Anda di halaman 1dari 14

Program Pemberdayaan Anak-Anak Terlantar Di Nusa Tenggara Barat (Chairun Nasirin)

PROGRAM PEMBERDAYAAN ANAK-ANAK TERLANTAR DI


NUSA TENGGARA BARAT
Chairun Nasirin
Sekolah Tinggi Kesehatan Mataram
E-mail: chairun_nasirin@yahoo.com
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan dan hasil program
pemberdayaan anak-anak terlantar di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Hasil penelitian ini
memperlihatkan beberapa hal sebagai berikut: Pertama, Pemerintah Provinsi NTB telah mejalankan
Program Pemberdayaan Anak Terlantar melalui berbagai bentuk kegiatan seperti Pendidikan dan
pelatihan bagi anak terlantar melalui BLK/KLK/LBK, bantuan usaha ekonomi produktif, bantuan
bagi organisasi sosial, yayasan dan lembaga swadaya masyarakat, melakukan kegiatan pelatihan
kewirausahaan bagi anak-anak terlantar, dan melakukan pendampingan sosial bagi anak-anak
terlantar, serta melaksanakan sosialisasi dan diseminasi tentang perlindungan anak. Namun, apa
yang telah dilakukan oleh Pemprov NTB masih jauh dari esensi pemberdayaan sepertimenciptakan
iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling), memperkuat potensi atau
daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering), dan memberdayakan mengandung pula arti
melindungi. Kedua, Pelaksanaan program pemberdayaan anak terlantar di NTB dinilai memberikan
hasil dan manfaat bagi komunitas anak-anak terlantar. Namun. hasil dan manfaat tersebut belum
dirasakan secara merata oleh keseluruhan anak terlantar di NTB dan belum jelas sejauhmana
keberlanjutan program tersebut.
Kata Kunci: Pemberdayaan Masyarakat, Anak Terlantar, Otonomi Daerah
A STUDY OF NEGLECTED CHILDREN EMPOWERMENT IN WEST NUSA TENGGARA
Abstract This study aims to describe the implementation and results of development programs and
neglected children in the province of West Nusa Tenggara. Results of this study show some of the
following: First, the NTB provincial government has mejalankan Neglected Children Empowerment
Program through various forms of activities such as education and training for displaced
children through BLK / KLK / LBK, productive economic aid, assistance for social organizations,
foundations and non-governmental organizations, entrepreneurial training activities for abandoned
children, and social guidance for abandoned children, as well as socialize and dissemination of
child protection. However, what has been done by the NTB provincial government is still far from
the essence of empowerment that allows potential climate sepertimenciptakan evolving society
(enabling), or the potential to strengthen community-owned power (empowering), and it contains
also means protecting empowering. Second, implementation of empowerment programs waif in
NTB considered to provide results and benefits to the community of abandoned children. Yet. The
results and benefits have not been felt equally by the whole waif in NTB and sustainability is
unclear how far the program.
Keyword: Community Empowerment, Neglected Children, Local Autonomy

PENDAHULUAN Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan


Dalam pelaksanaan proses pemerintahan Daerah (PEMDA), yang kemudian direvisi
dan pembangunan, pemerintah mempunyai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
kedudukan dan peran sangat strategis berkaitan 2008, daerah diberikan kewenangan untuk
dengan peningkatan kesejahteraan dan dapat mengatur dan mengurus sendiri
keadilan masyarakat. Melalui Undang-Undang urusan pemerintahan yang diarahkan untuk
239
Sosiohumaniora, Volume 15 No. 3 November 2013: 239 - 252

mempercapat terwujudnya kesejahteraan serta fungsi pembangunan (development


masyarakat melalui peningkatan pelayanan, function) dalam rangka pembenahan birokrasi
pemberdayaan dan pembangunan masyarakat, publik kearah yang lebih baik. Disisi lain,
termasuk dalam upaya pemerintah untuk walaupun Indonesia menganut prinsip negara
menanggulangi masalah sosial seperti anak- kesatuan dimana pusat kekuasaan berada pada
anak terlantar. pemerintah pusat, namun dengan menyadari
Sementara itu, Peraturan PP No. 84 keberagaman yang dimiliki oleh Bangsa
Tahun 2000 Tentang Pedoman Organisasi Indonesia, baik kondisi sosial, ekonomi
Perangkat Daerah yang menuntut perhatian maupun budaya, dan dengan diberlakukannya
persyaratan-persyaratan kapabilitas untuk kebijakan ini tentunya hal-hal yang berkaitan
menangani berbagi hal, yang berkaitan dengan masalah sosial seperti halnya
dengan: (a) implikasi pengetrapan kaidah- anak terlantar (neglected) tentunya dapat
kaidah demokrasi, penyertaan peran serta berjalan baik. Dengan demikian, pelimpahan
masyarakat, pemerataan, keadilan dan sebagian kewenangan terhadap pelaksanaan
perhatian terhadap potensi daerah dalam pemerintahan daerah, seperti halnya dinas
era reformasi; (b) persaingan global dan sosial, departemen tersebut tentunya dapat
pengelolaan kewenangan yang luas, nyata melaksanakan tugas rutin, serta dapat
dan bertanggung jawab; (c) konstelasi sistem memberikan pelayanan publik yang lebih baik
pemerintahan yang berimplikasi terhadap di daerahnya.
adanya pola hubungan kemitraan antara Kehidupanmasyarakat yang sejahtera
legislatif eksekutif dalam suatu jejaring merupakan kondisi ideal dan menjadi
kerja antar lembaga (inter agency network); dambaansetiap warga masyarakat (Soetomo,
(d) pengurusan prakarsa dan energi otonom 2008), karena itu merupakan kewajiban negara
serta distribusi pelayanan jasa pemerintahan, (stateobligation)untukmemberikanjaminan
pelayanan sosial dan kegiatan perekonomian pada setiap warga untuk memperoleh akses
daerah, (e) meningkatnya sumber daya yang baik terhadap berbagai kebutuhan dasar
keuangan dan pembiayaan yang berimplikasi manusia (Raper, 2008). Masalahsosial yang
terhadap upaya peningkatan demokrasi terkait dengan keterlantaran anak merupakan
sofistikasi perencanaan dan kinerja unggulan fenomenasosial yang tidak dapat dihindari
penyelenggaraan pemerintahan daerah bagi keberadaannya dalam kehidupan masyarakat,
peningkatan kesejahteraan masyarakat menuju terutama bagimasyarakat yang tinggal di
masyarakat madani yang terbuka secara perkotaan, dimana salah satu faktor dominan
normatif yang dapat menginterpretasikan yang akan mempengaruhi perkembangan
kaidah-kaidah pemerintahan yang baik sesuai masalah sosial tersebut adalah kemiskinan.
yang telah digariskan. Masalah kemiskinan di Indonesia merupakan
Setiap program pembangunan masyarakat salah satu dampak negatif terhadap
pada dasarnya selalu menempatkan pentingnya meningkatnya arus urbanisasi dari daerah
institusi pemerintah daerah instrumen pedesaan menuju kota.
pembangunan, khususnya di era otonomi Salah satu fenomena masalah sosial
daerah. Rondinelli (1983) menjelaskan bahwa yang dihadapi Provinsi NTB, seperti di Kota
desentralisasi adalah merupakan manifestasi Mataram, adalah banyak ditemukan anak-
perencanaan, pengambilan keputusan atau anak yang menghabiskan waktunya di jalanan.
merupakan suatu kewenangan administratif Bahkan, hasil penelitian tahun 2011 dari Pusat
dari pemerintah kepada organisasinya. Oleh Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan
karena itu, setiap rencana pembangunan Sosial Kementerian Sosial menunjukkan di
pada masa lalu selalu diorientasikan pada Propinsi NTB terdapat 12 ribu anak jalanan
tugas umum pemerintahan (regular function) dari total 94 ribu anak jalanan. Jumlah itu
240
Program Pemberdayaan Anak-Anak Terlantar Di Nusa Tenggara Barat (Chairun Nasirin)

terbanyak se-Indonesia sebagaimana terlihat 34  Asuhan  Keluarga  serta  pemberian


pada tabel dibawah ini. bantuan pada 13 organisasi Profesi/
Tabel 1. Jumlah Anak Jalan di 10 Provinsi di Lembaga/LSM/Organisasi Sosial lainnya;
Indonesia 3. Pemberian bantuan bagi anak yatim piatu
No.
1.
Provinsi Jumlah
tahun 2010 sebanyak 2050 orang senilai
Nusa Tenggara Barat 12.764
Rp. 200.000,-/orang; dan
2.
Nusa Tenggara Timur 11.937
4. Penyaluran  bantuan  kepada  70  Lembaga/
3.
Jawa Tengah 8.027 Yayasan/Pantai Asuhan/Kelompok/
4.
Jawa Timur 7.872 Organisasi  Lainnya  pada  tahun  2009
5.
Jawa Barat 4.650 yang tersebar di 9 Kabupaten/ Kota se-
6.
Sulawesi Tengah 4.636 NTB.(Sumber: RPJMD NTB 2009-2013).
7.
Banten 3.902 Kemudia, program-program penanganan
8.
Sumatera Barat 3.353 anak terlantar juga dapat dilihat dibeberapa
9.
Maluku 2.899 satuan kerja di lingkungan Pemprov NTB.
10. Lampung 2.799 Pertama, Dinas Pendidikan Provinsi NTB.
Dinas Pendidikan memandang keberadaan
Sumber: Pusdatin Kemensos, 2010. anak jalanan sebagaianak putus sekolah.
Aktivitas anak-anak terlantar dijalanan Untuk itu kebijakan penanganan yang
ini lebih banyak melakukan kegiatan diterapkanadalah penempatan anak jalanan
meminta-minta dengan cara menadahkan pada lembaga-lembaga ketrampilanbagi
tangan ke tiap orang yang lewat. Lebih parah anak putus sekolah. Selain itu Dinas ini juga
lagi tidak sedikit yang mangkal di tempat- memberikankesempatan kepada anak jalanan
tempat yang berbahaya atau mengganggu untuk mengikuti Paket Belajar A, Bmaupun
ketertiban umum seperti traffic light, trotoar,
C serta ujian-ujian persamaan. Disamping
dan sebagainya. Umumnya, ada beberapa
penyebab menjamurnya anak-anak terlantar itu, Dinas ini jugamengalokasikan dana yang
di NTB, yaitu permasalahan ekonomi dan cukup besar yang tersebar di sejumlahwilayah
minimnya kepedulian masyarakat di berbagai untuk penyelenggaraan PKBM (Pusat
daerah di NTB, karenaumumnya anak terlantar Kegiatan BelajarMasyarakat). Kedua, Dinas
di Kota Mataram merupakan pendatang dari Sosial Provinsi NTB. Dinas Sosial Kota
Kabupaten se-NTB. Mereka adalah anak- Mataram tidak secara khusus menetapkan
anak yang kurang beruntung secara ekonomi kebijakan penanganan anak jalanan. Anak
yang sebagian besar dari mereka berasal jalanan dipandang sebagai bagian anak
dari keluarga miskin dan tidak mempunyai
terlantar pada umumnya, yang dengan
kemampuan untuk memberdayakan dirinya.
Selama ini, program-program untuk mengatasi demikian penangannya juga dimasukkan
anak-anak terlantar di jalanan di NTB, dalam kategori anak terlantar. Anak terlantar
hususnya Kota Mataram, telah dilakukan ditangani melalui basis keluarga (family base),
melalui program-program dibidang ke- basis masyarakat (community base), dan basis
sejahteraan sosial institusi (institutional base). (Sumber: Hasil
Program-program tersebut di antaranya seperti: Penelitian Pusdatin Kemensos, 2011).
1. Menyatukan  persepsi,  koordinasi  dan 
Mencermati berbagai program dan kegiatan
menfasilitasi  terbitnya  Kebijakan
Pelayanan  Rehabilitasi  Sosial  dan  penangan anak-anak terlantar di Provinsi
Penangan Masalah Strategis; NTB, maka pertanyaan penelitian yang
2. Penyaluran  bantuan  bagi  150  Kelompok  menarik diajukan adalah sebagai berikut:
Usaha  Bersama (KUBe),  15  Yayasan, 
241
Sosiohumaniora, Volume 15 No. 3 November 2013: 239 - 252

bagaimanakah pelaksanaan dan hasil program secara terperinci; (2) penyelenggaraan


penangan anak terlatar yang dilakukan oleh pemerintahan dilaksanakan oleh alat-alat
Pemerintah Daerah NTB dalam rangka perlengkapan yang seluruhnya bukan terdiri
meningkatkan kemandirian kesejahteraan dari pada pejabat pusat, tatapi pegawai
pemerintah daerah; (3) penanganan segala
sosial bagi anak terlantar?
urusan itu seluruhnya diselenggarakan atas
Peran Pemerintah Daerah di Era Otonomi dasar inisiatif atau kebijaksanaan sendiri; (4)
Daerah hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah
Kehadiran pemerintahan dan keber- daerah yang mengurus rumah tangga sendiri
adaan pemerintah adalah sesuatu yang adalah hubungan pengawasan saja; (5) seluruh
penting bagi proses kehidupan masyarakat, penyelenggaraan pada dasarnya dibiayai dari
sekecil apapun kelompoknya, bahkan sebagai sumber keuangan sendiri.
individu sekalipun membutuhkan pelayanan Karena itu, pemerintah memiliki tugas
pemerintah (Sarundajang, 2002). Dan secara melindungi masyarakat dari pelanggaran
sadar atau tidak sadar, harus diakui bahwa dan invasi masyarakat lainnya dan sejauh
banyak sisi kehidupan kita sehari-hari yang mungkin bertugas melindungi setiap anggota
erat hubungannya dengan fungsi-fungsi masyarakat dari ketidakadilan atau tekanan
pemerintah di dalamnya. dari tekanan dari anggota masyarakat lainnya,
Penyelengaraan program jaminan sosial serta bertugas menegakan administrasi
harus melibatkan pemerintah daerah dan keadilan secara pasti (Muluk, 2007). Disisi
keterlibatan pemerintah daerah diperlukan lain sudah menjadi idaman bagi masyarakat
untuk menjamin penyelenggaraan program negara-negara di dunia untuk memperloleh tata
jaminan sosial bagi penduduk di daerah pemerintahan yang baik (good governance)
agar lebih baik. Menurut Sulastomo (2008), yang mampu mengelola pemerintahan secara
ada beberapa peran pemerintah dalam baik pula.
meningkatkan jaminan sosial bagi masyarakat, Selama ini masyarakat sering
yaitu: (1) pengawasan penyelenggaraan memandang sinis terhadap pemerintahannya
program Sistem Jaminan Sosial Nasional sendiri, karena berbagi perilaku yang kurang
(SJSN), agar sesuai dengan ketentuan, (2) simpatik dan lebih cenderung bersikap sebagai
menyediakan anggaran tambahan untuk iuran, penguasa daripada pelayanan masyarakat.
baik untuk “penerima bantuan iuran” ataupun Karenanya, salah satu tuntutan di era reformasi
masyarakat yang lain; (3) penentuan peserta saat ini adalah menciptakan pemerintahan
“penerima bantuan iuran”; (3) penyediaan/ yang baik, dimana Pemerintah daerah harus
pengadaan dan pengelolaan sarana penunjang, mampu melayani masyarakat secara baik,
misalnya sarana kesehatan; mengusulkan menciptakan iklim yang memungkinkan
pemanfaatan/investasi dana Sistem Jaminan kreatifitas masyarakat berkembang dan yang
Sosial Nasional di daerah terkait; dan saran/ mampu mengatasi masalah-masalah dalam
usul kebijakan penyelenggaraan Sistem masyarakat secara arif bijaksana, sehingga
Jaminan Sosial Nasional. masyarakat makin merasa membutuhkan
Dalam hal mengurus rumah tangganya keberadaan pemerintah tersebut.
pemerintahan, Sarundajang (2002) lebih Senada dengan pernyataan diatas,
jauh menjelaskan beberapa ciri-ciri pada Kessler, dkk (2005) menyarankan perlunya
pemerintahan lokal (local self government), best practice bagi pemerintah dalam membuat
yaitu: (1) segala urusan yang diselenggarakan suatu kebijakan, seperti perlunya suatu negara
merupakan urusan yang sudah dijadikan untuk menyiapkan konsultan ahli yang khusus
urusan-urusan rumah tangga sendiri, oleh menangani masalah sosial yang berkaitan
sebab itu urusan-urusannya perlu ditegaskan dengan keterlantaran dengan melakukan
242
Program Pemberdayaan Anak-Anak Terlantar Di Nusa Tenggara Barat (Chairun Nasirin)

pendekatan sistem bagi anak yang mempunyai menyalurkan tekanan lokal serta dapat
masalah sosial. menyatukan kepentingan daerah.
Sejalan dengan hal itu, Stewart and Pemberdayaan Anak-Anak Terlantar
Stewart (1994) menjelaskan empat macam Pemberdayaan merupakan suatu strategi
peran penting pemerintah, yaitu: (a) alokatif, pembangunan yang diarahkan langsung pada
yaitu peran pemerintah dalam mengalokasikan akar persoalannya yaitu dengan meningkatkan
sumber daya ekonomi yang ada agar kemampuan berbagai kelembagaan sosial
pemanfaatannya bisa optimal dan mendukung lokal yang diduga dapat menjadi faktor
efisiensi produksi. (b) distributif, yaitu penguat dalam menunjang keberhasilan
pernana pemerintah dalam mendistribusikan pembangunan kesejahteraan sosial di daerah
sumber daya, kesempatan dan hasil-hasil (Friedmann, 1992).
ekonomi secara adil dan wajar. (c) stabilisatif, Anak-anak adalah bagian kelompok
yaitu peranan pemerintah dalam memelihara anggota masyarakat yang kurang beruntung
stabilitas perekonomian dan memulihkannya karena berbagai faktor yang dialami
jika berada dalam keadaan disequilibrium. (d) keluarganya, seperti persoalan kemiskinan.
dinamisatif, yaitu peranan pemerintah dalam Menurut Direktorat Pelayanan Sosial Anak
menggerakkan proses pembangunan ekonomi Depsos RI (2005), definisi anak-anak terlantar
agar lebih cepat tumbuh, berkembang, dan di jalanan atau disebut dengan childrenof the
maju. street adalah anak yang memanfaatkan hampir
Pemerintah daerah mempunyai pe- seluruh waktunyauntuk tinggal di jalanan.
ran yang penting dalam meningkatkan Anak-anak terlantar mengalami kerenggangan
kesejahteraan masyarakatnya, tidak terkecuali bahkan keterputusan hubungan dengan orang
dalam meningkatkan kesejahteraan bagi anak tua mereka sehingga akhirnya mereka hidup
terlantar, serta pemenuhan kebutuhan dalam berbagai tempat yang rentan menjadi korban
menyediakan kebutuhan bagi penduduknya. korban pelecehan sosial,emosional, fisik dan
Ada beberapa alasan pemerintah melakukan bahkan seksual.
penyediaan barang publik yang sesuai dengan Pemberdayaan anak-anak terlantar
kebutuhan penduduknya. Stewart and Stewart menurut Mujiyadi, dkk (2011) dapat
(1994) mejelaskan empat hal pokok tersebut dilakukan dengan tiga model. Pertama, family
sebagai berikut. Pertama, dalam sistem based. Model ini berbasiskan pemberdayaan
pemerintahan yang bertingkat, birokrat kelembagaan keluarga melalui melalui
pada tingkat bawah memiliki pengetahuan pemberian modalusaha, memberikan
yang lebih (knowledge in society) tentang tambahan makanan, dan memberikan
keinginan penduduknya, jika dibandingkan penyuluhantentang keberfungsian keluarga
dengan sistem sentralisasi. Kedua, dengan dan lain sebagainya. Hasil yang diharapkan
adanya desentralisasi, pemerintah tentunya dari model ini adalah upaya aktif keluarga
akan menjamin kontrol yang lebih demokratis dalam membina dan menumbuh kembangkan
terhadap aparat. Ketiga, pemerintah dari anak terlantar di jalanan. Kedua, institutional
berbagai tingkatan harus saling bekerja sama based. Inti dari model pemberdayaan ini adalah
dan jika salah satunya mengabaikan keinginan memberdayakan lembaga-lembaga sosial di
warganya, mereka dapat melakukan tekanan masyarakat dengan menciptakan networking,
pada pemerintah. Keempat. Penyediaan kolaborasi, dan kemitraan. Pola kemitraan,
oleh daerah menghasilkan barang dan jasa jejaring, dan kolaborasi melibatkan berbagai
publik lokal yang lebih efisien dan penduduk lembaga sosial kemasyarakatan dengan
menjadi lebih sadar akan biaya pelayanan. institusi pemerintahan maupunnon pemerintah
dengan demikian peran pemerintah daerah seperti kalangan dunia usaha.Ketiga, multi-
dapat menjadi senjata yang efektif untuk system based. Model ini merupakan model
243
Sosiohumaniora, Volume 15 No. 3 November 2013: 239 - 252

yang komprehensif, terintegrasi, dan pengelolaan sumber daya yang tersedia.


sistematis dengan membangun jaringanyang Ketiga, elemen accountability. Para pelaksana
mengakomodasi berbabagi pihak yang terkait program pemberdayaan, seperti pemerintah,
dengan pemberdayaan anak-anak terlantar, bisnis, dan politisi, harus menerapkan prinsip
yaitu anak terlantar di jalanan, keluarga akuntabilitas, yaitu “making them answerable
anak terlantar, masyarakat, pemerhati anak, for their policies and actions that affect the
kalangan akademisi, aparat pemerintah serta wellbeing of citizens”. Keempat, elemen
instansi terkait lainnya. local organizational capacity. Substansi
Esensi pemberdayaan anak-anak dari elemen ini mengacu pada “the ability of
terlantar sejalan dengan substansi konsep people to work together, organize themselves,
pemberdayaan masyarakat yang dikemukakan and mobilize resources to solve problems of
Friedman (1992), dimana pemberdayaan anak common interest”.
terlantar memberikan perhatian pada dua hal, Pemberdayaan anak terlantar dalam
yaitu: (1) pengaturan oleh diri masyarakat atau rangka mewujudkan pembangunan manusia
komunitas anak terlantar (self-organizing) yang berkelanjutuan (sustainable human
dan (2) membangun kepercayaan diri anak- development).Pemberdayaan tersebut
anak terlantar (self reliance). Pemberdayaan merupakan mekanisme alokasi manfaat
kelompok sosial anak-anak terlantar ini sosial (social benefits), dan memberikan
merupakan alternatif pembangunan yang suara kelompok miskin dan keterlantaran
memberi titik tekan pada otonomi pengambilan dalam pembentukan keputusan politik dan
keputusan dari suatu kelompok masyarakat pemerintah (political and government decision
yang diberdayakan dengan berlandaskan pada making) untuk melindungi dan memperkuat
sumber daya pribadi, partisipatif, demokratis budaya, keyakinan agama dan nilai-nilai. Hal
dan pembentukan kelembagaan sosial melalui ini disetujui oleh Clark (1998) dalam salah satu
pembelajaran sosial berdasarkan pengalaman. chapter yang berkaitan dengan “Minorities
Program pemberdayaan anak-anak and Discrimination”, menjelaskan bahwa
terlantar dalam relevan dengan konsep pada umumnya para ahli sosial politik tidak
pemberdayaan yang digunakan oleh Narayan setuju dengan definisi yang terkait dengan
(2002), yaitu “Empowerment refers broadly to adanya diskriminasi. Hal ini dijelaskan juga
the exspansion of freedom of choice and action bahwa diskriminasi tersebut tentunya akan
to shape one’s life”.Baginya, pemberdayaan berdampak pula pada budaya dan lembaga-
merupakan pengembangan dari kebebasan lembaga yang terkait dengan masalah tenaga
untuk memilih dan berbuat dalam rangka kerja, latar bekakang keluarga, kualitas
menentukan masa depan kehidupannya. pendidikan, lingkungan sekitar, perilaku sosial
Ada empat elemen kunci keberhasilan di dalam masyarakat.
dari suatu program pemberdayaan yang Pokok-pokok pikiran diatas meng-
dikemukakan Narayan (2002: 18-22) dan gambarkan mengenai pentingnya kehidupan
ini dapat digunakan untuk menjelaskan yang setara bagi warga masyarakat, sehingga
dalam konteks pemberdayaan anak terlantar. pemenuhan hak-hak dasar seperti kesehatan,
Pertama, elemen access to information. pendidikan, lapangan kerja maupun jaminan
Artinya perlu ada informasi yang sosial dapat menjadi prioritas negara dalam
sifatnyatimbal balik antara government to menghilangkan diskriminasi. Seperti halnya
citizens dan from citizens to government. konsep negara kesejahteraan (welfare state),
Kedua, elemen inclusion and participation. pemerintah diharapkan dapat menjamin
Kelompok miskin harus dilibatkan dalam distribusi kebutuhan dasar warganya
pengambilan keputusan dan diberikan untuk dapat mencapai standar kehidupan
kewenangan serta pengendalian terhadap yang memadai. Kusumaatmadja (2007)
244
Program Pemberdayaan Anak-Anak Terlantar Di Nusa Tenggara Barat (Chairun Nasirin)

berpandangan bahwa dalam praktiknya dalam dan Corbin, 2003). Penelitianini dilakukan
negara kesejahteraan, suatu pemerintahan terhadap setting masalah dikaji dan dilakukan
tentunya harus dapat: (a) mengontrol dan secara komprehensif, holistic, mendalam dan
mendayagunakan sumber daya sosial ekonomi sesuai dengan kondisi latarnya (alamiah).
untuk kepentingan publik; (b) menjamin Fokus Penelitian
distribusi kekayaan secara adil dan merata; Fokuspenelitian ini adalah pelaksanaan
(c) mengurangi kemiskinan, (d) menyediakan dan hasil program penangan anak terlatar
asuransi sosial (pendidikan, kesehatan) bagi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah
masyarakat miskin; (e) menyediakan subsidi Provinsi NTB dalam rangka meningkatkan
untuk layanan sosial dasar bagi disadvabtaged kemandirian kesejahteraan sosial bagi anak
people; (f) memberi proteksi sosial bagi tiap terlantar.
warganya.
Pada dasarnya, permasalahan yang Lokasi Penelitian
paling mendasar dari kehidupan di negara- Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi
negara berkembang ialah kemiskinan NTB, khususnya di kawasan-kawasan strategis
sekalipun mereka mempunyai sumber- perkotaan tempat dimana-mana anak-anak
sumber kekayaan alam (raw material). Ikbar terlantar menjalankan aktivitasnya.
(2006) menjelaskan bahwa kemauan yang Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
kuat bagi negara-negara berkembang untuk Data penelitian ini terdiri dari data primer
melepaskan diri dari kemiskinan baik karena dan data sekunder. Data primer diperoleh
produk sejarah penjajahan yang panjang, atau melalui : pertama, metode wawancara
karena pemerintah yang salah urus maupun mendalam untuk mengeksplorasi informasi
akibat menjadi objek-objek negara besar dan tentang fenomena pemberdayaan anak
industri. Karena itu, studi kapitalis-liberalisme terlantar yang merupakan fokus penelitian
secara umum banyak pula mempersoalkan ini. Sebagai informan adalah pihak yang
keterbelakangan dunia ketiga karena faktor- menguasai persoalan pemberdayaan anak
faktor domestik dan kekeliruan kebijakan terlantar seperti Dinas Sosial Pemprov. NTB,
negara-negara yang beriklim tidak kondusif, anak-anak terlantar sebagai objek program
situasi represif, dan pemerintah yang tidak pemberdayaan, dan lembaga-lembaga civil
bersih maupun pelecehan terhadap hak asasi society yang bergerak di perlindungan anak.
manusia. Dengan demikian, the study of Kedua, teknik observasi dengan mengamati
welfare reform has become an inquiry into langsung objek penelitian, seperti aktivitas
administrative implementation of policies. harian anak terlantar dan pelaksanaan program
(Ewalt & Jennings Jr, 2004), sehingga pemikiran pemberdayaan anak terlantar. Sedangkan data
yang berkaitan dengan negara sejahtera sekunder meliputi data-data seperti BPS NTB
tentunya merupakan bentuk implementasi dari dalam Angka, RPJMD Provinsi NTB, dan
administrasi kebijakan publik dalam arti untuk dokumen terkait lainnya.
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
khususnya komunitas anak-anak terlantar. Teknik Analisis Data
Seluruh data hasil penelitian dianalisis
METODE dengan analisis kualitatif lalu disajikan
Jenis Penelitian secara deskriptif yang berisi kutipan-kutipan
Penelitian ini menggunakan jenis hasil observasi maupun hasil wawancara
penelitian kualitatif yang ditujukan untuk mendalam.Analisis data dilakukan dengan
menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak menggunakan metode analisis data kualitatif.
dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan yang dilakukan melalui langkah-langkah
prosedur-prosedur statistik atau dengan cara- reduksi data, penyajian data, yang diakhiri
cara lain dari kuantitatif (pengukuran) (Strauss dengan verifikasi dan penarikan kesimpulan.
245
Sosiohumaniora, Volume 15 No. 3 November 2013: 239 - 252

Gambaran Umum Lokasi Penelitian Namun keadaan geografi tersebut


a. Letak Geografis berbanding terbalik dengan kondisi
Letak dan Keadaan Alam Nusa demografi NTB. Pada kenyataannya jumlah
Tenggara Barat yang terdiri dari Pulau penduduk di Pulau Lombok lebih besar dari
Lombok dan Pulau Sumbawa, memiliki luas jumlah Penduduk Pulau Sumbawa dengan
wilayah 20.153,15 km2.Terletak antara 115° perbandingan 3 : 1.
46’ - 119° 5’ Bujur Timur dan 8° 10’ - 9 °g 5’ Tingkat pertumbuhan penduduk kurang
Lintang Selatan. Selong merupakan kota yang lebih 1,42 persen per tahun dari 4, 5 juta
mempunyai ketinggian paling tinggi, yaitu jiwa lebih penduduk NTB. Matapencaharian
148 m dari permukaan laut sementara Raba penduduk NTB sebagian besar pada sektor
terendah dengan 13 m dari permukaan laut. pertanian dalam arti luas, kemuadianj
Dari tujuh gunung yang ada di Pulau Lombok, sektor perdagangan dan jasa serta industri
Gunung Rinjani merupakan tertinggi dengan rumah tangga. Dengan lebih dari empat juta
ketinggian 3.775 m, sedangkan Gunung penduduk NTB tersebut dinamika kehidupan
Tambora merupakan gunung tertinggi di sosial masyarakat di provinsi ini amat dinamis.
Sumbawa dengan ketinggian 2.851 m. Warga NTB yang ramah dan terbuka, hidup
Berdasarkan data statistik dari lembaga berdampingan secara harmonis.
meteorologi, temperatur maksimum pada Kendati masyarakat NTB terdiri dari
tahun 2001 berkisar antara 30,9° – 32,1° C, tiga suku bangsa utama, mereka hidup dalam
dan temperatur minimum berkisar antara kerukunan dan keselarasan jalinan sosial
20,6° - 24,5&degC. Temperatur tertinggi kemasyarakatan. Dua dari tiga suku bangsa di
terjadi pada bulan September dan terendah NTB, adalah penduduk asli Pulau Sumbawa.
ada bulan Nopember. Sebagai daerah tropis, Mereka disebut Tau Samawa atau orang
NTB mempunyai rata-rata kelembaban yang Sumbawa, dan suku lainnya adalah Mbojo,
relatif tinggi, yaitu antara 48 - 95 %. yaitu masyarakat asli di Bima dan Dompu.
Secara geografis, Provinsi Nusa Sedangkan penduduk asli Pulau Lombok
Tenggara Barat Terletak Antara Barat - Timur adalah orang sasak. Meskipun hidup dalam
115° e46’ Bujur Timur Utara - Selatan 8° 10’ adat dan kebiasaan berlainan, masyarakat NTB
Lintang Selatan. Sedangkan batas wilayah memiliki rasa persaudaraan dan solidaritas
sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa yang turun-temurun dan terpelihara. Bahkan
dan Laut Flores. Kemudian sebelah selatan NTB sejak lama juga ditinggali oleh lebih
berbatasan dengan Samudra Indonesia. dari satu suku bangsa pendatang. Suku
Selanjutnya sebelah barat berbatasan dengan bangsa bali dan bugis yang telah bermigrasi
Selat Lombok / Prop. Bali dan terakhir sebelah ke NTB lebih dari dua abad silam. Tetapi
timur dengan Selat Sape / Propinsi NTT. keseimbangan pergaulan sosial masyarakat
(Sumber: NTB dalam Angka Tahun 2012). amat terasa dalam pergaulan sehari-hari di
semua pemukiman penduduk dan di setiap
b. Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Budaya jengkal tanah NTB. Meski warga NTB dihuni
Provinsi NTB terdiri dari 2 pulau utama penganut agama berbeda-beda, namun warga
yaitu Pulau Lombok yang berada dalam hidup berdampingan penuh kerukunan dan
kawasan seluas 4,738.70 kilometer persegi toleransi. Lihatlah, bangunan rumah ibadah
dengan panjang pulau dari barat ke timur sejauh berdiri dengan megah. Ribuan masjid di Pulau
80 Km. Sedangkan Pulau Sumbawa tiga kali Lombok dan Sumbawa, ratusan rumah ibadah
lebih luas, yakni 15,414.45 Km2, sepanjang umat hindu, puluhan gereja, dan beberapa
300 Km dari barat ke timur dan 100 Km dari sarana ibadah umat lainnya, dibangun dengan
utara ke selatan. Dengan dua pulau besar itu, jarak sepenggalah. Suasana itu mencipta
luas wilayah NTB adalah 20,153,15 Km2. kedamaian jiwa dan kesetiakawanan yang tak
lekang oleh zaman.
246
Program Pemberdayaan Anak-Anak Terlantar Di Nusa Tenggara Barat (Chairun Nasirin)

Secara sektoral, ekonomi NTB tahun 1. Pendidikan dan pelatihan bagi anak
2009 dibanding tahun 2008 mengalami terlantar melalui BLK/KLK/LBK.
perkembangan pada sektor pertambangan, Kegiatan ini merupakan pemberian
industri, listrik dan air bersih, bangunan, pembekalan ketrampilan bagi anak-anak
perdagangan, hotel & restoran, lembaga terlantar yang sesuai dengan minatnya,
keuangan, dan sektor jasa, sedangkan sektor sehingga akan mudah mengarahkan
pertanian dan pengangkutan tumbuh cukup. pada proses pemagangan di unit atau
Laju pertumbuhan ekonomi NTB tahun 2009 lembaga usaha tertentu yang ada
sebesar 9,07% (tanpa pertambangan non migas) ditengah masyarakat. Kegiatan ini juga
atau sebesar 14,89% (termasuk pertambangan bertujuan untuk memberikan motivasi dan
non migas). Dibandingkan tahun 2008 sebesar kepercayaan diri pada anak-anak terlantar
6,69% (tanpa pertambangan non migas) atau dalam rangka keberhasilan mereka pada
2,07% (dengan pertambangan non migas) saat pengelolaan dan pemanfaatan bantuan
berarti mengalami laju pertumbuhan cukup yang akan diberikan pasca kegiatan
signifikan. BPS Provinsi NTB mengumumkan pendidikan dan latihan kerja.
bahwa pertumbuhan ekonomi NTB pada 2. Bantuan usaha ekonomi produktif. Ini
semester I tahun 2010 mencapai 13,99%, merupakan kegiatan pemberian bantuan
berada di urutan kedua secara nasional setelah modal dana kepada komunitas anak-
provinsi sulawesi barat. anak terlantar secara langsung maupun
PDRB Provinsi NTB, pada triwulan II- melalui panti-panti sosial yang menangani
2010 yang dihitung atas dasar harga (ADH) anakanak terlantar. Manfaat yang
berlaku mencapai Rp. 12,11 triliun, sedangkan diharapkan adalah pengelolaan yang baik
penghitungan ADH konstan mencapai Rp. terhadap modal usaha diharapkan mampu
4,85 triliun. mengembangkan usaha lebih lanjut dan
Jumlah penduduk Miskin di NTB terus mampu menunjang kebutuhan sehari-hari
mengalami penurunan. Berdasarkan data dan biaya sekolah anak-anak terlantar.
statistik, jumlah penduduk miskin tahun 3. Bantuan bagi organisasi sosial, yayasan dan
2010 sebanyak 1.009.352 orang atau 21,55% lembaga swadaya masyarakat. Kegiatan
mengalami penurunan pada bulan maret 2011 ini dilakukan dalam rangka meningkatkan
sebanyak 114.582 orang atau 1,82% sehingga kualitas pelayanan organisasi-organisasi
total penduduk miskin sampai dengan bulan sosial tersebut dalam menangani anak-
maret 2011 sebanyak 894.770 orang atau anak terlantar.
19,73%. (Sumber: RPJMD NTB Tahun 2009- 4. Melakukan kegiatan pelatihan kewira-
2013). usahaan bagi anak-anak terlantar.
HASIL DAN PEMBAHASAN 5. Melakukan pendampingan sosial bagi
anak-anak terlantar.
a. Pelaksanaan Program Pemberdayaan
6. Melaksanakan sosialisasi dan diseminasi
Anak Terlantar
tentang perlindungan anak. (Sumber:
Persoalan anak-anak terlantar di NTB
Hasil olah data tahun 2009).
berakar dari persoalan kemiskinan, sehingga
penanganannya harus menyentuh pada akar Berdasarkan hasil analisis data primer
persoalan tersebut. Berkaitan dengan hal itu dan sekunder, penelitian ini mengungkapkan
pemerintah Provinsi NTB menyusun program beberapa hasil temuan lapangan terkait dengan
yang diperuntukkan bagi kegiatan penanganan pelaksanaan program pemberdayaan anak
dan pemberdayaan anak terlantar. Program terlantar selama ini di Provinsi NTB. Pertama,
tersebut adalah Program Perlindungan pemberdayaan anak terlantar dilakukan
Kesejahteraan Sosial Anak Terlantar dengan dengan memberikan pelayanan pendampingan
kegiatan-kegiatan penunjangnya seperti: di kawasan-kawasan tempat beroperasinya
247
Sosiohumaniora, Volume 15 No. 3 November 2013: 239 - 252

anak-anak terlantar, seperti di jalan-jalan, Apa yang telah dilakukan oleh Pemprov
kawasan wisata, maupun kawasan pasar- NTB masihjauh dari esensi pemberdayaan
pasar tradisional. Kegiatan-kegiatan yang sebagaimana dijelaskan oleh Kartasasmita
dilakukan berbentuk penyediaan konsumsi, (1996)berikutini.Pertama,menciptakansuasana
pakaian, dan makanan yang sehat dan bersih, atau iklim yang memungkinkan potensi
memberikan penyuluhan dan nasehat dan masyarakatberkembang (enabling). Di sini
pemberian ketrampilan hidup (life skill). titik tolaknya adalah bahwamasyarakat atau
Kedua, pemberdayaan terhadap komunitas komunitas anak-anak terlantar, memiliki
anak terlantar dilakukan menciptakan usaha potensiyang dapat dikembangkan. Artinya,
mandiri bagi anak terlantar. Kegiatan yang tidak ada masyarakat yang samasekali tanpa
dilakukan dalam bentuk pemberian modal daya, karena, kalau demikian akan sudah
usaha, pendidikan dan latihan kewirausahaan, punah.Pemberdayaan adalah upaya untuk
dan pendampingan untuk pengembangan membangun daya itu, denganmendorong
usaha tersebut. Ketiga, pembinaan dan memotivasikan dan membangkitkan kesa-
pendampingan anak-anak terlantar di lokasi- daran akanpotensi yang dimilikinya serta
lokasi penempatan, seperti panti asuahan, berupaya untuk mengembangkannya.Kedua,
rumah singgah dan sanggar kegiatan belajar. memperkuat potensi atau daya yang dimiliki
Suatu kebijakan publik yang berhasil tidak olehmasyarakat (empowering). Dalam rangka
semata-mata diukur dari keberhasilan ini diperlukan langkah-langkahlebih positif
pelaksanaannya, tapi sejauhmana pelaksanaan dan variatif, selain dari hanya menciptakan
tersebut memberikan hasil dan manfaat kepada iklimdan suasana. Penguatan ini meliputi
objek target dari sasaran kebijakan. langkah-langkah nyata, danmenyangkut
Melihat secara kritis perjalanan program penyediaan berbagai masukan (input),
pemberdayaan anakdi Provinsi NTB ada serta pembukaanakses ke dalam berbagai
beberapa evaluasi yang dapat disampaikan. peluang (opportunities) yang akanmembuat
Pertama, belum mampu berimplikasi pada komunitas anak terlantar menjadi makin
pengurangan anakterlantar secara signifikan, berdaya. Untuk itu,perlu ada program khusus
seperti yang terjadi di Kota Mataram dimana bagi masyarakat yang kurang berdaya,karena
baru 9.115 anak yang sudahditangani dan program-program selama cenderung umum
ini sangat jauh bila dibandingkan dengan dan monotonyang berlaku untuk semua, tidak
total jumlah anakterlantar di Kota Mataram, selalu dapat menyentuh lapisanmasyarakat
yaitu sebanyak 24.058 anak. Kedua, darisegi ini.Ketiga, memberdayakan mengandung pula
lamanya waktu pelaksanaan tidak sebanding arti melindungi.Dalam proses pemberdayaan
dengan hasil yangdiraih. Hal terjadi juga di anak terlantar, harus dicegah yanglemah
Kota Mataram, yaitu selama tujuh tahun (2002 menjadi bertambah lemah, oleh karena
– 2008) Pemerintah KotaMataram hanya ketidakberdayaandalam menghadapi yang
mampu mengatasi 9.115 anak terlantar dari kuat. Melindungi tidak berarti mengisolasiatau
24.058anak terlantar di Kota Mataram. Ketiga,
menutupi dari interaksi, karena hal itu
alokasi anggaranpemberdayaan anak terlantar
justru akan mengerdilkan yang kecil dan
yang sangat terbatas, dan itupun dari total
melunglaikan yang lemah. Melindungi
kegiatan yang tidaksecara langsung diarahkan
harus dilihatsebagai upaya untuk mencegah
pada pemberdayaan anak. Keempat, penyebab
terjadinya persaingan yang tidakseimbang,
lemahnya kinerja dari program pemberdayaan
anakterlantar di NTB adalah belum menjadi serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.
skala prioritaspembangunan dan tidak adanya Program pemberdayaan anak terlantar
“payung hukum” dari programpemberdayaan di Provinsi NTB dapat dianalisis dengan
anak terlantar dalam bentuk perda. pandangan Prasodjo (2007).

248
Program Pemberdayaan Anak-Anak Terlantar Di Nusa Tenggara Barat (Chairun Nasirin)

Pertama, diskontinuitas dan diskoor- diri dan independensi. Pendekatan hasil bagi
dinasi. Selama ini pelaksanaan program kalangan Pemda NTB dianggap lebih simpel
pemberdayaan anak terlantar di NTB dan praktis dibandingkan orientasi proses yang
pelaksanaannya lemah secara koodinasi, membutuhkan waktu lama dan ketekunan
bersifat rutinitas dan tidak jelas desain penanganan anak terlantar.
keberlanjutannya. Keberlanjutan yang pasti
hanya sekedar justifikasi formalitas ketentuan Keempat, Generalisasi, yaitu diferensiasi
urusan yang harus ditangani dan berimplikasi sosial, politik, dan budaya yang ada di
pada anggaran. Kebijakan pemerintah kadang Indonesia merupakan kekayaan yang tidak
malah berseberangan dengan pendampingan ternilai. Dengan kondisi yang majemuk
yang dilaksanakan oleh LSM. Orientasi tersebut, maka pendekatan pembangunan
progam yang dilaksanakan oleh pemerintah yang dilakukan oleh pemerintah hendaknya
NTB selama ini, pada satu sisi menampakkan pendekatan pembangunan yang tidak bersifat
hasil yang nyata dalam bentuk angka-angka, monolitik. Pendekatan pembangunan, dan juga
namun pada sisi yang lain terkadang tidak pemberdayaan, yang lebih bersifat dinamis,
menyentuh akar permasalahan yang ada. dengan memperhatikan nilai-nilai dasar
Kedua, disinformasi program, yaitu yang ada di masyarakat, karakter budaya,
pemberdayaan masyarakat yang dijanlankan serta struktur sosial masyarakat sangatlah
dengan bantuan para konsultan terkadang diperlukan saat ini. Lebih dari itu, pendekatan
tidak difahami oleh masyarakat. Bahasa yang multidisiplin menjadi penting. Konsepsi
digunakan oleh para ilmuwan atau kosultan ini belum nampak dalam penanganan anak
tersebut terkadang tidak dapat difahami oleh terlantar di NTB, selama ini pemerintah daerah
masyarakat atau lembaga pelaksana dari cenderung mengambil jalan pintas penyusunan
pemberdayaan masyarakat tersebut. Demikian program, yaitu meniru progam dan kegiatan
juga yang terjadi pada pelaksanaan program yang telah disusun oleh Kementerian Sosial
pemberdayaan anak terlantar di NTB, hal Pemerintah Pusat.
berkaitan dengan para birokrat daerah
Kelima, indikator yang tidak tepat,
yang belum memiliki kompetensi spesifik
pemberdayaan anak terlantar. pemberdayaan masyarakat selama ini selalu
diukur dalam bentuk fisik, komoditas dengan
Ketiga, disorientasi, yaitu pemberdayaan
berorientasi pada input dan kualitatif daripada
masyarakat dengan pendekatan proses
non-fisik dengan ukuran keberhasilan dari
biasanya memerlukan waktu yang cukup lama.
Banyaknya masalah baru yang muncul, disertai dampak dan proses. Indikator program
pula oleh hasil yang belum tampak nyata pemberdayaan anak terlantar di NTB selama
terkadang menjadikan fasilitator, baik dari ini hanya didasarkan nilai-nilai yang sifatnya
pemerintah atau LSM, mengubah kebijakan material, seperti penyerapan anggaran dan
yang lebih nyata. Pergeseran pendekatan, dari jumlah kuantitas anak terlantar yang tertangani,
proses ke hasil, ini bukanlah solusi. Langkah dengan mengesampingkan nilai non materi
sinergis yang mungkin dapat dilakukan adalah dalam pemberdayaan masyarakat. Kesadaran
dengan menyelaraskan kedua pendekatan
akan nilai, hukum, ataupun partisipasi politik
tersebut. Pelaksanaan pemberdayaan anak
masyarakat yang terkadang tidak dapat dikukur
terlantar selama ini lebih berorientasi pada hasil,
yaitu terlaksananya kegiatan dan terserapnya menjadi terabaikan. Bahkan lebih parah lagi,
anggaran secara optimal, namun tidak pernah program pemberdayaan anak terlantar selama
berorientasi pada proses perubahan anak ini tidak memiliki indikator baku keberhasilan
terlantar menuju kemandirian, kepercayaan program.

249
Sosiohumaniora, Volume 15 No. 3 November 2013: 239 - 252

b. Hasil Program Pemberdayaan Anak Implikasi lain dari pelaksanaan


Terlantar program pemberdayaan anak terlantar yang
dijumpai di Provinsi NTB juga berdampak
Pelaksanaan program pemberdayaan
pada pelaku-pelaku non pemerintah, seperti
anak terlantar di NTB dapat dinilai dari hasil
yayasan panti asuhan, organisasi masyarakat
dan manfaat yang diterima bagi komunitas
dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat
anak-anak terlantar. Secara garis besar
(LSM) pemerhati kesejahteraan anak. Melalui
program pemberdayaan anak terlantar di
program pemberdayaan anak terlantar turut
NTB ini memberikan hasil dan manfaat
memberikan kontribusi kepada lembaga-
yang nyata, akan tetapi sejauhmana hal itu
lembaga tersebut berupa: (1) Mendorong
diterima dan dirasakan oleh keseluruhan
partisipasi masyarakat melalui lembaga-
anak terlantar di NTB. Sebagai contoh, dapat
lembaga sosial dalam upaya perlindungan dan
dikemukakan kemajuan program di Kota
membangu kemandirian anak secara wajar.
Mataram, laporan dari Dinas Sosial Tenaga
(2) Menjadikan eksistensi lembaga-lembaga
Kerja dan Transmigrasi Pemkot Mataram
sosial menjadi penting bagi peningkatan
tahun 2008 memperlihatkan hasil yang positif,
kesejahteraan sosial anak terlantar. (3)
sebagaimana tabel di bawah ini.
Petugas pendamping sosial menjadi lebih
Tabel 2. Pelaksanaan, Anggaran, dan Hasil Program fokus dan meningkatkan pemahaman
Pemberdayaan Anak Terlantar
dan pengetahuannya dalam pelayanan
No. Fokus Temuan kesejahteraan sosial anak terlantar. (4)
1 Pelaksanaan Telah dilaksanakan kegiatan bimbingan sosial Masyarakat dan instansi terkait mendapatkan
Kegiatan dan keterampilan bagi anak terlantar, seperti
pelatihan kewirausahaan bagi anak terlantar informasi yang jelas tentang permasalahan
yang menerima bantuan UEP dan KUBe, dan pelayanan kesejahteraan sosial anak yang
bimbingan sosial bagi anak-anak PMKS dan
perlu mendapatkan perhatian semua pihak.
peningkatan kualitas SDM kesejahteraan
sosial masyarakat. Mencermati hasil dan manfaat program
2 Anggaran 1. Terealisasi Rp. 21.827.000,- untuk pemberdayaan anak terlantar di NTB, dapat
pelaksanaan bimbingan anak terlantar atau dianalisis dengan pandangan Chambers,
95,17% dari total anggaran Rp. 22.934.000.
Friedmann dan Narayan juga. Menurut
2. Terealisasi Rp. 18.152.500,- untuk
perspektif mereka, pemerintah daerah NTB
pelaksanaan bimbingan sosial di panti asuhan
atau 94,92% dari total Rp. 18.152.500,- sesungguhnya belum melakukan pemetaan
3. Terealisasi Rp. 68.140.000,- untuk
investasi terhadap anak-anakterlantar. Padahal
pelaksanaan peningkatan kualitas SDM dalam melakukan program pemberdayaan
Kesejahteraan sosial masyarakat atau 98,69% anakterlantar dibutuhkan kejelasan aset
dari total Rp. 68.140.000,-.
3 Hasil dan Aktivitas anak terlantar lebih terkendali dan
dan kapasitas. MenurutChambers (1987),
Manfaat terawasi serta positif bagi pertumbuhan dan Friedmann (1992) dan Narayan (2000), ases
perkembangan anak, meningkatnya motivasi dankapabilitas suatu komunitas yang akan
anak terlantar dalam pengelolaan bantuan
UEP kepada KUBe Anak Terlantar, keluarga diberdayakan meliputi duakomponen, yaitu
anak terlantar menjadi produktif dan bisa komponen individu yang terdiri dari material,
belajar mengelola sebuah usaha keluarga human,social, dan political. Komponen kedua
dalam rangka mempersiapkan kemandirian
anak, hasil pengelolaan modal usaha dapat adalah kolektivitas yang terdiridari voice,
dimanfaatkan untuk menunjang biaya sekolah organization dan representation. Pemerintah
dan kebutuhan anak sehari-hari, hasil usaha
KUBe menjadi lebih besar dan dapat dibagi
NTB hanya mampu memetakan kondisi
untuk meningkatkan kesejahteraan anak-anak terlantarsecara faktor penyebab
anggotannya, dan dapat hidup lebih mandiri dan jumlah statistik anak terlantar,selebihnya
dan meningkatkan kesejahteraan sosial anak
terlantar. sangat lemah analisisnya, sehingga tidak ada
pemetaanaset dan kapabilitas yang utuh dari
komunitas anak terlantar.Akibatnya, hasil
Sumber:Hasil olah data tahun 2009.
250
Program Pemberdayaan Anak-Anak Terlantar Di Nusa Tenggara Barat (Chairun Nasirin)

pembangunan yang diharapkan dari suatu SIMPULAN


program pemberdayaan belum nampak secara Pertama, Pemerintah Provinsi NTB
nyata pada anak-anak terlantar. Menurut telah mejalankan Program Pemberdayaan
Chambers (1987), Friedmann (1992) dan Anak Terlantar melalui berbagai bentuk
Narayan (2000), suatu program pemberdayaan kegiatan seperti Pendidikan dan pelatihan
akan memperlihatkan hasil pada beberapa bagi anak terlantar melalui BLK/KLK/LBK,
parameter, yaitu : 1). Improved governance bantuan usaha ekonomi produktif, bantuan
andaccess to justice; 2). Functioning and bagi organisasi sosial, yayasan dan lembaga
more inclusive basic services;3). More swadaya masyarakat, melakukan kegiatan
equitable access to markets and business pelatihan kewirausahaan bagi anak-anak
service; 4).Strenghtened civil society; 5). terlantar, dan melakukan pendampingan sosial
Strengthtened poor people’sorganizations; dan bagi anak-anak terlantar, serta melaksanakan
6). Increased assets and freedom of choice. sosialisasi dan diseminasi tentang per-
Semua item-item diatas sama sekali belum lindungan anak. Namun, apa yang telah
nampak dalam programpemberdayaan anak dilakukan oleh Pemprov NTB masih jauh
terlantar di NTB yang dijalankan oleh Pemda dari esensi pemberdayaan sepertimenciptakan
NTB. Belum terbangun governancedan akses iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
keadilan kepada komunitas anak terlantar, berkembang (enabling), memperkuat potensi
justru anakterlantar semakin berkembang tiap atau daya yang dimiliki oleh masyarakat
tahunnya. Pelayanan-pelayananyang diberikan (empowering), dan memberdayakan me-
selama ini masih sangat jauh untuk menyentuh ngandung pula arti melindungi.
secara signifikan terhadap komunitas anak Kedua, Pelaksanaan program pemberdayaan
terlantar di NTB. Kemudian pemberdayaan anak terlantar di NTB dinilai memberikan hasil
anak terlantarselama ini dalam bentuk bantuan dan manfaat bagi komunitas anak-anak terlantar.
dana dan ketrampilankewirausahaan tidak jelas Namun. hasil dan manfaat tersebut belum dirasakan
secara keberlanjutannya, sehingga belumada secara merata oleh keseluruhan anak terlantar di
akses kepada sektor pasar dan bisnis. NTB dan belum jelas sejauhmana keberlanjutan
Program pemberdayaan menurut teori
program tersebut.
Chambers, Friedmanndan Narayan, se-
harusnya melibatkan berbagai stakeholder Saran
dan menguatkan kelembagaan aktor-aktor Pertama, perlu dilakukan perancangan
pelaksanan di tingkat masyarakat. Kenyataan ulang terkait program pemberdayaan anak
di lapangan memperlihatkan dua hal, yaitu terlantar di NTB yang berbasiskan pada
lemahnya keterlibatan dan lemahnya kapasitas prinsip perencanaan transparan, partisipatif,
dan akuntabel dengan melibatkan berbagai
kelembagaan.Keterlibatan stakeholder selama
stakeholder terkait.
ini sangat lemah, kalaupun adahanya sebatas Kedua, untuk menjamin keberlanjutan
penerima dana bantuan untuk membantu program pemberdayaan anak terlantat di
menampung, membina dan membimbing anak NTB, maka perlu didukung oleh perangkat
terlantar di panti-panti asuhan atau rumah hukum dalam bentuk peraturan daerah
singgah. Hal ini menggambarkan lemahnya sehingga terjamin dari aspek anggaran,
fungsi pembangunan kemitraan pemerintah program, dan keberlanjutannya.
untuk melibatkan berbagai stakeholder dan Ketiga, untuk memaksimalkan hasil
pada sisi lain kekuatan organisasi masyarakat dan manfaat, maka perlunya perubahan
juga lemah secara kelembagaan. Akibatnya, kultur birokrasi daerah agar tidak sekedar
peran dan fungsi organisasi masyarakat sipil melaksanakan program sebagai bentuk
dalam melaksanakan program pemberdayaan seremonial semata dan penyerapan anggaran
anak terlantar tidak optimal, bahkan cenderung tanpa memberikan dampak signifikan bagi
menjadi beban anggarandan beban sosial. anak-anak terlantar di Provinsi NTB.
251
Sosiohumaniora, Volume 15 No. 3 November 2013: 239 - 252

Keempat, kalangan organisasi masya- Mulyadi, dkk, 2011. Studi Kebutuhan Anak
rakat sipil, seperti LSM, ormas dan lainnya, Jalanan. P3KS Press dan Pusdatin
harus pro-aktif untuk turut mengawal Kementerian Sosial RI, Jakarta.
manajemen program pemberdayaan anak- Narayan, Deepa, et al. 2000. Can Anyone
anak terlantar di Provinsi NTB agar program Hear Us?: Voices of the Poor?.
tersebut efektif dan bermanfaat bagi anak- Washington, DC: Oxford University
anak terlantar. Press.
DAFTAR PUSTAKA Prasodjo, Eko. 2007. Makalah “Perkembangan
Clark, Barry. 1998. Political Economy A Ilmu Administrasi dan Implikasinya Pada
Comparative Approach. WestPort Institusi Pendidikan Tinggi Abad 21”.
Connecticut London: Praeger. Raper, Michael. 2008. Negara Tanpa Jaminan
Departemen Sosial RI, Badan Pelatihan dan Sosial Tiga Pilar Jaminan Sosial di
Pengembangan KesejahteraanSosial Australia dan Indonesia.Jakarta: TURC.
(2005). Profi l Anak Jalanan, Jakarta: Rondinelli, D.A. dan Cheema G. Shabbir.
Balatbang Kesos. 1983. Implementing Decentralization
Ewalt, Jo Ann G. & Jennings Jr, Edward Policies And Introduction. Beverly
T. 2004. Administration Governance Hills: Sage Publications.
and Policy Tools in Welfare Policy Sarundajang, S.H. 2002. Arus Balik kekuasaan
Implementation. Public Administration Daerah. Jakarta: CV. Muliasari.
Review. Vol. 4 (64).
Soetomo. 2008. Masalah Sosial dan Upaya
Friedmann, John. 1992. Empowerment The Pemecahannya. Yogyakarta: Pustaka
Politics of Alternative Development. Pelajar.
Cambridge, Massachussetts: Blackwell
Publisher. Sulastomo. 2008. Sistem Jaminan Sosial
Nasional Sebuah Introduksi. Jakarta:
Ikbar, Yanuar. 2006. Ekonomi Politik RajaGrafindo Persada.
Internasional Implementasi Konsep
Dan Teori. Bandung: Refika Aditama. Stewart, Ranson and John Stewart. 1994.
“Management for the Public Domain
Kartasasmita, Ginandjar. 1996. “Pemberdayaan : Enabling the Learning Society”. ST.
Masyarakat di Negara Berkembang”. Martin’s Press ltd. New York.
Makalah Tidak Diterbitkan, Malang.
Strauss, A Corbin, J. 2003. Basic of Qualitative
Kessler, Michelle L. dkk. 2005. Moving Best Research: Grounded Theory Procedures
Practice to Evidence-Based Practice in and Techniques, Sage Publication,
Child Beverly Hills.
Welfare. Journal of Families in Society. Vol. Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang
86 (2). Pemerintahan Daerah

Kusumaatmadja, Sarwono. 2007. Politik dan Nusa Tenggara Barat dalam Angka Tahun
2012
Kebebasan. Depok: Koekoesan.
RPJMD Provinsi NTB Periode 2009-2013
Muluk, Khairul M.R. 2007. Desentralisasi
dan Pemerintahan Daerah. Malang:
Bayumedia Publishing.

252

Anda mungkin juga menyukai