mewujudkan prokasih.
2. Kondisi air tukad badung seperti saat ini dengan kualitas dan kuantitas yang turun tentu
sangat tidak efektif. Justru penyebaran benih ikan itu secara tak langsung bisa meracuni
masyrakat yang mengkonsumsinya karena ikan-ikan itu terkontaminasi polutan.
3. Pemerintah juga dinilai terlalu kaku dalam mengatasi masalah pencemaran. Undang-
undang dan perturan yang telah ada hanya sebatas formalitas, masyarakat pun
seenaknya melakukan pelanggaran yang akhirnya kesadaran tentang kebersihan
lingkungan terabaikan.
Tukad Badung telah menelan ratusan juta rupiah APBD Kota Denpasar baik untuk program
kali bersih atau penataan alur sungai. Namun, Tukad Badung tetap saja menjadi tong sampah
mengalir yang kerap menampung limbah dan tinja yang dibuang sesuka hati warganya. Tukad
Badung, persis membelah jantung kota. Apalagi di kawasan itu, banyak melintas wisatawan
asing yang melakukan wisata perkotaan (city tour). Komisi D mengaku sudah berulang kali
berkoordinasi dalam penataan proyek ini dengan sidak ke lokasi. Buktinya, pelaksanaannya tetap
ngotot dan tanggul yang ada tetap saja dibangun rendah. Tanggul yang rendah pada musim hujan
jelas akan disapu air sehingga untuk menyulap Tukad Badung menjadi objek city tour hanya
impian. ''Penggagas hendaknya memilih tanamam hias yang sesuai dengan tekstur tanah dan
posisi Tukad Badung. Bukan memilih kangkung,'' sindirnya.
Supartha Yuma juga menilai proyek penataan Tukad Badung tahun anggaran 2002
tergolong mubazir dilihat dari fungsi kepariwisataan. harus ada koordinasi antarinstansi jika ingin
benar-benar mengelola Tukad Badung sebagai aset yang dibanggakan warga kota. Bahkan, versi
Mohamad Hadi, kini masih ada pedagang yang kucing-kucingan membuang sampahnya ke alur
Tukad Badung. Tatkala Drs. Made Suwendha diangkat menjadi Walikota Denpasar beberapa

52
tahun lalu, pembenahan Tukad Badung ditempatkannya sebagai prioritas yang tinggi, untuk
mendapatkan perhatian dan penataan. "Kami mengerahkan seluruh masyarakat untuk ikut
membersihkan Tukad Badung," katanya (Balipost, 2010).
Setelah badan sungai dapat dibersihkan dan ditata, menyusul penduduk di sekitar alur
sungai ditertibkan, sehingga di pinggirnya mampu dibangun jalan inspeksi yang beraspal dan
dapat dilalui kendaraan roda empat. Itulah kelebihan penataan Tukad Badung. Kalau di Yogya, di
Kali Code, jalan inspeksinya hanya merupakan jalan setapak. Sedangkan di Tukad Badung, jalan
inspeksinya berupa jalan raya beraspal. Sehingga itu sekaligus sebagai jalan alternatif, kalau
terjadi kemacetan lalu lintas di pusat kota (Jalan Hassanudin, Jalan Sulawesi, dan sekitarnya).
Made Suwendha mengatakan, tidak gampang menyadarkan penduduk yang sudah puluhan
tahun hidup dalam keadaan kumuh, dan yang sudah terbiasa memanfaatkan Tukad Badung
sebagai tempat pembuangan kotoran rumah tangga dan kotoran manusia. Masyarakat yang
berdomisili di tepi Tukad Badung, pada umumnya pedagang kecil dan banyak pula penjudi.
Lalu Tukad Badung, bagaimana riwayatmu nanti? Itulah pertanyaan yang harus dijawab.
Karena kini, investasi yang ditanamkan di Tukad Badung, mencapai miliaran rupiah. Bukan saja
pelaksanaan penataan di sempadannya, namun hilir sungai, telah akan
dimanfaatkan bagi pengembangan air minum, dengan membangun sebuah dam. Rencananya air
yang ditampung pada dam di hilir Tukad Badung, akan diolah, dan dimanfaatkan untuk
penyediaan air bersih bagi hotel-hotel internasional di kawasan Bukit Jimbaran, Pecatu, dan lain-
lain di ujung Bali Selatan yang berkapur. Ini berarti dengan teknologi yang sudah berkembang, air
di Tukad Badung yang di bagian hulu telah tercemar, ternyata di hilir mampu diolah untuk air
bersih (air minum) (Balipost, 2010).
Menengok ke belakang, penataan Tukad Badung sebenarnya sudah dimulai di awal 80-an,
ditandai dengan pelebaran badan sungai, pengerukkan, dan senderisasi. Kemudian secara
berkelanjutan berlangsung hingga kini. Tukad Badung dulunya tidak selebar sekarang ini, pada
beberapa bagian ditumbuhi pohon-pohon besar, sehingga tak ubahnya sungai-sungai besar yang
biasa terlihat di pedesaan. Pembangunan senderan ini dilanjutkan dengan pembangunan jalan
inspeksi pada beberapa ruas yang masih memungkinkan.

4.4.2 Masyarakat
Penanganan juga telah dilakukan oleh masyarakat sekitar maupun LSM terhadap masalah
lingkungan yang telah terjadi di Tukad Badung. Adapun penanganan yang telah dilakukan adalah
sebagai berikut.

53
a. Pemberian sanksi kepada pelanggar lingkungan
Penanganan mengenai pemberian sanksi kepada pelanggar lingkungan yang membuang
sampah sembarangan sesungguhnya telah dilakukan oleh aparat desa adat setempat yang
notabene adalah masyarakat sipil. Namun penanganan ini tidak maksimal dikarenakan
aparat desa adat yang melakukan pemberian sanksi jumlahnya masih sangat sedikit
dibandingkan jumlah penduduk di sekitar daerah aliran sungai Tukad Badung.
b. Pembersihan sungai berkala oleh masyarakat
Pembersihan sungai secara berkala hingga saat ini sesungguhnya telah dilakukan oleh
masyarakat DAS Tukad Badung bekerja sama dengan LSM lingkungan yang ada di Bali.
Hanya saja pembersihan sungai secara berkala tidak dapat mengurangi dampak limbah
cair yang ada di Tukad Badung.
c. Gerakan penghijauan
Gerakan penghijauan yang dilakukan oleh beberapa LSM lingkungan yang berdomisili
di Bali juga telah dilakukan dan perubahan lingkungan akibat gerakan penghijauan ini
cukup berpengaruh dimana gerakan penghijauan ini telah mengakibatkan perubahan
yang cukup baik di DAS Tukad Badung. Jikalau pada musim hujan DAS Tukad Badung
ini rawan banjir dan longsor, sejak 3 tahun terakhir titik-titik banjir dan tanah longsor
mulai berkurang akibar adanya gerakan penghijauan.

4.5 Rekomendasi Program Penanganan Terpadu


Secara garis besar, penataan sungai kota yang komprehensif dapat dilakukan dalam tiga program
yaitu : (1) penataan air sungai, (2) penataan kawasan bantaran sungai, dan (3) penataan
masyarakat bantaran sungai. Pada ketiga hal ini, pemerintah kabupaten/kota tetap menjadi motor
penggeraknya. Penggambaran program penataan ini, yaitu sebagai berikut.
1. Penataan air sungai
Penataan ini berupaya mempertahankan kebersihan air sungai dan menjaga kelancaran
pengerakan air sungai. Menciptakan Tukad Badung yang benar-benar bersih dan sampah
sungai nampaknya sulit, karena ini berpulang pada kedisiplinan warga. Di sini terlihat upaya
gigih pihak kebersihan kota Denpasar yang harus setiap hari turun sungai membersihkan,
menjaring dan menaikkan sampah. Tinggal perlu dicarikan lokasi tepat untuk menaikkan
sampah sungai agar tidak meluber ke jalan dan menganggu keindahan kota. Secara periodik
perlu diadakan pengerukan untuk menjaga kedalaman sungai yang optimal.
Melihat kondisi debit air Tukad Badung yang kecil, sementara pelebaran sungai dibuat
untuk mengantisipasi limpahan air saat musim hujan, pada musim kemarau lebar sungai jadi

54
mubazir. Lumpur sungai terlihat dan sampah menepi ke pinggir sungai. Pemkot mensiasati
dengan kanalisasi. Di tengah sungai dikeruk dan diperdalam, sementara tanah kerukan
digeser ke samping kanal, sehingga terlihat ada sungai kecil di Tukad Badung. Lahan hijau di
bawah sungai di kedua tepi kanal. Metode ini cukup akurat memperlancar jalannya air dan
mempermudah pembersihan rutin sungai. Layaknya petak-petak rumput di pinggiran sungai.
Petak itu dipisahkan oleh alur got menuju sungai. Kejelian Pemkot membangun ini patut
dipuji.
Dengan kanalisasi, justru didapat beberapa kemudahan. Pertama, kemudahan dalam
pembersihan serta pengontrolan sampah. Kedua, pergerakan air lancar. Ketiga, keindahan dan
kenyamanan. Sebelumnya pembangunan kanal sempat direncanakan untuk penanaman
kangkung darat, sehingga bias dimanfaatkan masyarakat. Namun dalam perkembangannya
berubah menjadi lahan rumput hijau. Lahan ini akhirnya dimanfaatkan oleh masyarakat yang
gemar memancing. Penataan semacam ini dapat dilihat di selatan Hotel Raya, Jalan
Hasanudin Denpasar. Ada baiknya ke depan untuk renovasi atau pembangunan pada senderan
pada sisi tukad Badung lainnya perlu dikembangkan bentuk fisik senderan sungai yang tak
harus miring, terlebih dengan sudut kemiringan yang tajam, justru dibuat ruang/tempat bagi
pot bunga. Ini penting juga untuk keselamatan bagi masyarakat bantaran sungai.

2. Penataan kawasan bantaran sungai


Penataan ini ditujukan untuk membangun sebuah keserasian antara sungai, senderan dan
lingkungan sekitarnya. Upaya yang dilakukan dengan pembangunan jalan inspeksi dan taman
di pinggir sungai. Termasuk di dalamnya penataan perumahan kumuh di sepanjang bantaran
sungai. Pada kondisi Tukad Badung dan Tukad Teba yang terdapat banyak sampah, Pemkot
bersiasat "menyembunyikan" atau menutupi pemandangan sungai ini dari penglihatan umum
masyarakat yang melintasi jalan kota. Green belt atau sabuk hijau tanaman menjadi pilihan
guna meminimalisir wajah sungai yang tidak mengenakkan. Pinggiran sungai yang
berdampingan langsung dengan jalan raya ditanami tumbuh-tumbuhan yang terdiri dari jenis
pohon perdu dan tumbuhan peneduh. Upaya ini menghasilkan taman mini yang hijau
memanjang.
Pandangan pemakai jalan raya bisa dibuat "teduh" dengan kehadiran taman ini. Hanya
sayang upaya ini kurang dibarengi mekanisme perawatan yang baik. Di dalamnya terkandung
aspek pemeliharaan rutin berupa penyiraman, perawatan dan peremajaan. Peremajaan
dilakukan dengan penggantian tanaman green belt dengan jenis dan variasi baru, namun
masih dalam kelompok perdu dan peneduh. Tujuannya, menghadirkan suasana keindahan

55
taman dan terlihat makin variatif. Sebab yang terjadi, karena tumbuh-tumbuhan ini berada
langsung di tepi jalan, maka pada daun, ranting dan dahannya menumpuk debu, sampah dan
sisa-sisa pembuangan knalpot motor.
Hal lain yang perlu diperhatikan, sering kali tumbuhan pada taman kecil di pinggir jalan
ini dibiarkan tumbuh liar, tak terurus. Jika ini tidak dilakukan perawatan dengan seksama,
bukan keindahan yang didapatkan, justru taman yang kotor dan kusam. Ini juga akan
mengganggu estetika pada fasilitas publik. Untuk perawatan, terutama untuk menghindarkan
tanaman dari kerusakan yang diakibatkan alam, injakan pejalan kaki dan tangan-tangan jahil
yang keras terjadi pada taman publik, pihak Pemkot membuatkan pagar besi mengelilingi
taman. Dengan pagar besi ini, tumbuhan taman hidup dengan baik dan efektif
untuk keamanan tanaman.
Upaya lain yang ditempuh Pemkot untuk meminimalisir kesan kotor sungai ialah upaya
mendadani Tukad Badung dengan taman bunga. Walau belum pada semua pinggiran sungai,
terutama aliran sungai yang terletak di selatan Hotel Raya Jalan Hasanudin telah dibuatkan
taman bunga di bantaran sungai. Pot beton ini dibuat persis pada bibir atas senderan Tukad
Badung. Jenis pohon yang ditanam di antaranya jenis bunga-bungaan yang didominasi jenis
bunga kertas (bougenvile). Hadirnya pot bunga ini lumayan memberikan kesegaran dan
mereduksi pemandangan kumuh yang seringkali menghiasi bantaran sungai.
Kini, upaya mendadani pinggiran Tukad Badung dilakukan pula secara sporadis oleh
beberapa warga yang memiliki rumah tinggal di pinggiran Tukad Badung. Senderan sungai
yang miring monoton, mereka modifikasi dengan membangun pot-pot bunga. Coba
perhatikan di wilayah Banjar Buagan di Jalan Imam Bonjol yang wilayah banjar-nya dibelah
oleh Tukad Badung. Selain secara individu memberikan keasrian bagi halaman rumah warga
bersangkutan, juga memberikan kontribusi positif bagi penataan Tukad Badung. Ide semacam
ini merupakan inisiatif konstruktif warga. Artinya, warga memiliki kesadaran untuk ikut
menata sungai dan kawasan bantarannya.
Mereka memiliki keinginan agar Tukad Badung selalu terlihat bersih dan indah. Terlebih
pada beberapa banjar yang berdampingan dengan Tukad Badung, sungai dimanfaatkan untuk
kegiatan atraktif. Misalkan acara 17 Agustusan, Tukad Badung misalkan praktis digunakan
sebagai media utama pesta rakyat dengan menggelar lomba memancing, kano race ataukah
tarik tambang air. Upaya-upaya sporadis masyarakat bisa disikapi dengan upaya terprogram
Pemkot terhadap pembangunan keindahan Tukad Badung. Ini untuk mendapatkan penataan
yang lebih terencana dan terpadu. Upaya sporadis itu juga menandakan formula terhadap
penataan Tukad Badung belumlah ditemukan secara tepat. Masih terbuka ruang bagi

56
masyarakat ikut rembug memikirkan format fisik penataan Tukad Badung.

3. Penataan masyarakat bantaran sungai


Penataan ini merupakan upaya nonfisik dan lebih pada membangun kesadaran
kolektif warga terhadap keberadaan sungai dan arti pentingnya bagi kehidupan kota.
Sosialisasi peraturan daerah (Perda) tentang kebersihan dan ketertiban mesti terus
dilakukan, secara simultan mengevaluasi dan memperbaikinya. Penataan ini
dimaksudkan memberikan pendidikan dan pemahaman kepada masyarakat di sepanjang bantaran
sungai untuk secara bersama-sama memelihara dan menjaga keberadaan sungai. Tak hanya lewat papan
pengumuman belaka. Minimal hasil yang ingin diperoleh dari masyarakat adalah
kedisiplinan untuk tidak lagi membuang sampah ke sungai. Pemkot dalam penataan ini
harus memiliki "nafas panjang". Sebab, usaha ini membutuhkan waktu panjang untuk
menyadarkan masyarakat.
Meski sangat sulit mewujudkan Tukad Badung sebagai objek wisata kota, namun
ada sisi positif yang dapat diambil. Invisible point-nya justru terletak gerakan kebersihan
sungai. Hal yang sangat sulit diwujudkan Pemkot yang memiliki sungai kota di Indonesia
dengan tingkat kesadaran masyarakat yang masih kecil dan peraturan yang sulit
ditegakkan. Dengan "roh" objek wisata kota, penataan Tukad Badung secara fisik dapat
dilakukan menuju sungai kota yang bersih dan indah. Pengelolaan sampah sungai yang
efektif, efisien dan terkontrol. Tinggal bagaimana upaya meminimalisir keberadaan
kawasan kumuh yang masih banyak terlihat di bantaran sungai, meski letaknya jauh dari
jalan protokoler kota. Terpenting adalah menumbuhkan rasa memiliki warga pada sungai
kota. Penanganan limbah organik, anorganik dan kimia di Tukad Badung memerlukan
strategi dan kajian yang intensif.

4. Rekomendasi Desain
Berdasarkan rekomedasi konsep yang telah dijabarkan, peneliti juga telah membuat
rekomendasi desain untuk menata kembali daerah bantaran sungai Tukad Badung.
Rekomendasi yang diberikan peneliti adalah pembangunan waterfront.
Water front merupakan bentuk desain penataan dan pemanfaatan sempadan. Water
front akan dikembangkan sebagai kawasan komersial, hiburan, dan wisata yang nantinya
juga akan mendukung program pemerintah yang menjadikan DAS Tukad Badung sebagai
objek wisata City Tour.

57
Gambar 4.21 Pengembangan Wilayah Tukad Badung Sebagai Water Front
Sumber : Analisis Pribadi, Nopember 2014

Selain itu dapat dibuat green riverside yang dimana mengambil ide dari perpaduan
akan kebutuhan warga dengan aktifitasnya, kearifan lokal dengan akulturasi budaya asli
dan pendatang, sustainable design dengan penggunaan material daur ulang
(reuse,reduce,recycle) melebur kedalam sebuah tema desain tukad badung green riverside.
Desain mencoba menaungi dan memaksimalkan ketiga aspek yang ditekankan. Menaungi
berbagai kegiatan, akulturasi dengan melakukan pendekatan yang lebih environmental
friendly.banyaknya item yang perlu “dipayungi” menghasilkan titik-titik wadah yang
dibutuhkan.

58
Gambar 4.22 Green Riverside DAS Tukad Badung
Sumber : Analisis Pribadi, Nopember 2014

59
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada pembahasan dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut :
1. Gambaran umum kondisi di sepanjang Tukad Badung meliputi antara lain :
a. Bagian hulu dan hilir Tukad Badung masih terbilang normal dimana pada bagian ini
masih terdapat sawah dan tegalan serta belum padat pemukiman. Sedangkan di
bagian tengah merupakan daerah pemukiman yang cukup padat.
b. Pada batasan areal sungai masalah yang dihadapi adalah jarak bangunan yang terletak
terlalu dekat dengan tepi sungai, terjadinya penyempitan di beberapa tempat terutama
di Suci, Pekambingan, Beraban, dan Jematang yang diakibatkan oleh pembuangan
sampah oleh masyarakat sekitar.
c. Terjadinya penurunan kualitas air sungai Tukad Badung yang disebabkan oleh
meningkatnya kadar polutan akibat sumber pencemaran air sungai yang disebabkan
oleh limbah industry, limbah pemukiman, limbah pertanian, dan sisa sampah
masyarakat.
2. Gambaran umum program Penanganan Terpadu antara lain :
a. Telah dilakukan penangan oleh pemerintah diantaranya yaitu pemerintah pusat telah
menetapkan PROKASIH (Program Kali Bersih) dan penyediaan fasilitas serta
pengarahan ke masyarakat guna meningkatkan kesadaran tentang kebersihan
lingkungan.
b. Masih terdapat permasalahan, antara lain : (1) usaha PROKASIH yang dilakukan
selama ini salah bidik; (2) kondisi air Tukad Badung yang kualitas dan kuantitasnya
semakin menurun dianggap tidak efektif untuk dilakukan penyebaran benih ikan; dan
(3) pemerintahh masih dinilai terlalu kaku dalam menangani pencemaran.
c. Secara garis besar penataan sungai kota yang secara komperhensif dapat dilakukan
dalam tiga cara, yaitu : (1) penataan air sungai; (2) penataan kawasan bantaran
sungai; dan (3) penataan masyarakat bantaran sungai.

5.2. Saran-Saran
Adapun saran-saran yang dapat diberikan terhadap kondisi lingkungan di sepanjang Tukad
Badung, yaitu sebagai berikut :

60
1. Upaya-upaya sporadis masyarakat bisa disikapi dengan upaya terprogram Pemkot
terhadap pembangunan keindahan Tukad Badung. Ini untuk mendapatkan penataan yang
lebih terencana dan terpadu. Upaya sporadis itu juga menandakan formula terhadap
penataan Tukad Badung belumlah ditemukan secara tepat. Masih terbuka ruang bagi
masyarakat ikut rembug memikirkan format fisik penataan Tukad Badung.
2. Sosialisasi dan penerapa Perda tentang kebersihan perlu lebih digiatkan secara kotinu,
sehingga pembuangan limbah ke badan sungai Tukad Badung dapat ditekan sekecil
mungkin.
3. Penanganan limbah organik, anorganik dan kimia di Tukad Badung memerlukan strategi
dan kajian yang intensif. Pengelolaan sampah sungai yang efektif, efisien dan terkontrol.
4. Perencanaan drainase perlu dimatangkan.
5. Upaya meminimalisir keberadaan kawasan kumuh yang masih banyak terlihat di bantaran
sungai, meski letaknya jauh dari jalan protokoler kota. Terpenting adalah menumbuhkan
rasa memiliki warga pada sungai kota.
6. Hasil yang ingin diperoleh dari masyarakat adalah kedisiplinan untuk tidak lagi
membuang sampah ke sungai.
7. Perlu dicarikan lokasi tepat untuk menaikkan sampah sungai agar tidak meluber ke jalan
dan menganggu keindahan kota.

61

Anda mungkin juga menyukai