Anda di halaman 1dari 12

TUGAS UNDANG-UNDANG KESEHATAN

MENGKAJI KASUS

DISUSUN OLEH :

KADEK MAHESS SRI SWARDANI (171200178)

NI KADEK PUSPA YUNINGSIH (171200179)

NI KOMANG PANDE PUSPARINI (171200180)

LUH GEDE FISKA ARISTIANTI (171200181)

NI LUH GEDE INDRA DEWI SANJAYANTI (171200182)

LUH MANIK HERTALANI WAHYUNI (171200183)

A2-B FARMASI KLINIS

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS

INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA BALI

DENPASAR

2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu
mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pelayanan
kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri sendiri atau bersama-
sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah
dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga,
kelompok dan atau masyarakat. Selain itu juga sebagai salah satu tempat pengabdian dan
praktek profesi apoteker dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasiaan
Walaupun aturan mengenai apotek dan toko obat sudah cukup jelas, namun masih
banyak kasus pelanggaran terkait toko obat dan apotek seperti penjualan obat herbal yang
mengandung bahan kimia dan obat serta apotek yang menjual obat label K merah yakni
obat keras yang hanya boleh dijual dengan resep dokter. Salah satu contohnya yaitu pada
pelanggaran obat pisikotropika.
Penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika akhir-akhir ini telah
menimbulkan rasa kekhawatiran yang mendalam pada masyarakat. Berbagai
implikasi dan dampak negatif yang ditimbulkan merupakan masalah yang sangat
kompleks baik di tingkat nasional maupun internasional. Dalam penjelasan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1997 disebutkan bahwa masalah psikotropika tidak saja dapat
merugikan bagi penyalahguna, tetapi juga berdampak pada kegiatan sosial, ekonomi
dan keamanan nasional, sehingga hal ini merupakan ancaman bagi kehidupan bangsa
dan negara.
Saat ini Indonesia bukan hanya sebagai negara transit ataupun negara tujuan bagi
peredaran gelap psikotropika, namun sudah berkembang menjadi salah satu negara
produsen. Kasus-kasus psikotropika pun semakin mengejutkan masyarakat, karena
masalah-masalah psikotropika sudah merambah ke mana-mana. Semula hanya terdapat
di kota-kota besar tetapi kini sudah merambah ke kota-kota kecil, ke daerah pemukiman,
kampus-kampus bahkan sekolah-sekolah.
Peredaran dan pemakaian psikotropika juga sudah masuk ke segala lapisan,
baik kalangan atas, kalangan menengah ataupun kalangan bawah. Selain itu
peredaran psikotropika juga merambah mulai dari anak-anak, mahasiswa, artis,
pejabat bahkan sampai aparat keamanan.
Hal ini menjadi perhatian yang sangat serius untuk BPOM dalam mengawasi
apotek maupun toko obat. Untuk itu, penulis akan melakukan studi kasus berupa artikel
berita di mana BPOM temukan Obat terlarang masih dijual.

1.2.Rumusan Masalah
1 . Apa salah satu contoh kasus pisikotropika?
2 . Apa pelanggaran dalam kasus tersebut?
3 . Bagaimana evaluasi dari kasus tersebut?
4 . Apa sanksi dari kausu tersebut?
1.3.Tujuan
1 . Dapat mengetahui kasus pisikotropika.
2 . Dapat mengetahui pelanggaran dari kasus tersebut.
3 . Mampu memberikan evaluasi terkait kasus tersebut.
4 . Dapat mengetahui sanksi dari kausu tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Kasus
Jumat 24 April 2015 pukul 20:53 WIB Apotek Penjaja Psikotropika di Depok
Digrebek Apat Abraham Utama, dimana berita tersebut menyatakan Badan Narkotika
Nasional (BNN) Kota Depok menggrebek sebuah apotek yang menjual psikotropika
golongan empat, Jumat (24/4). Pada operasi gabungan dengan Kepolisian Resor Kota
Depok ini, aparat menangkap pemilik apotek yang berinisial Y, 38, dan seorang remaja
berinisial AR, 18, usai keduanya bertransaksi.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat BNN Komisaris Besar Slamet Pribadi
menuturkan, apotek yang berada di kawasan Sawangan, Depok ini memang biasa
menjual obat kepada remaja tanpa resep dokter.
Pada penggrebekan ini misalnya, BNN dan kepolisian menyita obat jenis
Parkinal, Trihexyphenidyl, dan Tramadol. "Parkinal adalah obat untuk penyakit
parkinson. Sedangkan Trihexyphenidyl (TXP) merupakan psikotropika golongan empat
yang biasa diminum sebagai obat penenang. Jenis terakhir yang disita, Tramadol, adalah
obat jenis analgesik," kata Slamet.
AR yang masih berstatus pelajar kelas XII SMA mengaku rutin membeli tiga
jenis obat tersebut di apotek milik Y. Tanpa resep dokter, AR tinggal menyebutkan kode-
kode tertentu untuk mendapatkan barang yang diinginkannya. Jika mendengar dua kode
tadi, Y lantas menyodorkan bungkusan plastik kecil yang berisi tujuh butir obat Parkinal,
Trihexyphenidyl, dan Tramadol yang dihargai Rp 20 ribu.
Sementara itu, hasil tes urine yang dilakukan aparat BNNK Depok dan Polresta
Depok terhadap AR menunjukkan tanda positif ganja. Kepada aparat, AR mengaku tidak
memperoleh ganja dari Y.
Lebih lanjut, AR berkata, dalam sepekan ia empat kali mengonsumsi tiga jenis
obat itu. Bukan sekali tenggak, tapi diselingi hisapan ganja.
2.2.Pelanggaran
Dari berita diatas dapat dikatakan terjadinya pelanggaran terhadap undang-undang
yang telah ditetapkan, adapun undang-undang yang dilanggar sebagai berikut:

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN


KEFARMASIAN

Pasal 24 huruf ( C ) Berbunyi:

“ Apoteker dapat menyerahkan obat keras, narkotika dan


psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG


PSIKOTROPIKA

Pasal 14 ayat 4 Berbunyi:

“Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas,


dan balai pengobatan, puskesmas sebagaimana yang dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan resep dokter”

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG


PSIKOTROPIKA

Pasal 36 ayat 1 Berbunyi:

Penggunaan psikotropika hanya dapat memiliki, menyimpan,


dan/atau membawa psikotropika untuk digunakan dalam rangka
pengobatan dan/atau perawatan.
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG
PSIKOTROPIKA

Pasal 54 ayat 2 Berbunyi:

Masyarakat wajib melaporkan kepada pihak yang berwenang


bila mengetahui tentang psikotopika yang disalah gunakan
dan/atau dimiliki secara tidak sah.

2.3.Evaluasi
Dengan terjadinya pelanggaran tersebut maka perlu dilakukan evaluasi untuk
mengantisipasi agar tidak lagi terjadinya pelanggaran, diantaranya sebagai berikut:

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG


PSIKOTROPIKA

Pasal 45 Berbunyi:

Pemerintah melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan


yang berhubungan dengan psikotropika

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG


PSIKOTROPIKA

Pasal 46 Berbunyi:

Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diarahkan


untuk:
a. Terpenuhinya kebutuhan psikotropika guna kepentingan
pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan
b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika
c. Melindungi masyarakat dari segala kemungkinan
terjadinya yang dapat menimbulkan gangguan dan/atau
bahaya atas terjadinya penyalahgunaan psikotropika
d. Memberantas peredaran gelap psikotropika
e. Mencegah pelibatan anak yang belum cukup berumur 18
(delapan belas) tahun dalam kegiatan penyalahgunaan
dan/atau peredaran gelap psikotropika; dan
f. Mendorong dan menunjang kegiatan penelitian dan/atau
pengembangan teknologi di bidang psikotropika guna
kepentingan pelayanan kesehatan

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG


PSIKOTROPIKA

Pasal 50 ayat 1 Berbunyi:

Pemerintah melakukan pengawasan terhadap segala kegiatan


yang berhubungan dengan psikotropika, baik yang dilakukan
oleh Pemerintah maupun oleh masyarakat

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG


PSIKOTROPIKA

Pasal 51 ayat 1 Berbunyi:

Dalam rangka, Menteri berwenang mengambil tindakan


administratif terhadap pabrik obat, pedagang besar farmasi,
sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, apotek, rumah
sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, lembaga penelitian
dan/atau lembaga pendidikan, dan fasilitas rehabilitasi yang
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini.
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG
PSIKOTROPIKA

Pasal 51 ayat 2 Berbunyi:

Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


dapat berupa : a.teguran lisan
b. teguran tertulis
c. penghentian sementara kegiatan
d. denda administrative
e. pencabutan izin praktek.

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG


PSIKOTROPIKA

Pasal 54 ayat (1) Berbunyi:

Masyarakat memiliki kesempatan yang seluas-luasnya untuk


berperan serta dalam membantu mewujudkan upaya pencegahan
penyalahgunaan psikotropika sesuai dengan undang-undang ini
dan peraturan pelaksanaannya.

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG


PSIKOTROPIKA

Pasal 54 ayat 2 Berbunyi:

Masyarakat wajib melaporkan kepada pihak yang berwenang


bila mengetahui tentang psikotropika yang disalahgunakan
dan/atau dimiliki secara tidak sah.
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG
PSIKOTROPIKA

Pasal 54 ayat 3 Berbunyi:

Pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) perlu mendapatkan


jaminan keamanan dan perlindungan dari pihak yang berwenang.

2.4.Sanksi
Terjadinya pelanggaran pada kasus tersebut maka dapat dipastikan bahwa sanksi
yang diperoleh dari pelanggaran tersebut adalah sebagai berikut:
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG
PSIKOTROPIKA

Pasal 60 ayat 4 Berbunyi:

Barangsiapa menyerahkan psikotropika selain yang ditetapkan


dalam Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), Pasal 14 ayat (3), dan
Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,00
(enam puluh juta rupiah).

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG


PSIKOTROPIKA

Pasal 60 ayat 5 Berbunyi:

Barangsiapa menerima psikotropika selain yang ditetapkan


dalam Pasal 14 ayat (3), dan Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)
Apabila yang menerima penyerahan itu pengguna, maka
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan.

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG


PSIKOTROPIKA

Pasal 62 Berbunyi:

Barangsiapa secara tanpa hak, memiliki dan/atau membawa


psikotropika dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG


PSIKOTROPIKA

Pasal 72 Berbunyi:

Jika tindak pidana psikotropika dilakukan dengan menggunakan


anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum
menikah atau orang yang dibawah pengampunan atau ketika
melakukan tindak pidana belum lewat dua tahun sejak selesai
menjalani seluruhnya atau sebagian pidana penjara yang
dijatuhkan kepadanya, ancaman pidana ditambah sepertiga
pidana yang berlaku untuk tindak pidana tersebut.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan kasus di atas dapat di simpulkan pelanggaran pada kasus di atas
dapat di tetapkan sesuai dengan yang tercantum pada undang-undang peraturan
pemerintah nomor 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian, dan peraturan
pemerintah nomor 5 tahun 1997 tentang psikotropika.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2009. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 5 tahun 1997 tentang


Psikotropika

Utama, Abraham CNN Indonesia. 2015. Apotek Penjaja Psikotropika di Depok


Digerebek Aparat. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20150424205311-
12-49089/apotek-penjaja-psikotropika-di-depok-digerebek-aparat ( Diakses pada
4 Juni 2019 )

Anda mungkin juga menyukai