Anda di halaman 1dari 25

STROKE HEMORAGIK

Oleh :
Indria Widya Ardi (11194561920015)
Muhammad Faisal (11194561920023)
Rahayu Ramadhani (11194561920027)
Srimartiwi (11194561920023)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Stroke suatu sindrom klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak secara
akut dan dapat menimbulkan kematian (World Health Organization [WHO], 2014).
Stroke terjadi akibat pembuluh darah yang membawa darah dan oksigen ke otak
mengalami penyumbatan dan ruptur, kekurangan oksigen menyebabkan fungsi control
gerakan tubuh yang dikendalikan oleh otak tidak berfungsi (American Heart Association
[AHA], 2015) Stroke di bagi menjadi 2 berdasarkan penyebabnya, yaitu : 1) Stroke
hemoragi Merupakan stroke yang disebabkan oleh perdarahan intra serebral atau
perdarahan subarakhniod karena pecahnya pembuluh darah otak pada area tertentu
sehingga darah memenuhi jaringan otak (AHA, 2015). Stroke Iskemik Merupakan stroke
yang disebabkan oleh suatu gangguan peredaran darah otak berupa obstruksi atau
sumbatan yang menyebabkan hipoksia pada otak dan tidak terjadi perdarahan (AHA,
2015).
Menurut data World Health Organization (WHO, 2016) stroke merupakan
penyebab kedua kematian terbanyak dan penyebab keenam yang paling umum dari
cacat. Sekitar 15 juta orang menderita stroke yang pertama kali setiap tahun, dengan
sepertiga dari kasus ini atau sekitar 6,6 juta mengakibatkan kematian (3,5 juta
perempuan dan 3,1 juta laki-laki). Diperkirakan, lebih dari 74.040 warga Aceh dari total
4,9 juta jiwa mengalami stroke, Kasus ini merupakan ketiga terbesar di Indonesia. Fakta
itu terungkap dalam seminar nasionalkeperawatan yang mengangkat tema ‘Neurologi
Update and Best Clinical Practice 0f Stroke Care’,(Balai Asuhan Keperawatan Edwcare
dan DPW PPNI Aceh, 2015).
Faktor risiko penyebab stroke antara lain seperti hipertensi (penyakit darah
tinggi), kolesterol, aterosklerosis, gangguan jantung, penyakit kencing manis (diabetes)
(Irianto, 2014). Hipertensi menjadi penyebab yang paling sering terjadi pada pasien
stroke. Hipertensi dapat menyebabkan perubahan patologis baik dalam pembuluh darah
kecil maupun besar, salah satunya arteri basilaris ke otak. Pembuluh verifer dapat
menjadi sklerosis, berkelok , lemah, luminanya sempit sehingga aliran darah ke otak
menjadi berkurang. Jika kerusakan berlanjut dapat menyebabkan pembuluh besar
menjadi perdarahan, yang menyebabkan infark jaringan (Black, Hawks 2014).
Menurut WHO (2016) Dari 33 juta penderita stroke di dunia, lebih dari 12 juta
yang tersisa dengan cacat.Untuk mencegah hal tersebut maka perawat harus
memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh. Tindakan yang dapat dilakukan
oleh perawat kepada pasien stroke dengan hambatan mobilitas fisik diantaranya adalah
dengan latihan mobilisasi, tirah baring setiap 2 jam sekali tindakan ini sangat efektif
untuk mencegah terjadinya kekakuan pada otot, memberikan pendidikan kesehatan
kepada keluarga maupun pasien tentang tujuan peningkatan mobilitas fisik.
Untuk mengurangi jumlah pasien dengan stroke berulang, penting bagi pasien
untuk tidak hanya memahami pentingnya proses rehabilitasi saja tetapi juga memahami
pentingnya pengendalian faktor resiko (Fukuoka et al., 2015).

B. Rumusan masalah
1. Bagaiamana Penatalaksaaan pasien Stroke Hemoragik ketika masuk ICU ?
2. Apa saya yang harus di motoring pada pasien Stroke Hemoragik baik ketika di
operasi dan tidak dioperasi ?
3. Bagaimana manajemen keperawatan pada pasien Stroke Hemoragik ?
4. Terapi apa saya yang dilakukan kepada pasien Stoke Hemoragik
5. Bagaimana tindakan keperawatan pada pasien Stoke Hemoragik ketika di ICU ?
6. Apa saya komplikasi kepada pasien Stoke Hemoragik ketika di ICU ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan dalam makalah ini untuk melakukan telaah dan penanganan pada pasien
Stoke Hemoragik
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui Penatalaksaaan pasien Stroke Hemoragik
b. Mengetahui apa saya yang harus dimonitoring ketika dioperasi dan tidak di
operasi pada pasien Stroke Hemoragik
c. Mengetaui manajemen keperawatan pada pasien Stroke Hemoragik
d. Mengetahui terapi apa saya yang diberikan kepada pasien Stroke Hermoragik
e. Mengertahu komplikasi apa saya yang terjadi pada pasien Stoke Hemoragik
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Definisi Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara
mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan
tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam,
disebabkan oleh terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan (stroke
hemoragik) ataupun sumbatan (stroke iskemik) dengan gejala dan tanda sesuai bagian
otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian
(Junaidi, 2015).
Stroke diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik. Kurang
lebih 83% dari seluruh kejadian stroke berupa stroke iskemik, dan kurang lebih 51%
stroke disebabkan oleh trombosis arteri, yaitu pembentukan bekuan darah dalam arteri
serebral akibat proses aterosklerosis. Trombosis dibedakan menjadi dua subkategori,
yaitu trombosis pada arteri besar (meliputi arteri karotis, serebri media dan basilaris),
dan trombosis pada arteri kecil. Tiga puluh persen stroke disebabkan trombosis arteri
besar, sedangkan 20% stroke disebabkan trombosis cabang-cabang arteri kecil yang
masuk ke dalam korteks serebri (misalnya arteri lentikulostriata, basilaris penetran,
medularis) dan yang menyebabkan stroke trombosis adalah tipe lakuner. Kurang lebih
32% stroke disebabkan oleh emboli, yaitu tertutupnya arteri oleh bekuan darah yang
lepas dari tempat lain di sirkulasi. Stroke perdarahan frekuensinya sekitar 20% dari
seluruh kejadian stroke (Washington University, 2015)
Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah perdarahan yang tidak
terkontrol di otak. Perdarahan tersebut dapat mengenai dan membunuh sel otak, sekitar
20% stroke adalah stroke hemoragik. Jenis perdarahan (stroke hemoragik), disebabkan
pecahnya pembuluh darah otak, baik intrakranial maupun subarakhnoid. Pada
perdarahan intrakranial, pecahnya pembuluh darah otak dapat karena berry aneurysm
akibat hipertensi tak terkontrol yang mengubah morfologi arteriol otak atau pecahnya
pembuluh darah otak karena kelainan kongenital pada pembuluh darah otak tersebut.
Perdarahan subarakhnoid disebabkan pecahnya aneurysma congenital pembuluh arteri
otak di ruang subarakhnoidal (Misbach, 2017).

B. ETIOLOGI
Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:
1. Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
2. Ruptur kantung aneurisma
3. Ruptur malformasi arteri dan vena
4. Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
5. Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi hati,
komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
6. Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
7. Septik embolisme, myotik aneurisma
8. Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
9. Amiloidosis arteri
10. Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral, dan
acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.
C. EPIDEMIOLOGI
Stroke penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit jantung koroner dan
kanker baik di negara maju maupun negara berkembang. Satu dari 10 kematian
disebabkan oleh stroke (American Heart Association, 2014; Stroke forum, 2015). Secara
global, 15 juta orang terserang stroke setiap tahunnya, satu pertiga meninggal dan
sisanya mengalami kecacatan permanen (Stroke forum, 2015). Stroke merupakan
penyebab utama kecacatan yang dapat dicegah (Ralph et all, 2014).
Data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memperlihatkan bahwa
stroke merupakan penyebab kematian nomor satu pada pasien yang dirawat di rumah
sakit. Menurut Yayasan Stroke Indonesia, setiap tahun diperkirakan 500.000 penduduk
mengalami serangan stroke dan 25% di antaranya (125.000 penduduk) meninggal,
sisanya mengalami cacat ringan maupun berat. Di Indonesia, kecenderungan prevalensi
stroke per 1000 orang mencapai 12,1 dan setiap 7 orang yang meninggal, 1 diantaranya
terkena stroke (Depkes, 2014).
Pada suatu survei di RS Vermont, stroke pada usia muda merupakan 8,5% dari
seluruh pasien rawat; stroke perdarahan intraserebral didapatkan pada 41% pasien,
dengan penyebab tersering adalah aneurisma, AVM (arteriovenous malformation),
hipertensi, dan tumor. Perdarahan subaraknoid didapatkan pada 17% pasien, dan
stroke iskemik terjadi pada 42% pasien. Angka kejadian stroke iskemik pada usia di
bawah 45 tahun hanya sekitar 5% dari seluruh kejadian dari stroke iskemik (Primara &
Amalia, 2015).

D. FATOFISIOLOGI
Perdarahan pada otak dapat dengan cepat menimbulkan gejala neurologi karena
tekanan pada struktur-struktur saraf di dalam tengkorak. Iskemia adalah konsekuensi
sekunder dari Tabel 2.1. Hunt and Hess Scale Sumber : Machfoed, 2011 perdarahan
baik yang spontan maupun traumatik. Mekanisme terjadinya iskemia tersebut ada dua:
(1) tekanan pada pembuluh darah akibat ekstravasasi darah ke dalam tengkorak yang
volumenya tetap dan (2) vasospasme reaktif pembuluh-pembuluh darah yang terpajan
ke daerah bebas di dalam ruang antara lapisan araknoid dan piameter meningen.
Biasanya stroke hemoragi secara cepat menyebabkan kerusakan fungsi otak dan
kehilangan kesadaran. Apabila perdarahan berlangsung lambat, pasien kemungkinan
mengalami nyeri hebat, yang merupakan gejala khas perdarahan subaraknoid (Price,
2016).
Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling sering
terjadi akibat cedera vaskuler yang dipicu oleh hipertensi dan rupture salah satu arteri
kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak. Apabila perdarahan terjadi pada
individu yang tidak mengidap hipertensi, diperlukan pemeriksaanpemeriksaan untuk
mengetahui kausa lain seperti gangguan perdarahan, malformasi arteriovena, dan tumor
yang menyebabkan erosi. Lokasi perdarahan intraserebrum yang berdekatan dengan
basal ganglia dan kapsula interna sering menerima beban terbesar tekanan dan iskemia
yang disebabkan oleh stroke tipe ini. Mengingat bahwa basal ganglia memodulasi fungsi
motorik volunter dan bahwa semua serat saraf aferen dan eferen di separuh korteks
mengalami pemadatan untuk masuk dan keluar dari kapsula interna, maka dapat dilihat
bahwa stroke di salah satu bagian ini menimbulkan defisit neurologi fokal yang cepat
dan memburuk secara progresif dalam bebrapa menit sampai kurang dari 2 jam.
Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas
pertama pada keterlibatan kapsula interna (Price, 2016).
Perdarahan subaraknoid memiliki dua penyebab utama: ruptur aneurisma
vaskular dan trauma kepala. Perdarahan dapat massif dan extravasasi darah ke dalam
ruang subaraknoid lapisan meningen dapat berlangsung cepat. Penyebab perdarahan
subaraknoid yang lebih jarang adalah malformasi arterionvena (MAV), yaitu jaringan
kapiler yang mengalami malformasi kongenital. Pada MAV pembuluh melebar sehingga
darah mengalir di antara arteri bertekanan tinggi dan sistem vena bertekanan rendah,
akhirnya dinding venula melemah dan darah dapat keluar dengan cepat ke jaringan
otak. Pada sebagian besar pasien, perdarahan terutama terjadi di intra parenkim
dengan perembasan ke dalam ruang subaraknoid. Efek spesifik stroke sangat
tergantung bagian mana dari otak yang mengalami kekurangan oksigen. Jika aliran
darah yang terputus adalah yang menuju bagian otak yang mengatur saraf bicara,
stroke akan menyebabkan penderita tidak bisa berbicara atau pengucapan yang tidak
jelas. Kesulitan dalam mengekspresikan dalam perkataan ataupun tulisan, gangguan
dalam mengerti inti percakapan. Jika stroke merusak bagian otak yang mengatur
kemampuan gerak, penderita akan mengalami kesulitan dalam berjalan, menggerakkan
tangan. Biasanya terjadi pada salah satu sisi tubuh, kiri atau kanan. Selain masalah
fisik, stroke memberi efek pada psikologi, orang yang mengalami stroke lebih mudah
depresi, marah, frustasi karena sulitnya untuk melakukan tugas dimana sebelum stroke
semuanya sudah berjalan dengan normal dan otomatis (Muttaqin, 2015).
E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Machfoed (2015), pada perdarahan intraserebral yang akut dijumpai :
1. Onset akut dari defisit neurologi fokal yang memberat sampai koma dalam menit
sampai jam.
2. Nyeri kepala, mual, muntah.
3. Pada non-hipertensi terdapat anamnesa demensia pada usia tua curiga factor CAA
4. Riwayat penggunaan obat antikoagulan atau trombolitik
5. Riwayat kejang ataupun bruit kranial curiga adanya suatu sebab malformasi
vaskular.
6. Terasa semutan/seperti terbakar
7. Lumpuh/kelemahan separuh badan kanan/kiri (Hemiparesis)
8. Kesulitan menelan, sering tersedak d) Mulut mencong dan sulit untuk bicara
9. Suara pelo, cadel (Disartia) 20
10. Bicara tidak lancar, kurang ucapan atau kesulitan memahami (Afasia)
11. Kepala pusing atau sakit kepala secara mendadak tanpa diketahui sebabnya
12. Gangguan penglihatan
13. Gerakan tidak terkontrol
14. Bingung/konfulsi, delirium, letargi, stupor atau koma
F. PROGNOSIS
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasiserta ukuran
dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan
prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi.Apabila terdapat volume
darah yang besar dan pertumbuhan dari volumehematoma, prognosis biasanya buruk
dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi.
Adanya darah dalam ventrikel bisameningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien
yang menggunakanantikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan
intraserebral jugamemiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang
tinggi.
G. KOMPLIKASI
Menurut Junaidi (2011) komplikasi yang sering terjadi pada pasien stroke yaitu:

1. Infark Serebri
2. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif
3. Fistula caroticocavernosum
4. Epistaksis
5. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Machfoed (2016), pemeriksaan diagnostik untuk stroke hemoragi adalah:
1. Tes laboratorium : tes faal koagulasi, darah lengkap.
2. Pemeriksaa CT Scan kepala harus segera (kurang dari 12 jam) dilakukan pada
kasus dugaan perdarahan subaraknoid. Bila hasil CT Scan tidak menunjukan
adanya perdarahan subaraknoid, maka langsung dilanjutkan dengan tindakan
pungsi lumbal untuk menganalisa hasil cairan serebrospinal dalam kurun waktu 12
jam. Kemudian dilanjutkan pemeriksaan spektrofotometri cairan serebrospinal untuk
mendeteksi adanya xanthochromia.
3. Pemeriksaan angiografi selektif dilakukan pada penderita perdarahan subaraknoid
untuk mengetahui adanya gambaran aneurisma. Angiografi dan venografi :
dilakukan pada perdarahan intraserebral di usia muda
4. Pemeriksaan MRA dan CT Angiografi hanya dilakukan bila angiografi konvensional
tidak dapat dilakukan. Pemeriksaan MRI tidak dianjurkan untuk mendeteksi
perdarahan subaraknoid.
I. PENATALALAKSANAAN MEDIS
1. Secepatnya pada terapeutik window (waktu dari serangan hingga
mendapatkan pengobatan maksimal). Therapeutik window ini ada 3 konsensus:
a. Konsensus amerika : 6 jam
b. Konsensus eropa: 1,5 jam
c. Konsensus asia: 12 jam
Prinsip pengobatan pada therapeutic window:
a. Jaringan penubra ada aliran lagi sehingga jaringan penubra tidak
menjadi iskhemik.
b. Meminimalisir jaringan iskhemik yang terjadi.
2. Terapi umum
Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor–faktor kritis sebagai berikut
:
a. Menstabilkan tanda –tanda vital
1) Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang
dalam , O2, trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila batang otak
terkena)
2) Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing –masing individu ;
termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun hipertensi.
b. Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung
c. Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal;
cara ini telah diganti dengan kateterisasi “keluar–masuk” setiap 4 sampai 6 jam.
d. Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :
1) penderita harus dibalik setiap jam dan latihangerakan pasif setiap 2 jam dalam
beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh
sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan
pada daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur (terutama pada bahu,
siku dan mata kaki)
3. Terapi khusus
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan
neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin,
tPA.
a. Pentoxifilin
Mempunyai 3 cara kerja:
Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus
Meningkatkan deformalitas eritrosit
Memperbaiki sirkulasi intraselebral
b. Neuroprotektan
1) Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: notropil
Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogen
2) Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke dalam
sel, ex.nimotup
Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel dan memperbaiki
perfusi jaringan otak
3) Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin
Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan generasi
radikal bebas dan biosintesa lesitin Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan
4. Pengobatan konservatif
Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak (ADO),
tetapi belum terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator yang efektif untuk
pembuluh di tempat lain ternyata sedikit sekali efeknya bahkan tidak ada efek
sama sekali pada pembuluh darah serebral, terutama bila diberikan secara
oral (asam nikotinat, tolazolin, papaverin dan sebagainya), berdasarkan uji klinis
ternyata pengobatan berikut ini masih berguna : histamin, aminofilin, asetazolamid,
papaverin intraarteri.
5. Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah
otak. Penderita yang menjalani tindakan ini sering kali juga menderita beberapa
penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas.
Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan
kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
B. Pengkajian
1. Riwayat penyakit
1. Riwayat penyakit sekarang
2. Riwayar penyakit dahulu
3. Diagnose Medis
2. Secondary Survey
1. B1 (Breath)
Adanya peningkatan irama pernafasan pola napas tidak teratur dan sesak
napas terjadi karena pendarah mendesak otak sehingga hermiasi dan kompresi
medulla oblongata. Bentuk dada dan suara napas kliennormal tidak menunjukkan
batuk adanya retraksi otot bantu napasan biasanya memerlukan alat bantu
pernapasan dengan kadar oksigen 2 LP
2. B2 (Blood)
Sesak ruang intrakranial akan menjelaskan peningkatan tekanan intrakranial
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Selain itu terjadi
ketidakteraturan irama jantung girreguler dan bradikardi. Klien tidak mengeluhkan
nyeri dada bunyi jantung normal akral hangat nadi bradikardi.
3. B3 (Brain)
Dilakukan dengan pengkajian 12 saraf cranial:
Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis
dengan lesi
I: Olfaktorius Penciuman Anosmia (hilangnya
daya penghidu)
II: Optikus Penglihatan Amaurosis
III: Okulomotorius Gerak mata, kontriksi Diplopia (penglihatan
pupil, akomodasi kembar), ptosis;
midriasis; hilangnya
akomodasi
IV: Troklearis Gerak mata Diplopia
V: Trigeminus Sensasi umum wajah, ”mati rasa” pada
kulit kepala, dan gigi; wajah; kelemahan
gerak mengunyah otot rahang
VI: Abdusen Gerak mata Diplopia
VII: Fasialis Pengecapan; sensasi Hilangnya
umum pada platum kemampuan
dan telinga luar; mengecap pada
sekresi kelenjar duapertiga anterior
lakrimalis, lidah; mulut kering;
submandibula dan hilangnya lakrimasi;
sublingual; ekspresi paralisis otot wajah
wajah
Nervus kranial Pendengaran; Tuli;
keseimbangan tinitus(berdenging
terus menerus);
vertigo;nistagmus
I: Olfaktorius Pengecapan; sensasi Hilangnya daya
umum pada faring dan pengecapan pada
telinga; mengangkat sepertiga posterior
palatum; sekresi lidah; anestesi pada
kelenjar parotis faring; mulut kering
sebagian
II: Optikus Pengecapan; sensasi Disfagia (gangguan
umum pada faring, menelan) suara
laring dan telinga; parau; paralisis
menelan; fonasi; palatum
parasimpatis untuk
jantung dan visera
abdomen
III: Okulomotorius Fonasi; gerakan Suara parau;
kepala; leher dan kelemahan otot
bahu kepala, leher dan
bahu
IV: Troklearis Gerak lidah Kelemahan dan
pelayuan lidah

4. B4 (Bowel)
Gangguan kontrol sfinter urine kebersihan bersih bentuk alat kelamin normal
uretra normal produksi urin normal
5. B5 (Bladder)
Mual dan muntah terjadi akibat peningkatan tekanan intracranial sehingga
menekan pusat muntah pada otak. Gejala mual dan muntah ini biasanya akan
diikuti dengan penurunan nafsu makan pada pasien. Kondisi mulut bersih dan
mukosa lembab.
6. B6 (Bone)
Keterbatasan pergerakan anggota gerak karena kelemahan bahkan
kelumpuhan. Kemampuan pergerakan sendi bebas kondisi tubuh kelelahan.
J. MASALAH YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik: cerebral) berhubungan dengan penurunan
suplai O2 ke otak akibat pendarahan intracerebral,
2. defisit perawatan diri:makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan
neurovaskuler,
3. kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler,
4. resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik dan perubahan
sirkulasi,
5. resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
6. resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran,
7. pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
K. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnose NOC NIC
Perfusi jaringan Seielah dilakukan 1. Monitor statsrespirasi.
tidak efektif tindakankeperawatan 2. Monitoringneurologi
(spesifik: selam 45menit diharapkan 3. Monitor
cerebral) masalahkeperawatan ukuran,kesimetrisan
berhubungan dapat teratasidengan danreaksi pupil.
dengan kriteria hasil : 4. Monitor
penurunan 1. Respon motorik tingkatkesadaran.
suplai O2 ke terhadap styiulus baik 5. Monitor
otak akibat 2. Verbalisasi baik. tingkatorientasi.
pendarahan 3. Orientasi baik 6. Monitor trend GCS
intracerebral, 4. Menuruti perintah 7. Monitor vital sign
defisit Setelah dilakukan Self Care Assistence
perawatan diri: tindakan keperawatan 1. Bantu ADL klien selagi
makan, mandi, selama 2x24 jam, klien klien belum mampu
berpakaian, mampu melakukan mandiri
toileting perawatan diri mandiri. 2. Pahami semua
berhubungan Self Care : Activities kebutuhan ADL klien
kerusakan Daily Living (ADL) 3. Pahami bahasa-
neurovaskuler, Kriteria : bahasa atau
1. Makan : 5 pengungkapan non
2. Berpakaian : 5 verbal klien akan
3. Toileting : 5 kebutuhan ADL
4. Mandi : 5 4. Libatkan klien dalam
5. Berhias : 5 pemenuhan ADLnya
6. Higiene : 5 5. Libatkan orang yang
7. Kebersihan mulut : 5 berarti dan layanan
8. Ambulasi : kursi roda : pendukung bila
5 dibutuhkan
9. Ambulasi : berjalan : 5 6. Gunakan sumber-
10. Berpindah : 5 sumber atau fasilitas
yang ada untuk
Keterangan : mendukung self care
1 : Tergentung, tidak ada 7. Ajari klien untuk
partisipasi melakukan self care
2 : Memerlukan bantuan secara bertahap
orang dan alat 8. Ajarkan penggunaan
3 : Memerlukan bantuan modalitas terapi dan
orang bantuan mobilisasi
4 : Tidak tergantung, secara aman (lakukan
dengan bantuan alat supervisi agar
5 : Tidak tergantung keamnanannya
sempurna/mandiri terjamin)
9. Evaluasi kemampuan
klien untuk melakukan
self care di RS
10. Beri reinforcement
atas upaya dan
keberhasilan dalam
melakukan self care
kerusakan NOC : NIC :
mobilitas fisik 1. Joint Movement : Exercise therapy :
berhubungan Active ambulation
dengan 2. Mobility Level 1. Monitoring vital sign
kerusakan 3. Self care : ADLs sebelm/sesudah
neurovaskuler, 4. Transfer performance latihan dan lihat respon
Kriteria Hasil : pasien saat latihan
1. Klien meningkat dalam 2. Konsultasikan dengan
aktivitas fisik terapi fisik tentang
2. Mengerti tujuan dari rencana ambulasi
peningkatan mobilitas sesuai dengan
3. Memverbalisasikan kebutuhan
perasaan dalam 3. Bantu klien untuk
meningkatkan menggunakan tongkat
kekuatan dan saat berjalan dan
kemampuan berpindah cegah terhadap cedera
4. Memperagakan 4. Ajarkan pasien atau
penggunaan alat Bantu tenaga kesehatan lain
untuk mobilisasi tentang teknik
(walker) ambulasi
5. Kaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi
6. Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
7. Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
8. Berikan alat Bantu jika
klien memerlukan.
9. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
resiko NOC : NIC : Pressure
kerusakan Tissue Integrity : Skin and Management
integritas kulit Mucous Membranes 1. Anjurkan pasien untuk
berhubungan Kriteria Hasil : menggunakan pakaian
dengan 1. Integritas kulit yang yang longgar
immobilisasi baik bisa 2. Hindari kerutan padaa
fisik dan dipertahankan tempat tidur
perubahan (sensasi, elastisitas, 3. Jaga kebersihan kulit
sirkulasi, temperatur, hidrasi, agar tetap bersih dan
pigmentasi) kering
2. Tidak ada luka/lesi 4. Mobilisasi pasien (ubah
pada kulit posisi pasien) setiap
3. Perfusi jaringan baik dua jam sekali
4. Menunjukkan 5. Monitor kulit akan
pemahaman dalam adanya kemerahan
proses perbaikan kulit 6. Oleskan lotion atau
dan mencegah minyak/baby oil pada
terjadinya sedera derah yang tertekan
berulang 7. Monitor aktivitas dan
5. Mampu melindungi mobilisasi pasien
kulit dan 8. Monitor status nutrisi
mempertahankan pasien
kelembaban kulit dan
perawatan alami

resiko aspirasi NOC : NIC:


berhubungan 1. Respiratory Status : Aspiration precaution
dengan Ventilation 1. Monitor tingkat
penurunan 2. Aspiration control kesadaran, reflek batuk
kesadaran 3. Swallowing Status dan kemampuan
Kriteria Hasil : menelan
1. Klien dapat bernafas 2. Monitor status paru
dengan mudah, tidak 3. Pelihara jalan nafas
irama, frekuensi 4. Lakukan suction jika
pernafasan normal diperlukan
2. Pasien mampu 5. Cek nasogastrik
menelan, mengunyah sebelum makan
tanpa terjadi aspirasi, 6. Hindari makan kalau
dan residu masih banyak
mampumelakukan 7. Potong makanan kecil
oral hygiene kecil
3. Jalan nafas paten, 8. Haluskan obat
mudah bernafas, sebelumpemberian
tidak merasa tercekik 9. Naikkan kepala 30-45
dan tidak ada suara derajat setelah makan
nafas abnormal
pola nafas tidak NOC : NIC :
efektif i. Respiratory status : Airway Management
berhubungan Ventilation 1. Buka jalan nafas,
dengan ii. Respiratory status : guanakan teknik chin
penurunan Airway patency lift atau jaw thrust bila
kesadaran. iii. Vital sign Status perlu
Kriteria Hasil : 2. Posisikan pasien
1. Mendemonstrasikan untuk
batuk efektif dan suara memaksimalkan
nafas yang bersih, ventilasi
tidak ada sianosis dan 3. Identifikasi pasien
dyspneu (mampu perlunya
mengeluarkan sputum, pemasangan alat
mampu bernafas
dengan mudah, tidak jalan nafas buatan
ada pursed lips) 4. Pasang mayo bila
2. Menunjukkan jalan perlu
nafas yang paten 5. Lakukan fisioterapi
(klien tidak merasa dada jika perlu
tercekik, irama nafas, 6. Keluarkan sekret
frekuensi pernafasan dengan batuk atau
dalam rentang normal, suction
tidak ada suara nafas 7. Auskultasi suara
abnormal) nafas, catat adanya
3. Tanda Tanda vital suara tambahan
dalam rentang normal 8. Lakukan suction pada
(tekanan darah, nadi, mayo
pernafasan)
9. Berikan bronkodilator
bila perlu
10. Berikan pelembab
udara Kassa basah
NaCl Lembab
11. Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan
status O2

Oxygen Therapy
1. Bersihkan mulut,
hidung dan secret
trakea
2. Pertahankan jalan
nafas yang paten
3. Atur peralatan
oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi
pasien
6. Onservasi adanya
tanda tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2. Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari
nadi
7. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola
pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
11. Monitor sianosis
perifer
12. Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign
BAB III
PEMBAHASAN

A. PENATALAKSANAAN STROKE HEMORAGIK DI ICU


Menurut Aadal et.al. (2015) Pentalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien stroke
hemoragik di ICU yaitu :
1. Posisikan kepala
Pada pasien stroke hemoragik di ICU disarankan untuk memberikan posisi kepala
elevaai 30o selama 30 menit tujuannya agar memperbaiki aliran balik jantung.
Adapun manfaatnya untuk menurunkan tekanan intra kranial, memfasilitasi venous
drainage di kepala, dan rasa nyaman.
2. Pemberian Oksigenasi
Oksigenasi diberikan pada pasien stroke hemoragik dengan tujuan agar pasien
tidak mengalami hipoksia, karena terhambatnya suplai oksigen ke otak. Pemberian
oksigenasi dapat diberikan dengan NRM sebanyak 8 Liter.
3. Manajemen Cairan
Keseimbangan intravaskuler harus selalu dijaga dengan cara hidrasi pemberian
cairan isotonik seperti NacL dan melakukan monitor setiap hari seperti
keseimbangan cairan, berat badan, dan hematokrit.
4. Patenkan jalan nafas
Jalan nafas pada pasien stroke hemoragik akan terjadi penyumbatan, seperti
penumpukan sekret yang disebabkan penurunan kesadaran, serta jatuhnya lidah
kebelakang. Adapun penatalaksanaannya yaitu bisa dilakukan suction dan
pemasangan oroparingeal ariway (OPA).
5. Terapi farmakologi
Terapi farmakologi merupakan penatalaksanaan pada pasien stroke hemoragik
dengan berbagai macam obat yaitu :
a. Obat Anti Hipertensi
Obat anti hipertensi yang sering digunakan yaitu amlodipin, captopril.
b. Diuretik
Furosemid
c. Cairan hipertonis
Manitol
B. MONITOR
1. Menurut Krismayanti M.. (2017) yang harus di monitor pada pasien Stroke
hemoragik setelah operasi yaitu:
a. Memonitor cairan (darah) yang keluar pada drain yang terpasang dikepala, yang
bertujuan untuk mengeluarkan cairan yang ada dikepala, jika masih ada
perdarahan maka akan dilakukan tindakan kembali dan untuk mencegah
peningkatan TIK kembali.
b. Memonitor tingkat kesadaran pasien, perlunya monitoring tingkat kesadaran
pasien stroke hemoragik post operasi untuk menetahui tingkat kesadaran pasien
setelah pemberian sedasi, sehingga dapat melihat keadaan umum pasien
setelah dan sebelum dilakukan operasi,
c. Monitoring TTV selama 1 jam sekali, dapat diketahui bahwa, monitoring TTV
merupakan salah satu hal yang wajib dilakukan untuk mengetahui
perkembanagan pasien apakah membaik maupun kurang membaik,
d. pemantauan input dan output cairan untuk mengetahui jumlah cairan yang telah
masuk dan keluar.
2. Tindakan yang dilakukan pada pasien stroke hemoragik yang tidak dioperasi yaitu :
a. memonitor output cairan setelah dibrikan manitol untuk melihat keluarnya cairan
darah.
b. memonitor tanda-tanda vital untuk mengetahui keadaan umum pasein,
c. memonitor tingkat kesadaran pasien apakah pasien mengalami penurunan
tingkat kesadarannya ataupun pasien membaik.
d. Monitoring TTV selama 1 jam sekali, dapat diketahui bahwa, monitoring TTV
merupakan salah satu hal yang wajib dilakukan untuk mengetahui
perkembanagan pasien apakah membaik maupun kurang membaik,
C. TERAPI MODALITAS
1. Terapi Latihan
Terapi yang dapat dilakukan pada pasien recovery stroke hemoragik yaitu breathing
exercise, posisioning, mobilisasi dini dengan latihan gerak aktif dan pasif, latihan
untuk meningkatkan aktivitas fungsional, selain terapi yang diberikan
oleh terapis , edukasi yang diberikan dapat membantu proses kesembuhan pasien
Setelah dilakukan terapi sebanyak 6 kali berupa latihan. Setelah dilakukan terapi
sebanyak 6 kali didapatkan hasil terdapat peningkatan kekuatan otot dan tonus
otot,tidak timbul pola sinergis, tidak terjadi penumpukan cairan mukus akibat tirah
baring lama, terjadi peningkatan kemampuan fungsional namun pasien masih belum
mampu untuk duduk maupun berdiri secara mandiri.
D. KOMPLIKASI DAN TREATMENT
Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan stroke hemoragik menurut Balami
dkk. (2016) dapat dibagi menjadi komplikasi akut dan komplikasi yang akan muncul
dikemudian hari. Komplikasi tersebut antaralain adalah :
a. komplikasi akut berupa edema serebri, peningkatan TIK dan kemungkinana
herniasi, pneumonia aspirasi dan kejang.
b. Komplikasi postfibrinolitik di sekeliling pusat perdarahan.
c. Komplikasi subakut, yaitu peneumonia, trombosis vena dalam dan emboli pulmonal,
infeksi traktus urinarius, ulkus dekubitus, kontraktur, spasme, masalah sendi dan
malnutrisi
d. Beberapa orang yang selamat dari stroke juga mengalami depresi. Hal ini dapat
diatasi dengan identifikasi dan penanganan dini depresi pada pasien untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita
Adapun treatmen pada beberapa komplikasi khususnya TIK salah satunya adalah
mengurangi volume cairan serebro spinal dengan drainase CSS, menurunkan volume
darah intravaskuler mengurangi cairan interstisial/edema dengan cairan hipertonis serta
pemakaian glukokortikoid (Balami, dkk. 2016).
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Stroke merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak
secara akut dan dapat menimbulkan kematian. Dari keseluruhan kasus stroke,
mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari pada stroke iskemik.
Maka dari itu diperlukannya penanganan yang tepat baik pada saat fase akut maupun
setelah melewati fase akut. Perlunya penanganan agar tidak terjadi komplikasi lebih
lanjut pada saat perawatan intensive dengan terapi yang sesuai.

B. SARAN
Saran yang dapat diberikan dalam penanganan kasus stroke hemoragik yaitu
edukasi pasien dan keluarga bahwa stroke merupakan penyakit yang meburtuhkan
penanganan yang sangat lama untuk memulihkan kiondisi pasien seperti semula,
karena stroke dapat menyebabkan disabilitas permanen.
Saran untuk tenaga kesehatan agar meningkatkan mutu pelayanan stroke
khususnya pada penatalaksanaan kegawat daruratan. Dengan deteksi dini dan
penanganan awal yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Krismayanti, M., 2017, Evaluasi Drug Related Problemspada Pengobatan Pasien Stroke di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2014,Medula1-106

Kemenkes Ri. 2013.Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta:BalitbangKemenkes


Ri

Balami JS, Chen RL, Buchan AM (2016). Stroke syndromes and clinical management. QJ Med,
106(7): 607-15.

Aadal, Lena., et al.(2015). Nursing roles and functions in the inpatient neurorehabilitation of
stroke patients: a literature review. Journal of neuroscience Nursing, 45(3):158-70.

Asuhan Keperawatan Stroke Hemoragic. Diakses pada tanggal 6 Februari 2012


di http://nursingbegin.com/askep-stroke-hemoragik/

Aadal, Lena., et al.(2013). Nursing roles and functions in the inpatient


neurorehabilitation of stroke patients: a literature review. Journal of neuroscience
Nursing, 45(3):158-70

American Heart Association (AHA). (2015). Let’s Talk About Stroke: Fact Sheet.
[Artikel].

Anda mungkin juga menyukai