ISLAM
INDONESIA
STATUS PASIEN UNTUK UJIAN
FAKULTAS
KEDOKTERAN
Nama Dokter Muda Amelia Kurniawati Tanda Tangan
NIM 13711043
Tanggal Ujian 2 Maret 2018
Rumah Sakit RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen
Gelombang Periode 5 Februari - 10 Maret 2018
IDENTITAS
Nama : Pasien K
Jenis Kelamin : 48 tahun
Umur : laki-laki
Alamat : Sine, Ngawi
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Masuk Rumah Sakit : 16 Februari 2018
Nomer CM : 519285
KELUHAN UTAMA :
Lemah anggota gerak kanan.
RIWAYAT GIZI :
Pasien rutin makan tiga kali sehari, terkadang lauk gorengan.
PEMERIKSAAN
I. STATUS PRESENS
Saraf Otak :
N.I (OLFAKTORIUS)
Daya pembau : +/+
kanan kiri
Tiks fasial : (-) (-)
Lakrimasi : (normal) (normal)
Daya kecap lidah 2/3 depan : Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Reflek fisio-palpebral : Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Reflek glabella : (-) (-)
Reflek aurikulo-palpebral : Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Tanda myerson : Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Tanda chyostek : Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Bersiul : Tidak diperiksa Tidak diperiksa
BADAN
Trofi otot punggung : Eutrofi
Trofi otot dada : Eutrofi
Nyeri membungkuk badan : (-)
Palpasi dinding perut : Tidak ada nyeri tekan
Kolumna vertabralis; bentuk : Tidak terdapat gibus, massa, dan nyeri tekan.
Gerakan : Dalam batas normal
Nyeri tekan : (-)
Sensibilitas (tentukan batas dan jenis kelainan pada gambar) (-)
kanan kiri
Reflek dinding perut : Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Reflek kremaster : Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Alat kelamin : Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Reflek fisiologik : () () () () () () () ()
Perluasan reflek : (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)
Reflek silang : (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)
Reflek patologik : Kanan (-)
Kiri (-)
Patela Akhiles
kanan kiri kanan kiri
Reflek fisiologik : () () (N) (N)
Perluasan reflek : (-) (-) (-) (-)
Reflek silang : (-) (-) (-) (-)
Reflek patologik : (-) (-) (-) (-)
Gerakan abnormal
Tremor : (-)
Khorea : (-)
Mioklanik : (-)
Atetose : (-)
Ballismus : (-)
Fungsi vegetatip
Miksi : Normal
Inkontinensia urine : (-)
Retensio urine : (-)
Anuria : (-)
Poliuria : (-)
Defekasi : Normal
Inkontinensia alvi : (-)
Retensio alvi : (-)
Ereksi : (-)
Tes pespirasi (lukisan pada gambar)
RINGKASAN ANAMNESIS :
Pasien laki-laki usia 48 tahun datang dengan keluhan lemah anggota gerak kanan secara
mendadak. Hal ini terjadi ketika pasien mau berangkat bekerja tiba-tiba merasa lemas dan tidak
sadarkan diri. Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya nyeri kepala, mual muntah. Pasien
mengalami kehilangan kesadaran untuk sementara waktu saat terjadi serangan. Pasien kemudian
dibawa ke PKU Muhammadiyah Sragen sempat dirawat namun tidak membaik. Pasien belum pernah
mengalami hal serupa sebelumnya. Pasien memiliki riwayat hipertensi, namun tidak rutin berobat.
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Pasien rutin makan tiga kali sehari, terkadang lauk
gorengan. Pasien tidak rutin berolahraga.
GAMBAR :
PERMASALAHAN YANG TERDAPAT PADA PENDERITA :
- Hemiparese dekstra
Perhitungan :
= (2,5 x K) + (2 x M) + (2 x N) + (0,1 x D) – (3 x A) – 12
= (2,5 x 0) + (2 x 1) + (2 x 1) + (0,1 x 100) – (3 x 0) – 12
= 0 + 2+ 2 + 10– 0– 12
= (2) Stroke hemoragik
Perhitungan :
Penurunan kesadaran (-), nyeri kepala (+), dan reflek babinski (+)
Stroke hemorragik
I. Diagnosis Klinis :
- Hemiparesis dextra
Diagnosis Topis
- cerebellum
Diagnosis Etiologi
- Stroke hemoragik
II. Hipertensi gr II
Terapi :
A. Pengobatan umum
Breathing pemberian oksigen 2-3 liter/menit via nasal kanul
Blood pemasangan infus ringer laktat 20 tetes per menit (tpm)
Bowel observasi obstipasi yang dapat membuat pasien gelisah
Bladder pemasangan dauer catheter bila pasien tidak sadarkan diri
Brain observasi penurunan kesadaran dan kejang
B. Pengobatan khusus
- Pemberian citicholin dengan dosis 500mg/12jam IV
- Pemberian cefotaxim dengan dosis 1g/12 jam IV
- Pemberian asam tranexamat 500mg/8jam IV
- Pemberian ranitidin dengan dosis 50 mg/ 12 jam IV
- Pemberian amlodipin dengan dosis 5 mg 1x1 untuk kontrol tekanan darah
- Pemberian captopril dengan dosis 3x25mg
- Pemberian diltiazem dengan dosis 3x30mg
- Pemberian spironolacton dengan dosis 1x25mg
- Pemberian analsik dengan dosis 2x 500mg
- Pemberian betahistine dengan dosis 3x6mg
C. Fisioterapi
Tujuan dilakukannya fisioterapi :
Memperbaiki fungdi motoris, bicara, dan lain-lain.
Membantu adaptasi mental sosial.
Agar penderita dapat melakukan activities of daily (ADL)
Prognosis :
Dubia et bonam
2.1. Definisi
Stroke adalah gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan
fungsional otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, yang tidak disebabkan oleh
sebab lain selain penyakit vaskuler. Stroke di bagi dua yaitu stroke perdarahan dan stroke iskemik.
Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah perdarahan yang tidak terkontrol di otak. Stroke infark
adalah (Gofir, 2009).
2.2. Epidemiologi
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 didapatkan jumlah
penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013 diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang (7,0%),
sedangkan berdasarkan diagnosis gejala 2.137.941 orang (12,1%). Prevalensi stroke yang tediagnosis
pelayanan kesehatan maupun berdasarkan diagnosis atau gejala sama tinggi pada laki-laki dan
perempuan. Stroke cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah baik yang
didiagnosis petugas kesehatan (16,5%) maupun diagnosis petugas kesehatan atau gejala (32,8%).
2.4. Klasifikasi
Stroke perdarahan dibagi menjadi 2 subtipe yaitu:
a. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan intraserebral terjadi di dalam substansi atau parenkim otak (di dalam piameter).
Penyebab utama terjadi perdarahan intraserebral adalah hipertensi terutama yang tidak
terkontrol, malformasi arteriovenosa (AVM), Angioma Cavernosa, alkoholisme, terapi
antikoagulan dan angiopati. Arteri yang berfungsi memvaskularisasi otak rupture sehingga
terjadi kebocoran darah ke otak, dan menyebabkan otak tertekan karena adanya penambahan
volume cairan. Pada orang dengan hipertensi kronis terjadi proses degenerative pada otot dan
elastisitas dinding arteri. Tekanan darah tinggi dan perubahan degenerative menyebabkan
terbentuknya gembungan kecil yang setempat yang disebut aneurisma Cahrcot-Bouchard.
Aneurisma ini merupakan locus minorus resisten (LMR). Lonjakan tekanan darahsistemik
seperti ketika marah, saat aktivitas yang menggunakanbanyak tenaga, mengejan dan sebagainya
dapat menyebabkan pecahnya (LMR) oleh karena itu disebut juga “Stress Stroke”.
b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Penyebab terjadi perdarahan subarachnoid adalah rupturnya aneurisma arterial yang terletak di
dasar otak dan perdarahan dari malformasi vaskuler yang terletak dengan permukaan piameter,
perdarahan diastasis, trauma, angiopati amyloid, dan penggunaan obat. Pecahnya aneurisma
sebabkan perdarahan yang akan langsung berhubungan dengan LCS, sehingga dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intracranial. Jika perdarahan berlanjut menyebabkan koma
hingga kematian.
Aneurisma pada PIS dan PSA terdapat perbedaan letak dan ukuran. Pada PIS aneurisma berada
arteri-arteri di dalam parenkim otak dan ukurannya kecil. Sedangkan aneurisma pada perdarahan
subarakhnoid muncul di arteri-arteri diluar parenkim dan ukurannya besar.
2.5. Patofisiologi
Stroke non hemoragik dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu trombus atau emboli. Penyumbatan
lumen pembuluh darah otak karena adanya trombus yang semakin lama semakin menebal
mengakibatkan penurunan aliran darah sehingga terjadilah iskemia4. Tidak jauh berbeda dengan stroke
yang disebabkan oleh emboli. Lesi ateromatus yang ada pada pembuluh distal terlepas dan terbawa ke
aliran darah. Hal ini menyebabkan terjadinya emboli. Emboli terbawa hingga pembuluh darah otak.
Saat melewati pembuluh darah otak yang kecil, oklusi pun terjadi sehingga menyebabkan penurunan
aliran darah dan terjadi iskemia5.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menunjang anamnesis, melihat perkembangan pasien dan
menemukan kelainan pada pasien. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain :
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk mengetahui diagnosis penyakit stroke adalah CT
scan. CT-Scan merupakan metode yang paling akurat dan dapat dipercaya untuk mendiagnosis
hematoma intrasereblar. Pemeriksaan ini dapat menentukan lokasi yang tepat dari perdarahan dan juga
dapat
Selain itu, pemeriksaan penunjang dapat dilakukan guna untuk menilai faktor risiko apa saja
yang dapat menyebabkan atau memperberat kondisi stroke, seperti pemeriksaan gula darah,
pemeriksaan profil lipid, dan sebagainya. Berikut merupakan hasil pemeriksaan penunjang yang dapat
membedakan stroke non hemoragik dengan stroke hemoragik3 :
- Skor Siriraj6
Skor siriraj dihitung berdasarkan anamnesis apakah ada keluhan muntah, nyeri kepala, riwayat
penyakit, pemeriksaan kesadaran, dan pemeriksaan tekanan darah.
(2,5 x K) + (2 x M) + (2 x N) + (0,1 x D) – (3 x A) – 12
Keterangan:
Kesadaran 0 : Sadar, 1 : Apatis, 2 : Koma
Muntah 0 : Tidak, 1 : Iya
Nyeri Kepala 0 : Tidak, 1 : Iya
Diastolik tekanan darah diastolik
Atheroma riwayat penyakit DM, angina, claudicatio intermiten
1 : Tidak, 1: Iya
2.8. Manajemen
Tatalaksna pada pasien stroke non hemoragik terdiri dari 3 hal, yaitu :
a. Pengobatan umum3
Pengobatan umum dilakukan dengan menggunakan patokan 5B (breathing, blood, bowel,
bladder, brain). Berikut merupakan penjelasan dari tatalaksana 5B :
- Breathing
Jalan nafas dan fungsi dari paru-paru harus dijaga dengan cukup baik. Apabila terdapat
penyakit paru, seperti pneumonia dan asma harus segera ditindaklanjuti. Selain itu, volume
curah jantung juga berkaitan dengan fungsi paru sehingga juga harus tetap dievaluasi.
Oksigen diberikan apabila saturasi oksigen mulai menurun3.
- Blood
Tekanan darah harus dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke otak.
Memang pada umumnya pada fase akut tekanan darah akan meningkat, namun secara
spontan akan turun bertahap. Apabila pengobatan hipertensi dilakukan di fase akut, maka
akan mengurangi tekanan perfusi sehingga memungkinkan untuk menambah adanya
iskemik lagi3.
Kadar hemoglobin dan glukosa harus tetap dijaga untuk metabolisme otak. Pemberian
infus glukosa sebaiknya dihindari karena akan menambah terjadinya asidosis di daerah
infark hingga bisa memudahkan untuk terjadinya udem. Selain itu, keseimbangan elektrolit
juga perlu diperhatikan3.
- Bowel
Defekasi dan nutrisi perlu diperhatikan. Obstipasi dapat mebuat pasien menjadi
gelisah3.
- Bladder
Miksi dan keseimbangan cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi retensio
urin3.
- Brain
Udem otak dan kejang harus dicegah dan diatasi segera. Gejala udem otak, antara lain
penderita mengantuk, adanya bradikardi atau dapat dilakukan pemeriksaan funduskopi.
Apabila terdapat udem otak dapat ditatalaksana menggunakan manitol3.
b. Pengobatan khusus
- Neuroprotektan
Salah satu neuroprotektan yang sering digunakan adalah citicoline8. Citicoline memiliki
efek terapi, aman dan efektif, dapat meningkatkan kemampuan kongnitif pasca stroke dan
dapat memperbaiki fungsional tubuh pasien. Pemberian citicoline jangka panjang dapat
memicu mekanisme neurogenesis dan neurorepair yang dapat membantu proses terapi fisik
dan rehabilitasi pasca stroke9.
- Antihipertensi
- Antiplatelet
Pemberian antiplatet, seperti aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24 sampai 48 jam
setelah aitan stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut8.
- Pengobatan terhadap penyakit penyerta, seperti diabetes melitus sebaiknya dilakukan8.
c. Fisioterapi
Tujuan dilakukannya fisioterapi :
- Memperbaiki fungdi motoris, bicara, dan lain-lain.
- Membantu adaptasi mental sosial.
- Agar penderita dapat melakukan activities of daily (ADL)
DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmad, A., Aliah, A., Samatra, P., Dewati, E., Purnomo, H., Anggraini, H., Sjahrir, H., Jannis,
J., Misbach, J., Kiemas, L. S., Akbar, M., Dalhar, M., Bustami, M., Hartanto, OS., Panggabean,
R., Suratno, Suryani, Lumepouw, S. F., Dikot, Y., Standar Pelayanan Medis (SPM) dan Standar
Pelayanan Operasional (SPO) Neurologi. Jakarta. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia. 2006.
2. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013.
3. Amanullah, H. M., Husni, A., Hadinoto, S., Hartono, B., Jenie M. N., Korner, E., Mochtar, A.,
Yanto, Y. M., Mangunsong, M., Noerjanto, M., Ott, E., Pangkahila, A., Setiawan, Soetedjo,
Simatupang, A., Szendey, G., Wirawan, R. B., Widiastuti, M. I., Yudiarto, F. L., Stroke
Pengelolaan Mutakhir. Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 1992.
4. Hinkle, JL. Guanci, MM. Acute Ischemic Stroke Review. J Neurosci Nurs. 2007; 39 (5): 285-
293, 310 3.
5. Maas, MB. Safdieh, JE. Ischemic Stroke: Pathophysiology and Principles of Localization.
Neurology Board Review Manual. Neurology. 2009; 13(1): 2-16.
6. Widiastuti, P. Nuartha, A.A.B.N. Sistem Skoring Diagnostik untuk Stroke: Skor Siriraj. CDK-
233. 2015;42(10): 776-779.
7. Lamsudin, R. Algoritma stroke Gadjah Mada: Penyusunan dan validasi untuk membedakan
stroke perdarahan intraserebral dengan stroke iskemik akut atau stroke infark. Berkala Ilmu
Kedokteran. 1996;28(4): 181-187.
8. PERDOSSI. GUIDELINE STROKE TAHUN 2011.
9. Sabin, J.A. Roman, G.C. The Role of Citicoline in Neuroprotection and Neurorepair in Ischemic
Stroke. Brain Sci. 2013;3: 1395-1414