PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ia merasa berhak mengetahui dari mana ia berasal, untuk apa dia berada di dunia,
apa yang mesti ia lakuakan untuk mendapatkan kehidupannya di dunia dan di
akhirat kelak, yang merupakan jawaban-jawaban dari pertanyaan tersebut adalah
agama. Karenanya, sangatlah logi jika agama selalu mewarnai sejarah manusia
dari dahulu kala sampai sekarang ini, bahkan sampai akhir nanti.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah pemikiran agama ?
2. Bagaimana latar belakang kebutuhan manusia terhadap agama ?
3. apa fungsi bagi kehidupan manusia ?
4. apa saja doktrin dalam kepercayaan beragama ?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar bisa menambah wawasan para pembaca mengenai arti penting sebuah
agama bagi kehidupan manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
Agama ada fase ini sedang dalam proses kelahirannya. Lahirnya sebuah
agama diawali dari para orang-orang terpilih yang mempunyai karunia tersendiri
untuk bisa merumuskan risalah tentang cara hidup batin yang tepat, agar hidup ini
bisa selaras dengan seluruh isi semesta maupun penciptaNya.
Pada fase ini agama kehilangan identitas aslinya. Agama yang diharapkan
sebagai penuntut manusia menuju ke arah kehidupan yang lebih beradab seakan
kehilangan fungsinya. Ajaran agama ditafsirkan secara sepihak demi keuntungan
kelompok elit dan demi mengalahkan kelompok yang menjadi musuhnya. Tafsir
atas ajaran agama yang dikuasai oleh segelitir petinggi agama terlanjur merasuk
ke benak umat kebanyakan. Ketika kekuatan penguasa mulai melemah dalam
upayanya memperluas kekuasaan atas nama agama, maka tafsir yang salah ini
terwariskan ke umatnya. pengsakralan yang dogmatis terhadap pemimpin agama
dan kerasnya doktrinasi yang diterima umat pada masa sebelumnya, membuat
umat takut untuk mengartikan ulang makna ajaran agama yang mereka jalani.
Pada masa sebelumnya agama rusak ditangan para petingginya, pada masa ini
agama semakin rusak karena kesalahan para pendahulunya terus dijalankan dan
diajaran secara turun temurun ketengah umat.
Ada dua kelompok pemikiran dalam fase ini. Kelompok yang hidup
dengan pemikiran agama yang sempit dan kelompok lain yang lebih kecil, yaitu
kelompok yang mulai kritis dalam memandang ajaran agama sendiri. Segelitir
umat yang mulai sadar akan kemunduran dari nilai dan fungsi agama justru
dianggap sebagai kelompok yang sesat oleh kaum fundamentalis. Tujuan dari dua
kelompok tersebut bisa dibilang sama. Keduanya ingin kembali ke masa
keemasan agamanya. Kelompok umat yang kritis berpandangan bahwa untuk
mengembalikan ajaran agama sesuai fungsinya, maka harus diadakan
reinterprestasi ajaran sesuai konteks zaman dengan tanpa meninggalkan nilai-nilai
ajaran yang hakiki. Sedangkan kelompok fundamentalis menganggap bahwa
masa keemasan bisa kembali tercapai bila umat terhindar dari penyelewengan
nilai dalam ajaran agama. Nilai ajaran agama yang mereka maksud adalah ajaran
dalam pandangan dan praktek yang serba tekstual. Pemahaman agama secara
tekstual merupakan proyek pembodohan dari petinggi agama. Umat dikondisikan
untuk menjalankan agama secara tekstual sehingga pengetahuan mereka terbatas.
Keterbatasan ini akan membuat umat selalu tergantung kepada para petinggi
agama.
Salah satu keuntungan lain dari proyek pembodohan ini adalah, ketika umat selalu
ditakuti dengan memberikan lebel yang begitu sakral pada teks agama, para elit
agama jadi lebih mudah dalam mengkontrol atau menyetir pemikiran umat.
Kondisi tersebut sangat berbahaya bagi kehidupan umat beragama. Karena nilai
ajaran agama manapun yang dijalankan secara tekstual, akan berbenturan keras
dengan ajaran agama lain, dengan keragaman budaya, dengan pemikiran –
pemikiran maju, dengan HAM, dengan nilai dasar kemanusiaan, dengan
perkembangan zaman dan dengan nilai-nilai beradaban. Benturan-benturan ini tak
jarang menimbulkan konflik yang mengarah ke tindak kekerasan bahkan
peperangan. Agama yang seharusnya menjadi sumber kedamaian, tampil dengan
wajah seram yang seakan-akan selalu haus darah. Agama dalam fase ini hadir
sebagai antitesis dari kemajuan peradaban manusia. Kalau agama terlalu lama
terjabak dalam fase gelapnya, agama yang tadinya (katanya) mulia, bisa berubah
menjadi racun yang mencemari peradaban manusia. Agama yang terlalu nyaman
berada dalam fase gelapnya, bahkan ada gerakan yang sistematis untuk
mempertahankan fase tersebut, maka ia menuju kehancurannya sendiri.
Akibat dari keberhasilan pada fase sebelumnya, agama kini hadir dengan
lebih universal. Ajaran-ajarannya tidak lagi berbenturan dengan kemajemukan
manusia. Pada fase ini, inti ajaran mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi dari
atribut keagamaan. Nilai-nilai dasar agama tidak hanya merasuk dalam umat yang
mengimaninya tetapi juga dapat diresapi oleh umat manusia secara umum.
Bahkan kelompok orang yang menentang atau memusuhi suatu agama, dapat
secara tidak sadar tetap menerima dan menjalankan ajaran dari agama yang
ditentangnya. Ajaran agama menjadi milik umum dan bisa diamalkan tanpa harus
ikut dalam keanggotaan dari suatu kelompok agama tertentu. Sebagai contoh,
yoga, meditasi, kundalini, terapi holistic, dulunya adalah praktek agama, sekarang
hal tersebut menjadi sesuatu yang umum sebagai bagian dari upaya kesehatan dan
gaya hidup.
Menyadari dengan hati nurani yang bersih serta pemikiran logika yang
waras tentang keadaan dari agama yang kita anut, membantu perkembangan
pemikiran keagamaan untuk menuju ke tingkat yang lebih baik. Rasa terlena
karena menganggap ajaran agama sendiri adalah mutlak yang paling benar
merupakan hal yang sangat berbahaya. Hal ini membutakan kemampuan kita
untuk berintrospeksi dan melaukan perbaikan-perbaikan. Reformasi terhadap
tafsir yang menuju ke arah yang lebih kontekstual tak akan melemahkan nilai-
nilai dasar agama. Gerakan ini justru akan membawa agama sebagai sebuah
tatanan yang lebih manusiawi dan beradab. Agama sebagai sumber konflik adalah
buah dari kegagalan menempatkan ajaran agama secara kontekstual. Jika agama
yang anda anut lebih banyak menimbulkan peperangan, kematian, bencana,
perselisihan, tindak kekerasan, kemunduran budaya dan bukannya menciptakan
kasih, ketenangan serta kedamaian, anda harus segera bertindak untuk lepas dari
fase kegelapan tersebut. Sebelum agama anda dinilai sebagai racun dunia dan
akhirnya musnah ditelan masa.
Dari segi sains sosial, fungsi agama mempunyai dimensi yang lain yaitu :
فَقُ ْلنَا َٰ َٰٓيَـَٔادَ ُم إِ َّن َٰ َهذَا َعد ٌُّو لَّكَ َو ِلزَ ْو ِجكَ فَ ََل ي ُْخ ِر َجنَّ ُك َما ِمنَ ْٱل َجنَّ ِة فَت َ ْشقَ َٰ َٰٓى117
"Dan sesungguhnya engkau juga tidak akan dahaga dalam Syurga itu, dan
tidak akan merasa panas matahari". {Q.S Thoha 117-119}.
B. Saran