Anda di halaman 1dari 6

TEORI PILIHAN RASIONAL

Dalam setiap aktifitasnya, seseorang, maupun sekelompok orang yang berhimpun


dalam sebuah wadah, akan melandaskan setiap tindakannya pada pilihan-pilihan yang rasional.
Menaikkan harga BBM diklaim sebuah pilihan yang rasional di saat harga minyak dunia
melambung. Pembatasan subsidi terhadap BBM merupakan sebuah pilihan rasional yang
dilakukan oleh pemerintah untuk mengamankan anggaran. Di dalam diri seseorang juga
berlaku sebuah pilihan rasional. Sebut saja seseorang yang memutuskan untuk terjun ke dalam
dunia politik dengan maksud untuk memperjuangkan kepentingan pribadinya. Akan menjadi
sebuah pilihan yang rasional jika dia mementingkan kepentingannya mengingat biaya politik
yang sangat mahal dan juga, katakanlah, untuk membalas jasa pihak-pihak yang sudah
membuatnya berkuasa. Contoh lain juga dilihat di dalam sosok pasangan suami-istri yang baru
saja menikah ketika mereka mendapati harga BBM yang naik maka adalah sebuah pilihan yang
rasional jika kemudian mereka lebih memilih untuk membeli rumah yang tidak terlalu mahal
dan dekat dengan tempat kerja mereka.

Beberapa ilustrasi di atas jika diamati sekilas, maka bisa disimpulkan bahwa sebuah
pilihan rasional pastilah merupakan sebuah akibat dari serangkaian proses dalam mencapai
tujuan tertentu yang didalamnya sudah memperhitungkan segala macam hal yang berpotensi
menjadi hambatan. Jika BBM tidak dinaikkan maka subsidi akan membengkak sehingga akan
mengorbankan alokasi APBN untuk keperluan pembangunan yang lain. Jika seorang politikus
tidak memperjuangkan kepentingan pribadinya maka hidupnya akan terancam oleh lilitan
hutang dan ancaman-ancaman dari para koleganya. Jika seorang pasangan pengantin muda
tidak memilih untuk membeli rumah yang tidak terlalu mahal dan dekat dengan tempat
kerjanya maka biaya hidup mereka sehari-hari akan membengkak sehingga kecil kemungkinan
untuk memiliki saving yang cukup.

lustrasi di atas adalah pemahaman awal dari penulis dalam mengulas lebih jauh
mengenai Teori Pilihan Rasional (The Rational Choice). Mempelajari teori ini sangatlah
penting mengingat dalam merumuskan sebuah kebijakan publik diperlukan beberapa
pertimbangan mengenai keputusan apa yang akan diambil para aktor kebijakan publik agar
kebijakan tersebut tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan perumusannya.
PENGERTIAN TEORI PILIHAN RASIONAL

Buchanan (1972) menjelaskan bahwa Teori Pilihan Rasional adalah teori ekonomi
neoklasik yang diterapkan pada sektor publik yang mencoba menjembatai antara ekonomi
mikro dan politik dengan melihat pada tindakan warga, politisi, dan pelayan publik sebagai
analogi terhadap kepentingan pribadi dan konsumen. Jika demikian, maka kita harus melihat
bagaimana Adam Smith, pengarang The Wealth of Nation (1776), menjelaskan bahwa “orang
betindak untuk mengejar kepentingan pribadi mereka, melalui mekanisme “the invisible hand”
menghasilkan keuntungan kolektif yang memberi manfaat pada seluruh masyarakat”.
Ilustrasinya adalah semisal ada seorang pemilik toko roti yang memiliki motivasi untuk
memperkaya diri mereka dengan keuntungan yang besar. Namun demikian keuntungan yang
besar tersebut akan dipengaruhi oleh produk roti yang harganya murah tetapi dengan kualitas
yang lebih tinggi daripada pengusaha toko roti lainnya. Roti dengan kualitas tinggi namun
dengan harga yang murah akan membuat orang tertarik dan merasa lebih diuntungkan karena
harganya yang murah (terjangkau).

Buchanan dan Tullock (1962) menyebutkan dua asumsi kunci teori pilihan rasional: (1)
Individu yang rata-rata lebih tertarik untuk memaksimalkan utilitas (kegunaan). Hal ini berarti
preferensi individu-nya akan mengarah pada pilihan-pilihan yang dapat memaksimalkan
keuntungan dan meminimalkan biaya. (2) Hanya individu yang membuat keputusan, bukan
kolektif. Hal tersebut dikenal sebagai metodologis individualisme dan menganggap bahwa
keputusan kolektif adalah agregasi dari pilihan individu.

Heckathorn, dalam (Ritzer and Smart, 2001), memandang bwahwa memilih itu sebagai
tindakan yang bersifat rasional dimana pilihan tersebut sangat menekankan pada prinsip
efisiensi dalam mencapai tujuan dari sebuah tindakan. Asumsi pokok dalam pilihan rasional
tersebut adalah sebagai berikut: Fenomena sosial, ekonomi dan fenomena kemasyarakatan
(societal) lainnya hanya dapat dijelaskan melalui pemahaman atas tindakan individu-individu,
atau suatu hubungan kausal penjelasan dan keberadaannya hanya dapat dicari pada tingkatan
indiviu mikro. Tindakan serta institusi pada dasarnya adalah tindakan sosial. Oleh sebab itu,
teori pilihan rasional menolak aggapan bahwa “atonisme sosial truistik” (truistic social
atonisme) yang memandang masyarakat sekedara merupakan gabungan individu-individu dan
institusi yang berisikan penjumlahan orang-orang, aturan-aturan dan peran-peran sosial.

Pada bagian lain, Heckathorn juga menyatakan bahwa, dilihat dari struktur umum teori
pilihan rasional, ternyata mencakup beberapa terminologi teoritik sebagai berikut; (1)
Sekumpulan aktor yang berfungsi sebagai pemain dalam sistem, (2) Alternatif-alternatif yang
tersedia bagi masing-masing aktor, (3) Seperangkat hasil yan mungkin diperoleh dari sejumlah
alternatif yang tersedia bagi aktor, (3) Seperangkat hasil yang mungkin diperoleh dari sejumlah
alternatif yang tersedia bgai aktor, (4) Pemilihan kemungkinan hasil oleh aktor dan (5) Harapan
aktor terhadap akibat dari parameter-parameter sistem.

Coleman (1994) memberikan gagasan mengenai teori pilihan rasional bahwa “orang-
orang bertindak secara purposif menuju tujuan, dengan tujuan (dan demikian juga tindakan-
tindakan) yang dibentuk oleh nilai-nilai atau preferensi”. Dia juga menambahkan bahwa bagi
aktor rasional yang berasal dari ekonomi, dalam memilih tindakan-tindakan tersebut seorang
aktor akan lebih memaksimalkan utilitas, atau pemenuhan kepuasan kebutuhan dan keinginan
mereka. Jadi pada intinya konsep yang tepat mengenai pilihan rasional adalah ketika seseorang
memilih tindakan yang dapat memaksimalkan kegunaan atau yang dapat memuaskan
keinginan dan kebutuhan mereka.

Dasar untuk semua bentuk teori pilihan rasional adalah asumsi bahwa fenomena sosial
yang kompleks dapat dijelaskan dalam kerangka dasar tindakan individu dimana mereka
tersusun (Scott, 2009). Scott menyatakan bahwa, “unit elementer kehidupan sosial adalah
tindakan individu. Untuk menjelaskan lembaga sosial dan perubahan sosial adalah dengan
menunjukkan bagaimana mereka timbul sebagai akibat dari aksi dan interaksi antar individu”.

Dalam teori pilihan rasional Scott, individu didorong oleh keinginan atau tujuan yang
mengungkapkan peferensi. Mereka bertindak dengan spesifik, mengingat kendala dan atas
dasar informasi yang mereka miliki tentang kondisi dimana mereka bertinfak. Paling
sederhadan, hubungan antara preferensi dan kendala dapat dilihat dalam istilah-istilah teknis
yang murni dari hubungan tentang sbuah sarana untuk mencapai tujuan. Karena tidak mungkin
bagi incividu untuk mencapai semua dari berbagai hal yang mereka inginkan, mereka juga
harus membuat pilihan dalam kaitannya dengan tujuannya dan sarana untuk mecapai tujuan
tersebut. Teori pilihan rasional berpendapat bahwa individu harus mengantisipasi hasil alteratif
tindakan dan menghitung mana yang lebih baik. Rasional individu dalam memilih alternatif-
lah yang akan memberikan mereka kepuasan.

Dari beberapa penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa fokus kajian dalam
teori pilihan rasional adalah pada aktor atau pelaku dimana seorang aktor tersebut merupakan
manusia yang memiliki maksud dan tujuan tertentu serta memiliki pilihan tindakan tertentu
yang berorientasi pada pencapaian tujuan terebut. Gagasan dasar dari teori ini adalah tindakan
perseorangan mengarah pada suatu tujuan dimana tujuan itu ditentukan oleh nilai atau pilihan.
Sehingga konsep yang tepat mengenai pilihan rasional adalah memilih tindakan yang dapat
memaksimalkan kegunaan atau yang dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan mereka atau
dengan kata lain memaksimalkan keuntungan dan meminimalisir biaya.

TEORI PILIHAN RASIONAL DALAM PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK

Teori pilihan rasional memang berakar kuat pada pemahaman ekonomi yang
merasionalkan pilihan pada tingkatan efisiensi yang dicapai dari sebuah proses tindakan
seseorang maupun secara kolektif. Namun demikian, dalam perkembangannya teori ini dapat
digunakan untuk mejelaskan fenomena yang terjadi pada berbagai macam disiplin ilmu
termasuk di dalamnya bagaimana menjelaskan sebuah pilihan tindakan yang dilakukan oleh
birokrasi dalm perumusan kebijakan publik.

Sudah menjadi sebuah rahasia umum bahwa birokrasi dan kebijakan publik adalah
sangat dipengaruhi oleh konstelasi politik yang sedang berkuasa. Sehingga, berdasarakan apa
yang dijelaskan oleh Buchanan, sebuah kebijakan publik bisa jadi merupakan sebuah alat yang
digunakan oleh aktor politik tertentu dalam mencapai tujuan atau memaksimalkan kepentingan
pribadinya.

Sebagaimana Tullock yang mencoba menjelaskan apa yang diinginkan oleh birokasi
jika birokrat merupakan pemaksimal utilitas kepentingan pribadi. Dia mengatakan bahwa,
secara rasional, birokrat berkepentingan dalam memaksimalkan utilitas melalui peningkatan
karis, dan peningkatan tersebut berdasarkan pada kesesuaian sistem birokrasi yang seringkali
tergantung pada rekomendasi atasan. Jika ini yang terjadi maka secara rasional birokrat hanya
akan berusaha menyenangkan atasan dan menempatkan dirinya dalam sebuah kondisi yang
diinginkan atasan. Dan untuk mendukung itu, seorang birokrat akan menyediakan iformasi
yang mencerminkan keinginannya dan menyembunyikan informasi yang bertentangan.

Ilustrasi yang disampaikan Gordon Tullock tersebut adalah sebuah paradoks dalam
kebijakan publik. Sebuah kebijakan publik harus didasarkan pada pencapaian tujuan yang
berakhir pada solusi pemecahan permasalahan publik. Jika yang terjadi demikian (seperti yang
terjadi dalam ilustrasi Tullock) maka bisa dipastikan bahwa kurangya informasi yang relevan
dengan kenyataan akan membuat kualitas kebijakan publik yang dibuat tidak akan sampai pada
pemecahan permasalahan publik tetapi hanya akan sampai pada penigkatan citra diri secara
politis.

Bunchanan dan Tullock telah memberikan asumsi dasar dalam teori pilihan rasional
bahwa keputusan kolektif merupakan agregasi dari keputusan individual. Dalam sebuah
birokrasi sudah menjadi keharusan bahwa individu-individu yang terhimpun di dalamnya
haruslah mendasarkan setiap rasionalisasi keputusannya pada pertimbangan biaya dan
keuntungan (efisiensi). Seperti yang dijelaskan oleh para ahli, bahwa sebuah pilihan tindakan
yang rasional harus dihadapkan pada pemenuhan utilitas suatu kebutuhan. Dalam merumuskan
kebijakan publik, yang merupakan sebuah instrumen dalam memecahkan permasalahan publik,
para aktor pembuat kebijakan harus bisa memilih tindakan yang didalamnya sudah mecakup
asas-asas efisiensi dimana efisiensi dipahami sebagai analisis biaya-keuntungan yaitu
meminimalkan biaya dan memaksimalkan keuntungan.

Misalnya dalam menaikkan harga BBM di kala harga minyak dunia semakin
melambung akibat adanya ketegangan geo-politik antara Amerika dan Iran di teluk. Opsi
kenaikan harga BBM akan menyebabkan subsidi ikut naik sehingga memotong subsidi
dianggap sebagai pilihan rasional dalam menghadapi permasalahan naiknya harga minyak
dunia tersebut. Namun apakah rasionalitas tersebut kemudian tidak memperhatikan dampak
sosial yang lain? Bisa kita lihat, harga BBM yang masih direncanakan akan naik per 1 April
2012 itu sudah membawa ketidak-kondusifan dalam masyarakat. Banyak harga bahan pokok
yang sudah naik duluan bahkan di beberapa tempat harga BBM sengaja dinaikkan dengan
alasan kelangkaan. Berbagai kekacauan akibat demonstrasi massa penolakan kenaikan harga
BBM juga menjadi pemandangan yang akrab dilihat oleh masyarakat. Sehingga akan menjadi
sebuah tindakan yang tidak rasional apabila kebijakan pemerintah tersebut masih
menggunakan analogi kacamata kuda dalam merasionalkan tindakannya.

Dengan demikian, dalam kaitannya dengan rasionalitas tindakan pembuatan kebijakan


publik, tidak semata-mata didasarkan pada efisiensi anggaran semata. Sebagaimana dinyatakan
di awal bahwa kebijakan publik haruslah sampai pada akar permasalahan publik sehingga dapat
menjadi solusi. Memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan biaya, dala kaitannya dengan
rasionalitas pemilihan tindakan tersebut harus memperhatikan berbagai macam aspek dan
bukan hanya tergantung pada kepentingan pribadi saja. Sebagai contoh adalah opsi kenaikan
harga BBM. Dari aspek ekonomi makro, kenaikan ini akan mempertahankan anggaran dengan
asumsi subsidi dikurangi atau tetap sehingga tidak mengganggu alokasi anggaran yang lain.
Namun demikian dampak sosial yang terjadi, seperti halnya tindakan anarkis para demonstran,
justru akan semakin membuat cost yang semakin tinggi. Kenaikan harga BBM yang diikuti
dengan naiknya sejumlah kebutuhan publik akan menyebabkan daya beli masyarakat menjadi
rendah sehingga akan meyebabkan kemiskinan struktural dimana-mana. Seharusnya kenaikan
harga minyak dunia harus diimbangi dengan naiknya subsidi. kenaikan subsidi bisa diambilkan
dari pemotongan anggaran tunjangan anggota dewan dan bukan dengan memotong anggaran
yang dimiliki oleh kementrian. Memotong anggaran kementrian sama halnya dengan
membatasi ruang gerak eksekutif dalam melaksanakan agenda pembangunan.

Subsidi BBM adalah hal yang paling rasional apabila kita melihat permasalahan bangsa
ini. Dengan catatan bahwa yang dapat menikmati subsidi tersebut adalah benar-benar rakyat
yang tidak mampu. Pemberian BLT hanya akan mendidik rakyat menjadi pasif dan tidak
berkembang. Dan kembali pemerintah harus menggunakan filosofi lebih baik memberi kail
dan umpan daripada hanya sekedar memberi ikan.

KESIMPULAN

Teori pilihan rasional adalah sebuah konsep yang menjelaskan bagaimana memilih
tindakan yang dapat memaksimalkan kegunaan atau yang dapat memuaskan keinginan dan
kebutuhan mereka atau dengan kata lain memaksimalkan keuntungan dan meminimalisir
biaya. Meskipun teori ini berakar pada ilmu ekonomi, namun dalam perkembangannya teori
ini dapat digunakan untuk mejelaskan fenomena yang terjadi pada berbagai macam disiplin
ilmu termasuk di dalamnya bagaimana menjelaskan sebuah pilihan tindakan yang dilakukan
oleh birokrasi dalm perumusan kebijakan publik.

Birokrasi yang baik adalah birokrasi yang mampu menghadirkan kemanfaatan bagi
publik melalui kebijakan-kebijakan publik yang unggul. Sehingga rasionalitas pola pikir
manajer tertinggi dalam sebuah birokrasi akan sangat menentukan ragam kebijakan yang
dihasilkannya. Dan yang terpenting adalah bahwa setiap pilihan rasional yang diambil bukan
hanya semata-mata dihadapkan pada pemenuhan kepentingan pribadi semata tetapi juga harus
mampu mencakup semua aspek-aspek strategis yang menentukan kemajuan atau kemunduran
dari sebuah sistem publik. Dengan demikian pilihan rasional dari sebuah pemilihan tindakan
birokrasi akan sangat ditentukan oleh rasionalitas seperti apa yang dimiliki oleh pimpinan
birokrasi tersebut.

Anda mungkin juga menyukai