pendekatan sistem bagi anak yang mempunyai menyalurkan tekanan lokal serta dapat
masalah sosial. menyatukan kepentingan daerah.
Sejalan dengan hal itu, Stewart and Pemberdayaan Anak-Anak Terlantar
Stewart (1994) menjelaskan empat macam Pemberdayaan merupakan suatu strategi
peran penting pemerintah, yaitu: (a) alokatif, pembangunan yang diarahkan langsung pada
yaitu peran pemerintah dalam mengalokasikan akar persoalannya yaitu dengan meningkatkan
sumber daya ekonomi yang ada agar kemampuan berbagai kelembagaan sosial
pemanfaatannya bisa optimal dan mendukung lokal yang diduga dapat menjadi faktor
efisiensi produksi. (b) distributif, yaitu penguat dalam menunjang keberhasilan
pernana pemerintah dalam mendistribusikan pembangunan kesejahteraan sosial di daerah
sumber daya, kesempatan dan hasil-hasil (Friedmann, 1992).
ekonomi secara adil dan wajar. (c) stabilisatif, Anak-anak adalah bagian kelompok
yaitu peranan pemerintah dalam memelihara anggota masyarakat yang kurang beruntung
stabilitas perekonomian dan memulihkannya karena berbagai faktor yang dialami
jika berada dalam keadaan disequilibrium. (d) keluarganya, seperti persoalan kemiskinan.
dinamisatif, yaitu peranan pemerintah dalam Menurut Direktorat Pelayanan Sosial Anak
menggerakkan proses pembangunan ekonomi Depsos RI (2005), definisi anak-anak terlantar
agar lebih cepat tumbuh, berkembang, dan di jalanan atau disebut dengan childrenof the
maju. street adalah anak yang memanfaatkan hampir
Pemerintah daerah mempunyai pe- seluruh waktunyauntuk tinggal di jalanan.
ran yang penting dalam meningkatkan Anak-anak terlantar mengalami kerenggangan
kesejahteraan masyarakatnya, tidak terkecuali bahkan keterputusan hubungan dengan orang
dalam meningkatkan kesejahteraan bagi anak tua mereka sehingga akhirnya mereka hidup
terlantar, serta pemenuhan kebutuhan dalam berbagai tempat yang rentan menjadi korban
menyediakan kebutuhan bagi penduduknya. korban pelecehan sosial,emosional, fisik dan
Ada beberapa alasan pemerintah melakukan bahkan seksual.
penyediaan barang publik yang sesuai dengan Pemberdayaan anak-anak terlantar
kebutuhan penduduknya. Stewart and Stewart menurut Mujiyadi, dkk (2011) dapat
(1994) mejelaskan empat hal pokok tersebut dilakukan dengan tiga model. Pertama, family
sebagai berikut. Pertama, dalam sistem based. Model ini berbasiskan pemberdayaan
pemerintahan yang bertingkat, birokrat kelembagaan keluarga melalui melalui
pada tingkat bawah memiliki pengetahuan pemberian modalusaha, memberikan
yang lebih (knowledge in society) tentang tambahan makanan, dan memberikan
keinginan penduduknya, jika dibandingkan penyuluhantentang keberfungsian keluarga
dengan sistem sentralisasi. Kedua, dengan dan lain sebagainya. Hasil yang diharapkan
adanya desentralisasi, pemerintah tentunya dari model ini adalah upaya aktif keluarga
akan menjamin kontrol yang lebih demokratis dalam membina dan menumbuh kembangkan
terhadap aparat. Ketiga, pemerintah dari anak terlantar di jalanan. Kedua, institutional
berbagai tingkatan harus saling bekerja sama based. Inti dari model pemberdayaan ini adalah
dan jika salah satunya mengabaikan keinginan memberdayakan lembaga-lembaga sosial di
warganya, mereka dapat melakukan tekanan masyarakat dengan menciptakan networking,
pada pemerintah. Keempat. Penyediaan kolaborasi, dan kemitraan. Pola kemitraan,
oleh daerah menghasilkan barang dan jasa jejaring, dan kolaborasi melibatkan berbagai
publik lokal yang lebih efisien dan penduduk lembaga sosial kemasyarakatan dengan
menjadi lebih sadar akan biaya pelayanan. institusi pemerintahan maupunnon pemerintah
dengan demikian peran pemerintah daerah seperti kalangan dunia usaha.Ketiga, multi-
dapat menjadi senjata yang efektif untuk system based. Model ini merupakan model
243
Sosiohumaniora, Volume 15 No. 3 November 2013: 239 - 252
berpandangan bahwa dalam praktiknya dalam dan Corbin, 2003). Penelitianini dilakukan
negara kesejahteraan, suatu pemerintahan terhadap setting masalah dikaji dan dilakukan
tentunya harus dapat: (a) mengontrol dan secara komprehensif, holistic, mendalam dan
mendayagunakan sumber daya sosial ekonomi sesuai dengan kondisi latarnya (alamiah).
untuk kepentingan publik; (b) menjamin Fokus Penelitian
distribusi kekayaan secara adil dan merata; Fokuspenelitian ini adalah pelaksanaan
(c) mengurangi kemiskinan, (d) menyediakan dan hasil program penangan anak terlatar
asuransi sosial (pendidikan, kesehatan) bagi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah
masyarakat miskin; (e) menyediakan subsidi Provinsi NTB dalam rangka meningkatkan
untuk layanan sosial dasar bagi disadvabtaged kemandirian kesejahteraan sosial bagi anak
people; (f) memberi proteksi sosial bagi tiap terlantar.
warganya.
Pada dasarnya, permasalahan yang Lokasi Penelitian
paling mendasar dari kehidupan di negara- Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi
negara berkembang ialah kemiskinan NTB, khususnya di kawasan-kawasan strategis
sekalipun mereka mempunyai sumber- perkotaan tempat dimana-mana anak-anak
sumber kekayaan alam (raw material). Ikbar terlantar menjalankan aktivitasnya.
(2006) menjelaskan bahwa kemauan yang Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
kuat bagi negara-negara berkembang untuk Data penelitian ini terdiri dari data primer
melepaskan diri dari kemiskinan baik karena dan data sekunder. Data primer diperoleh
produk sejarah penjajahan yang panjang, atau melalui : pertama, metode wawancara
karena pemerintah yang salah urus maupun mendalam untuk mengeksplorasi informasi
akibat menjadi objek-objek negara besar dan tentang fenomena pemberdayaan anak
industri. Karena itu, studi kapitalis-liberalisme terlantar yang merupakan fokus penelitian
secara umum banyak pula mempersoalkan ini. Sebagai informan adalah pihak yang
keterbelakangan dunia ketiga karena faktor- menguasai persoalan pemberdayaan anak
faktor domestik dan kekeliruan kebijakan terlantar seperti Dinas Sosial Pemprov. NTB,
negara-negara yang beriklim tidak kondusif, anak-anak terlantar sebagai objek program
situasi represif, dan pemerintah yang tidak pemberdayaan, dan lembaga-lembaga civil
bersih maupun pelecehan terhadap hak asasi society yang bergerak di perlindungan anak.
manusia. Dengan demikian, the study of Kedua, teknik observasi dengan mengamati
welfare reform has become an inquiry into langsung objek penelitian, seperti aktivitas
administrative implementation of policies. harian anak terlantar dan pelaksanaan program
(Ewalt & Jennings Jr, 2004), sehingga pemikiran pemberdayaan anak terlantar. Sedangkan data
yang berkaitan dengan negara sejahtera sekunder meliputi data-data seperti BPS NTB
tentunya merupakan bentuk implementasi dari dalam Angka, RPJMD Provinsi NTB, dan
administrasi kebijakan publik dalam arti untuk dokumen terkait lainnya.
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
khususnya komunitas anak-anak terlantar. Teknik Analisis Data
Seluruh data hasil penelitian dianalisis
METODE dengan analisis kualitatif lalu disajikan
Jenis Penelitian secara deskriptif yang berisi kutipan-kutipan
Penelitian ini menggunakan jenis hasil observasi maupun hasil wawancara
penelitian kualitatif yang ditujukan untuk mendalam.Analisis data dilakukan dengan
menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak menggunakan metode analisis data kualitatif.
dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan yang dilakukan melalui langkah-langkah
prosedur-prosedur statistik atau dengan cara- reduksi data, penyajian data, yang diakhiri
cara lain dari kuantitatif (pengukuran) (Strauss dengan verifikasi dan penarikan kesimpulan.
245
Sosiohumaniora, Volume 15 No. 3 November 2013: 239 - 252
Secara sektoral, ekonomi NTB tahun 1. Pendidikan dan pelatihan bagi anak
2009 dibanding tahun 2008 mengalami terlantar melalui BLK/KLK/LBK.
perkembangan pada sektor pertambangan, Kegiatan ini merupakan pemberian
industri, listrik dan air bersih, bangunan, pembekalan ketrampilan bagi anak-anak
perdagangan, hotel & restoran, lembaga terlantar yang sesuai dengan minatnya,
keuangan, dan sektor jasa, sedangkan sektor sehingga akan mudah mengarahkan
pertanian dan pengangkutan tumbuh cukup. pada proses pemagangan di unit atau
Laju pertumbuhan ekonomi NTB tahun 2009 lembaga usaha tertentu yang ada
sebesar 9,07% (tanpa pertambangan non migas) ditengah masyarakat. Kegiatan ini juga
atau sebesar 14,89% (termasuk pertambangan bertujuan untuk memberikan motivasi dan
non migas). Dibandingkan tahun 2008 sebesar kepercayaan diri pada anak-anak terlantar
6,69% (tanpa pertambangan non migas) atau dalam rangka keberhasilan mereka pada
2,07% (dengan pertambangan non migas) saat pengelolaan dan pemanfaatan bantuan
berarti mengalami laju pertumbuhan cukup yang akan diberikan pasca kegiatan
signifikan. BPS Provinsi NTB mengumumkan pendidikan dan latihan kerja.
bahwa pertumbuhan ekonomi NTB pada 2. Bantuan usaha ekonomi produktif. Ini
semester I tahun 2010 mencapai 13,99%, merupakan kegiatan pemberian bantuan
berada di urutan kedua secara nasional setelah modal dana kepada komunitas anak-
provinsi sulawesi barat. anak terlantar secara langsung maupun
PDRB Provinsi NTB, pada triwulan II- melalui panti-panti sosial yang menangani
2010 yang dihitung atas dasar harga (ADH) anakanak terlantar. Manfaat yang
berlaku mencapai Rp. 12,11 triliun, sedangkan diharapkan adalah pengelolaan yang baik
penghitungan ADH konstan mencapai Rp. terhadap modal usaha diharapkan mampu
4,85 triliun. mengembangkan usaha lebih lanjut dan
Jumlah penduduk Miskin di NTB terus mampu menunjang kebutuhan sehari-hari
mengalami penurunan. Berdasarkan data dan biaya sekolah anak-anak terlantar.
statistik, jumlah penduduk miskin tahun 3. Bantuan bagi organisasi sosial, yayasan dan
2010 sebanyak 1.009.352 orang atau 21,55% lembaga swadaya masyarakat. Kegiatan
mengalami penurunan pada bulan maret 2011 ini dilakukan dalam rangka meningkatkan
sebanyak 114.582 orang atau 1,82% sehingga kualitas pelayanan organisasi-organisasi
total penduduk miskin sampai dengan bulan sosial tersebut dalam menangani anak-
maret 2011 sebanyak 894.770 orang atau anak terlantar.
19,73%. (Sumber: RPJMD NTB Tahun 2009- 4. Melakukan kegiatan pelatihan kewira-
2013). usahaan bagi anak-anak terlantar.
HASIL DAN PEMBAHASAN 5. Melakukan pendampingan sosial bagi
anak-anak terlantar.
a. Pelaksanaan Program Pemberdayaan
6. Melaksanakan sosialisasi dan diseminasi
Anak Terlantar
tentang perlindungan anak. (Sumber:
Persoalan anak-anak terlantar di NTB
Hasil olah data tahun 2009).
berakar dari persoalan kemiskinan, sehingga
penanganannya harus menyentuh pada akar Berdasarkan hasil analisis data primer
persoalan tersebut. Berkaitan dengan hal itu dan sekunder, penelitian ini mengungkapkan
pemerintah Provinsi NTB menyusun program beberapa hasil temuan lapangan terkait dengan
yang diperuntukkan bagi kegiatan penanganan pelaksanaan program pemberdayaan anak
dan pemberdayaan anak terlantar. Program terlantar selama ini di Provinsi NTB. Pertama,
tersebut adalah Program Perlindungan pemberdayaan anak terlantar dilakukan
Kesejahteraan Sosial Anak Terlantar dengan dengan memberikan pelayanan pendampingan
kegiatan-kegiatan penunjangnya seperti: di kawasan-kawasan tempat beroperasinya
247
Sosiohumaniora, Volume 15 No. 3 November 2013: 239 - 252
anak-anak terlantar, seperti di jalan-jalan, Apa yang telah dilakukan oleh Pemprov
kawasan wisata, maupun kawasan pasar- NTB masihjauh dari esensi pemberdayaan
pasar tradisional. Kegiatan-kegiatan yang sebagaimana dijelaskan oleh Kartasasmita
dilakukan berbentuk penyediaan konsumsi, (1996)berikutini.Pertama,menciptakansuasana
pakaian, dan makanan yang sehat dan bersih, atau iklim yang memungkinkan potensi
memberikan penyuluhan dan nasehat dan masyarakatberkembang (enabling). Di sini
pemberian ketrampilan hidup (life skill). titik tolaknya adalah bahwamasyarakat atau
Kedua, pemberdayaan terhadap komunitas komunitas anak-anak terlantar, memiliki
anak terlantar dilakukan menciptakan usaha potensiyang dapat dikembangkan. Artinya,
mandiri bagi anak terlantar. Kegiatan yang tidak ada masyarakat yang samasekali tanpa
dilakukan dalam bentuk pemberian modal daya, karena, kalau demikian akan sudah
usaha, pendidikan dan latihan kewirausahaan, punah.Pemberdayaan adalah upaya untuk
dan pendampingan untuk pengembangan membangun daya itu, denganmendorong
usaha tersebut. Ketiga, pembinaan dan memotivasikan dan membangkitkan kesa-
pendampingan anak-anak terlantar di lokasi- daran akanpotensi yang dimilikinya serta
lokasi penempatan, seperti panti asuahan, berupaya untuk mengembangkannya.Kedua,
rumah singgah dan sanggar kegiatan belajar. memperkuat potensi atau daya yang dimiliki
Suatu kebijakan publik yang berhasil tidak olehmasyarakat (empowering). Dalam rangka
semata-mata diukur dari keberhasilan ini diperlukan langkah-langkahlebih positif
pelaksanaannya, tapi sejauhmana pelaksanaan dan variatif, selain dari hanya menciptakan
tersebut memberikan hasil dan manfaat kepada iklimdan suasana. Penguatan ini meliputi
objek target dari sasaran kebijakan. langkah-langkah nyata, danmenyangkut
Melihat secara kritis perjalanan program penyediaan berbagai masukan (input),
pemberdayaan anakdi Provinsi NTB ada serta pembukaanakses ke dalam berbagai
beberapa evaluasi yang dapat disampaikan. peluang (opportunities) yang akanmembuat
Pertama, belum mampu berimplikasi pada komunitas anak terlantar menjadi makin
pengurangan anakterlantar secara signifikan, berdaya. Untuk itu,perlu ada program khusus
seperti yang terjadi di Kota Mataram dimana bagi masyarakat yang kurang berdaya,karena
baru 9.115 anak yang sudahditangani dan program-program selama cenderung umum
ini sangat jauh bila dibandingkan dengan dan monotonyang berlaku untuk semua, tidak
total jumlah anakterlantar di Kota Mataram, selalu dapat menyentuh lapisanmasyarakat
yaitu sebanyak 24.058 anak. Kedua, darisegi ini.Ketiga, memberdayakan mengandung pula
lamanya waktu pelaksanaan tidak sebanding arti melindungi.Dalam proses pemberdayaan
dengan hasil yangdiraih. Hal terjadi juga di anak terlantar, harus dicegah yanglemah
Kota Mataram, yaitu selama tujuh tahun (2002 menjadi bertambah lemah, oleh karena
– 2008) Pemerintah KotaMataram hanya ketidakberdayaandalam menghadapi yang
mampu mengatasi 9.115 anak terlantar dari kuat. Melindungi tidak berarti mengisolasiatau
24.058anak terlantar di Kota Mataram. Ketiga,
menutupi dari interaksi, karena hal itu
alokasi anggaranpemberdayaan anak terlantar
justru akan mengerdilkan yang kecil dan
yang sangat terbatas, dan itupun dari total
melunglaikan yang lemah. Melindungi
kegiatan yang tidaksecara langsung diarahkan
harus dilihatsebagai upaya untuk mencegah
pada pemberdayaan anak. Keempat, penyebab
terjadinya persaingan yang tidakseimbang,
lemahnya kinerja dari program pemberdayaan
anakterlantar di NTB adalah belum menjadi serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.
skala prioritaspembangunan dan tidak adanya Program pemberdayaan anak terlantar
“payung hukum” dari programpemberdayaan di Provinsi NTB dapat dianalisis dengan
anak terlantar dalam bentuk perda. pandangan Prasodjo (2007).
248
Program Pemberdayaan Anak-Anak Terlantar Di Nusa Tenggara Barat (Chairun Nasirin)
Pertama, diskontinuitas dan diskoor- diri dan independensi. Pendekatan hasil bagi
dinasi. Selama ini pelaksanaan program kalangan Pemda NTB dianggap lebih simpel
pemberdayaan anak terlantar di NTB dan praktis dibandingkan orientasi proses yang
pelaksanaannya lemah secara koodinasi, membutuhkan waktu lama dan ketekunan
bersifat rutinitas dan tidak jelas desain penanganan anak terlantar.
keberlanjutannya. Keberlanjutan yang pasti
hanya sekedar justifikasi formalitas ketentuan Keempat, Generalisasi, yaitu diferensiasi
urusan yang harus ditangani dan berimplikasi sosial, politik, dan budaya yang ada di
pada anggaran. Kebijakan pemerintah kadang Indonesia merupakan kekayaan yang tidak
malah berseberangan dengan pendampingan ternilai. Dengan kondisi yang majemuk
yang dilaksanakan oleh LSM. Orientasi tersebut, maka pendekatan pembangunan
progam yang dilaksanakan oleh pemerintah yang dilakukan oleh pemerintah hendaknya
NTB selama ini, pada satu sisi menampakkan pendekatan pembangunan yang tidak bersifat
hasil yang nyata dalam bentuk angka-angka, monolitik. Pendekatan pembangunan, dan juga
namun pada sisi yang lain terkadang tidak pemberdayaan, yang lebih bersifat dinamis,
menyentuh akar permasalahan yang ada. dengan memperhatikan nilai-nilai dasar
Kedua, disinformasi program, yaitu yang ada di masyarakat, karakter budaya,
pemberdayaan masyarakat yang dijanlankan serta struktur sosial masyarakat sangatlah
dengan bantuan para konsultan terkadang diperlukan saat ini. Lebih dari itu, pendekatan
tidak difahami oleh masyarakat. Bahasa yang multidisiplin menjadi penting. Konsepsi
digunakan oleh para ilmuwan atau kosultan ini belum nampak dalam penanganan anak
tersebut terkadang tidak dapat difahami oleh terlantar di NTB, selama ini pemerintah daerah
masyarakat atau lembaga pelaksana dari cenderung mengambil jalan pintas penyusunan
pemberdayaan masyarakat tersebut. Demikian program, yaitu meniru progam dan kegiatan
juga yang terjadi pada pelaksanaan program yang telah disusun oleh Kementerian Sosial
pemberdayaan anak terlantar di NTB, hal Pemerintah Pusat.
berkaitan dengan para birokrat daerah
Kelima, indikator yang tidak tepat,
yang belum memiliki kompetensi spesifik
pemberdayaan anak terlantar. pemberdayaan masyarakat selama ini selalu
diukur dalam bentuk fisik, komoditas dengan
Ketiga, disorientasi, yaitu pemberdayaan
berorientasi pada input dan kualitatif daripada
masyarakat dengan pendekatan proses
non-fisik dengan ukuran keberhasilan dari
biasanya memerlukan waktu yang cukup lama.
Banyaknya masalah baru yang muncul, disertai dampak dan proses. Indikator program
pula oleh hasil yang belum tampak nyata pemberdayaan anak terlantar di NTB selama
terkadang menjadikan fasilitator, baik dari ini hanya didasarkan nilai-nilai yang sifatnya
pemerintah atau LSM, mengubah kebijakan material, seperti penyerapan anggaran dan
yang lebih nyata. Pergeseran pendekatan, dari jumlah kuantitas anak terlantar yang tertangani,
proses ke hasil, ini bukanlah solusi. Langkah dengan mengesampingkan nilai non materi
sinergis yang mungkin dapat dilakukan adalah dalam pemberdayaan masyarakat. Kesadaran
dengan menyelaraskan kedua pendekatan
akan nilai, hukum, ataupun partisipasi politik
tersebut. Pelaksanaan pemberdayaan anak
masyarakat yang terkadang tidak dapat dikukur
terlantar selama ini lebih berorientasi pada hasil,
yaitu terlaksananya kegiatan dan terserapnya menjadi terabaikan. Bahkan lebih parah lagi,
anggaran secara optimal, namun tidak pernah program pemberdayaan anak terlantar selama
berorientasi pada proses perubahan anak ini tidak memiliki indikator baku keberhasilan
terlantar menuju kemandirian, kepercayaan program.
249
Sosiohumaniora, Volume 15 No. 3 November 2013: 239 - 252
Keempat, kalangan organisasi masya- Mulyadi, dkk, 2011. Studi Kebutuhan Anak
rakat sipil, seperti LSM, ormas dan lainnya, Jalanan. P3KS Press dan Pusdatin
harus pro-aktif untuk turut mengawal Kementerian Sosial RI, Jakarta.
manajemen program pemberdayaan anak- Narayan, Deepa, et al. 2000. Can Anyone
anak terlantar di Provinsi NTB agar program Hear Us?: Voices of the Poor?.
tersebut efektif dan bermanfaat bagi anak- Washington, DC: Oxford University
anak terlantar. Press.
DAFTAR PUSTAKA Prasodjo, Eko. 2007. Makalah “Perkembangan
Clark, Barry. 1998. Political Economy A Ilmu Administrasi dan Implikasinya Pada
Comparative Approach. WestPort Institusi Pendidikan Tinggi Abad 21”.
Connecticut London: Praeger. Raper, Michael. 2008. Negara Tanpa Jaminan
Departemen Sosial RI, Badan Pelatihan dan Sosial Tiga Pilar Jaminan Sosial di
Pengembangan KesejahteraanSosial Australia dan Indonesia.Jakarta: TURC.
(2005). Profi l Anak Jalanan, Jakarta: Rondinelli, D.A. dan Cheema G. Shabbir.
Balatbang Kesos. 1983. Implementing Decentralization
Ewalt, Jo Ann G. & Jennings Jr, Edward Policies And Introduction. Beverly
T. 2004. Administration Governance Hills: Sage Publications.
and Policy Tools in Welfare Policy Sarundajang, S.H. 2002. Arus Balik kekuasaan
Implementation. Public Administration Daerah. Jakarta: CV. Muliasari.
Review. Vol. 4 (64).
Soetomo. 2008. Masalah Sosial dan Upaya
Friedmann, John. 1992. Empowerment The Pemecahannya. Yogyakarta: Pustaka
Politics of Alternative Development. Pelajar.
Cambridge, Massachussetts: Blackwell
Publisher. Sulastomo. 2008. Sistem Jaminan Sosial
Nasional Sebuah Introduksi. Jakarta:
Ikbar, Yanuar. 2006. Ekonomi Politik RajaGrafindo Persada.
Internasional Implementasi Konsep
Dan Teori. Bandung: Refika Aditama. Stewart, Ranson and John Stewart. 1994.
“Management for the Public Domain
Kartasasmita, Ginandjar. 1996. “Pemberdayaan : Enabling the Learning Society”. ST.
Masyarakat di Negara Berkembang”. Martin’s Press ltd. New York.
Makalah Tidak Diterbitkan, Malang.
Strauss, A Corbin, J. 2003. Basic of Qualitative
Kessler, Michelle L. dkk. 2005. Moving Best Research: Grounded Theory Procedures
Practice to Evidence-Based Practice in and Techniques, Sage Publication,
Child Beverly Hills.
Welfare. Journal of Families in Society. Vol. Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang
86 (2). Pemerintahan Daerah
Kusumaatmadja, Sarwono. 2007. Politik dan Nusa Tenggara Barat dalam Angka Tahun
2012
Kebebasan. Depok: Koekoesan.
RPJMD Provinsi NTB Periode 2009-2013
Muluk, Khairul M.R. 2007. Desentralisasi
dan Pemerintahan Daerah. Malang:
Bayumedia Publishing.
252