Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat bayi atau anak
mengalai demam tanpa infeksi sisitem saraf pusat yang terjadi pada suhu lebih dari
380C. Kejang demam jarang terjadi setelah anak usia 5 tahun, anak laki- laki sering
menderita kejang demam dengan insiden sekitar dua kali lipat lebih sering
dibandingkan anak perempuan (Yusuf, 2014) Setiap anak memiliki ambang kejang
yang berbeda- beda. Anak dengan ambang kejang rendah, kejang dapat terjadi
pada suhu 380C. Tetapi pada anak dengan yang ambang tinggi kejang baru akan
terjadi pada suhu 400C atau bahkan lebih. Kejang demam sering terjadi pada anak
dengan ambnag kejang rendah (Yusuf, 2014)
Kejang demam menurut defenisi Internasional League Against Epilepsy
(ILAE) adalah kejang yang terjadi pada anak- anak di atas usia satu bulan karena
demam dan bukan karena penyakit infeksi sistem saraf pusat, tidak ada riwayat
kejang pada saat neonatus atau riwayat kejang tanpa faktor penyebab. Defenisi lain
menurut American Academy of Pediatrics menyatakan bahwa kejang demam
adalah kejang pada anak sekitar 6 bulan sampai 6 tahun yang terjadi saat demam
yang tidak terkait dengan kelainan intrakranial, gangguan metabolik, atau riwayat
kejang tanpa demam (Lemmens, 2005 dalam Susilowati, 2016).
Kejang demam atau fulebrile convultansion ialah kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 derajat celcius) yang disebabkan oleh
proses ekstrakranium. Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan
tinggi. Suhu badan tinggi ini karena kelainan ekstrakranial (Lestari, 2016). Akibat
dari kejang demam dapat merusak neurotransmiter yaitu lepasnya muatan listrik
yang demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel ataupun ke
membran sel yang menyebabkan kerusakan pada neuron, epilepsi, kelainan
anatomis otak, mengalami kecacatan/ kelainan neurologis dan kemungkinan
mengalami kematian (Putra HR dkk, 2011)
Kejang demam merupakan tipe kejang yang paling sering di jumpai pada
masa kanakkanak. Kejang demam biasanya menyerang anak dibawah 5 tahun,
dengan insiden puncak yang terjadi pada anak usia antara 14 dan 18 bulan. Kejang
demam terjadi pada anak di bawah 6 bulan dan di atas 5 tahun. Kejang demam
berkaitan dengan demam, biasanya terkait dengan virus. Kejang tersebut biasanya

1
jinak, tetapi sangat menakutkan baik bagi anak maupun keluarga. Pada sebagian
besar kasus prognosis sangat baik. Bagaimanapun, kejang demam dapat menjadi
tanda bahaya infeksi yang menyebabkan kejang tersebut seperti meningitis atau
sepsis (Williams & Wilkins, 2015).
Angka kejadian kejang demam di Amerika Serikat dan di Eropa Barat pada
tahun 2004 berkisar antara 3%- 4%. Angka kejadian di Asia pada tahun 2004 dari
seluruh kejang, 20% anak mengalami kejang demam kompleks (Karimzadeh dalam
Yusuf, 2014). Berdasarkan hasil Survey Demografi Kesehaatan Indonesia (SDKI)
tahun 2012, di Indonesia tahun 2010 kejang demam termasuk sebagai lima
penyakit anak terpenting yaitu 20,3%, meningkat pada tahun 2012 dengan kejadian
kejang demam sebesar 25,7% ( Marwan, 2014).
Kejang demam anak perlu diwaspadai, karena kejang yang lama lebih dari
15 menit dapat menyebabkan kecacatan otak bahkan kematian. Dalam 24 jam
pertama walaupun belum bisa dipastikan terjadi kejang, bila anak mengalami
demam hal yang yang terpenting dilakukan adalah menurunkan suhu tubuh
(Candra, 2009 dalam Labir K, dkk, 2013).
Langkah awal yang yang dapat dilakukan dalam melakukan pertolongan
pertama untuk mencegah terjadinya kejang pada anak demam adalah segera
memberi obat penurun demam, kompres air biasa atau hangat yang diletakan di
dahi, ketiak, dahi, ketiak, dan lipatan paha. Beri anak banyak minum dan makan
makanan berkuah atau buah- buahan yang banyak mengandung air, bisa berupa
jus, susu, teh dan minuman lainnya. Jangan selimuti anak dengan selimut yang
tebal, itu dapat menghalangi penguapan. Ketika terjadi kejang yang tidak berhenti
setelah 15 menit, sebaiknya anak segera di bawa ke fasilitas kesehatan (Candra,
2009 dalam Labir K, dkk, 2013).
Disinilah peran perawat selain melaksanakan asuhan keperawatan, juga
memberikan penyuluhan kepada keluarga agar keluarga agar dapat melakukannya
secara mandiri di rumah (Ngastiyah, 2005 dalam Putra, HR dkk, 2011). Orang tua
atau pengasuh anak harus di beri cukup informasi dalam upaya mencegah dan
menghadapi kejang demam. Tindakan awal penatalaksanaan serangan kejang
demam pada anak sangat tergantung pada peran orang tua atau pengasuhnya,
terutama ibu. Ibu merupakan bagian integral dari sistem kehidupan rumah tangga
atau keluarga yang dengan kesabaran dan kasih sayangnya dibutuhkan untuk
merawat anak secara terampil agar tumbuh dan berkembang dengan sehat dan
optimal (Rahayu, 2015)
Serangan kejang demam ini sulit diidentifikasi kapan munculnya, maka
orangtua atau pengasuh anak terutama ibunya, perlu diberikan pengetahuan

2
tentang kejang demam dan tindakan awal penatalaksanaan kejang demam dirumah
pada anak yang mengalami serangan kejang demam. Orangtua atau pengasuh
yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang penatalaksanaann kejang demam
dapat menentukan tindakan yang terbaik bagi anaknya (Rahayu, 2015).
Tindakan penatalaksanaan kejang demam tentunya dipengaruhi oleh
perilaku dari ibu dimana perilaku itu didasarkan oleh pengetahuan, sikap dan
motivasi. Pengetahuan sebagai hasil dari tahu yang terjadi setelah seseorang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan tentang
deteksi dini yang di miliki keluarga balita tentang kejang demam sangatlah
diperlukan (Notoatmodjo, 2012).
Apabila pengetahuan tentang pencegahan dan penanganan cukup baik
akan berpengaruh pada sikap yang baik pula pada keluarga untuk melakukan
pencegahan dan penanganan kejang demam di rumah. Bila seseorang mempunyai
sikap terhadap suatu objek, itu menunjuk dan sikan pengetahuan orang tersebut
terhadap objek sikap yang bersangkutan Setelah pengetahuan dan sikap keluarga
menjadi lebih baik, diharapkan mereka akan bersikap kooperatif dalam melakukan
perilaku pencegahan dan penanganan kejang demam.Motivasi berkaitan dengan
pengetahuan dan sikap seseorang, jika pengetahuan dan sikapnya baik maka ini
akan berdampak pada motivasinya untuk meraih seseuatu (Notoatmodjo, 2012).

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah penanganan keperawatan gawat darurat pada klien dengan kejang
demam ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui konsep asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan
kejang demam.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian kejang demam
b. Mengetahui etiologi kejang demam
c. Mengetahui faktor resiko kejang demam
d. Mengetahui patofisiologi kejang demam
e. Mengetahui manifestasi klinis kejang demam
f. Mengetahui pemeriksaan diagnostik kejang demam
g. Mengetahui penatalaksanaan kejang demam
h. Mengetahui pencegahan kejang demam

3
i. Mengetahui komplikasi kejang demam
j. Mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan gawat darurat pada klien
dengan kejang demam

D. Manfaat
1. Teoritis
Menambah wawasan dan rujukan dalam ilmu pengetahuan tentang teori kejang
demam.
2. Institusi
Sebagai referensi bagi semua pihak yang bernaung dibawah pendidikan untuk
menambah ilmu pengetahuan tentang kejang demam.
3. Praktis
Memperluas wawasan bagi pembaca maupun penulis makalah kejang demam
ini.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kejang Demam


Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
38oC. Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia 3
bulan-5 tahun.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena proses
intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak
berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC,
2013).
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi
bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan
neurologik yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4%
anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya
sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak
yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi setelah usia
5 tahun. (Dona L.Wong, 2015)

B. Etiologi Kejang Demam


1. Faktor-faktor prenatal
2. Malformasi otak congenital
3. Faktor genetika
4. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)
5. Demam
6. Gangguan metabolisme
7. Trauma
8. Neoplasma, toksin
9. Gangguan sirkulasi
10. Penyakit degeneratif susunan saraf.
11. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.

C. Patofisiologi Kejang Demam


Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam
yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel

5
neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh
ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya
konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di
luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial
membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-
ase yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat
diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan


metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan
orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh
sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan
terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya
disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan
oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas
otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

6
D. Nursing Pathway
Infeksi bakteri Rangsang mekanik dan biokimia.

Virus dan parasit gangguan keseimbangan cairan&elektrolit

perubahan konsentrasi ion

Reaksi inflamasi di ruang ekstraseluler

Resiko Infeksi

Proses demam

Ketidakseimbangan kelainan neurologis

Hipertermia potensial membran perinatal/prenatal

ATP ASE

Resiko kejang berulang

difusi Na+ dan K+

Pengobatan perawatan

Kondisi, prognosis, lanjut kejang resiko cedera

Dan diit

Defisit pengetahuan keluarga kurang dari lebih dari 15 menit

15 menit

perubahan suplay

Tidak menimbulkan Darah ke otak

gejala sisa

resiko kerusakan sel

Neuron otak

Gangguan Perfusi jaringan cerebral

7
E. Tanda dan gejala klinis Klinis Kejang Demam
Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :
a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
b. Kejang umum tonik dan atau klonik
c. Umumnya berhenti sendiri
d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala
klinis sebagai berikut :
a. Kejang lama > 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

F. Klasifikasi Kejang Demam


1. Kejang demam sederhana
1) Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi
2) Sebelumnya tidak ada riwayat cedra otak oleh penyakit apapun
3) Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6 tahun
4) Lamanya kejang berlangsung < 20 menit
5) Kejang tidak bersifat tonik klonik
6) Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
7) Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi atau abnormalitas
perkembangan
8) Kejang tidak berulang dalam waktu sngkat
9) Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam (H. Nabiel Ridha, 2014)

2. Kejang demam kompleks


Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang
parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik;
mengecap-ecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang
pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme tatapan
terpaku. (Cecily L.Betz dan Linda A.Sowden, 2016)

8
3. Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam
1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG
abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya
epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini
pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang
sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan
untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih
kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal
pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk
yang berumur kurang dari 18 bulan.
3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200
mq/dl)
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
 Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
 Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
 Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi, pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya
lesi
6. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.

G. Penaktalaksanaan Kegawatdaruratan
1. Primary Survey :
 Airway : Kaji apakah ada muntah, perdarahan, benda asing dalam mulut
seperti lendir dan dengarkan bunyi nafas.
 Breathing : kaji kemampuan bernafas klien
 Circulation : nilai denyut nadi

9
 Menilai koma (coma = C) atau kejang (convulsion = C) atau kelainan status
mental lainnya
Apakah anak koma ? Periksa tingkat kesadaran dengan skala AVPU:
A : sadar (alert)
V : memberikan reaksi pada suara (voice)
P : memberikan reaksi pada rasa sakit (pain)
U : tidak sadar (unconscious)
Tindakan primer dalam kegawatdaruratan dengan kejang demam adalah :
a) Baringkan klien pada tempat yang rata dan jangan melawan gerakan klien
saat kejang
b) Bila klien muntah miringkan klien untuk mencegah aspirasi ludah atau
muntahan.
c) Bebaskan jalan nafas dengan segera :
 Buka seluruh pakaian klien
 Pasang spatel atau gudel/mayo (sesuaikan ukuran pada anak)
 Bersihkan jalan nafas dari lendir dengan suction atau manual dengan
cara finger sweep dan posisikan kepala head tilt-chin lift (jangan
menahan bila sedang dalam keadaan kejang)
d) Oksigenasi segera secukupnya
e) Observasi ketat tanda-tanda vital
f) Kolaborasikan segera pemberian therapy untuk segera menghentikan kejang
g) Memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10
menit) dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL.
2. Secondary Survey
Riwayat Kesehatan :
a. Saat terjadinya demam : keluhan sakit kepala, sering menangis, muntah
atau diare, nyeri batuk, sulit mengeluarkan dahak, sulit makan, tidak
tidur nyenyak. Tanyakan intake atau output cairan, suhu tubuh
meningkat, obat yang dikonsumsi
b. Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga
c. Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA,
pneumonia, gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria, morbilivarisela
dan campak.
d. Adanya riwayat trauma kepala

Pengkajian fisik
Pada kasus kejang demam yang biasanya dikaji adalah :

10
A : Airway ( jalan nafas ) karena pada kasus kejang demam Inpuls-inpuls
radang dihantarkan ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu
tubuh Hipotalamus menginterpretasikan impuls menjadi demam Demam
yang terlalu tinggi merangsang kerja syaraf jaringan otak secara berlebihan ,
sehingga jaringan otak tidak dapat lagi mengkoordinasi persyarafan-
persyarafan pada anggota gerak tubuh. wajah yang membiru, lengan dan
kakinya tesentak-sentak tak terkendali selama beberapa waktu. Gejala ini
hanya berlangsung beberapa detik, tetapi akibat yang ditimbulkannya dapat
membahayakan keselamatan anak balita. Akibat langsung yang timbul apabila
terjadi kejang demam adalah gerakan mulut dan lidah tidak terkontrol. Lidah
dapat seketika tergigit, dan atau berbalik arah lalu menyumbat saluran
pernapasan.
Tindakan yang dilakukan :
- Semua pakaian ketat dibuka
- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
- Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
- Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
Evaluasi :
- Inefektifan jalan nafas tidak terjadi
- Jalan nafas bersih dari sumbatan
- RR dalam batas normal
- Suara nafas vesikuler

B : Breathing (pola nafas) karena pada kejang yang berlangsung lama


misalnya lebih 15 menit biasanya disertai apnea, Na meningkat, kebutuhan
O2 dan energi meningkat untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi
hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.
Tindakan yang dilakukan :
- Mengatasi kejang secepat mungkin
- Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan
kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi
suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah
15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan
dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan
berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau
paraldehid 4 % secara intravena.
- Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen

11
Evaluasi :
- RR dalam batas normal
- Tidak terjadi asfiksia
- Tidak terjadi hipoxia

C : Circulation karena gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia


sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial
lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama
dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi
spontan, karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi.
Tindakan yang dilakukan :
- Mengatasi kejang secepat mungkin
- Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan
kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi
suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah
15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan
dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan
berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau
paraldehid 4 % secara intravena.
Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :
- Semua pakaian ketat dibuka
- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
- Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin kebutuhan oksigen
- Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen
Evaluasi :
- Tidak terjadi gangguan peredaran darah
- Tidak terjadi hipoxia
- Tidak terjadi kejang
- RR dalam batas normal

Selain ABC, yang biasa dikaji antara lain :


a. Tanda-tanda vital
b. Status hidrasi
c. Aktivitas yang masih dapat dilakukan

12
d. Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit teraba
hangat
e. Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat badan
f. Adanya kelemahan dan keletihan
g. Adanya kejang
h. Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya peningkatan
kalium, jumlah cairan cerebrospiral meningkat dan berwarna kuning
Riwayat Psikososial atau Perkembangan
a. Tingkat perkembangan anak terganggu
b. Adanya kekerasan penggunaan obat – obatan seperti obat penurun
panas
c. Akibat hospitalisasi
d. Penerimaan klien dan keluarga terhadap penyakit
e. Hubungan dengan teman sebaya

Pengetahuan keluarga
a. Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang
b. Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam
c. Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh
d. Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya
Pemeriksaan Penunjang (yang dilakukan) :
a. Fungsi lumbal
b. Laboratorium : pemeriksaan darah rutin, kultur urin dan kultur darah
c. Bila perlu : CT-scan dan EEG

Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi Berhubungan dengan proses penyakit


2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kerusakan sel neuron otak
3. Resiko tinggi cedra berhubungan dengan spasme otot ektermitas
4. Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh
5. Kurang pengetahuan keluarga tentang cara penanganan kejang berhubungan
dengan kurangnya informasi.
6. Pola nafas tidak efektif

13
Rencana Keperawatan
No Dx Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1. Hipertermi Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor suhu tubuh sesering mungkin
berhubungan keperawatan selama 2x24 2. Monitor warna kulit
dengan proses jam diharapkan tidak terjadi 3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
infeksi hipertermi atau
4. Monitor penurunan tingkat kesadaran
peningkatan suhu tubuh
5. Tingkatkan sirkulasi udara dengan
dengan kriteria hasil:
membatasi pengunjung
a. Suhu tubuh dalam
6. Berikan cairan dan elektrolit sesuai
rentan normal (36,5-
37oC) kebutuhan
b. Nadi dalam rentan 7. Menganjurkan menggunakan pakaian
normal 80-120x/menit yang tipis dan menyerap keringat
c. RR dalam rentan 8. Berikan edukasi pada keluarga tentang
normal 18-24x/menit kompres hangat dilanjutkan dengan
d. Tidak ada perubahan kompres dingin saat anak demam
warna kulit dan tidak
9. Kolaborasi dengan dokter dalam
ada pusing.
pemberian obat penurun panas
2. Gangguan perfusi Setelah diberikan asuhan 1. Monitor TD, nadi, suhu dan RR
jaringan cerebral keperawatan selama 2x24 2. Catat adanya penginkatan TD
berhubungan jam diharapkan pasien 3. Monitor jumlah dan irama jantung
dengan kerusakan tampak tidak lemah, tidak
4. Monitor tingkat kesadaran
neuromuskular otak pucat, kulit tidak kebiruan
5. Monitor GCS
dengan kriteria hasil:
a. TD sistole dan diastole
dalam batas normal 80-
100/60 mmHg
b. RR normal 20-30
x/menit
c. Nadi normal 80-90
x/menit
d. Suhu normal 36-37
derajat celcius
e. GCS 456
3. Resiko tinggi cedra Setelah dilakukan tindakan 1. Sediakan lingkungan yang aman
berhubungan keperawatan selama 2x24 untuk pasien
dengan spasme jam diharapkan masalah 2. Identifikasi kebutuhan dan
otot ekstermitas tidak menjadi aktual
keamanan pasien

14
dengan kriteria hasil: 3. Menghindarkan lingkungan yang
a. Tidak terjadi kejang berbahaya
b. Tidak terjadi cedra 4. Memasang side rail tempat tidur
5. Menyediakan tempat tidur yang
nyaman dan bersih
6. Membatasi pengunjung
7. Memberikan penerangan yang
cukup
8. Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien
9. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
10. Edukasi tentang penyakit kepada
keluarga.
4. Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan askep 3x 1. Batasi pengunjung
penurunan imunitas 24 jam infeksi terkontrol, 2. Bersihkan lingkungan pasien secara
tubuh status imun adekuat benar setiap setelah digunakan pasien
KRITERIA HASIL :
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
a. Bebas dari tanda
merawat pasien, dan ajari cuci tangan
dangejala infeksi.
yang benar
b. Keluarga tahu tanda-
4. Anjurkan pada keluarga untuk selalu
tanda infeksi.
c. Angka leukosit normal menjaga kebersihan klien
(9000– 12.000/mm3) 5. Tingkatkan masukkan gizi yang cukup
6. Tingkatkan masukan cairan yang
cukup
7. Anjurkan istirahat
8. Ajari keluarga cara
menghindari infeksi serta tentang tanda
dan gejala infeksi dan segera untuk
melaporkan keperawat kesehatan
9. Pastikan penanganan aseptic semua
daerah IV (intra vena)
10. Kolaborasi dalam pemberian therapi
antibiotik yang sesuai, dan anjurkan
untuk minum obat sesuai aturan.
.

15
5. Setelah di lakukan tindakan
keperawatan selama 2x24
jam keluarga mengerti
maksud dan tujuan
dilakukan tindakan
perawatan selama kejang.
kriteria hasil :
i. Keluarga
mengerti cara 1. Informasi keluarga tentang kejadian
penanganan kejang dan dampak masalah, serta
kejang dengan beritahukan cara perawatan dan
ii. Keluarga tanggap pengobatan yang benar.
Kurangnya dan dapat 2. Informasikan juga tentang bahaya yang
pengetahuan melaksanakan
dapat terjadi akibat pertolongan yang
keluarga tentang peawatan kejang.
salah.
penanganan iii. Keluarga
3. Ajarkan kepada keluarga untuk
penderita selama mengerti
memantau perkembangan yang terjadi
kejang penyebab tanda
berhubungan yang dapat akibat kejang.
dengan kurangnya menimbulkan 4. Kaji kemampuan keluarga terhadap
informasi. kejang. penanganan kejang.
6 Respiratori status : Airway management
Pola Nafas tidak ef
ektif Ventilation  Buka jalan nafas, guanakan

Definisi : Respiratori status : Airway teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

Pertukaran patency  Posisikan pasien untuk memaksimalkan

udarainspirasi Vital sign status ventilasi

dan/atau Kriteria Hasil :  Identifikasi pasien perlunnyaa

ekspirasitidak  Mendemonstrasikan b pemasangan alat jalan nafas buatan

adekuat atuk efektif dan  Pasang mayo bila perlua


Batasan suara nafas yang  Lakukan fisioterpi dada
karakteristik : bersih, tidak ada jika perlu

 Penurunan sianosis dan dispneu  K e l u a r k a n s e k r e t d e n g a n batuk


tekananinspirasi (mampu mengeluarkan atau suction
/ekspirasi sputum, mampu  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
 Penurunan bernafas dengan tambahan
pertukaranudar mudah  Lakukan suction pada mayo
a per menit Tidak adapursed lip)  B e r i k a n b r o n k o d i l a t o r b i l a perlu
 Menggunakan  Menunjukkan jalan  B e r i k a n p e l e m b a b u d a r a "assa
ototpernafasan nafas yang paten basah NaCl lembab
tambahan klien tidak merasa  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan

16
 Nasal flaring tercekik- irama nafas- keseimbangan.
 Dyspnea frekuensi pernafasan  Monitor respirasi dan status72
 Orthopnea dalam rentang normal- Terapi Oksigen
 Perubahan tidak adasuara nafasa  Bersihkan mulut- hidung dan secret trakea
penyimpangan bnormal)  Pertahankan jalan nafas
dada  Tanda-tanda vital yang paten
 Nafas pendek dalam rentang normal  Atur peralatan oksigenasi
 Assumption of (tekanan darah- nadi-  Monitor aliran oksigen
3-point position pernafasan)  Pertahankan posisi pasien
 Pernafasan  Observasi adanya tandat
pursed-lip anda hipoventilasi
 Tahap  Monitor adanya kecemasanpasien
ekspirasiberlan terhadap oksigenasi
gsung sangat Vital sign Monitoring
lama  Monitor TD,nadi, suhu dan RR
 Peningkatan  Ca t a t a d a n n y a f l u k t u a s i tekanan
diameter darah
anterior-  Monitor VS saat pasienberbaring,
posterior duduk atau berdiri
 Pernafasan  Auskultasi TD pada kedua lengan dan
rata=rata/minim bandingkan
al  Mo n i t o r T D , n a d i , R R ,
 Bayi : <25 atau sebelum- selama- dan setelah
>60 aktivitas
 Usia 1-4 : <20  Monitor kualitas dari nadi
atau >30  Mo n i t o r f r e k u e n s i d a n irama
 Usia 5-14 : <14 pernapasan
atau >25  Monitor suara paru
 Usia >14 : <11  Monitor pola pernapasanabnormal
atau >24  Monitor suhu, warna dan kelembaban
 Kedalaman kulit
pernafasan  Monitor sianosis perifer
 Dewasa volume  Monitor adanya cushing
tidalnya 500ml triad (tekanan nadi yang melebar,
saat istirahat bradikardi, peningkatan sistolik)
 Bayi volume  Identifikasi penyebab dari perubahan
tidalnya 6- vital sign
8ml/Kg
 Timing rasio

17
 Penurunan
kapasitas vital
Faktor yang
berhubungan:
 Hiperventilasi
 Deformitas
tulang
 Kelainan bentuk
dindingdada
 Penurunanener
gi/kelelahan
 Perusakan/pele
mahan
muskulo-
skeletal
 Obesitas
 Posisi tubuh
 Kelelahan otot
pernafasan
 Hipoventilasi
sindrom
 Nyeri
 Kecemasan
 Disfungsi
Neuromuskuler
 Kerusakanpers
epsi/kognitif
 Perlukaan pada
jaringan saraf
tulang belakang
 Imaturitas
Neurologis

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kejang demam adalah suatu keadaan dimana bangkitan kejang yang terjadi
karena peningkatan suhu tubuh (suhu rectal > 380 C yang sering di jumpai pada
usia anak dibawah lima tahun.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang sering dijumpai pada
saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat.
Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk
beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak
responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan tampak
lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal kembali.
Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi
selama lebih dari 15 menit.
Oleh karena itu, sangat penting bagi para orang tua untuk melakukan
pemeriksaan sedini mungkin pada anaknya agar hal-hal yang tidak di inginkan
dapat diketahui secara dini sehingga kejang demam dapat dicegah sedini mungkin

B. Saran
1. Untuk mahasiswa
Mahasiswa harus lebih memperdalam ilmu pengetahuan serta keterampilan
dengan cara terus membaca dan berlatih agar kualitas asuhan yang diberikan
pada klien lebih baik.
2. Untuk Pihak Akademik
Pihak Akademik diharapkan dapat menyediakan buku sumber yang lebih
lengkap untuk mempermudah mahasiswa mencari literatur yang diperlukan
dalam meningkatkan ilmu pengetahuannya.terutama buku sumber yang
berkaitan dengan kasus kejang demam.

19

Anda mungkin juga menyukai