Anda di halaman 1dari 29

CBD

Otitis Media Supuratif Kronis

Diajukan untuk Melengkapi Tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL di RST dr. Soedjono Magelang

Disusun oleh:

Hastyo Wibowo

30101507463

Pembimbing:

dr Bambang Suryadi, Sp. THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTANAGUNG
SEMARANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN
CBD
Otitis Media Supuratif Kronis

Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas

Kepaniteraan Klinik Departemen THT Rumah Sakit Tk.II

dr. Soedjono Magelang

Oleh :

Hastyo Wibowo

30101507463

Magelang, 29 Mei 2019

Telah dibimbing dan disahkan oleh,

Pembimbing,

(dr Bambang Suryadi , Sp.THT-KL )


BAB I

PENDAHULUAN

Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Masing masing
golongan memiliki bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media supuratif akut
1
(OMA) dan otitis media supuratif kronis.
Otitis media supurasi kronis dahulu disebut otitis media perforata atau dalam
kehidupan sehari-hari disebut congek. Yang disebut OMSK ialah infeksi kronis
pada telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar
dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul.1
Faktor predisposisi terjadinya otitis media supuratif kronis kemungkinan
besar disebabkan oleh tuba eustachius, telinga tengah, dan sel-sel mastoid. Faktor
yang menyebabkan terjadinya OMSK ialah : gangguan fungsi tuba, perforasi
membran timpani yang menetap, obstruksi aerasi pada telinga tengah. 1
Diagnosa OMSK ditegakkan melalui anamnesis yang tepat pemeriksaan
status lokalis (THT), serta pemeriksaan penunjang lainnya untuk menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain dengan gejala sama ataubahkan untuk mencari
penyebab terjadinya penyakit tersebut. 1
Penanganan yang diberikan bila sekret yang keular terus-menerus, maka
diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2o2 3 % selama 3 – 5 hari.
Setelah sekret berkurang terapi dilanjutkan dengan obat tetes telinga yang
mengandung antibiotic dan kortikosteroid.1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. TELINGA TENGAH

Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa


ossis temporalis yang dilapisi oleh membrana mukosa. Ruang ini berisi
tulang-tulang pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran membran
timpani (gendang telinga) ke perilympha telinga dalam. Kavum timpani
berbentuk celah sempit yang miring, dengan sumbu panjang terletak lebih
kurang sejajar dengan bidang membran timpani. Di depan, ruang ini
berhubungan dengan nasopharing melalui tuba auditiva dan di belakang
dengan antrum mastoid.

Telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding anterior, dinding


posterior, dinding lateral, dan dinding medial. Atap dibentuk oleh lempeng
tipis tulang, yang disebut tegmen timpani, yang merupakan bagian dari
pars petrosa ossis temporalis. Lempeng ini memisahkan kavum timpani
dan meningens dan lobus temporalis otak di dalam fossa kranii media.
Lantai dibentuk di bawah oleh lempeng tipis tulang, yang mungkin tidak
lengkap dan mungkin sebagian diganti oleh jaringan fibrosa. Lempeng ini
memisahkan kavum timpani dari bulbus superior V. jugularis interna.
Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang
memisahkan kavum timpani dari a. carotis interna. Pada bagian atas
dinding anterior terdapat muara dari dua buah saluran. Saluran yang lebih
besar dan terletak lebih bawah menuju tuba auditiva, dan yang terletak
lebih atas dan lebih kecil masuk ke dalam saluran untuk m. tensor
tympani. Septum tulang tipis, yang memisahkan saluran-saluran ini
diperpanjang ke belakang pada dinding medial, yang akan membentuk
tonjolan mirip selat. Di bagian atas dinding posterior terdapat sebuah
lubang besar yang tidak beraturan, yaitu auditus antrum. Di bawah
ini terdapat penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit, kecil, disebut
pyramis. Dari puncak pyramis ini keluar tendo m. stapedius. Sebagian
besar dinding lateral dibentuk oleh membran timpani.

Dinding kavitas timpani

2.2. MEMBRAN TIMPANI


Membran timpani adalah membrana fibrosa tipis yang berwarna
kelabu mutiara. Membran ini terletak miring, menghadap ke bawah,
depan, dan lateral. Permukaannya konkaf ke lateral. Pada dasar
cekungannya terdapat lekukan kecil, yaitu umbo, yang terbentuk oleh
ujung manubrium mallei. Bila membran terkena cahaya otoskop, bagian
cekung ini menghasilkan "refleks cahaya", yang memancar ke anterior dan
inferior dari umbo.
Membran timpani berbentuk bulat dengan diameter lebih-kurang 1
cm. Pinggirnya tebal dan melekat di dalam alur pada tulang. Alur itu, yaitu
sulcus timpanicus, di bagian atasnya berbentuk incisura. Dari sisi-sisi
incisura ini berjalan dua plica, yaitu plica mallearis anterior dan posterior,
yang menuju ke processus lateralis mallei. Daerah segitiga kecil pada
membran timpani yang dibatasi oleh plika-plika tersebut lemas dan disebut
pars flaccida. Bagian lainnya tegang disebut pars tensa. Manubrium mallei
dilekatkan di bawah pada permukaan dalam membran timpani oleh
membran mucosa. Membran tympan sangat peka terhadap nyeri dan
permukaan luarnya dipersarafi oleh n.auriculotemporalis dan ramus
auricularis n. Vagus.
Dinding medial dibentuk oleh dinding lateral telinga dalam. Bagian
terbesar dari dinding memperlihatkan penonjolan bulat, disebut
promontorium, yang disebabkan oleh lengkung pertama cochlea yang ada
di bawahnya. Di atas dan belakang promontorium terdapat fenestra
vestibuli, yang berbentuk lonjong dan ditutupi oleh basis stapedis. Pada
sisi medial fenestra terdapat perilympha scala vestibuli telinga dalam. Di
bawah ujung posterior promontorium terdapat fenestra cochleae, yang
berbentuk bulat dan ditutupi oleh membran timpani sekunder. Pada sisi
medial dari fenestra ini terdapat perilympha ujung buntu scala timpani.
Tonjolan tulang berkembang dari dinding anterior yang meluas ke
belakang pada dinding medial di atas promontorium dan di atas fenestra
vestibuli. Tonjolan ini menyokong m. tensor timpani. Ujung posteriornya
melengkung ke atas dan membentuk takik, disebut processus
cochleariformis. Di sekeliling takik ini tendo m. tensor timpani membelok
ke lateral untuk sampai ke tempat insersionya yaitu manubrium mallei.
Sebuah rigi bulat berjalan secara horizontal ke belakang, di atas
promontorium dan fenestra vestibuli dan dikenal sebagai prominentia
canalis nervi facialis. Sesampainya di dinding posterior, prominentia ini
melengkung ke bawah di belakang pyramis.
Membran Timpani dextra tampak lateral

2.3. TULANG-TULANG PENDENGARAN


Di bagian dalam rongga ini terdapat 3 jenis tulang pendengaran yaitu
tulang maleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang
kompak tanpa rongga sumsum tulang.

Malleus adalah tulang pendengaran terbesar, dan terdiri atas caput, collum,
processus longum atau manubrium, sebuah processus anterior dan
processus lateral is. Caput mallei berbentuk bulat dan bersendi di posterior
dengan incus. Collum mallei adalah bagian sempit di bawah caput.
Manubrium mallei berjalan ke bawah dan belakang dan melekat dengan
erat pada permukaan medial membran timpani. Manubrium ini dapat
dilihat melalui membran timpani pada pemeriksaan dengan otoskop.
Processus anterior adalah tonjolan tulang kecil yang dihubungkan dengan
dinding anterior cavum timpani oleh sebuah ligamen. Processus lateralis
menonjol ke lateral dan melekat pada plica mallearis anterior dan posterior
membran timpani.

Incus mempunyai corpus yang besar dan dua crus. Corpus incudis
berbentuk bulat dan bersendi di anterior dengan caput mallei. Crus longum
berjalan ke bawah di belakang dan sejajar dengan manubrium mallei.
Ujung bawahnya melengkung ke medial dan bersendi dengan caput sta-
pedis. Bayangannya pada membrana tympani kadangkadang dapat dilihat
pada pemeriksaan dengan otoskop. Crus breve menonjol ke belakang dan
dilekatkan pada dinding posterior cavum tympani oleh sebuah ligamen.

Stapes mempunyai caput, collum, dua lengan, dan sebuah basis. Caput
stapedis kecil dan bersendi dengan crus longum incudis. Collum berukuran
sempit dan merupakan tempat insersio m. stapedius. Kedua lengan ber-
jalan divergen dari collum dan melekat pada basis yang lonjong. Pinggir
basis dilekatkan pada pinggir fenestra vestibuli oleh sebuah cincin fibrosa,
yang disebut ligamentum annulare.

2.4. TUBA EUSTACHIUS

Tuba eustachius terbentang dart dinding anterior kavum timpani ke bawah,


depan, dan medial sampai ke nasopharynx. Sepertiga bagian posteriornya
adalah tulang dan dua pertiga bagian anteriornya adalah cartilago. Tuba
berhubungan dengan nasopharynx dengan berjalan melalui pinggir atas m.
constrictor pharynges superior. Tuba berfungsi menyeimbangkan tekanan
udara di dalam cavum timpani dengan nasopharing.

2.5. ANTRUM MASTOID


Antrum mastoid terletak di belakang kavum timpani di dalam pars petrosa
ossis temporalis, dan berhubungan dengan telinga tengah melalui auditus
ad antrum, diameter auditus ad antrum lebih kurang 1 cm.
Dinding anterior berhubungan dengan telinga tengah dan berisi
auditus ad antrum, dinding posterior memisahkan antrum dari sinus
sigmoideus dan cerebellum. Dinding lateral tebalnya 1,5 cm dan
membentuk dasar trigonum suprameatus. Dinding medial berhubungan
dengan kanalis semicircularis posterior. Dinding superior merupakan
lempeng tipis tulang, yaitu tegmen timpani, yang berhubungan dengan me-
ninges pada fossa kranii media dan lobus temporalis cerebri. Dinding
inferior berlubang-lubang, menghubungkan antrum dengan cellulae
mastoideae.

FISIOLOGI TELINGA
FISIOLOGI PENDENGARAN
Pendengaranadalah persepsi saraf mengenai energi suara. Reseptor-
reseptor khusus untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi cairan.
Dengan demikian, gelombang suara hantaran udara harus disalurkan ke
arah dan dipindahkan ke telinga dalam, dan dalam prosesnya
melakukan kompensasi terhadap berkurangnya energi suara yang terjadi
secara alamiah sewaktu gelombang suara berpindah dari udara ke air.
Fungsi ini dilakukan oleh telinga luar dan telinga tengah.
Daun telinga, mengumpulkan gelombang suara dan menyalur-
kannya ke saluran telinga luar. Banyak spesies (anjing, contohnya)
dapat memiringkan daun telinga mereka ke arah sumber suara untuk
mengumpulkan lebih banyak gelombang suara, tetapi daun telinga
manusia relatif tidak bergerak. Karena bentuknya, daun telinga secara
parsial menahan gelombang suara yang mendekati telinga dari arah
belakang dan, dengan demikian, membantu seseorang membedakan
apakah suara datang dari arah depan atau belakang.
Lokalisasi suara untuk menentukan apakah suara datang dari kanan
atau kiri ditentukan berdasarkan dua petunjuk. Pertama, gelombang
suara mencapai telinga yang terletak lebih dekat ke sumber suara sedikit
lebih cepat daripada gelombang tersebut mencapai telinga satunya.
Kedua, suara terdengar kurang kuat sewaktu mencapai telinga yang
terletak lebih jauh, karena kepala berfungsi sebagai sawar suara yang
secara parsial mengganggu perambatan gelombang suara. Korteks pen-
dengaran mengintegrasikan semua petunjuk tersebut untuk menentukan
lokasi sumber suara. Kita sulit menentukan sumber suara hanya dengan
satu telinga.
Membran timpani, yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga
tengah, bergetar sewaktu terkena gelombang suara. Daerah-daerah
gelombang suara yang bertekanan tinggi dan rendah berselang-seling
menyebabkan gendang telinga yang sangat peka tersebut menekuk
keluar-masuk seirama dengan frekuensi gelombang suara.
Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membran timpani ke
cairan di telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai
yang terdiri dari tiga tulang yang dapat bergerak atau osikula (maleus,
inkus, dan stapes) yang berjalan melintasi telinga tengah. Tulang
pertama, maleus, melekat ke membran timpani, dan tulang terakhir,
stapes, melekat ke jendela oval, pintu masuk ke koklea yang berisi
cairan. Ketika membrana timpani bergetar sebagai respons terhadap
gelombang suara, rantai tulang-tulang tersebut juga bergerak dengan
frekuensi sama, memindahkan frekuensi gerakan tersebut dan membran
timpani ke jendela oval. Tekanan di jendela oval akibat setiap getaran
yang dihasilkan menimbulkan gerakan seperti gelombang pada cairan
telinga dalam dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi gelombang
suara semula. Namun, seperti dinyatakan sebelumnya, diperlukan
tekanan yang lebih besar untuk menggerakkan cairan. Terdapat dua
mekanisme yang berkaitan dengan sistem osikuler yang memperkuat
tekanan gelombang suara dan udara untuk menggetarkan cairan di
koklea. Pertama, karena luas permukaan membran timpani jauh lebih
besar daripada luas permukaan jendela oval, terjadi peningkatan
tekanan ketika gaya yang bekerja di membrana timpani disalurkan ke
jendela oval (tekanan gaya/satuan luas). Kedua, efek pengungkit tulang-
tulang pendengaran menghasilkan keuntungan mekanis tambahan.
Kedua mekanisme ini bersama-sama meningkatkan gaya yang timbul
pada jendela oval sebesar dua puluh kali lipat dari gelombang suara
yang langsung mengenai jendela oval. Tekanan tambahan ini cukup
untuk menyebabkan pergerakan cairan koklea.
Bagian koklearis telinga dalam yang berbentuk seperti siput adalah
suatu sistem tubulus bergelung yang terletak di dalam tulang
temporalis. Akan lebih mudah untuk memahami komponen fungsional
koklea, jika organ tersebut "dibuka gulungannya", seperti diperlihatkan
dalam. Di seluruh panjangnya, koklea dibagi menjadi tiga kompartemen
longitudinal yang berisi cairan. Duktus koklearis yang buntu, yang juga
dikenal sebagai skala media, membentuk kompartemen tengah. Saluran
ini berjalan di sepanjang bagian tengah koklea, hampir mencapai
ujungnya. Kompartemen atas, yakni skala vestibuli, mengikuti kontur
bagian dalam spiral, dan skala timpani, kompartemen bawah, mengikuti
kontur luar spiral. Cairan di dalam duktus koklearis disebut endolimfe.
Skala vestibuli dan skala timpani keduanya mengandung cairan yang
sedikit berbeda, yaitu perilimfe. Daerah di luar ujung duktus koklearis
tempat cairan di kompartemen atas dan bawah berhubungan disebut
helikotrema. Skala vestibuli disekat dare rongga telinga tengah oleh
jendela oval, tempat melekatnya stapes. Lubang kecil berlapis membran
lainnya, yakni jendela bundar, menyekat skala timpani dari telinga
tengah. Membrana vestibularis yang tipis memisahkan duktus koklearis
dare skala vestibuli. Membrana basilaris membentuk lantai duktus
koklearis, memisahkannya dare skala timpani. Membrana basilaris
sangat penting karena mengandung organ Corti, organ untuk indera
pendengaran.
Transmisi Gelombang Suara (a) Gerakan cairan di dalam perilimfe
ditimbulkan oleh getaran jendela oval mengikuti dua jalur: (1) melalui
skala vestibuli, mengitari helikotrema, dan melalui skala timpani,
menyebabkan jendela bundar bergetar; dan (2) "jalan pintas" dan skala
vestibuli melalui membrana basilaris ke skala timpani. Jalur pertama
hanya menyebabkan penghamburan energi suara, tetapi jalur kedua
mencetuskan pengaktifan reseptor untuk suara dengan membengkokkan
rambut di sel-sel rambut sewaktu organ Corti pada bagian atas
membrana basilaris yang bergetar, mengalami perubahan posisi
terhadap membrana tektorial di atasnya. (b) Berbagai bagian dart
membrana basilaris bergetar secara maksimal pada frekuensi yang
berbeda-beda. (c) Ujung membrana basilaris yang pendek dan kaku,
yang terletak paling dekat dengan jendela oval, bergetar maksimum
pada nada berfrekuensi tinggi. Membrana basilaris yang lebar dan
lentur dekat helikotrema bergetar maksimum pada nada-nada
berfrekuensi rendah.
Organ Corti, yang terletak di atas membrana basilaris, di seluruh
panjangnya mengandung sel-sel rambut, yang merupakan reseptor
untuk suara. Sel-sel rambut menghasilkan sinyal saraf jika rambut di
permukaannya secara mekanis mengalami perubahan bentuk berkaitan
dengan gerakan cairan di telinga dalam. Rambut-rambut ini secara
mekanis terbenam di dalam membrana tektorial, suatu tonjolan mirip
tenda-rumah yang menggantung di atas, di sepanjang organ Corti.
Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval
menyebabkan timbulnya gelombang tekanan di kompartemen atas.
Karena cairan tidak dapat ditekan, tekanan dihamburkan melalui dua
cara sewaktu stapes menyebabkan jendela oval menonjol ke dalam: (1)
perubahan posisi jendela bundar dan (2) defleksi membrana basilaris.
Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong perilimfe ke depan
di kompartemen atas, kemudian mengelilingi helikotrema; dan ke kom-
partemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela
bundar menonjol ke luar ke dalam rcngga telinga tengah untuk
mengkompensasi peningkatan tekanan. Ketika stapes bergerak mundur
dan menarik jendela oval ke luar ke arah telinga tengah, perilimfe
mengalir dalam arah berlawanan, mengubah posisi jendela bundar ke
arah dalam. Jalur ini tidak menyebabkan timbulnya persepsi suara;
tetapi hanya menghamburkan tekanan.
Gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan
suara mengambil "jalan pintas". Gelombang tekanan di kompartemen
atas dipindahkan melalui membrana vestibularis yang tipis, ke dalam
duktus koklearis, dan kemudian melalui membrana basilaris ke
kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela
bundar menonjol ke luar-masuk bergantian. Perbedaan utama pada jalur
ini adalah bahwa transmisi gelombang tekanan melalui membrana
basilaris menyebabkan membran ini bergerak ke atas dan ke bawah,
atau bergetar, secara sinkron dengan gelombang tekanan. Karena organ
Corti menumpang pada membrana basilaris, sel-sel rambut juga
bergerak naik turun sewaktu membrana basilaris bergetar. Karena
rambut-rambut dari sel reseptor terbenam di dalam membrana tektorial
yang kaku dan stasioner, rambutrambut tersebut akan membengkok ke
depan dan belakang sewaktu membrana basilaris menggeser posisinya
terhadap membrana tektorial. Perubahan bentuk mekanis rambut yang
maju-mundur ini menyebabkan saluran-saluran ion gerbang-mekanis di
sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal ini
menyebabkan perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang
bergantianpotensial reseptor—dengan frekuensi yang sama dengan
rangsangan suara semula.
Sel-sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi
melalui sinaps kimiawi dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang
membentuk saraf auditorius (koklearis). Depolarisasi sel-sel rambut
(sewaktu membrana basilaris bergeser ke atas) meningkatkan kecepatan
pengeluaran zat perantara mereka, yang menaikkan kecepatan potensial
aksi di serat-serat aferen. Sebaliknya, kecepatan pembentukan potensial
aksi berkurang ketika sel-sel rambut mengeluarkan sedikit zat perantara
karena mengalami hiperpolarisasi (sewaktu membrana basilaris
bergerak ke bawah).
Dengan demikian, telinga mengubah gelombang suara di udara
menjadi gerakan-gerakan berosilasi membrana basilaris yang
membengkokkan pergerakan maju-mundur rambut-rambut di sel
reseptor. Perubahan bentuk mekanis rambut-rambut tersebut
menyebabkan pembukaan dan penutupan (secara bergantian) saluran di
sel, reseptor, yang menimbulkan perubahan potensial berjenjang di
reseptor, sehingga mengakibatkan perubahan kecepatan pembentukan
potensial aksi yang merambat ke otak. Dengan cara ini, gelombang
suara diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang dapat dipersepsikan oleh
otak sebagai sensasi suara.

FisiologiPendengaran
2.6. Otitis Media Supuratif Kronis
2. 3.1. DEFINISI
Otitis media supurasi kronis dahulu disebut otitis media perforata atau
dalam kehidupan sehari-hari disebut congek. Yang disebut OMSK ialah
infeksi kronis pada telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan
sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul.
Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berubah nanah.
Dahulu disebut otitis media perforata (OMP) :
Suatu radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran
timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan,
baik terus menerus atau hilang timbul.

ETIOLOGI
Penyebab terbesar otitis media supuratif kronis adalah infeksi
campuran bakteri dari meatus auditoris eksternal , kadang berasal dari
nasofaring melalui tuba eustachius saat infeksi saluran nafas atas.
Organisme-organisme dari meatus auditoris eksternal termasuk
staphylococcus, pseudomonas aeruginosa, B.proteus, B.coli dan
aspergillus. Organisme dari nasofaring diantaranya streptococcus viridans
( streptococcus A hemolitikus, streptococcus B hemolitikus dan
pneumococcus.
Pada saat ini kemungkinan besar proses primer untuk terjadinya
OMSK adalah tuba eustachius, telinga tengah dan sel-sel mastoid. Faktor
yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi
kronis sangat majemuk, antara lain :
a. gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis akibat :
 infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang
 obstruksi anatomic tuba eustachius parsial atau total
b. perforasi membrane timpani yang menetap
c. obstruksi terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid
d. Terapi yang terlambat diberikan
e. Terapi yang tidak adekuat
f. Virulensi kuman tinggi
g. Daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang)
h. Gizi & higiene buruk

Letak Perforasi
Letak perforasi di membran timpani penting untuk menentukan
tipe/jenis OMSK. Perforasi membran timpani dapat ditemukan di daerah
sentral, marginal, maupun atik. Oleh karena itu disebut perforasi sentral,
marginal, ataupun atik.
Pada perforasi sentral, perforasi terdapat di pars tensa, sedangkan
diseluruh tepi permukaan membran timpani masih ada sisa. Pada perforasi
marginal sebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan anulus
atau sulkus timpanikum. Perforasi atik ialah perforasi yang terletak di pars
flaksida.
Letak perforasi di membran timpani penting untuk menentukan tipe/jenis
OMSK :
 Perforasi sentral : perforasi terdapat di pars tensa
 Perforasi marginal : sebagian tepi perforasi langsung
berhubungan dengan anulus/sulkus timpanikum
 Perforasi atik : perforasi terletak di pars flaksida
 Jenis OMSK
OMSK dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu OMSK tipe aman/tipe
mukosa/tipe benigna/tubotimpani, terbagi menjadi 2:
 OMSK dpt dibagi atas 2 jenis :
 OMSK tipe aman (tipe mukosa = tipe benigna)
 OMSK tipe bahaya (tipe tulang = tipe maligna)
 Berdasarkan aktifitas sekret yang keluar :
 OMSK aktif : sekret/otorrhea keluar dari kavum timpani
secara aktif
 OMSK tenang : keadaan kavum timpani terlihat basah/ kering,
tidak ada otorrhea

Patogenesis
Omsk lebih merupakan penyakit kekambuhan daripada menetap,
keadaan ini lebih berdasarkan waktu dan stadium daripada keseragaman
gambaran patologi, ketidakseragaman ini disebabkan oleh proses
peradangan yang menetap atau kekambuhan disertai dengan efek
kerusakan jaringan, penyembuhan dan pembentukan jaringan parut secara
umum gambaran yang ditemukan :
1. Terdapat perforasi membrane timpani dibagian sentral, ukuran
bervariasi dari 20 % luas membrane timpani sampai seluruh membrane
dan terkena dibagian-bagian dari annulus.
2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit. Dalam periode tenang
akan nampak normal kecuali infeksi telah menyebabkan penebalan
atau metaplasia mukosa menjadi epitel transisonal.
3. Jaringan tulang tulang pendengaran dapat rusak/ tidak tergantung pada
berat infeksi sebelumnya
4. Mastoiditis pada OMSK paling sering berawal pada masa kanak-kanak
, penumatisasi mastoid paling aktif antara umur 5 -14 tahun. Proses ini
saling terhenti oleh otitis media yang sering. Bila infeksi kronis terus
berlanjut mastoid mengalami proses sklerotik, sehingga ukuran
mastoid berkurang. Antrum menjadi lebih kecil dan penumatisasi
terbatas hanya ada sedikit sel udara saja sekitar antrum.
2. 3.2. GEJALA KLINIS
 Tipe Benigna
Gejalanya berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau
busuk ketika pertama kali ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi
dengan pembersihan dan penggunaan antibiotik lokal biasanya cepat
menghilang, discharge mukoid dapat konstan atau intermitten.
Gangguan pendengaran konduktif selalu didapat pada pasien dengan
derajat ketulian tergantung beratnya kerusakan tulang2 pendengaran
dan koklea selama infeksi nekrotik akut pada awal penyakit. Perforasi
membrane timpani sentral sering berbentuk seperti ginjal tapi selalu
meninggalkan sisa pada bagian tepinya . Proses peradangan pada
daerah timpani terbatas pada mukosa sehingga membrane mukosa
menjadi berbentuk garis dan tergantung derajat infeksi membrane
mukosa dapt tipis dan pucat atau merah dan tebal, kadang suatu polip
didapat tapi mukoperiosteum yang tebal dan mengarah pada meatus
menghalangi pandangan membrane timpani dan telinga tengah sampai
polip tersebut diangkat . Discharge terlihat berasal dari rongga timpani
dan orifisium tuba eustachius yang mukoid da setelah satu atau dua
kali pengobatan local abu busuk berkurang. Cairan mukus yang tidak
terlalu bau datang dari perforasi besar tipe sentral dengan membrane
mukosa yang berbentuk garis pada rongga timpani merupakan
diagnosa khas pada omsk tipe benigna.
 Tipe Maligna
Mengingat OMSK tipe bahaya seringkali menimbulkan
komplikasi yang berbahaya, maka perlu ditegakkan diagnosis dini.
Terjadi perforasi pada daerah marginal atau atik. Tand aini biasanya
merupakan tanda dini pada oMSK tipe bahaya, sedangkan pada kasus
yang berlanjut dapat terlihat abses atau fistel retroaurikular, polip atau
jaringan granulasi di liang telinga luar yang berasal dari dalam telinga
tengah, terdapat kolastetoma pada telinga tengah. Sekret berbentuk
nanah dan berbau khas (aroma kolesteatom) atau terlihat bayangan
kolesteatoma pada foto rontgen mastoid.
2. 3.3. DIAGNOSIS
Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan THT
terutama pada otoskopi. Pada anamnesis ditemukan gejala Tuli konduktif
Ottorhea (serous, mukus, purulen jarang), nyeri (jarang, karena tidak
menyerang tulang), Vertigo (jarang, jika terjadi perubahan tekanan saja,
atau perubahan suhu yang lebih mudah akibat besarnya lubang), pada tipe
mukosa persisten bisa disebabkan KU pasien kurang baik (anemi, penyakit
sistemik)

Pemeriksaan fisik
1. Garputalagangguan pendengaran konduktif (CHL)
2. Audiometri (biasanya tuli CHL)
3. Otoskopi
4. Perforasi membrane timpani sentral
5. Sekret mukus, serus, purulen (jarang) keluar ke CAE
6. Radiologi (untuk melihat penyebaran ke tulang
untuk tipe ini biasanya tidak perlu).

2. 3.4. DIAGNOSIS BANDING


a. OMSK tipe aman
b. OMSK tipe maligna
c. Otitis media Efusi
2. 3.5. DIAGNOSIS SEMENTARA
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)
2. 3.6. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Prinsip terapi OMSK tipe benigna ialah konstervatif atau dengan
medika mentosa. Bila sekret yang keular terus-menerus, maka diberikan
obat pencuci telinga, berupa larutan H2o2 3 % selama 3 – 5 hari. Setelah
sekret berkurang terapi dilanjutkan dengan obat tetes telinga yang
mengandung antibiotic dan kortikosteroid, kultur dan tes resisten penting
untuk perencanaan terapi karena dapat terjadi strain-strain baru seperti
pseudomonas atau puocyaneous.
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi.
Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan
terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses
subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum
kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan atau
tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis
kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :
 Mastoidektomi sederhana ( simple mastoidectomy)
 Mastoidektomi radikal
 Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
 Miringoplasti
 Timpanoplasti
 Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty)

Konservatif : debridemant

2. 3.7. KOMPLIKASI
OMSK tipe benigna :
Omsk tipe benigna tidak menyerang tulang sehingga jarang
menimbulkan komplikasi, tetapi jika tidak mencegah invasi organisme
baru dari nasofaring dapat menjadi superimpose otitis media supuratif akut
eksaserbsi akut dapat menimbulkan komplikasi dengan terjadinya
tromboplebitis vaskuler.
Prognosis dengan pengobatan local, otorea dapat mongering.
Tetapi sisa perforasi sentral yang berkepanjangan memudahkan infeski
dari nasofaring atau bakteri dari meatus eksterna khususnya terbawa oleh
air, sehingga penutupan membrane timpani disarankan.
OMSK tipe maligna :
Komplikasi dimana terbentuknya kolesteatom berupa :
1. erosi canalis semisirkularis
2. erosi canalis tulang
3. erosi tegmen timpani dan abses ekstradural
4. erosi pada permukaan lateral mastoid dengan timbulnya abses
subperiosteal
5. erosi pada sinus sigmoid
Prognosis kolesteatom yang tidak diobati akan berkembang menjadi
meningitis, abes otak, prasis fasialis atau labirintis supuratif yang
semuanya fatal. Sehingga OMSK type maligna harus diobati secara aktif
sampai proses erosi tulang berhenti.

BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. R
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 58 tahun
Alamat :
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan
Status : Menikah
No. CM :
Tanggal Masuk : 21 Mei 2019
Tanggal Pemeriksaan : 21 Mei 2019
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 21 Mei di poli

THT RST dr. Soedjono Magelang


2.1. Keluhan Utama:

Pasien datang dengan keluhan keluar Cairan berwarna kekuningan dari


telinga kanan.

2.2. Riwayat Penyakit Sekarang:

Keluar cairan pada telinga kanan sudah sejak lebih dari 2 bulan
yang lalu. Cairan berwarna kekuningan dan menetes terus, nyeri pada
telinga kanan (+) telinga kiri (-), penurunan pendengaran pada pasien
disangkal dan pasien merasa telinga kiri berdengung (+). Keluhan
dirasakan semakin memburuk dan tidak membaik saat pasien istirahat.
Sebelumnya pasien batuk pilek yang sering kambuh dan tidak berobat
ke dokter maupun minum obat.

2.3. Riwayat trauma kepala (-), rasa gatal telinga dan hidung (-),
sumbatan pada hidung (+/-), cairan pada hidung (-/-), rasa gatal telinga
dan hidung (-/-), telinga berdenging(+/-).

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat penyakit serupa : disangkal


Riwayat trauma pada wajah : disangkal
Riwayat trauma pada kepala : disangkal
Riwayat alergi : disangkal

2.3. Riwayat Penyakit Keluarga:


Pada keluarga tidak didapatkan riwayat yang sama
Riwayat alergi pada keluarga disangkal.
2.4. Riwayat Sosial Ekonomi:
Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS.
Kesan ekonomi : cukup

III. PEMERIKSAAN FISIK


3.1. Status Generalis:
3.1.1. Keadaan Umum : Baik
3.1.2. Kesadaran : Compos Mentis
3.1.3. Status Gizi : BMI 21.3 (overweight)
3.1.4. Tanda Vital
i. Tekanan Darah: 110/70 mmHg
ii. Nadi : 100 x/menit
iii. RR : 20 x/menit
iv. Suhu : 36,5 C

3.2. Status Lokalis THT (Telinga, Hidung, Tenggorokan)


3.2.1. Kepala dan Leher
Kepala : Normocephale
Wajah : Simetri
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)
3.2.2. Gigi dan Mulut:
Gigi-geligi : Tampak ada karies M1 kanan dan kiri atas
Lidah : normal, kotor (-), tremor (-)
Pipi : bengkak (-)
3.2.3. Telinga

Kanan Kiri
Auricula Bentuk normal, Bentuk normal,
nyeri tarik (-) nyeri tarik (-)
tragus pain (-) tragus pain (-)
Pre Auricular Bengkak (-), Bengkak (-),
nyeri tekan(-), nyeri tekan (-),
fistula(-) fistula (-)
Retro Bengkak (-), Bengkak (-),
Nyeri tekan(+) Nyeri tekan(-)
Auricular
Mastoid Bengkak (-), Bengkak (-),
Nyeri tekan(-) Nyeri tekan(-)
CAE eritema (-) eritema (-)
Serumen (-) Serumen (-)
Discharge (+) warna Discharge (-)
Corpus alienum (-)
kekuningan
Corpus alienum (-)
Membran Warna: Putih keabu Warna: Putih keabu-abuan
Timpani abuan mengkilat seperti mutiara
Intak (-) Intak (+)
Perforasi (+) Perforasi (-)
Cone of light (+) Cone of light (+)
Retraksi (-) Retraksi (-)

3.2.4. Hidung dan Sinus Paranasal:

Bagian Hidung Luar


Dextra Sinistra
Bentuk Normal Normal
Inflamasi atau tumor - -
Nyeri tekan & nyeri ketuk Nyeri tekan & nyeri Nyeri tekan & nyeri
sinus ketuk pipi (-) ketuk pipi (-)
Rhinoskopi Anterior
Sekret Mukopurulen (-) Mukopurulen (-)
Mukosa Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konka nasi media et inferior Hipertrofi (-) Hipertrofi (-)
Corpus alienum (-) (-)
Massa (-) (-)
Septum Deviasi (-)
Rhinoskopi Posterior
Septum Deviasi (-)
Cauda dari konka superior,
Hipertrofi (-) Hipertrofi (-)
media, inferior
Massa (-) (-)
Corpus alienum (-) (-)
adenoid Hipertrofi (-) Hipertrofi (-)
Post nasal drip (-)

Pemeriksaan Sinus

Dekstra Sinistra
Inspeksi
o Pembengkakan pada - -
pipi
o Warna kulit Sama dengan sekitar Sama dengan sekitar
Palpasi
- -
o Nyeri tekan di pipi - -
o Nyeri tekan di atas
orbita - -
o Nyeri tekan di
cantus medius
Transiluminasi
o Sinus Maksila Cahaya terang Cahaya terang
o Sinus Frontal

3.2.5. Rongga mulut dan Tenggorokan

Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)


Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda
Geligi Warna kuning gading, caries (-) M1 superior dextra et sinistra
Ginggiva Warna merah muda, sama dengan daerah sekitar
Lidah Tidak ada ulkus, dalam batas normal
Uvula Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-)
Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)
Faring Mukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-)
Tonsila palatine Kanan Kiri
Ukuran T1 T1
Warna Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Permukaan Rata Rata
Kripte Melebar (-) Melebar (-)
Detritus (-) (-)
Post nasal drip -

IV. RESUME
5.1. Anamnesis
a. Otore AD bewarna kekuningan
b. Tinitus AS
c. Nyeri telinga kanan

d. RPD : Keluar cairan pada telinga kanan sudah sejak lebih dari 2
bulan yang lalu. Cairan berwarna kekuningan dan menetes terus,
nyeri pada telinga kanan (+) telinga kiri (-), penurunan
pendengaran pada pasien disangkal dan pasien merasa telinga kiri
berdengung (+). Keluhan dirasakan semakin memburuk dan tidak
membaik saat pasien istirahat. Sebelumnya pasien batuk pilek yang
sering kambuh dan tidak berobat ke dokter maupun minum obat.
e. Riwayat trauma kepala (-), rasa gatal telinga dan hidung (-),
sumbatan pada hidung (+/-), cairan pada hidung (-/-), rasa gatal
telinga dan hidung (-/-), telinga berdenging(+/-).

f. RPK : Tidak ada riwayat keluhan yang sama pada keluarga. Tidak
ada anggota keluarga yang memiliki riwayat alergi.
g. RPSosek : Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS.
5.2. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Kepala dan Leher:Dalam batas normal
b. Pemeriksaan Gigi dan mulut : Dalam batas normal
c. Pemeriksaan Telinga & Tenggorokan :
Auris Dextra :Otorea warna kekuningan, Nyeri telinga kanan
 CAE
 Eritema (-)
 Otorea (+) warna kekuningan
 Membran timpani
 Hiperemis (-)
 Perforasi m timpani sentral (+)
 Bulging (-)

Auris Sinistra :Tinitus

d. Pemeriksaan Hidung: Dalam batas normal

V. DIAGNOSIS BANDING:
 Otitis Media Supuratif Kronis
 Otitis Media Efusi
 Otitis Media Eksaserbasi Akut

VI. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Pemeriksaan Darah Lengkap
 Audiometri
 Pemeriksaan bakteriologis

VII. DIAGNOSIS

• Otitis Media Supuratif Akut

VIII. USULAN TERAPI dan PENGELOLAAN


Konservatif : debidemant auris dextra
Medikamentosa:
 Obat pencuci telinga H2O2 3% 2 x 6 tetes AD
 Ofloxacin tab 200mg 2XI selama 7 hari
 Metylprednisolon tab 4mg 2XI
Operatif :
- Tympanoplasti

IX. PROGNOSIS:

- Quo ad vitam : dubia ad bonam

- Quo ad sanam : dubia ad bonam

- Quo ad functionam : dubia ad bonam


X. EDUKASI
 Menjaga kebersihan telinga dan tidak mengorek-ngorek liang telinga.
 Antibiotik harus diminum sampai habis
 Bila mandi telinga kanan ditutup dengan kapas telinga dalam posisi
kering.
 Datang kembali untuk kontrol, untuk melihat perkembangan peyembuhan
pada telinga dan menilai komplikasi
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien seorang laki-laki berusia 58 tahun datang dengan
keluhan keluar cairan pada telinga kanan sudah sejak lebih dari 2 bulan yang lalu.
Pasien juga telinga kiri terdapat suara berdenging dan nyeri pada telinga kanan.
Hasil anamnesis menunjukkan proses perjalanan penyakit yang sesuai dengan
perjalanan penyakit pada OMSK keluhan keluar cairan bewarna kekuningan
dirasakan sudah sejak lebih dari 2 bulan.

Pemeriksaan fisik telinga: terdapat cairan yang keluar dari telinga tengah.
Tampak cairan bewarna kekuningan pada liang telinga kanan.
Membran timpani kanan perforasi sentral.
Pada riwayat penyakit dahulu diakui bahwa sebelumnya tidak terdapat
riwayat penyakit seperi ini sebelumnya. Terdapat riwayat batuk pilek berulang
dan tidak adanya riwayat alergi.
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan cairan keluar pada auris dextra. Pada
pemeriksaan otoskopi terdapat perforasi pada sentral membran timpani. Selain itu
juga didapatkan nyeri pada retro auricula dextra dan terdapat tinitus pada auris
sinistra.
Terapi yang diberikan berupa terapi konservatif (debridemant auris dextra),
terapi medikamentosa (antibiotik oral, kortikosteroid oral, analgetik) dan terapi
pembedahan yakni Tympanoplasti .

DAFTAR PUSTAKA
1. Mangunkusumo E, Damayanti S. Sinus Paranasal. Dalam: Supardi EA,
Iskandar N, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan
Kepala Leher. Ed 5. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI; 2001. p.115 – 119
2. Mangunkusumo E, Rifki N. Dalam: Supardi EA, Iskandar N, editor. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Ed 5. Jakarta:
Balai Penerbitan FKUI; 2001. p.120-124
3. Anonymous. Anesthesia for Otorhinolaryngological Surgery. In: Morgan GE,
Mikhail MS, Murray MJ, editors. Clinical Anesthesiology. 6th ed. New York,
NY: McGraw Hill; 2006. p. 837-47
4. Rubin MA, Gonzales R, Sande MA. Infections of the Upper Respiratory Tract.
In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL,
editors. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16 th ed. New York, NY:
McGraw Hill; 2005. p. 185-93
5. Higler PA. Nose: Applied Anatomy dan Physiology. In: Adams GL, Boies LR,
Higler PA, editors. Boies Fundamentals of Otolaryngology. 6 th ed.
Philadelphia, PA: WB Saunders Company; 1989. p.173-90
6. Sobol SE, Schloss MD, Tewfik TL. Acute Medical Treatment. August 8,
2005. Available from: http://www.emedicine.com. Accessed August 15, 2006
7. Boies ET. . In: Harwood-Nuss A, Wolfson AB, Linden CA, Shepherd SM,
Stenklyft PH. The Clinical Practice of Emergency Medicine. 3 rd ed.
Philadelphia, PA: Lippincott Williams & Wilkins Publishers; 2001
8. H, Hinthorn D. Sinusitis. January 16,2003. Available from:
http://www.emedicine.com. Accessed June 20, 2006
9. Suardana W, et al. Rhinologi. Dalam: Suardana W, Bakta M, editor. Pedoman
Diagnosis dan Terapi. Denpasar: Komite Medik RSUP Sanglah; 2000.

Anda mungkin juga menyukai