Anda di halaman 1dari 5

11

langsung oleh indra penglihatan. Seperti halnya ketika materi yang disajikan
memiliki bentuk visualisasi seperti gambar ataupun grafik. Gaya pembelajar ini
biasanya juga lebih suka mencatat informasi untuk lebih mudah mengingat
informasi yang telah diterima.
Seseorang yang memiliki tipe belajar visual memang cenderung memiliki
ketertarikan yang tinggi pada informasi yang dikemas dalam bentuk gambar,
grafik, peta konsep dan ide peta, plot, ataupun ilustrasi visual lainnya. Sehingga
teknik belajar yang dapat digunakan oleh pembelajar visual sebaiknya adalah
teknik yang lebih mengedepankan mata atau indra penglihatan sebagai cara
terbaik untuk memahami suatu informasi (Rusman, 2017: 106).
Penggunaan media untuk gaya belajar ini sebenarnya cukup beragam.
Sebagaimana pernyataan Uno (2018) jika proses belajar individu dengan gaya
belajar visual sebenarnya akan lebih maksimal jika dalam pelaksanaan dibantu
dengan media yang bisa diamati visualnya, seperti foto, video, chart, diagram, dan
grafik. Kebiasaan yang biasanya muncul ada individu dengan gaya belajar visual
adalah sering mencoret atau membuat catatan kecil saat menggali informasi. Hal
ini juga didukung oleh Mulyani & Solihah (2018) dimana gaya belajar visual
adalah suatu cara agar lebih mudah dalam menerima informasi atau pelajaran
yang telah visualisasikan, seperti dalam bentuk gambar, grafik, tabel, diagram,
peta pikiran, goresan, dan simbol.
Sementara itu pembelajar gaya visual juga memiliki kesulitan belajar.
Arylien, dkk (dalam Yuliaci, 2020) memaparkan jika proses pembelajaran yang
hanya dilakukan dengan metode ceramah, dengan lebih mengutamakan indera
pendengaran dalam menerima informasi akan membuat gaya pembelajar visual
mengalami kesulitan untuk menerima informasi yang disampaikan.
Berdasarkan pemaparan di atas gaya belajar visual dapat disimpulkan
sebagai suatu cara belajar yang lebih menekankan keoptimalan belajarnya dengan
indra penglihatan. Hal tersebut dapat dikenali melalui beberapa ciri umumnya
yaitu lebih memahami informasi yang dikemas secara visual dalam bentuk
gambar, grafik, tulisan, tabel, diagram, peta konsep, simbol, mencatat agar detail
12

informasi yang diterima agar lebih mudah untuk diingat, dan lebih suka membaca
daripada dibacakan oleh orang lain untuk memperoleh dan memahami informasi.
2.2.2 Gaya Belajar Auditorial
Menurut Putra, dkk (2020) seorang yang memiliki gaya belajar auditorial
merupakan seorang anak yang menggunakan indera pendengarannya dalam
menerima informasi. Uno (dalam Rambe, 2018) juga mengungkapkan jika gaya
belajar auditorial lebih mengandalkan pendengaran untuk bisa memahami dan
memproses informasi atau pengetahuan dalam suatu proses pembelajaran.
Gaya ini sangatlah mengandakan telinga. Sebagaimana menurut Asriyanti,
dkk (2018) yang mengungkapkan jika gaya belajar auditorial adalah gaya belajar
yang dilakukan untuk memperoleh informasi dengan memanfaatkan indera
telinga, sehingga dalam mencapai kesuksesan belajar, tipe ini sangat
mengandalkan telinga. Zagoto, dkk (2019) juga menerangkan jika tipe pembelajar
dengan gaya ini memang benar-benar menggunakan indera pendengaran sebagai
alat yang esensial untuk menyerap informasi. Artinya seorang pembelajar yang
memiliki gaya belajar ini harus mendengarkan terlebih dahulu, barulah
selanjutnya dapat memahami ataupun mengingat informasi yang diterima.
Berkaca kepada penggunaan telinga yang optimal, maka gaya ini sangatlah
membutuhkan penyampaian yang jelas. Hal tersebut didukung dengan pendapat
dari Rahmi & Samsudi (2020) yang mengungkapkan jika gaya belajar auditorial
yang cenderung mengandalkan pendengaran untuk mendapatkan pengetahuan
baru atau informasi, membutuhkan penyampaian yang jelas dan baik agar bisa
dipahami dengan baik.
Bahkan ada hal yang menarik dari gaya belajar ini. Dimana menurut
Ritonga & Rahma (2021) seorang pembelajar auditorial yang menggunakan
indera pendengarannya untuk menyerap informasi, juga akan berusaha memahami
suatu informasi yang berupa teks. Caranya adalah membacanya dengan suara
yang keras, agar turut melibatkan indera pendengarannya secara lebih dominan.
Menggunakan suara untuk mendominasi penggunaan indera pendengaran.
Seperti yang Ula (dalam Rambe, dkk, 2019) nyatakan jika tipe pembelajar ini
akan lebih optimal dalam mempelajari sesuatu ketika informasi yang diberikan
13

berbentuk suara, seperti melalui kaset audio, instruksi ataupun perintah. Media
yang mendukung gaya belajar dengan indera telinga ini juga telah berkembang.
Parbawa (2018) mengungkapkan jika gaya pembelajar auditorial lebih cenderung
mengakses informasi melalui jenis bunyi dan kata yang diciptakan, seperti halnya
yang sedang marak beredar saat ini adalah buku yang telah dikemas dalam bentuk
suara atau yang biasa dikenal sebagai audiobook.
Dari aspek lain Marpaung (2016) menyatakan jika anak dengan gaya belajar
auditorial dapat belajar dengan lebih cepat menggunakan diskusi verbal dan
mendengarkan apa yang diterangkan oleh guru. Hal serupa juga dinyatakan oleh
Yusuf & Amin (2016) jika gaya belajar auditorial ini cenderung menyukai
penyajian materi lewat metode ceramah dan diskusi. Dimana akan diawali dengan
proses mendengar informasi terlebih dahulu, kemudian memahami, dan
mengingat informasi yang telah diberikan. Salah satu ciri umum seorang dengan
jenis gaya belajar ini yakni mampu mengingat dengan baik materi yang dijelaskan
oleh guru saat di kelas ataupun saat melalui diskusi dan cenderung memiliki
kemampuan mendengar informasi dengan baik.
Sari & Sufri (dalam Putra, dkk, 2020) menyatakan jika sebenarnya
pembelajar yang memiliki gaya belajar auditorial biasanya akan lebih cepat dalam
menangkap maksud informasi ataupun materi yang diterima melalui diskusi
verbal dan mendengarkan penyampaian dari guru. Pernyataan tersebut juga
didukung oleh Fitriyani dalam Rizaldi, dkk (2019) yang menyatakan jika seorang
pembelajar dengan tipe auditorial akan lebih memahami materi yang disampaikan
oleh guru, asalkan materi tersebut dapat dijelaskan dengan baik dan jelas.
Sementara itu, gaya auditorial ini sebenarnya cenderung memiliki kesulitan jika
harus dipaksa menerima dan memahami informasi yang berbentuk gambar, teks,
ataupun grafik. Sehingga salah satu metode yang dianggap cocok bagi pembelajar
auditorial ini adalah dengan menggunakan metode ceramah, baik secara langsung
ataupun melalui audio materi yang telah disiapkan.
Berdasarkan hal-hal di atas gaya belajar auditorial dapat diartikan sebagai
cara belajar yang menumpukan kemampuan belajarnya secara lebih optimal, pada
indera pendengaran daripada indera lainnya. Hal ini dapat dikenali dari salah satu
14

karakteristiknya yaitu lebih mudah mengingat dan memahami sesuatu melalui


keterangan atau penjelasan, dalam konteks pembelajaran hal ini bisa diartikan
sebagai keterangan yang diperoleh dari guru ataupun keterangan yang diperoleh
saat berdiskusi bersama. Adapun media belajar dari tipe ini diantaranya adalah
seperti melalui radio, televisi, telefon, mp3, musik, tape recorder, dan audiobook.
2.2.3 Gaya Belajar Kinestetik
Menurut Hasanah, dkk (2018) gaya belajar kinestetik ini pada umumnya
disebut sebagai gaya belajar dengan cara menangani, dimana seorang dengan gaya
belajar ini akan lebih mengedepankan aktivitas fisiknya untuk belajar. Mentari,
dkk (2018) berpendapat jika gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar yang
didukung dengan gerak ataupun sentuhan. Sependapat dengan apa yang juga
dinyatakan oleh Patimah, dkk (2019) jika gaya belajar kinestetik merupakan suatu
gaya belajar yang juga melibatkan gerak-gerik tubuh atau fisik dalam proses
belajar.
Menurut Suparman (dalam Darmuka & Hariyadi, 2019) gaya belajar
kinestetik adalah gaya belajar yang menekankan gerakan, melakukan aktivitas
fisik, menyentuh, dan mengalami secara langsung. Chania, dkk (2016)
menyatakan jika gaya belajar kinestetik adalah suatu gaya belajar dimana seorang
pembelajar cenderung belajar melalui gerak dan sentuhan. Individu yang memiliki
kecenderungan gaya belajar kinestetik akan belajar lebih baik, apabila terlibat
secara fisik dalam kegiatan langsung. Mereka akan belajar sangat baik apabila
dilibatkan secara langsung atau secara fisik dalam memahami pengetahuan atau
informasi baru.
Menurut Ritonga & Rahma (2021) seseorang dengan gaya belajar kinestetik
dapat menyerap informasi dengan lebih mudah dan lebih baik jika melalui praktik
atau terlibat langsung. Hal serupa juga turut dikemukakan oleh Rosanggreni, dkk
(2018) jika gaya belajar kinestetik memang mengharuskan terlibat, bergerak,
mencoba, mempraktekkan, dan mengalami langsung apa informasi yang sedang
dipelajari. Sebagaimana yang juga dinyatakan oleh Muanifah, dkk (2018) bahwa
gaya belajar tipe kinestetik mengakses segala jenis gerak dan emosi, sehingga
15

mengaharuskan individu yang bersangkutan menyentuh sesuatu yang memberikan


informasi tertentu agar bisa mengingatnya.
Sementara Porter & Hernacki (dalam Wahyuni, 2017) mengungkapkan ciri
umum yang dapat dikenali dari seorang yang memiliki gaya belajar kinestetik
yaitu sangat aktif bergerak sehingga tidak dapat duduk diam untuk jangka waktu
yang lama dan kurang dapat mengingat informasi, kecuali sudah terlibat langsung.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Zahrohi (dalam anshori & Rejeki, 2018) jika
pembelajar yang memiliki gaya belajar kinesterik ini memang tidak bisa duduk
diam dalam jangka waktu yang lama, dikarenakan hal tersebut memang suatu
tabiat khas sebaga cara belajar agar mudah dalam memahami informasi yang
diterima, sehingga metode yang dipakai biasanya juga berbeda dibandingkan
dengan gaya belajar visual ataupun auditorial. Nursalim (2019) juga menyebutkan
ciri lainnya dari pembelajar kinestetik yakni dapat menghafal sembari berjalan
dan menggunakan bantuan jemari ketika membaca.
Berdasarkan apa yang telah disebutkan di atas gaya belajar kinestetik sendiri
dapat disimpulkan sebagai suatu cara belajar individu, yang lebih menekankan
cara belajarnya dengan gerakan fisik atau melakukan aksi langsung di lapangan
untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Hal ini sebagai mana salah satu ciri dari
pembelajar kinestetik yang dikenal sebagai seorang yang aktif bergerak.

2.3 Orang Dewasa


Menurut Sihombing (2019) berpendapat bahwa orang dewasa merupakan
seseorang yang biasanya dikenal memililiki banyak pengalaman, entah itu dalam
pekerjaan ataupun pengalaman lain yang meliputi kehidupannya. Sujarwo (dalam
Budiwan, 2018) juga menerangkan jika orang dewasa dapat diartikan sebagai
orang yang telah memiliki banyak pengalaman, pengetahuan, kecapakan, dan
kemampuan dalam rangka mengatasi permasalahan hidupnya secara mandiri.
Pendapat yang lebih kompleks disampaikan oleh Kamil (dalam Syahrudin,
2019) yang mendefinisian orang dewasa dengan merujuk kepada berbagai kondisi
yaitu kondisi fisik (biologis), psikologis, dan sosial. Dengan artian, seseorang
dapat dikatakan dewasa apabila secara biologis telah mampu melakukan

Anda mungkin juga menyukai