Anda di halaman 1dari 7

TUGAS

AKUNTANSI INTERNASIONAL
CONTOH KASUS KONSERVATISME VS OPTIMISME, PENGARUH FAKTOR
INFLASI DAN FAKTOR TINGKAT PERKEMBANGAN EKONOMI TERHADAP
PERKEMBANGAN AKUNTANSI

OLEH:
KELOMPOK 3

NI KADEK SANCHI KRISNA DEWI 1617051005


NGURAH BAGUS SONY ADITYA 1617051151
I PUTU UPADAYANA YUDI MAHENDRA 1617051165
I GEDE BAYU DARMIKA 1617051230
I GUSTI AGUNG KRISNA MUKTI 161705XXX

JURUSAN AKUNTANSI PROGRAM S1


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2019
Konservatisme versus Optimisme
Contoh konservatisme seperti prinsip cash basic yang mengakui adanya pendapatan
saat kas sudah benar-benar diterima sehingga akan berpengaruh terhadap laba, pengarunya
membuat laba terlihat kecil. Hal ini berlawanan dengan konsep optimisme contohnya
penggunaan akrual basic, yang mengakui pendapatan terlebih dahulu walaupun kas belum
diterima. Ini akan mempengaruhi laba menjadi terlihat besar.
Selain itu ada juga metode dalam pencatatan beban kerugian piutang ada metode
langsung dan metode cadangan. Metode cadangan merupakan metode konservatif karena ada
prinsip kehati-hatian dalam mengakui beban kerugian piutang. Pada metode ini saat
memperkirakan taksiran piutang yang tidak tertagih maka dibuat jurnal :
Beban cadangan kerugian piutang xxx
Cadangan kerugian piutang xxx
Jumlah beban terlihat besar sehingga mengurangi jumlah laba.

Berbeda dengan metoda langsung, tidak ada perkiraan taksiran kerugian piutang.
Apabila benar-benar sudah tidak tertagih baru dijurnal sejumlah yang tak tertagih tersebut.
Dengan juran sebagai berikut:
Beban kerugian piutang xxx
Piutang xxx
Metode langsung sesuai dengan prinsip otimisme karena laba perusahaan lebih tinggi
dari jumlah laba yang menggunakan metode cadangan.

Konservatisme biasanya digunakan untuk pelapran perpajakan sedangkan prisip


optimisme biasanya digunakan untuk laporan keuangan yang ditujukan kepada kreditor
maupun investor.
Inflasi
Inflasi diartikan sebagai kenaikan harga umum secara terus-menerus dalam periode
tertentu. Jika dilihat dari sudut pandang ekonomi, sebuah negara bisa mengalami inflasi
disebabkan karena permintaan dan penawaran ekonomi ataupun kombinasi keduanya.
Persoalan inflasi ini tergolong ke dalam pembahasan ekonomi makro, oleh karena itu analisis
yang digunakan adalah permintaan ekonomi secara agregat/keseluruhan dari ekonomi mikro.
Secara umum penyebab terjadinya inflasi dikelompoknya sebagai berikut:
1. Inflasi Tarikan Permintaan (Demand Pull Inflation)

Inflasi tarikan permintaan disebabkan naiknya permintaan total (agregat demand)


yang berlebihan sehingga terjadi perubahan harga. Kenaikan permintaan barang dan jasa
disebabkan: kenaikan jumlah uang yang beredar, kenaikan belanja pemerintah, dan
penurunan tingkat pajak. Alhasil, permintaan masyarakat atas barang dan jasa menjadi naik
volumenya, harganya pun akan terus meninggi.
2. Inflasi dari Sisi Penawaran (Supply Side Inflation)

Hal ini terjadi karena penurunan penawaran total (agregat supply). Ada berbagai
faktor yang menyebabkan menurunnya penawaran, seperti kenaikan upah dan harga bahan
baku. Peristiwa ini juga dinamakan inflasi dorongan biaya (cost-push inflation), yaitu inflasi
yang terjadi karena naiknya biaya produksi. Dengan meningkatnya biaya produksi, tentu akan
berimbas pada kenaikan harga-harga barang dan jasa.
3. Inflasi dari Sisi Permintaan dan Penawaran (Demand Supply Inflation)

Inflasi ini disebabkan kenaikan permintaan total yang disertai dengan turunnya
penawaran sehingga harga menjadi lebih tinggi. Misalnya, menjelang hari raya, permintaan
masyarakat terhadap barang-barang meningkat. Di sisi lain, hari raya membuat sebagian
penjual berhenti berdagang karena bersiap-siap untuk libur. Akibatnya, penawaran pun
menurun. Nah, meningkatnya permintaan masyarakat sekaligus menurunnya penawaran akan
membuat terjadinya inflasi.
Studi Kasus:
Berbicara terkait inflasi di Indonesia sendiri sangat erat kaitannya dengan krisis
moneter Indonesia pada tahun 1997/1998. Detik-detik beberapa bulan sebelum terjadinya
krisis moneter, tepatnya Juni 1997, nilai tukar rupiah terhadap dolar masih sangat adem,
hanya Rp 2.380 per dolar. Mendadak pada Januari 1998, dolar menguat menyentuh level Rp
11.000. Kemudian pada Juli 1998, rupiah terus merosot, US$1 setara dengan Rp 14.150. Pada
31 Desember 1998, rupiah menguat perlahan, tapi hanya mampu meningkat hingga Rp 8.000
untuk US$1.
Pada Juni 1997, banyak yang berpendapat bahwa Indonesia masih jauh dari krisis.
Karena beberapa pandangan ketika itu menyatakan bahwa Indonesia berbeda dengan
Thailand. Indonesia memiliki inflasi yang rendah, surplus neraca perdagangan lebih dari
US$900 juta, cadangan devisa cukup besar, lebih dari US$20 miliar, dan sektor perbankan
masih baik-baik saja. Walaupun sebenarnya di tahun-tahun sebelumnya, cukup banyak
perusahaan Indonesia yang meminjam dalam bentuk dolar. Karena sebelum 1997 memang
tercatat bahwa rupiah menguat atas dolar Amerika. Jadi, pinjaman dalam bentuk dolar
dianggap jauh lebih murah.
Krisis moneter yang melanda Indonesia diawali dengan terdepresiasinya secara tajam
nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (terutama dolar Amerika), akibat adanya domino
effect dari terdepresiasinya mata uang Thailand (bath), salah satunya telah mengakibatkan
terjadinya lonjakan harga barang-barang yang diimpor Indonesia dari luar negeri. Lonjakan
harga barang-barang impor ini, menyebabkan harga hampir semua barang yang dijual di
dalam negeri meningkat baik secara langsung maupun secara tidak langsung, terutama pada
barang yang memiliki kandungan barang impor yang tinggi.
Karena gagal mengatasi krisis moneter dalam jangka waktu yang pendek, bahkan
cenderung berlarut larut, menyebabkan nilai rupiah terjun bebas dari level 4.850/dolar AS
pada 1997, meluncur dengan cepat ke level sekitar Rp 17.000/dolar AS pada 22 Januari 1998,
atau terdepresiasi lebih dari 80 persen sejak mata uang tersebut diambangkan 14 Agustus
1997, sehingga membuat pasar uang dan pasar modal rontok, bank-bank nasional mendadak
terlilit kesulitan besar, banyak perusahaan mendadak bangkrut dan melakukan PHK, serta
menyebabkan kenaikan tingkat harga terjadi secara umum dan semakin berlarut-larut.
Akibatnya, angka inflasi nasional melonjak cukup tajam.
Lonjakan yang cukup tajam terhadap angka inflasi nasional yang tanpa diimbangi oleh
peningkatan pendapatan nominal masyarakat, telah menyebabkan pendapatan riil rakyat
semakin merosot. Juga, pendapatan per kapita penduduk merosot relatif sangat cepat, yang
mengakibatkan Indonesia kembali masuk dalam golongan negara miskin. Hal ini telah
menyebabkan semakin beratnya beban hidup masyarakat, khususnya pada masyarakat strata
ekonomi bawah.
Cara Mengatasi Inflasi oleh Pemerintah Indonesia
Pada umumnya pemerintah Indonesia lebih banyak menggunakan pendekatan
moneter dalam upaya mengendalikan tingkat harga umum. Pemerintah Indonesia lebih
senang menggunakan instrumen moneter sebagai alat untuk meredam inflasi, misalnya
dengan open market mechanism atau reserve requirement. Tetapi perlu diingat, bahwa
pendekatan moneter lebih banyak dipakai untuk mengatasi inflasi dalam jangka pendek, dan
sangat baik diterapkan peda negara-negara yang telah maju perekonomiannya, bukan pada
negara berkembang. Jadi, apabila pendekatan moneter ini dipakai sebagai alat utama dalam
mengendalikan inflasi di negara berkembang, maka tidak akan dapat menyelesaikan problem
inflasi di negara berkembang yang umumnya berkarakteristik jangka panjang.
Seperti halnya yang terjadi di Indonesia pada saat krisis moneter yang selanjutnya
menjadi krisis ekonomi, inflasi di Indonesia dipicu oleh kenaikan harga komoditi impor
(imported inflation) dan membengkaknya hutang luar negeri akibat dari terdepresiasinya nilai
tukar rupiah terhadap dollar Amerika dan mata uang asing lainnya. Akibatnya, untuk
mengendalikan tekanan inflasi, maka terlebih dahulu harus dilakukan penstabilan nilai tukar
rupiah terhadap valuta asing, khususnya dolar Amerika.
Dalam menstabilkan nilai kurs, pemerintah Indonesia cenderung lebih banyak
memainkan instrumen moneter melalui otoritas moneter dengan tight money policy yang
diharapkan selain dapat menarik minat para pemegang valuta asing untuk menginvestasikan
modalnya ke Indonesia melalui deposito, juga dapat menstabilkan tingkat harga umum.
Pada pemerintahan Indonesia saat ini, selain menggunakan pendekatan moneter
pemerintah juga telah memberlakukan kebijakan fiskal dan juga kebijakan nonmoneter dan
nonfiskal dalam upaya mengendalikan inflasi di Indonesia. Kebijakan fiskal berkaitan dengan
penerimaan dan pengeluaran anggaran pemerintah. Kebijakan fiskal yang dilakukan
pemerintah untuk mencegah inflasi adalah dengan mengurangi pengeluaran pemerintah,
meningkatkan tarif pajak, serta melakukan pinjaman. Sedangkan Kebijakan Nonmoneter dan
Nonfiskal yang dilakukan pemerintah adalah dengan meningkatkan hasil produksi,
mempermudah masuknya barang impor, menstabilkan pendapatan masyarakat (tingkat upah),
menetapkan harga maksimum, serta melakukan pengawasan dan distribusi barang.
Perkembangan ekonomi
Perkembangan ekonomi adalah Proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara
secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu.
Perkembangan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi
suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Pada
dasarnya pengertian dari perkembangan ekonomi adalah indikasi dari adanya pertumbuhan
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi sendiri merupakan perubahan kondisi dari perekonomian
suatu negara yang secara berkesinambungan menuju ke keadaan yang lebih baik selama satu
periode. Nah, perkembangan ekonomi ini mengikuti dari pertumbuhan ekonomi tersebut.
Perkembangan ekonomi lebih kearah bagaimana pertumbuhan ekonomi suatu perusahaan
atau lainnya mengalami perubahan berupa perkembangan dari beberapa sektor atau faktor
pendukungnya. Adanya perkembangan ekonomi ini tidak jauh dari pembangunan ekonomi.
Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan suatu pendapatan total dan
pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk yang disertai
dengan adanya perubahan fundamental di dalam struktur ekonomi suatu negara dan
pemerataan pendapatan bagi penduduk di suatu negara tersebut. Untuk melihat bagaimana
perkembangan ekonomi kita bisa melihat faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi
perkembangan ekonomi.

Faktor-Faktor Perkembangan Ekonomi


1. SDM (Sumber Daya Manusia)
Hal pertama yang dipengaruhi dari proses pertumbuhan ekonomi ke arah
perkembangan ekonomi adalah dipengaruhi oleh faktor SDM. Faktor SDM ini memiliki
pengaruh yang penting terutama dalam hal proses perkembangan ekonomi. Proses
perkembangan ekonomi ini dimunculkan juga dalam proses pembangunan yang mengikuti.
Di dalam proses pembangunan ini entah cepat atau lambat bergantung dari SDM yang
menjadi subjek dalam pembangunan dan kompetensi yang dimiliki memadai untuk proses
perkembangan ekonomi sendiri.
2. SDA (Sumber Daya Alam)
Selain SDM, SDA atau Sumber Daya Alam juga menjadi faktor yang penting dalam
mempengatuhi pertumbuhan ekonomi. Mengapa? Hal ini dikarenakan sebagian besar dari
negara berkembang, menjadikan perkembangan ekonomi negaranya bergantung dari SDA
yang dimiliki. Akan tetapi, jika sebuah negara tersebut memiliki SDA yang baik namun tidak
didukung dengan kualitas SDM yang berkualitas maka tentunya tidak akan mudah untuk
mendapatkan hasil produksi yang baik dari SDA.
3. IPTEK
IPTEK atau Ilmu Pengetahuan dan Teknologi juga menjadi salah satu faktor penting
dalam perkembangan teknologi. Dengan melihat perkembangan teknologi yang canggih
maka dalam mendapatkan proses perkembangannya juga lebih cepat. Tentunya hal ini akan
mendukung perkembangan ekonomi.
4. Budaya
Ternyata budaya juga memberikan dampak tersendiri dalam proses perkembangan
dan pertumbuhan ekonomi. Faktor budaya memiliki fungsi untuk membangkitkan dan
mendorong terjadinya proses pengembangan dan pembangunan ekonomi. Faktor budaya
menjadi faktor utama karena sikap kerja, cerdas, ulet dan jujur.
5. Modal
Modal menjadi salah satu faktor yang menentukan perkembangan ekonomi. Modal
sendiri juga berkesinambungan dengan SDM. Modal menjadi salah satu kebutuhan yang
penting untuk proses perkembangan ekonomi. Sebab, modal inilah yang nantinya akan
meningkatkan hasil produktivitas dari pekerjaan yang akan dikerjakan.

Faktor-Faktor Penghambat Perkembangan Ekonomi


Selain faktor yang mendukung perkembangan ekonomi ada juga faktor penghambat yang
perlu kita ketahui agar perkembangan ekonomi tidak terhambat. Antara lain:
1. KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme)
Adanya KKN ini akan mempersulit sebuah negara untuk mengalami pertumbuhan
dan perkembangan disektor perekonomian. Sehingga akan menimbulkan kekacauan yang
tidak terkendali dalam perkembangan ekonomi.
2. Inflansi
Sama halnya dengan KKN, inflansi juga akan memberikan dampak terjadinya
penurunan indeks kepercayaan dari konsumen karena masyarakat sendiri cenderung untuk
mengurangi melakukan proses berbalanja. Karena mereka menjadi berhati – hati terhadap
barang dan takut terjadinya resiko kenaikan harga yang tinggi.
3. Suku bunga yang tinggi
Bunga yang tinggi juga dapat mempengaruhi terjadinya investasi dari beberapa
pengusaha yang juga akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi
terutama dari negara-negara berkembang
4. Kenaikan harga BBM
Kenaikan harga BBM juga sangat mempengaruhi proses pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi. Hal ini dikarenakan dampak dari kebijakan yang dikeluarkan
sehingga pada akhirnya memberikan efek Mutiplayer effect yang dapat mempengaruhi
seluruh pertumbuhan dan perkembangan ekonomi secara nasional.
5. Tingkat keamanan
Jika ingin perkembangan ekonomi yang lancar maka anda harus menciptakan kondisi
keamanan yang kondusif. Sebab hal ini juga akan mempengaruhi kondisi ekonomi yang
menjadi lebih stabil lebih kuat. Untuk itu sangat penting membuat stabilitas dalam bidang
politik dan juga keamanan.

Anda mungkin juga menyukai