Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

PADA Mbah M DENGAN HIPERTENSI DAN SCABIES


DI PUSKESMAS JANTI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Gerontik

OLEH:
KELOMPOK 1A/PSIK
DIAH NIATI
NIM 180070300111045

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019

1
HIPERTENSI

1. Definisi
Hipertensi berasal dari dua kata yaitu hiper yang berarti tinggi dan tensi yang
artinya tekanan darah. Menurut American Society of Hypertension (ASH), pengertian
hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif,
sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan (Corwin,
2008). Definisi lain menyebutkan bahwa hipertensi adalah tekanan darah sistolik
sama dengan atau lebih dari 140mmHg dan tekanan diastolik sama dengan atau
lebih dari 90mmHg (WHO, 2009). Pada populasi manula hipertensi didefinisikan
sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Baradero,
2008). Menteri kesehatan menambahkan, hipertensi dan komplikasinya dapat
dicegah dengan gaya hidup sehat dan mengendalikan faktor risiko (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

2. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: hipertensi
esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder.
a. Hipertensi essensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya
disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95 % kasus. Banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas susunan saraf simpatis,
sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca
interseluler, dan faktor-faktor yang risiko seperti obesitas, alkohol, merokok
b. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal, penyebab spesifiknya diketahui seperti
penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler renal, hipertensi
aldosteronisme primer, dan sindrom chusing, feokromositoma, koarkfasio aorta,
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain (William & Hopper,
2007).

3. Klasifikasi
Terdapat beberapa klasifikasi hipertensi, diantaranya adalah:
1) Berdasarkan Bentuk Hipertensi:
a. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) merupakan peningkatan
tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik dan umumnya
ditemukan pada usia lanjut. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya
tekanan pada arteri apabila jantung berkontraksi (denyut jantung). Tekanan
sistolik merupakan tekanan maksimum dalam arteri dan tercermin pada hasil
pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar
(Muttaqin, 2009)
b. Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) merupakan peningkatan tekanan
diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya ditemukan pada
anak-anak dan dewasa muda. Hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh
darah kecil menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan
terhadap aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya.
Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan arteri bila jantung berada
dalam keadaan relaksasi di antara dua denyutan.

2
c. Hipertensi campuran merupakan peningkatan pada tekanan sistolik dan
diastolik (Muttaqin, 2009)
2) Berdasarkan Gejala Hipertensi.
a. Hipertensi benigna merupakan hipertensi yang tidak menimbulkan gejala-
gejala, biasanya ditemukan saat penderita chek up.
b. Hipertensi maligna merupakan hipertensi yang membahayakan biasanya
disertai keadaan kegawatan sebagai akibat komplikasi pada organ-organ
seperti otak, jantung dan ginjal (Nadar & Gregory, 2010)

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,


Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7,2004),
klasifikasi hipertensi pada orang dewasa dapat dibagi menjadi kelompok normal,
prehipertensi, hipertensi derajat I dan derajat II (William & Hopper, 2007).

Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah menurut ESC/ESH 2013


Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah
Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal 120 - 129 80 – 84
Normal tinggi 130 - 139 85 – 89
Hipertensi derajat I (ringan) 140 – 159 90 – 99
Hipertensi derajat II (sedang) 160 – 179 100 – 109
Hipertensi derajat III (berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistolik isolasi ≥ 140 < 90
Sumber : European Society of Hypertension–European Society of Cardiology
guidelines for the management of arterial hypertension (ESC/ESH, 2013).

4. Faktor Risiko
Tekanan darah tidak konstan namun dipengaruhi oleh banyak faktor secara
kontinu sepanjang hari. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah
menurut William & Hopper (2007) adalah :
a. Usia
Tingkat normal tekanan darah bervariasi sepanjang kehidupan. Tekanan darah
akan meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Hal ini berhubungan dengan
berkurangnya elastisitas pembuluh darah arteri. Dinding arteri akan semakin
kaku, sehingga tahanan pada arteri akan semakin besar yang menyebabkan
jantung bekerja keras untuk memompa darah melewati pembuluh darah.
Perubahan itu akan meningkatkan beban kerja jantung dan mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
b. Jenis kelamin
Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria lebih banyak
yang menderita hipertensi dibandingkan wanita, dengan rasio sekitar 2,29 untuk
peningkatan tekanan darah sistolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang
cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita
(Corwin, 2008). Namun, setelah memasuki manopause, prevalensi hipertensi
pada wanita meningkat. Setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita
lebihmeningkat dibandingkan dengan pria yang diakibatkan faktor hormonal.

3
Penelitian di Indonesia prevalensi yang lebih tinggi terdapat pada wanita
(Lukitasari dkk, 2011).
c. Genetic
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga
mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer
(essensial). Tentunya faktor genetik ini juga dipenggaruhi faktor - faktor
lingkungan, yang kemudian menyebabkan seorang menderita hipertensi. Faktor
genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin
membran sel. Bila kedua orang tuanya menderita hipertensi, maka sekitar 45%
akan turun ke anak -anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita
hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak - anaknya (Corwin, 2008).
d. Obesitas
Diperkirakan faktor utama penyebab dari hipertensi dan diabetes mellitus adalah
diet. Dapat diterangkan pula bahwa pada individu yang mengidap obesitas
jumlah darah yang beredar akan meningkat sehingga curah jantung akan naik
dan pada akhirnya mengakibatkan tekanan darah meningkat (William & Hopper,
2007).
e. Konsumsi garam
Tingginya tekanan darah berhubungan dengan tingginya pemasukan garam.
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena ion Natrium akan
menarik cairan di luar sel agar tidak keluar sehingga akan meningkatkan volume
dan tekanan darah. Asupan Natrium yang berlebihan menyebabkatubuh
meretensi cairan yang akhirnya akan meningkatkan volume darah (William &
Hopper, 2007).
f. Konsumsi alkohol
Konsumsi regular dari 3 gelas atau lebih minuman keras dapat meningkatkan
resiko hipertensi dan menyebabkan resistensi pada obat antihipertensi. Tekanan
darah dapat turun ke normal saat konsumsi alkohol dimodifikasi (William &
Hopper, 2007).
g. Olahraga
Orang – orang dengan pola hidup yang menetap akan meningkatkan resiko
hipertensi. Latihan fisik dapat membantu mencegah dan mengontrol hipertensi
dengan menurunkan berat badan, menurunkan resistensi perifer dan
menurunkan lemak tubuh (William & Hopper, 2007). Melalui kegiatan olahraga,
jantung dapat bekerja secara lebih efisien. Frekuensi denyut nadi berkurang,
namun kekuatan jantung semakin kuat, penurunan kebutuhan oksigen jantung
pada intensitas tertentu, penurunan lemak badan dan berat badan serta
menurunkan tekanan darah (Corwin, 2008).

h. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan hipertensi,
sebab rokok mengandung nikotin. Menghisap rokok menyebabkan nikotin
terserap oleh pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan kemudian akan
diedarkan hingga ke otak. Di otak, nikotin akan memberikan sinyal pada kelenjar
adrenal untuk melepas epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan
pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan
darah yang lebih tinggi (William & Hopper, 2007).

4
i. Psikososial dan stress
Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam, rasa
takut dan rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan
hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat,
sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stress berlangsung lama, tubuh
akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau
perubahaan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit
maag. Diperkirakan, prevalensi atau kejadian hipertensi pada orang kulit hitam di
Amerika Serikat lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih disebabkan
stress atau rasa tidak puas orang kulit hitam pada nasib mereka (Corwin, 2008).

5. Manifestasi Klinis
Penderita hipertensi mungkin tidak akan menunjukkan gejala selama bertahun-
tahun. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan tekanan darah yang tinggi. Penderita
biasanya akan mengalami seperti sakit kepala dan pusing. Hal ini yang
mengakibatkan hipertensi sering disebut silent killer. Sebagian besar gejala klinis dari
penderita hipertensi adalah (Corwin, 2008).
a. Nyeri kepala, kadang disertai mual dan muntah akibat peningkatkan tekanan
intracranial
b. Penglihatan kabur karena kerusakan retina
c. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus
d. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan darah kapiler
e. Insomnia atau kesulitan untuk tidur
f. Sering merasa sesak napas
Terdapat beberapa Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai
meliputi gangguan penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral
(otak) yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang
mengakibatkan kelumpuhan dan gangguan kesadaran hingga koma (Cahyono, 2008).

6. Patofisiologi
Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance.
Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak
terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi. Berdasarkan
kecepatan reaksinya, system kontrol tersebut dibedakan dalam system yang bereaksi
segera, yang bereaksi kurang cepat, dan yang bereaksi dalam jangka panjang.
Reflek kardiovaskuler melalui system saraf termasuk system kontrol yang bereaksi
segera. Sebagai contoh adalah baroreseptor yang terletak pada sinus karotis dan
arkus aorta berfungsi mendeteksi perubahan tekanan darah. Contoh lain sistem
kontrol saraf terhadap tekanan darah yang bereaksi segera adalah reflex
kemoreseptor, respon iskemia susunan saraf pusat, dan reflex yang berasal dari
atrium, arteri pulmonalis, dan otot polos (Yogiantoro, 2006).
Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah
secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan mempertahankan stabilitas
tekanan darah dalam jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat
kompleks. Pengendalian dimulai dari sistem reaksi cepat seperti refleks
kardiovaskuler melalui sistem saraf, refleks kemoreseptor, respon iskemia, susunan
saraf pusat yang berasal dari atrium, dan arteri pulmonalis otot polos. Sedangkan
sistem pengendalian reaksi lambat melalui perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler

5
dan rongga intertisial yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopresin.
Kemudian dilanjutkan sistem poten dan berlangsung dalam jangka panjang yang
dipertahankan oleh sistem pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai
organ (Saleh, 2009). Patofisiologi hipertensi primer terjadi melalui mekanisme :
a. Curah jantung dan tahanan perifer
Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama terjadi apabila
terdapat peningkatan volume plasma berkepanjangan akibat gangguan
penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam berlebihan.
Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah ke
ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan
volume plasma menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi
peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkata preload biasanya
berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik (Sagala, 2011).
Peningkatan resistensi perifer disebabkan oleh resistensi garam (hipertensi
tinggi renin) dan sensitif garam (hipertensi rendah renin). Penderita hipertensi
tinggi renin memiliki kadar renin tinggi akibat jumlah natrium dalam tubuh yang
menyebabkan pelepasan angiotensin II. Kelebihan angiotensin II menyebabkan
vasokonstriksi dan memacu hipertrofi dan proliferasi otot polos vaskular. Kadar
renin dan angiotensin II yang tinggi pada hipertensi berkorelasi dengan kerusakan
vaskular. Sedangkan pada pasien rendah renin, akan mengalami retensi natrium
dan air yang mensupresi sekresi renin. Hipertensi rendah renin akan diperburuk
dengan asupan tinggi garam (Callaghan, 2010).
Jantung harus memompa secara kuat dan menghasilkan tekanan lebih
besar untuk mendorong darah melintasi pembuluh darah yang menyempit pada
peningkatan Total Periperial Resistence. Keadaan ini disebut peningkatan
afterload jantung yang berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik.
Peningkatan afterload yang berlangsung lama, menyebabkan ventrikel kiri
mengalami hipertrofi. Terjadinya hipertrofi mengakibatkan kebutuhan oksigen
ventrikel semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa darah
lebih keras untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot
jantung mulai menegang melebihi panjang normalnya yang akhirnya
menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup (Wibowo, 2011).
b. Sistem renin-angiotensin
Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan
ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem renin-angiotensin merupakan sistem
endokrin penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh
juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion,
penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik (Hanifa,
2010).
Mekanisme terjadinya hipertensi melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang
peranan fisiologis penting dalam pengaturan tekanan darah. Darah mengandung
angiotensinogen yang diproduksi hati, kemudian oleh hormon renin yang
diproduksi ginjal akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida tidak aktif).
Angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida sangat aktif) oleh ACE
yang terdapat di paru-paru. Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan tekanan
darah karena bersifat sebagai vasokonstriktor melalui dua jalur, yaitu:

6
1) Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat
sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin
menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan
ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan
tekanan darah (Hanifa, 2010).
2) Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan
hormon steroid yang berperan penting pada ginjal untuk mengatur volume
cairan ekstraseluler. Aldosteron mengurangi ekskresi NaCl (Natrium Klorida)
dengan cara reabsorpsi dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan
diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler
yang pada akhirnya meningkatkan volume dan tekanan darah (Hanifa, 2010).
c. Sistem saraf simpatis
Sirkulasi sistem saraf simpatis menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi arteriol.
Sistem saraf otonom memiliki peran penting dalam mempertahankan tekanan
darah. Hipertensi terjadi karena interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem
renin-angiotensin bersama dengan faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi,
dan beberapa hormone (Hanifa, 2010). Hipertensi rendah renin atau hipertensi
sensitif garam, retensi natrium dapat disebabkan oleh peningkatan aktivitas
adrenergik simpatis atau akibat defek pada transpor kalsium yang berpapasan
dengan natrium. Kelebihan natrium menyebabkan vasokonstriksi yang mengubah
pergerakan kalsium otot polos (Callaghan, 2010).
d. Perubahan struktur dan fungsi pembuluh darah
Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam pengontrolan
pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu
molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi
pada kasus hipertensi primer (Hanifa, 2010).

7. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran, dan
hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan
berbeda, kecuali terdapat kenaikkan tinggi atau gejala-gejala klinis yang menyertai.
Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk, setelah
beristirahat selama 5 menit. Alat yang digunakan untuk mengukur tekanan darah
disebut spigmomanometer. Ada beberapa jenis spigmomanometer, tetapi yang paling
umum terdiri dari sebuah manset karet dengan dibalut bahan yang difiksasi
disekitarnya secara merata tanpa menimbulkan konstriksi (Brasher, 2007).
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderitanya,
pengobatan antihipertensi sebelumnya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang
berkaitan seperti penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya.
Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala-gejala yang berkaitan
dengan penyakit hipertensi, gejala kerusakan organ, perubahan aktifitas atau
kebiasaan sebagai faktor risiko hipertensi (seperti merokok, konsumsi makanan,
riwayat dan faktor pribadi, keluarga, lingkungan, pekerjaan, dan lain-lain) (Corwin,
2008).

7
8. Penatalaksanaan Medis
Pasien dengan hipertensi harus tahu akan pentingnya mengontrol tekanan darah
sebagai contoh menurut Lukitasari dkk (2011) monitor tekanan darah di rumah
adalah salah satu aspek penting dalam manajemen hipertensi. Demikian juga dengan
melakukan pola hidup sehat dan edukasi ke pasien hipertensi adalah metode yang
sangat efektif dalam meningkatkan hasil tekanan darah yang terkontrol.
Penatalaksanaan hipertensi ada dua yakni farmakologi dan non farmakologi
1) Non farmakologi
a. Olahraga
Olahraga adalah suatu aktivitas yang dapat menurunkan tekanan darah. Hal
ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Psffenbarger dari
Universitas Stanford yang meneliti 15.000 tamatan Universitas Havard untuk
6-10 tahun. Selama pendidikan berlangsung didapatkan bahwa 681 tamatan
Havard tersebut menderita peningkatan tekanan darah (160/95). Ternyata
alumni yang tidak terlibat olahraga dan kegiatan mempunyai resiko untuk
mendapat peningkatan tekanan darah 35% lebih besar dari mereka yang
berolah raga. Olahraga dapat menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah
kapiler yang baru sehingga dapat mengurangi penyumbatan dalam pembuluh
darah yang berarti dapat menurunkan tekanan darah. Walaupun kesanggupan
jantung untuk melakukan pekerjaannya bertambah melalui olah raga,
pengaruh dari berkurangnya hambatan tersebut memberikan penurunan
tekanan darah yang berarti. Prinsip yang penting dalam olahraga untuk
mereka yang menderita tekanan darah tinggi ialah melalui dengan olahraga
ringan lebih dahulu sepert jalan kaki atau senam. Berjalan kaki secara teratur
sekitar 30-45 menit setiap hari dan makin lama jalan dapat dipercepat akan
menurunkan tekanan darah. Dengan olah raga seperti senam maka sel,
jaringan membutuhkan peningkatan oksigen dan glukosa untuk membentuk
ATP (Adenosin Triphosphate). Terkait dengan pembuluh darah maka dapat
digambarkan bahwa pembuluh darah mengalami pelebaran (vasodilatasi),
serta pembuluh darah yang belum terbuka akan terbuka sehingga aliran darah
ke sel, jaringan meningkat (Muttaqin, 2009).
b. Penurunan konsumsi garam
Pengurangan asupan garam dan upaya penurunan berat badan dapat
digunakan sebagai langkah awal pengobatan hipertensi. Jumlah garam
dibatasi sesuai dengan kesehatan penderita dan jenis makanan dalam daftar
diet. Pembatasan asupan garam sampai 60 mmol per hari atau dengan kata
lain konsumsi garam dapur tidak lebih dari seperempat sampai setengah
sendok teh garam per hari. Penderita hipertensi dianjurkan menggunakan
mentega bebas garam dan menghindari makanan yang sudah diasinkan.
Adapun yang disebut diet rendah garam, bukan hanya membatasi konsumsi
garam dapur tetapi mengkonsumsi makanan rendah sodium atau natrium.
Pedoman diet merekomendasikan orang dengan hipertensi harus membatasi
asupan garam kurang dari 1.500 miligram sodium sehari (Muttaqin, 2009).
c. Diet rendah Lemak Jenuh
Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis yang
berkaitan dengan kenaikan tekanan darah, sehingga diet rendah lemak jenuh
atau kolesterol dianjurkan dalam penanganan hipertensi. Tubuh memperoleh
kolestrol dari makanan sehari-hari dan dari hasil sintesis dalam hati. Kolestrol

8
dapat berbahaya apabila dikonsumsi lebih banyak dari yang dibutuhkan oleh
tubuh (Lukitasari dkk, 2011).
d. Bebas rokok
Merokok sangat besar perananya dalam meningkatkan tekanan darah, hal
tersebut disebabkan oleh nikotin yang terdapat didalam rokok yang memicu
hormon adrenalin yang menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan
darah akan turun secara perlahan dengan berhenti merokok. Selain itu
merokok dapat menyebabkan obat yang dikonsumsi tidak bekerja secara
optimal (Lukitasari dkk, 2011).
e. Penurunan BB jika BMI ≥ 27
Mengurangi berat badan dapat menurunkan risiko hipertensi, diabetes, dan
penyakit kardiovaskular. Penerapan pola makan seimbang dapat mengurangi
berat badan dan menurunkan tekanan darah. Berdasarkan hasil penelitian
eksperimental, pengurangan sekitar 10 kg berat badan menurunkan tekanan
darah rata-rata 2-3 mmHg per kg berat badan (Muttaqin, 2009).
Diet rendah kalori dianjurkan bagi orang dengan kelebihan berat badan atau
obesitas yang berisiko menderita hipertensi, terutama pada orang berusia
sekitar 40 tahun yang mudah terkena hipertensi. Dalam perencanaan diet,
perlu diperhatikan asupan kalori agar dikurangi sekitar 25% dari kebutuhan
energi atau 500 kalori untuk penurunan 0,5 kg berat badan per minggu
(Muttaqin, 2009).

Menurut Lindsay tahun 2015, penalaksanaan non farmakologis dapat


menstabilkan tekanan darah seperti pada tabel berikut:
Topik Objektif Rekomendasi Penurunan
Tekanan darah
Aktivitas Akumulasi 30-60 menit pada Harus diresepkan -3,1/-1,8
fisik lebih aktivitas dinamik dengan pada orang dengan mmHg
intensitas sedang (seperti hipertensi untuk
berjalan, bersepeda, pencegahannya
berenang) 4-7 hari perminggu. dan manajemen
Aktivitas dengan Intensitas hipertensi
yang tinggi tidak efektif
menurunkan TD tetapi
mungkin memproduksi
keuntungan system
kardiovaskuler yang lain

Penurunan BMI (18,5-24,9 kg/m2) dan Anjurkan displin -6,0/-4,8 mmHg


BB lingkar pinggang (<102 cm dalam penurunan untuk setiap
untuk laki-laki dan <88 cm BB, termasuk penurunan BB 4,5
untuk perempuan) edukasi tentang kg
diet, meningkatkan
aktivitas fisik dan
modifikasi gaya
hidup
Penurunan Laki-laki : <14 Harus diresepkan -3,4/-3,4 mmHg
intake minuman/minggu
alkohol Perempuan : <9
minuman/minggu
Makanan Tinggi konsumsi buah, sayur, Harus direpkan Untuk makanan

9
sehat dan serat, protein nabati (kedelai) sehat : -11,4/-5,5
mengurangi dan rendah lemak. Lemak mmHg
intake dengan saturasi rendah dan Untuk rendah
garam kolesterol. Mengurangi intake garam : -5,4/-2,8
garam menjadi 1500 mg/hari mmHg
pada dewasa umur 50 tahun
ke bawah, menjadi 1300
mg/hari pada dewasa umur
51-70 tahun dan menjadi 1200
mg/hari untuk lansia diatas 70
tahun
Mengurangi Teknik relaksasi Manajemen stress -5,5/-3,5 mmHg
stress yang dipilih pasien
merokok Bebas rokok Strategi penurunan n/a
resiko
kardiovaskuler
global
Sumber: Lindsay, P & Poirier, L. 2015..Canadian Recommendations for the
Management of Hypertension. Canadian Hypertension Education Program. Janssen
Inc.

2) Farmakologi
Penatalaksanaan dengan obat antihipertensi bagi sebagian besar pasien
dimulai dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan secara titrasi sesuai dengan
umur, kebutuhan, dan usia. Dosis tunggal lebih diprioritaskan karena kepatuhan
lebih baik dan lebih murah. Sekarang terdapat obat yang berisi kombinasi dosis
rendah dua obat dari golongan berbeda. Kombinasi ini terbukti memberikan
efektivitas tambahan dan mengurangi efek samping. Jenis-jenis obat antihipertensi
untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan adalah diuretik, beta blockers
(carvedilol, nebivolol, dan celiprolol), Calcium antagonist, ACEIs (angiotensin-
converting enzyme inhibitors), dan ARBs (angiotensin receptor blockers)
(ESC/ESH, 2013).

9. Komplikasi
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab
kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan
darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi
terhadap reseptor angiotensin II, stress oksidatif, down regulation, dan lain-lain.
Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap
garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan
pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β (TGF-β)
(Lukitasari dkk, 2011).
a. Otak
Stroke merupakan kerusakan target organ pada otak yang diakibatkan oleh
hipertensi. Stroke timbul karena perdarahan, tekanan intra kranial yang
meninggi, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang
terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-
arteri yang mendarahi otak mengalami hipertropi atau penebalan, sehingga aliran
darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya akan berkurang. Arteri-arteri di

10
otak yang mengalami arterosklerosis melemah sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma.
Ensefalopati juga dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna atau
hipertensi dengan onset cepat. Tekanan yang tinggi pada kelainan tersebut
menyebabkan peningkatan tekanan kapiler, sehingga mendorong cairan masuk
ke dalam ruang intertisium di seluruh susunan saraf pusat. Hal tersebut
menyebabkan neuron-neuron di sekitarnya kolap dan terjadi koma bahkan
kematian.
b. Kardiovaskular
Beban kerja jantung akan meningkat pada hipertensi. Jantung yang terus-
menerus memompa darah dengan tekanan tinggi dapat menyebabkan
pembesaran ventrikel kiri sehingga darah yang dipompa oleh jantung akan
berkurang. Apabila pengobatan yang dilakukan tidak tepat atau tidak adekuat
pada tahap ini, maka dapat menimbulkan komplikasi gagal jantung kongestif
(Corwin, 2008). Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan
perubahan-perubahan waktu hantaran listrik saat melintasi ventrikel sehingga
terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko pembentukan bekuan.
c. Retinopati
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah
pada retina. Makin tinggi tekanan darah dan makin lama hipertensi tersebut
berlangsung, maka makin berat pula kerusakan yang dapat ditimbulkan.
Kelainan lain pada retina yang terjadi akibat tekanan darah yang tinggi adalah
iskemik optik neuropati atau kerusakan pada saraf mata akibat aliran darah yang
buruk, oklusi arteri dan vena retina akibat penyumbatan aliran darah pada arteri
dan vena retina. Penderita hypertensive retinopathy pada awalnya tidak
menunjukkan gejala, yang pada akhirnya dapat menjadi kebutaan pada stadium
akhir (Lukitasari dkk, 2011)
Kerusakan yang lebih parah pada mata terjadi pada kondisi hipertensi
maligna, di mana tekanan darah meningkat secara tiba-tiba. Manifestasi klinis
akibat hipertensi maligna juga terjadi secara mendadak, antara lain nyeri kepala,
double vision, dim vision, dan sudden vision loss.

11
DAFTAR PUSTAKA

Baradero,M. 2008. Klien Gangguan Kardiovaskular Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta:


EGC
Brashers, L. V. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan & Manajemen. Jakarta:
EGC
Corwin, J.E. 2008. Buku saku Patofisiologi ed.3. Terjemahan Nike B. Subekti .2009.
Jakarta: EGC.
Herdman, H.T. 2010. Diagnosis Keperawatan NANDA 2009- 2011. Jakarta: EGC
Lukitasari M, MS Rohman, Dadang H. 2011. Achievement of Blood Pressure Target with
Angiotensin Blockade Based Therapy in Out Patient Clinic. Department of
Cardiology and Vascular Medicine, Faculty of Medicine Brawijaya University.
Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika
Nadar Sunil & Gregory Lip. 2009. Oxford Cardiology Library (OCL) Hypertension. New
York: Oxford University Press.
National Institutes of Health (NIH), National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI): The
DASH diet, US Department of Health and Human Services, Public Health
Services, NIH Publication No.06-4082, 2006.
Neutel CI, Campbell NR. 2008. Changes in lifestyle after hypertension diagno-sis in
Canada. Can J Cardiol 2008;24:199-204.
Wilkinson.M.Judith.2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan NIC &
NOC.Jakarta:EGC

12

Anda mungkin juga menyukai