Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Indonesia merupakan salah satu negara dengan Angka Kematian Bayi (AKB)
yang cukup tinggi yaitu 25,5% pada tahun 2016. Angka Kematian Bayi
merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk menilai status
kesehatan anak, status kependudukan dan kondisi perekonomian wilayah
tertentu. Angka kematian bayi merefleksikan besarnya masalah kesehatan
yang berakibat langsung terhadap kematian bayi, seperti diare, infeksi saluran
pernafasan, atau kondisi prenatal, dan juga merefleksikan tingkat kesehatan
ibu, kondisi kesehatan lingkungan serta tingkat perkembangan sosial
ekonomi masyarakat secara umur. Intrauterine Fetal Death merupakan
kematian perinatal. Menurut WHO dan The American College of
Obstetricians and Gynecologist kematian janin (Intrauterine Fetal Death)
adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 350 gram atau lebih
atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. 6,7
Intrauterine Fetal Death (IUFD) dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal
dan kelainan patologis plasenta. Salah satu faktor maternal yang
menyebabkan terjadinya IUFD adalah umur ibu tua.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa definisi dari IUFD?
1. Apa etiologi dari IUFD?
2. Apa diagnosis dari IUFD?
3. Apa tanda dan gejala dari IUFD?
4. Bagaimana penanganan dari IUFD?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi dari IUFD
2. Untuk mengetahui etiologic dari IUFD
3. Untuk mengetahui diagnosis dari IUFD
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari IUFD
5. Untuk mengetahui cara penanganan dari IUFD

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Intra Uterine Fetal Death


Intra uterine fetal death (IUFD) atau kematian janin dalam rahim adalah
kematian janin dalam kehamilan sebelum terjadi proses persalinan pada usia
kehamilan 28 minggu ke atas atau berat janin 1000 gram. (Moechtar R.
Pedarahan Antepartum. Dalam: Synopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan
Obstetri Patologis, Edisi II. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998;
279)
IUFD adalah kematian intrauterin sebelum seluruh produksi konsepsi
manusia dikeluarkan, ini tidak diakibatkan oleh aborsi terapeutik atau
kematian janin juga disebut kematian intrauterin dan mengakibatkan
kelahiran mati. (Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Pelayanan Kesehatan Maternal
Dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP)
IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam
kandungan baik pada kehamilan yang besar dari 20 minggu atau kurang dari
20 minggu. (Rustam Muchtar, 1998).
IUFD adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna
dari rahim ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan. (Sarwono, 2005).

2.2 Etiologi intra uterine fetal deadth (IUFD)


1. Faktor Pecetus IUFD
a. Perdarahan antepartum seperti plasenta previa dan solusio plasenta
b. Pre eklamsi dan eklamsi
c. penyakit kelainan darah
d. Penyakit infeksi menular
e. Penyakit saluran kencing
f. Penyakit endokrin sperti DM dan hipertiroid
g. Malnutrisi
2. Faktor predisposisi IUFD
a. Factor ibu (High Risk Mothers)
1. status social ekonomi yang rendah
2. tingkat pendidikan ibu yang rendah
3. umur ibu yang melebihi 30 tahun atau kurang dari 20 tahun
4. paritas pertama atau paritas kelima atau lebih
5. tinggi dan BB ibu tidak proporsional
6. kehamilan di luar perkawinan
7. kehamilan tanpa pengawasan antenatal
8. ganggguan gizi dan anemia dalam kehamilan

2
9. ibu dengan riwayat kehamilan / persalinan sebelumnya tidak baik
seperti bayi lahir mati
10. Riwayat inkompatibilitas darah janin dan ibu
b. Factor Bayi (High Risk Infants)
1. bayi dengan infeksi antepartum dan kelainan congenital
2. bayi dengan diagnosa IUGR (Intra Uterine Growth Retardation)
3. bayi dalam keluarga yang mempunyai problema social
c. factor yang berhubungan dengan kehamilan
1. abrupsio plasenta
2. plasenta previa
3. preeklamsi / eklamsi
4. polihidramnion
5. inkompatibilitas golongan darah
6. kehamilan lama
7. kehamilan ganda
8. Infeksi
9. Diabetes
10. genitourinaria

2.3 Diagnosis
1. Anamnesa/keluhan
a. Ibu tidak merasakan gerakan janin
b. Perut tidak bertambah besar
2. Inspeksi Tidak tampak gerakan janin
3. Palpasi
a. TFU lebih rendah dari tuanya kehamilan
b. Tidak teraba gerakan janin
c. Krepitasi pada tulang kepala janin
4. Auskultasi
a. DJJ (-)
5. Reaksi kehamilan
a. test kehamilan (-)
6. Rontgen foto abdomen
a. Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah janin
b. Tanda nojosk : angulasi yang tajam pada tulang belakang janin
c. Tanda gernard : hiperekstensi kepala janin
d. Tanda spalding : overlapping sutura
7. USG
a. Gerak anak tidak ada
b. Denyut jantung anak tidak ada

3
c. Tampak bekuan darah pada ruang jantung janin
8. Laboratorium
a. Reaksi biologis negative setelah 10 hari janin mati
b. Hipofibrinogenemia setelah 4-5 minggu janin mati.
Kalau janin mati pada kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan
perubahan sebagai berikut :
1. Rigor mortis
Berlangsung 21/2 jam setelah mati kemudian lemas lagi.
2. Maserasi Tingkat I
Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh ini mula-mula berisi cairan jernih.
Tapi kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah mati.
3. Maserasi Tingkat III
Lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat, jam
setelah anak mati.
4. Maserasi Tingkat III
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin sangat lemas,
hubungan antar tulang-tulang sangat longgar. Edema di bawah kulit.

2.4 Tanda dan gejala


1. Terhentinya pertumbuhan uterus, atau penurunan TFU
2. Terhentinya pergerakan janin
3. Terhentinya denyut jantung janin
4. Penurunan atau terhentinya peningkatan berat badan ibu.
5. Perut tidak membesar tapi mengecil dan terasa dingin
6. Terhentinya perubahan payudara

2.5 Penanganan Terapi


1. Selama menunggu diagnosa pasti, ibu akan mengalami syok dan ketakutan
memikirkan bahwa bayinya telah meninggal. Pada tahap ini bidan
berperan sebagai motivator untuk meningkatkan kesiapan mental ibu
dalam menerima segala kemungkinan yang ada.

4
2. Diagnosa pasti dapat ditegakkan dengan berkolaborasi dengan dokter
spesialis kebidanan melalui hasil USG dan rongen foto abdomen, maka
bidan seharusnya melakukan rujukan.
3. Menunggu persalinan spontan biasanya aman, tetapi penelitian oleh
Radestad et al (1996) memperlihatkan bahwa dianjurkan untuk
menginduksi sesegera mungkin setelah diagnosis kematian in utero.
Mereka menemukan hubungan kuat antara menunggu lebih dari 24 jam
sebelum permulaan persalinan dengan gejala kecemasan. Maka sering
dilakukan terminasi kehamilan.
a. Pengakhiran kehamilan jika ukuran uterus tidak lebih dari 12 minggu
kehamilan. Persiapan:
1) Keadaan memungkinkan yaitu Hb > 10 gr%, tekanan darah baik.
2) Dilakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu:pemeriksaan trombosit,
fibrinogen, waktu pembekuan, waktu perdarahan, dan waktu
protombin. Tindakan:
a) Kuretasi vakum
b) Kuretase tajam
c) Dilatasi dan kuretasi tajam
3) Pengakhiran kehamilan jika ukuran uterus lebih dari 12 minggu
sampai 20 minggu
a) Misoprostol 200mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6
jam sesudah pemberian pertama.
b) Pemasangan batang laminaria 12 jam sebelumnya.
c) Kombinasi pematangan batang laminaria dengan misoprostol
atau pemberian tetes oksitosin 10 IU dalam 500 cc dekstrose 5%
mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit.
Catatan: (dilakukan kuretase bila masih terdapat jaringan).
4) Pengakhiran kehamilan jika lebih dari 20 – 28 minggu
a) Misoprostol 100 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6
jam sesudah pemberian pertama.
b) Pemasangan batang laminaria selama 12 jam.

5
c) Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20
tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit.
d) Kombinasi cara pertama dan ketiga untuk janin hidup maupun
janin mati.
e) Kombinasi cara kedua dan ketiga untuk janin mati.
Catatan: dilakukakan histerotomi bila upaya melairkan
pervaginam dianggap tidak berhasil atau atas indikasi ibu,
dengan sepengetahuan konsulen.
5) Pengakhiran kehamilan jika lebih dari 28 minggu kehamilan
a) Misoprostol 50 mg intravaginal
Pemberian dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian
pertama.
b) Pemasangan metrolisa 100 cc 12 jam sebelum induksi untuk
pematangan serviks (tidak efektif bila dilakukan pada KPD).
c) Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20
tetes per menit sampai maksimal 60 tetes untuk primi dan
multigravida, 40 tetes untuk grande multigravida sebanyak 2
labu.
d) Kombinasi ketiga cara diatas.
Catatan: dilakukan SC bila upaya melahirkan pervaginam
tidak berhasil, atau bila didapatkan indikasi ibu maupun janin
untuk menyelesaikan persalinan.
6) Periksa ulangan (follow up)
Dilakukan kunjungan rumah pada hari ke 2, 6, 14, atau 40 hari.
Dilakukan pemeriksaan nifas seperti biasa. Mengkaji ulang tentang
keadaan psikologis, keadaan laktasi (penghentian ASI), dan
penggunaan alat kontrasepsi.

6
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Kematian janin dalam rahim adalah janin yang mati dalam rahim dengan
berat badan 350 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada
kehamilan 20 minggu atau lebih. IUFD merujuk pada kematian janin di
dalam rahim setelah 24 minggu usia kehamilan. Prinsip dasar dari kematian
janin merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin,
kegawatdaruratan janin, atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis
sebelumnya sehingga tidak terobati.

3.2 SARAN
Demikian makalah ini kami buat. Kami menyadari bahwa makalah yang kami
buat jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak sangat kami harapkan untuk perbaikan dan
kemajuan kinerja kelompok dalam menyusun makalah.

7
DAFTAR PUSTAKA

Norwitz, Errol dan John O Schorge. 2008. At A Glance Obstetri & Ginekologi.
Jakarta : Penerbit Erlangga.
Badan Pusat Statistik (BPS). angka kematian bayi (AKB). Jakarta: BPS; 2016.
Badan Pusat Statistik. Profil Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: BPS; 2014. Isakh
Bm, Diana I. Profil Kematian Neonatal Berdasarkan Sosio Demografi Dan
Kondisi Ibu Saat Hamil Di Indonesia tim Penelitian Sistem Kesehatan.
2011;14(4):391-8.
K. Varney, helen. 2006. Buku ajar asuhan kebidanan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai