Gus Dur : "Ya tidak tahulah, saya kan juga belum pernah nyicip. Tapi ini sih bukan soal rasa. Ini soal
khasiatnya."
Santri : "Kayak obat kuat aja pake khasiat segala. Emang Iblis bilang khasiatnya apa sih, Gus? Kok Nabi
Adam bisa sampai tergoda?"
Gus Dur : "Iblis bilang, kalau makan buah itu katanya bisa menjadikan Nabi Adam abadi."
Santri : "Anti-aging gitu, Gus?"
Gus Dur : "Iya. Pokoknya kekal."
Santri : "Terus Nabi Adam percaya, Gus? Sayang, iblis kok dipercaya."
Santri : "Oh iya, ya. Tapi, walau pun Iblis yang bisikin, tetap saja Nabi Adam yang salah. Gara–garanya,
aku jadi miskin kayak gini."
Gus Dur : "Kamu salah lagi, Kang. Manusia itu tidak diciptakan untuk menjadi penduduk surga. Baca
surat Al-Baqarah : 30. Sejak awal sebelum Nabi Adam lahir… eh, sebelum Nabi Adam diciptakan, Tuhan
sudah berfirman ke para malaikat kalo Dia mau menciptakan manusia yang menjadi khalifah (wakil
Tuhan) di bumi."
Santri : "Lah, tapi kan Nabi Adam dan Siti Hawa tinggal di surga?"
Gus Dur : "Iya, sempat, tapi itu cuma transit. Makan buah terlarang atau tidak, cepat atau lambat, Nabi
Adam pasti juga akan diturunkan ke bumi untuk menjalankan tugas dari-Nya, yaitu memakmurkan bumi.
Di surga itu masa persiapan, penggemblengan. Di sana Tuhan mengajari Nabi Adam bahasa, kasih tahu
semua nama benda. (lihat Al- Baqarah : 31).
Santri : "Jadi di surga itu cuma sekolah gitu, Gus?"
Gus Dur : "Kurang lebihnya seperti itu. Waktu di surga, Nabi Adam justru belum jadi khalifah. Jadi
khalifah itu baru setelah beliau turun ke bumi."
Santri : "Aneh."
Gus Dur : "Kok aneh? Apanya yang aneh?"
Santri : "Ya aneh, menyandang tugas wakil Tuhan kok setelah Nabi Adam gagal, setelah tidak lulus ujian,
termakan godaan Iblis? Pendosa kok jadi wakil Tuhan."
Gus Dur : "Lho, justru itu intinya. Kemuliaan manusia itu tidak diukur dari apakah dia bersih dari
kesalahan atau tidak. Yang penting itu bukan melakukan kesalahan atau tidak melakukannya. Tapi
bagaimana bereaksi terhadap kesalahan yang kita lakukan. Manusia itu pasti pernah keliru dan salah,
Tuhan tahu itu. Tapi meski demikian nyatanya Allah memilih Nabi Adam, bukan malaikat."
Santri : "Jadi, tidak apa-apa kita bikin kesalahan, gitu ya, Gus?"
Gus Dur : "Ya tidak seperti itu juga. Kita tidak bisa minta orang untuk tidak melakukan kesalahan. Kita
cuma bisa minta mereka untuk berusaha tidak melakukan kesalahan. Namanya usaha, kadang berhasil,
kadang enggak."
Santri : "Lalu Nabi Adam berhasil atau tidak, Gus?"
Santri : "Ya kalo cuma gitu semua orang bisa. Sesal kemudian tidak berguna, Gus."
Gus Dur : "Siapa bilang? Tentu saja berguna dong. Karena menyesal, Nabi Adam dan Siti Hawa dapat
pertobatan dari Tuhan dan dijadikan khalifah (lihat Al-Baqarah: 37). Bandingkan dengan Iblis, meski
sama-sama diusir dari surga, tapi karena tidak tobat, dia terkutuk sampe hari kiamat."
Santri : "Ooh…"
Gus Dur : "Jadi intinya begitulah. Melakukan kesalahan itu manusiawi. Yang tidak manusiawi, ya yang
iblisi itu kalau sudah salah tapi tidak mau mengakui kesalahannya justru malah merasa bener sendiri,
sehingga menjadi sombong."
Santri : "Jadi kesalahan terbesar Iblis itu apa, Gus? Tidak mengakui Tuhan?"
Gus Dur : "Iblis bukan atheis, dia justru monotheis. Percaya Tuhan yang satu."
Santri : "Masa sih, Gus?"
Gus Dur : "Lho, kan dia pernah ketemu Tuhan, pernah dialog segala kok."
Santri : "Terus, kesalahan terbesar dia apa?"
Gus Dur : "Sombong, menyepelekan orang lain dan memonopoli kebenaran."
Gus Dur : "Nabi Adam dikasih agama oleh Tuhan kan waktu diturunkan ke bumi (lihat Al- Baqarah: 37).
Bukan waktu di surga."
Santri : "Jadi, artinya, agama itu untuk bekal hidup, bukan bekal mati?"
Gus Dur : "Pinter kamu, Kang!"
Santri : "Santrinya siapa dulu dong? Gus Dur."