Anda di halaman 1dari 14

TEMA 1: KONSEP DASAR PAUD DARI PERSPEKTIF PENDIDIKAN

INFORMAL DAN NON FORMAL

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompook


Mata Kuliah Konsep Dasar PAUD

Dosen pengampu :

Sylva Alkornia, S.Pd., M.Pd

Oleh :

Ahmat Jaelani Hidayatullah (170210201038)


Khoirotul Isma Mahbubah (17021020103

PRODI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH


JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii


BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 3
1.3 Tujuan............................................................................................................. 3
1.4 Manfaat........................................................................................................... 3
BAB II. PEMBAHASAN .......................................................................................................... 4
2.1 Aspek-Aspek Pada Perkembangan Anak Usia Dini ...................................... 4
2.2 Bagaimana Peran Orang Tua Sebagai Pendidikan Informal Bagi Anak Usia
Dini 7
2.3 Bagaimana Peran Pendidikan Non Formal Bagi Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) ................................................................................................................... 10
BAB III. PENUTUP................................................................................................................. 11
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 12

i
1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak usia dini merupakan bibit-bibit penerus bangsa yang akan mengelola negara
dikemudian hari. Hal ini dikarenakan setiap anak dalam sebuah negara merupakan salah
satu investasi terbesar yang nantinya diperlukan untuk membantu untuk mewujudkan
cita-cita serta tujuan negara. Dalam dunia pendidikan setiap anak berhak untuk
mendapatkan pendidikan sebagaiman dicantumkan dalam Undang-undang No. 23 tahun
2002 pasal 9 ayat 1 tentang perlindungan anak yang menyatakan setiap anak berhak
memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan
tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
Adapun hal tersebut juga berlaku bagi anak yang masih berusia dini. Pengertian
anak usia dini yang dinyatakan oleh Sujiono (Istiana, 2014) anak usia dini adalah anak
yang baru dilahirkan hingga berusia enam tahun. Sedangkan dari usia Morrison (Widami
& Wijana, 2014) menyatakan bahwa anak usia dini adalah anak yang berada dalam
rentang usia 0 sampai 8 tahun, artinya anak usia dini merupakan anak yang sedang berada
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Oleh karena itu, NAEYC (National
Assosiation Education for Young Child) menetapkan bahwa pendapat Morrison sebagai
standar acuan. Apabila menurut Undang-undang No. 20 tahun 2003 Bab 1 ayat 1 butir 14
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak
sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Jadi, penulis
berkesimpulan bahwa anak usia dini merupakan anak yang berada dalam proses
pembelajaran dengan rentang usia 0 hingga 6 tahun. Hal ini juga mengacu pada proses
belajar anak yang memasuki masa keemasan yang teletak pada rentang usia ini sehingga
pada usia ini anak mudah untuk dikembangkan.
Pada rentang usia 0 sampai 6 tahun merupakan fase penting bagi pertumbuhan anak.
Karena sejak pertama kali dilahirkan otak bayi mengandung 100 miliyar neuron dan satu
2

triliun sel glia yang memiliki fungsi sebagai perekat dan synaps yang kemudian akan
membentuk sambungan antar neuron. Sehingga sambungan inilah yang akan membentuk
pengalaman yang akan dibawa hingga dewasa. Pemantapan sambungan antar neuron
akan terjadi apabila adanya informasi baru yang masuk yang menghasilkan letupan-
letupan listrik. Letupan tersebut akan merangsang bertambahnya produksi myelin
sehingga menumbuhkan lebih banyak denrit-denrit. Pada akhirnya akan semakin banyak
synap yang membantu memperbanyak neuro-neuron yang akan menyatu membentuk
unit. Semakin banyak unit-unit yang terbentuk dari neuron maka juga akan menentukan
kualitas otak. Synap akan bekerja secara cepat memperbanyak neuron-neuron hingga
anak mencapai usia 6 tahun. Sehingga pada masa ini anak memang benar-benar memiliki
potensi yang luar biasa untuk dikembangkan. Oleh karena itu, pada masa keemasan ini
pendidikan anak usia dini perlu untuk diperhatikan dengan optimal (Widami & Wijana,
2014).
Untuk mengoptimalkan pendidikan anak usia dini sejak usia 0 hingga 2 tahun maka
diperlukan peranan keluarga sebagai pelaksana pendidikan informal bagi anak.
Mengingat pada rentang usia tersebut anak lebih sering bersama dengan keluarga dan
keluarga menjadi basis utama untuk mengajarkan berbagai hal tentang keluarga kepada
anak, misalnya mengenai cara untuk berdiri, berjalan, atau merangsang pertumbuhan
anak dengan media-media edukatif.
Sedangkan pada rentang usia 3 hingga 4 tahun anak perlu untuk medapatkan
pendidikan dan pengalaman baru yakni melalui pendidikan non formal seperti Tempat
Penitipan Anak (TPA), atau Kelompok Bermain (KB). Sehingga dengan memanfaatkan
peran dari salah satu program pendidikan non formal anak diharapkan bisa
mengembangkan segi kognitif, afektif, dan psikomotoriknya. Seperti mulai mengenal
teman-teman baru, bermain dengan Alat Permainan Edukatif (APE), berinteraksi dengan
lingkungan. Namun demikian, hal tersebut perlu untuk dibahas lebih lanjut mengenai
konsep dasar Pendidikan Anak Usia Dini dalam perspektif pendidikan informal dan non
formal. Hal-hal tersebut dapat mencangkup aspek-aspek yang dikembangkan pada anak
usia dini, bagaimana peran orang tua sebagai pendidikan informal bagi anak, serta
bagaimana peranan pendidikan non formal bagi anak usia dini. Adapun hal tersebut akan
dipaparkan pada bab selanjutnya.
3

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja yang menjadi aspek-aspek pada perkembangan anak usia dini?
2. Bagaimana peran orang tua sebagai pendidikan informal bagi anak usia dini?
3. Bagaimana peran pendidikan non formal bagi pendidikan anak usia dini (PAUD)?

1.3 Tujuan

Tujuan umum dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana
konsep dasar pendidikan anak usia dini. Sedangakan secara khusus tujuan makalah ini
adalah:
1. Menjelaskan aspek-aspek apa saja yang bisa dikembangkan dan dioptimalkan
pada anak usia dini
2. Menjelaskan peran orang tua sebagai pendidikan informal bagi anak usia dini
3. Menjelaskan bagaimana peran pendidikan non formal untuk mengembangkan
dan mengoptimalkan anak unak usia dini

1.4 Manfaat

Penulisan makalah ini diharapkan mampu untuk memberikan manfaat yang


sebesar-besarnya bagai pembaca, adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Mengetahui aspek-aspek apa saja yang bisa dikembangkan dan dioptimalkan
pada anak usia dini
2. Mengetahui peran orang tua sebagai pendidikan informal bagi anak usia dini
3. Mengetahui bagaimana peran pendidikan non formal untuk mengembangkan
dan mengoptimalkan anak unak usia dini
4

BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Aspek-Aspek Pada Perkembangan Anak Usia Dini

Pendidikan anak usia dini merupakan hal yang sangat krusial karena termasuk
ke dalam investasi masa depan terbesar dari suatu negara. Untuk itu pendidikan anak
usia dini yang memiliki rentang waktu 0 hingga 6 tahun harus dimaksimalkan
seoptimal mungkin karena pada masa itulah potensi anak akan berkembang sangat
luar biasa. Oleh karena itu dalam melakukan pendidikan anak usia dini baik secara
informal, non formal, dan formal harulah memiliki tujuan-tujuan yang harus dicapai
dari pembelajaran.
Dalam penyelenggaraannya pendidikan anak usia dini memiliki beberapa
urgensi tujuan. Secara umum tujuan kegiatan Pendidikan Anak Usia Dini adalah
mengembangkan segala potensi yang ada pada anak sejak usia dini sebagai langkah
persiapan untuk kelangsungan hidup dan penyesuaian diri dengan lingkungan.
Sehingga pengembagan potensi anak tidak hanya bertumpu kepada sisi akademis
melainkan pelatekkan pengembangan terhadap semua potensi anak. Hal ini sesuai
dengan apa yang dikemukakan Gardner dalam teorinya multiple intelegence yang
berisi bahwa seorang anak tidak hanya memiliki satu potensi melainkan lebih. Untuk
itu Gardner mengungkapkan delapan intelegensi yaitu (1) kecerdasa linguistic, (2)
kecerdasan logika-matematika, (3) kecerdasan visual-spasial, (4) kecerdasan
musical, (5) kecerdasan kinestetik, (6) kecerdasan naturalistic, (7) kecerdasan
interpersonal, (8) kecerdasan intrapersonal (Widarmi & Wijana, 2014).
Melihat dari tujuannya yang sangat penting bagi perkembangan anak
pendidikan anak usia dini memiliki beberapa fungsi menurut Solehuddin dan
Fatimah (Syafaruddin, Herdianto, & Erawati, 2011) yaitu (1) usia dini merupakan
fase fundamental bagi perkembangan dan belajar anak, (b) belajar dan perkembangan
merupakan suatu proses yang berkesinambungan, (3) tuntutan masa depan akan
generasi unggul semakin kompetitif, dan (4) tuntutan non edukatif lainnya
(perubahan pola dan sikap hidup serta struktur keluarga).
5

Dalam implementasinya pendidikan anak usia dini (PAUD) harus berjalan


secara optimal. Sebagai bentuk pengoptimalan tersebut ada beberapa aspek yang
perlu diperthatikan menurut Hayati (2014) yakni aspek kognitif, aspek
perkembangan fisik, aspek perkembangan bahasa, aspek sosio emosional.
1. Aspek Kognitif
Aspek ini dapat dikaji melalui teori Piaget yang membagi tahap perkembangan
anak menjadi 4 tahap yakni (1) tahap sensorimotor pada usia 0 hingga 2 tahun,
(2) tahap pra-operasional pada usia 2 hingga 7 tahun, (3) tahap konkret
operasional pada usia 7 hingga 11 tahun, (4) tahap formal operasional pada usia
11 hingga 15 tahun. Pada tahap ini anak usia dini tergolong ke dalam tahap
sensori motor dan pra operasional. Dimana pada tahap sensori motor anak mulai
mempergunakan instansi, ingatan, dan pikiran, serta mulai mengetahui bahwa
benda tidak hilang ketika disembunyikan Sedangkan pada tahap pra operasional
anak akan mengembangkan penggunaan bahasa dan kemampuan untuk berfikir
simbolik, mampu memikirkan operasi melalui logika satu arah, serta mengalami
kesulitan dalam melihat dari sudut pandang orang lain. Pada sisi lain yakni
pandangan sosiokultural yang dikemukakan oleh Vygotsky menyatakan bahwa
interaksi sosial lebih penting dari sekedar pengaruh. Sebagai contoh bahwa ada
seorang anak berusia 6 tahun yang kehilangan mainannya, kemudian sang anak
meminta bantuan ayahnya. Kemudian ayah anak tersebut menanyakan dimana
terkhir kali melihat mainan tersebut. Anak tersebut menjawab tidak. Ketika sang
ayah menanyakan apakah mainannya terakhirkali telihat di dalam mobil, maka
sang anak menjawab iya dan pergi mengambil mainannya. Pada cerita di atas
anak akan mendapatkan sebuah pelajaran dari interaksinya yang pada kemudian
hari akan menjadi bekalnya dalam menyelesaikan masalah saat merasa
kehilangan.
2. Aspek fisik
Keterampilan motorik anak terdiri atas keterampilan motoric kasar dan
keterampilan motorik halus. Keterampilan motorik anak usia 4-5 tahun lebih
banyak berkembang pada motorik kasar, setelah usia 5 tahun baru.terjadi
perkembangan motorik halus. Menurut penelitian menyatakan tulang dan otot
6

anak prasekolah semakin kuat, dan kapasitas paru mereka semakin besar
memungkinkan mereka untuk berlari, melompat, dan memanjat lebih cepat, lebih
jauh, dan lebih baik. Pada usia 4 tahun anak-anak masih suka jenis gerakan
sederhana seperti berjingkrak-jingkrak, melompat, dan berlari kesana kemari,
hanya demi kegiatan itu sendiri tapi mereka sudah berani mengambil resiko.
Walaupun mereka sudah dapat memanjat tangga dengan satu kaki pada setiap
tiang anak tangga untuk beberapa lama, mereka baru saja mulai dapat turun
dengan cara yang sama. Pada usia 5 tahun, anak-anak bahkan lebih berani
mengambil resiko dibandingkan ketika mereka berusia 4 tahun. Mereka lebih
percaya diri melakukan ketangkasan yang mengerikan seperti memanjat suatu
obyek, berlari kencang dan suka berlomba dengan teman sebayanya bahkan
orangtuanya.
3. Aspek perkembangan bahasa
Menurut penelitian para ahli Carnegie Corporation menyatakan bahwa
pengembangan fungsi otak lebih cepat dan luas sepanjang tahun pertama
kehidupan anak jadi lingkungan yang tidak cocok akan sangat merugikan anak.
Hart dan Risley mengatakan umur 2 tahun anak akan memproduksi rata-rata dari
338 ucapan yang dapat dimengerti dalam setiap jam. 2 tahun lebih tua anak-anak
dapat menggunakan kira-kira 134 kata-kata pada jam yang berbeda. Pada periode
5 hingga 6 tahun perkembangan kognitif termasuk bahasa ditandai dengan
adanya minat yang tinggi pada huruf, angka, senang pada alam, dapat mengingat
kembali pengetian berdasarkan kata-kata, tulisan huruf tidak sama atau biasa saja,
kosa kata yang dimiliki lebih dari 2500 kata, mengalami kesulitan untuk
mengucapkan huruf “r” atau “sh” diakhir kata, sering salah pengertian dalam
penggunaan kata dan bergerak dari fantasi ke dunia nyata atau realitis.
4. Aspek perkembangan Sosio Emosional
Pada aspek ini Erik Erison mengemukakan beberapa tahap perkembangan sosial
anak yakni (1) tahap 1 yakni basic trust vs mistrust (percaya vs curiga) pada
rentang usia 0-2 tahun, pada masa ini apabila seorang anak mendapatkan suasana
pengalaman yang menyenangkan maka anak memiliki rasa percaya diri
begitupun sebaliknya, (2) tahap 2 yakni autonomy vs shame and doubt (mandiri
7

vs ragu) pada rentang usia 2-3 tahun, pada masa ini anak sudah mampu kegiatan
meregang atau melemaskan otot, jadi jika anak telah merasa bahwa dirinya dapat
menguasai anggota tubuhnya maka anak akan memiliki kepercayaan dan
kemandirian begitupun sebaliknya, (3) Tahap 3 : Initiative vs Guilt (berinisiatif
vs bersalah), pada rentang usia usia 4-5 tahun. Pada masa ini anak dapat
menunjukkan sikap mulai lepas dari ikatan orang tua, anak dapat bergerak bebas
dan berinteraksi dengan lingkungannya. Kondisi lepas dari orang tua
menimbulkan rasa untuk berinisiatif, sebaliknya dapat menimbulkan rasa
bersalah; (4) Tahap 4 : industry vs inferiority (percaya diri vs rasa rendah diri),
usia 6 tahun hingga pubertas. Anak telah dapat melaksanakan tugas-tugas
perkembangan untuk menyiapkan diri memasuki masa dewasa. Perlu memiliki
suatu keterampilan tertentu. Bila anak mampu menguasai suatu keterampilan
tertentu dapat menimbulkan rasa berhasil, sebaliknya bila tidak menguasai,
menimbulkan rasa rendah diri.

2.2 Bagaimana Peran Orang Tua Sebagai Pendidikan Informal Bagi Anak Usia
Dini

Dalam sebuah keluarga peran dari setiap anggota keluarga terutama ayah dan
ibu sangatlah penting. Bahkan untuk memberikan sebuah pendidikan pada anak usia
dini peran dari orang tua sangat diperlukan, hal ini dikarenakan di dalam keluarga
merupakan lingkungan anak pertama tinggal dan anak lebih sering berinteraksi
dengan orang tua pada saat usia dina. Untuk itu peran dari setiap anggota keluarga
termasuk ke dalam sebuah jalur pendidikan yang sudah diatur dalam Undang-undang
Sisdiknas No. 20 tahun 2003.
Pendidikan pada keluarga atau biasa disebut juga pendidikan informal. Dalam
Undang-undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab 1 pasal 1 disebutkan bahwa
pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan
berbasis keluarga ini pada umum menyangkut norma, adat istiadat daerah setempat,
ataupun pengembangan bakat yang diinginkan oleh orang tua. Berdasarkan hal
tersebut orang tua harus benar-benar membangun interaksi yang sehat serta
8

lingkungan yang mendukung untuk pembelajaran sang anak sehingga tumbuh


kembang anak dapat berjalan secara optimal. Menyangkut pengotimalan orang tua
terhadap pendidikan anak pada kenyataannya masih sering mengalami berbagai
kendala yang menghambat proses pendidikan tersebut.
Berdasarkan hal tersebut penggolongan tantangan dapat diklasifikasikan
menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal masih
memiliki kendala utama yaitu pengetahuan orang tua bagaimana mendidik,
memperlakukan anak, dan membangun suasana interaksi dengan anak. Padahal peran
orang tua sangatlah penting bagi pendidikan anak, sehingga masih diperlukan untuk
dilaksanakannya program parenting baik melalui instansi sekolah ataupun dengan
sosialisasi. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang datang dari luar
seperti halnya lingkungan masyarakat, lingkungan sekolah, dan media massa.
Interaksi anak dengan lingkungan akan sangat mempengaruhi tumbuh kembang
anak. Jika pada lingkungan di sekitar anak tidak bisa mendukung pertumbuhan anak
secara optimal, maka pendidikan yang dilakukan oleh orang tua juga akan
terpengaruh. Selain itu perkembangan media massa yang cukup hebat pada abad ini
telah menyebabkan munculnya berbagai inovasi-inovasi baru yang memiliki dua
mata pisau. Artinya jika perkembangan digunakan sesuai dengan kebutuhan secara
optimal maka dampak yang akan diterima juga akan baik, tetapi jika penggunaan m
edia massa tanpa ada batasan penggunaan dan kontrol dari orang tua maka cenderung
memiliki dampak negatif bagi anak (Wahy, 2014).
Untuk itu peranan setiap anggota keluarga memang menjadi hal penting dalam
melaksanakan pendidikan pada anak. Adapun beberapa peranan anggota keluarga
yang dikemukakan oleh Wahy (2014) pada pendidikan anak usia dini sebagai
berikut:
1. Peran ibu
Dalam keluarga ibu sangat memegang peranan penting dan sentral. Hal ini
dikarenakan intensitas interaksi seorang ibu dengan anak lebih sering
terjadi. Sejak bayi dilahirkan hingga tumbuh menjadi seorang anak seorang
ibu telah memulai sebuah interaksi yang luar biasa pada anak, misalnya
9

sosok seorang ibu selalu berada disamping anak, proses pemberian makan
dan minum yang dilakukan oleh ibu, bermain dengan anak, dll.
Peran ibu secara lebih spesifik adalah (1) sumber dan pemberi kasih
sanyang, (2) pengasuh dan pemelihara, (3) tempat mencurahkan isi hati, (4)
pengatur kehidupan dalam rumah tangga, (5) pembimbing hubungan
pribadi, (6) pendidik dalam segi emosional.
2. Peranan ayah
Peran ayah dalam mendidik anak juga sangatlah besar. Seorang anak akan
memandang ayah sebagai seorang pelindung keluarga. Sebuah penelitian
menyebutkan bahwa pekerjaan ayah sehari-hari memiliki pengaruh
terhadap anak.
3. Peran nenek dan kakek
Pada sebagian besar keluarga seorang anak terkadang masih mendapatkan
pengaruh dari nenek dan kakeknya. Secara umum peran dari nenek dan
kakek adalah memberikan sumber kasih sayang tulus kepada anak. Namun
demikian terkadang sifat kakek dan nenek cenderung berlebihan dalam
pemberian kasih sanyang sehingga anak akan memiliki sifat manja.
4. Peran pembantu rumah tangga atau pengasuh
Pada umumnya sebuah keluarga yang tergolong dalam perekonomian yang
mampu dan memiliki waktu yang sedikit untuk anak maka orang tua
biasanya melakukan penyewaan jasa dari seorang pembantu rumah tangga
atau pangasuh untuk menjaga dan mendidik anaknya di rumah. Peranan
dari pengasuh juga memiliki peranan penting, dengan melihat kedekatan
anak dengan pangasuh yang sangat dekat. Sehingga seorang pengasuh juga
harus memahami bagaimana cara mendidik anak atau memiliki latar
belakang pendidikan dan pengalaman tentang anak.
10

2.3 Bagaimana Peran Pendidikan Non Formal Bagi Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD)

Pendidikan Undang-undang sisdiknas No. 20 tahun 2003 membagi jalur


pendidikan menjadi tiga yaitu pendidikan formal, pendidikan informal, pendidikan
non formal. Dalam melakukan pendidikan anak usia dini dapat dilakukan dengan
jalur formal, informal, maupun nonformal. Pada jalur non formal pendidikan anak
usia dini berada dibawah program Tempat Penitipan Anak (TPA), Kelompok
Bermain (KB), Satuan PAUD Sejenis (SPS).
Pengertian pendidikan non formal menurut Undang-undang No. 20 tahun 2003
adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang. Peran pendidikan non formal bagi pendidikan anak usia
dini dapat dilaksanakan pada rentang usia 3 hingga 4 tahun melalui program-program
pendidikan non formal yang disebutkan Istiana (2014) antara lain:
1. Tempat Pentipan Anak (TPA) adalah wahana pendidikan dan pembinaan
kesejahteraan anak yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk
jangka waktu tertentu selama orang tuanya berhalangan dan tidak memiliki
cukup waktu untuk mengasuh anaknya karena alasan tertentu.
2. Satuan PAUD Sejenis (SPS) merupakan bentuk layanan pendidikan bagi
anak usia dini sampai memasuki sekolah dasar, di luar Kelompok Bermain
dan Taman Penitipan Anak, contohnya antara lain POSPAUD (Posyandu
terintegrasi dengan PAUD), Sekolah Minggu di Gereja, Taman Pendidikan
Alquran, Sanggar lukis atau Tari Anak Usia Dini. Program pendidikan non
formal seperti diatas memiliki fungsi hanya sebagai sebuah tempat
pembelajaran anak di luar keluarga sehingga anak bisa berbar dengan
masyarakat sekitar yang nanti akan membantu membentuk kepribadian
anak.
3. Kelompok Bermain (KB) adalah salah satu lembaga pendidikan anak usia
dini jalur non formal yang diselenggarakan berdasarkan program
pendidikan dan program kesejahteraan anak
11

BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pendidikan anak usia dini merupakan anak yang berada dalam proses pembelajaran
dengan rentang usia 0 hingga 6 tahun. Hal ini sesuai dengan landasan yuridis pada
Undang-undang No. 20 tahun 2003. Pendidikan anak usia dini merupakan hal yang sangat
krusial karena termasuk ke dalam investasi masa depan terbesar dari suatu negara. Untuk
itu pendidikan anak usia dini yang memiliki rentang waktu 0 hingga 6 tahun harus
dimaksimalkan seoptimal mungkin karena pada masa itulah potensi anak akan
berkembang sangat luar biasa. Oleh karena itu dalam melakukan pendidikan anak usia
dini baik secara informal, non formal, dan formal harulah memiliki tujuan-tujuan yang
harus dicapai dari pembelajaran. Secara umum tujuan kegiatan Pendidikan Anak Usia
Dini adalah mengembangkan segala potensi yang ada pada anak sejak usia dini sebagai
langkah persiapan untuk kelangsungan hidup dan penyesuaian diri dengan lingkungan.
Sedangkan fungsi PAUD (1) usia dini merupakan fase fundamental bagi perkembangan
dan belajar anak, (b) belajar dan perkembangan merupakan suatu proses yang
berkesinambungan, (3) tuntutan masa depan akan generasi unggul semakin kompetitif,
dan (4) tuntutan non edukatif lainnya (perubahan pola dan sikap hidup serta struktur
keluarga). Adapun aspek-aspek anak usia dini yaitu aspek kognitif, aspek perkembangan
fisik, aspek perkembangan bahasa, aspek sosio emosional. Pendidikan anak usia dini
termasuk ke dalam jalur pendidikan informal, hal ini sesuai dengan Undang-undang
Sisdiknas No. 20 tahun 2003. Hambatan dalam pendidikan anak dalam keluarga terbagi
internal dan eksternal. Pendidikan anak usia dini dalam bidang non formal diatur dalam
Undang-undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003. Adapun bentuk pendidikan anak usia dini
dalam jalur non formal adalah Tempat Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain (KB),
dan Satuan PAUD Sejenis (SPS).
12

DAFTAR PUSTAKA

D, W., & Wijana. (2014). Konsep Dasar Anak Usia Dini.


http://repository.ut..ac.id/4724/PAUD4409-M1.pdf.
Istiana, Y. (2014). Konsep-konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.
http://journal.umg.ac.id/index.php/didaktika/article/download/61/48.pdf.
Suryana, D. (2016). Pendidikan Anak Usia Dini: Stimulasi dan Aspek Perkembangan
Anak. Jakarta: Kencana.
Syafaruddin, Herdianto, & Ernawati. (2011). Pendidikan Prasekolah. Medan: Perdana
Publishing.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional.
Jakarta
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002. Perlindungan Anak. Jakarta
Wahy, H. (2012). Keluarga Sebagai Basis Pendidikan Pertama dan Utama.
http://media.neliti.com/media/publications/81957-ID-keluarga-sebagai-basis-
pendidikan-pertam.pdf.

Anda mungkin juga menyukai