Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN EMERGENCY NON

TRAUMA MINGGU KE-I


PADA PASIEN ATAS NAMA TN/NY. A USIA 50 TAHUN DENGAN HIPERTENSI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Emergency


di RSUD Bangil, Pasuruan

OLEH:
KELOMPOK 1A/PSIK
DIAH NIATI
NIM 180070300111045

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019

HIPERTENSI

1
1. Definisi
Hipertensi berasal dari dua kata yaitu hiper yang berarti tinggi dan tensi yang artinya
tekanan darah. Menurut American Society of Hypertension (ASH), pengertian
hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif,
sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan (Corwin, 2008).
Definisi lain menyebutkan bahwa hipertensi adalah tekanan darah sistolik sama
dengan atau lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik sama dengan atau lebih dari
90 mmHg (WHO, 2013). Namun, AHA (2017) menyebutkan bahwa untuk update
standard hipertensi apabila tekanan darah 130/80 mmHg atau lebih. Pada populasi
manula hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg (Baradero, 2008). Hipertensi dan komplikasinya dapat dicegah
dengan gaya hidup sehat dan mengendalikan faktor risiko (Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015).

2. Etiologi dan Faktor Resiko


Faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi dibagi menjadi 2, yaitu (AHA, 2017):
a. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
1) Tinggi Sodium atau natrium
Tingginya tekanan darah berhubungan dengan tingginya pemasukan garam.
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena ion Natrium akan
menarik cairan di luar sel agar tidak keluar sehingga akan meningkatkan volume
dan tekanan darah. Asupan Natrium yang berlebihan menyebabkatubuh
meretensi cairan yang akhirnya akan meningkatkan volume darah (William &
Hopper, 2007).
2) Rendah Potasium atau kalium
Konsumsi kalium dalam jumlah yang tinggi dapat melindungi individu dari
hipertensi. Asupan kalium yang meningkat akan menurunkan tekanan darah
sistolik dan diastolik. Cara kerja kalium adalah kebalikan dari natrium, konsumsi
tinggi kalium akan meningkatkan konsentrasinya didalam cairan intraseluler,
sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan menurunkan
tekanan darah. Rasio kalium dan natrium dalam diet berperan dalam mencegah
dan mengendalikan hipertensi (Miftakhul, 2013).
3) Alkohol
Konsumsi regular dari 3 gelas atau lebih minuman keras dapat meningkatkan
resiko hipertensi dan menyebabkan resistensi pada obat antihipertensi. Tekanan
darah dapat turun ke normal saat konsumsi alkohol dimodifikasi (William & Hopper,
2007).
4) Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan hipertensi,
sebab rokok mengandung nikotin. Menghisap rokok menyebabkan nikotin terserap
oleh pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan kemudian akan diedarkan hingga
ke otak. Di otak, nikotin akan memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk
melepas epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan pembuluh darah dan
memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan darah yang lebih tinggi
(William & Hopper, 2007).
5) Diabetes Mellitus dan Tinggi kolesterol

2
Menurut Cheung, et al (2012), kondisi diabetes mellitus memicu perubahan kadar
gula darah. Gula darah yang tinggi akan menempel pada dinding pembuluh darah
yang akan meningkatkan proses reaksi gula darah dengan protein dinding
pembuluh darah (oksidasi) dan menimbulkan AGEs (Advanced Glycosylated
Endproducts). Kondisi ini akan merusak bagian dalam pembuluh darah dan
menarik lemak jenuh atau kolesterol menempel dinding pembuluh darah sehingga
terjadi reaksi inflamasi. Sel darah putih (leukosit) dan trombosit serta bahan lain
ikut menyatu membentuk plak dan membuat dinding oembuluh darah menjadi
keras, kaku dan akhirnya timbul penyumbatan yang mengakibatkan peningkatan
tekanan darah (hipertensi).
6) Obesitas / overweight
Diperkirakan faktor utama penyebab dari hipertensi dan diabetes mellitus adalah
diet. Dapat diterangkan pula bahwa pada individu yang mengidap obesitas jumlah
darah yang beredar akan meningkat sehingga curah jantung akan naik dan pada
akhirnya mengakibatkan tekanan darah meningkat (William & Hopper, 2007).
7) Kurang aktivitas fisik
Orang – orang dengan pola hidup yang menetap akan meningkatkan resiko
hipertensi. Latihan fisik dapat membantu mencegah dan mengontrol hipertensi
dengan menurunkan berat badan, menurunkan resistensi perifer dan menurunkan
lemak tubuh (William & Hopper, 2007). Melalui kegiatan olahraga, jantung dapat
bekerja secara lebih efisien. Frekuensi denyut nadi berkurang, namun kekuatan
jantung semakin kuat, penurunan kebutuhan oksigen jantung pada intensitas
tertentu, penurunan lemak badan dan berat badan serta menurunkan tekanan
darah (Corwin, 2008).
8) Makan-makanan yang tidak sehat
b. Faktor resiko tidak dapat dimodifikasi
1) Stress psikososial
Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam, rasa
takut dan rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan
hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat,
sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stress berlangsung lama, tubuh
akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau
perubahaan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit
maag. Diperkirakan, prevalensi atau kejadian hipertensi pada orang kulit hitam di
Amerika Serikat lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih disebabkan
stress atau rasa tidak puas orang kulit hitam pada nasib mereka (Corwin, 2008).
2) Lahir prematur / BBLR
Hipertensi yang berkaitan dengan masih belum sempurnanya organ yang terbentuk
yang menyebabkan bayi prematur atau BBLR rentan hipoksia, hipoglikemia dan
tubuh akan merespon dengan meningkatnya denyut jantung yang akan
meningkatkan tekanan darah.
3) CKD
4) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga
mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer
(essensial). Tentunya faktor genetik ini juga dipenggaruhi faktor - faktor
lingkungan, yang kemudian menyebabkan seorang menderita hipertensi. Faktor
genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin

3
membran sel. Bila kedua orang tuanya menderita hipertensi, maka sekitar 45%
akan turun ke anak -anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita
hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak - anaknya (Corwin, 2008).
5) Usia
Tingkat normal tekanan darah bervariasi sepanjang kehidupan. Tekanan darah
akan meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Hal ini berhubungan dengan
berkurangnya elastisitas pembuluh darah arteri. Dinding arteri akan semakin kaku,
sehingga tahanan pada arteri akan semakin besar yang menyebabkan jantung
bekerja keras untuk memompa darah melewati pembuluh darah. Perubahan itu
akan meningkatkan beban kerja jantung dan mengakibatkan tekanan darah
meningkat.
6) Rendahnya status sosioekonomi
7) Jenis kelamin
Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria lebih banyak
yang menderita hipertensi dibandingkan wanita, dengan rasio sekitar 2,29 untuk
peningkatan tekanan darah sistolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang
cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita
(Corwin, 2008). Namun, setelah memasuki manopause, prevalensi hipertensi
pada wanita meningkat. Setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita
lebihmeningkat dibandingkan dengan pria yang diakibatkan faktor hormonal.
Penelitian di Indonesia prevalensi yang lebih tinggi terdapat pada wanita
(Lukitasari dkk, 2011).
8) Obstructive sleep apnea (mengorok)

3. Klasifikasi
Berdasarkan AHA (2017), hipertensi diklasifikasikan menjadi:
1) Normal (TD sistolik < 120 mmHg dan diastolik < 80 mmHg) dengan evaluasi
pertahun dan meningkatkan gaya hidup untuk memperthankan TD normal.
2) Peningkatan TD (TD sistolik 120-129 mmHg dan diastolik <80 mmHg) dengan
rekomendasi perubahan gaya hidup dan evaluasi kondisi 3-6 bulan.
3) Hipertensi stage 1 (TD sistolik 130-139 mmHg dan diastolik 80-89 mmHg) dengan
mengkaji 10 faktor resiko penyakit jantung dan stroke per tahunnya menggunakan
ASCVD risk calculator.
a. Jika < 10%, mulai dengan gaya hidup sehat dan evaluasi 3-6 bulan
b. Jika > 10% atau pasien diketahui dengan gejala penyakit cardiovaskular,
DM, atau CKD, maka rekomendasikan perubahan gaya hidup dan obat
antihipertensi (1 pengobatan) dan evaluasi 1 bulan untuk keefektifan
pengobatan.
 Jika tujuan terpenuhi dalam 1 bulan, maka evaluasi dalam 3-6 bulan
 Jika tujuan tidak terpenuhi dalam 1 bulan, maka pengobatan atau
titrasi diganti
 Lanjutkan evaluasi perbulan sampai kondisi terkontrol
4) Hipertensi stage 2 (TD sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg) dengan
rekomendasi perubahan gaya hidup dan pengobatan antihipertensi (2 pengobatan
dengan beda kelas) dan evaluasi dalam 1 bulan untuk keefektifannya.
 Jika tujuan terpenuhi setelah 1 bulan, maka evaluasi 3-6 bulan.
 Jika tujuan tidak terpenuhi, tentukan pengobatan atau titrasi yang berbeda.

4
 Lanjutkan evaluasi perbulan sampai kondisi terkontrol
5) Hipertensi krisis urgensi (TD sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik >120 mmHg)
dengan banyak pasien tidak patuh dengan pengobatan antihipetensi dan tidak
terdapat gejala klinis atau hasil lab pada perburukan organ target yang akan atau
yang sudah memburuk, mengembalikan kepatuhan pengobatan antihipertensi dan
mengatasi kecemasan.
6) Hipertensi krisis emergensi (TD sistolik > 180 mmHg dan kerusakan organ target
dan atau diastolik > 120 mmHg dan kerusakan organ target) dengan menempatkan
pasien pada ICU untuk monitoring TD lebih lanjut dan pemberian cairan parenteral
yang sesuai dengan kerusakan organ target yang sesuai.

4. Manifestasi Klinis
Sebagian besar gejala klinis dari penderita hipertensi adalah (Corwin, 2008).
a. Nyeri kepala, kadang disertai mual dan muntah akibat peningkatkan tekanan
intracranial
b. Penglihatan kabur karena kerusakan retina
c. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus
d. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan darah kapiler
e. Insomnia atau kesulitan untuk tidur
f. Sering merasa sesak napas
Terdapat beberapa Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai
meliputi gangguan penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral
(otak) yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang
mengakibatkan kelumpuhan dan gangguan kesadaran hingga koma (Cahyono, 2008).

5. Patofisiologi
Terlampir

6. Pemeriksaan Diagnostik
Berdasarkan National Heart Foundation of Australia (2016), evaluasi dan diagnostik
hipertensi dapat dilakukan melalui:
a. Pengukuran tekanan darah di rumah maupun di pelayanan kesehatan
b. Pengecheckan riwayat penyakit, baik dari klien maupun keluarga.
c. Pengecheckan riwayat pengobatan

5
d. Pemeriksaan Fisik dan laborat
Tanda dan geala pada pemeriksaan fisik hipertensi sekunder dan atau dengan
kerusakan organ:
 Karakter, ritme, dan rate nadi
 JVP (jugular venouse pulse and pressure)
 Adanya pembesaran jantung (apex tidak pada tempatnya, ada suara
jantung tambahan)
 Adanya gagal jantung yang ditadai dengan suara crackles pada auskultasi
paru, edema perifer, dan gangguan perut seperti adanya kedutan di organ
hati.
 Adanya penyakit arterial seperti pada carotis, arteri ke ginjal, bruit pada
arteri femoral atau abdominal, aneurisma aorta abdomen, tidak ada
denyut arteri femoralis, denyut lambat pada arteri radial dan femoralis.
 Teraba pembesaran ginjal (ginjal polikistik)
 Abnormalitas fungsi penglihatan (perdaraan retina, papiledema,
penebalan atau terjepitnya arteiovenous pada arteri retina, dan retinopati
diabetis dengan atau tanpa eksudat)
 Adanya abnormalitas sistem endokrin seperti cushing syndrome, dan
penyakit tiroid.
Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk mengetahui apakah
penderita sudah mengalami kerusakan organ atau belum.
 Dipstik urin untuk mengamati adanya darah dalam urin (jika abnormal,
maka kirim untuk dilihat di mikroskop).
 Status albuminuria dan proteinuria (disarankan untuk semua pasien
dan khususnya pasien dengan diabetes)
Pemeriksaan albuminuria dan proteinuria diukur dengan rasio
konsentrasi Cr dalam urin, strip reagen pada sampel urin dan waktu
penagmbilan sampel. Jika urin mengalami makroalbuminuria, maka
direkomendasikan pemeriksaan tingkat protein 24 jam. Dikatakan
proteinuria bila ditemukan ekskresi protein dalam rentang >500

6
mg/hari. Kemudian dapat dilakukan pemeriksaan urin PCR untuk
menghitung dan memonitor proteinuria.

 Test darah meliputi GDP; serum total puasa kolesterol, LDL dan HDL,
serta TG; serum urea, elektolit, dan Cr dengan menghitung GFR; dan
Hb serta Hct
 12 lead EKG untuk mendeteksi atrial fibrilasi, hipertrophy ventrikel, dan
adanya penyakit jantung iskemik.
b. Diagnostik tambahan untuk komplikasi tertentu

7. Penatalaksanaan Hipertensi
Berdasarkan AHA (2017) dan National Heart Foundation of Australia (2016),
Penatalaksanaan hipertensi ada dua yakni farmakologi dan non farmakologi
1) Penatalaksanaan Keperawatan
a. Olahraga
Olahraga adalah suatu aktivitas yang dapat menurunkan tekanan darah. Hal ini
didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Psffenbarger dari Universitas
Stanford yang meneliti 15.000 tamatan Universitas Havard untuk 6-10 tahun.
Selama pendidikan berlangsung didapatkan bahwa 681 tamatan Havard
tersebut menderita peningkatan tekanan darah (160/95). Ternyata alumni yang
tidak terlibat olahraga dan kegiatan mempunyai resiko untuk mendapat
peningkatan tekanan darah 35% lebih besar dari mereka yang berolah raga.
Olahraga dapat menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah kapiler yang baru

7
sehingga dapat mengurangi penyumbatan dalam pembuluh darah yang berarti
dapat menurunkan tekanan darah. Walaupun kesanggupan jantung untuk
melakukan pekerjaannya bertambah melalui olah raga, pengaruh dari
berkurangnya hambatan tersebut memberikan penurunan tekanan darah yang
berarti. Prinsip yang penting dalam olahraga untuk mereka yang menderita
tekanan darah tinggi ialah melalui dengan olahraga ringan lebih dahulu sepert
jalan kaki atau senam. Berjalan kaki secara teratur sekitar 30-45 menit setiap
hari dan makin lama jalan dapat dipercepat akan menurunkan tekanan darah.
Dengan olah raga seperti senam maka sel, jaringan membutuhkan peningkatan
oksigen dan glukosa untuk membentuk ATP (Adenosin Triphosphate). Terkait
dengan pembuluh darah maka dapat digambarkan bahwa pembuluh darah
mengalami pelebaran (vasodilatasi), serta pembuluh darah yang belum terbuka
akan terbuka sehingga aliran darah ke sel, jaringan meningkat (Muttaqin, 2009).
b. Penurunan konsumsi garam
Pengurangan asupan garam dan upaya penurunan berat badan dapat
digunakan sebagai langkah awal pengobatan hipertensi. Jumlah garam dibatasi
sesuai dengan kesehatan penderita dan jenis makanan dalam daftar diet.
Pembatasan asupan garam sampai 60 mmol per hari atau dengan kata lain
konsumsi garam dapur tidak lebih dari seperempat sampai setengah sendok
teh garam per hari. Penderita hipertensi dianjurkan menggunakan mentega
bebas garam dan menghindari makanan yang sudah diasinkan. Adapun yang
disebut diet rendah garam, bukan hanya membatasi konsumsi garam dapur
tetapi mengkonsumsi makanan rendah sodium atau natrium. Pedoman diet
merekomendasikan orang dengan hipertensi harus membatasi asupan garam
kurang dari 1.500 miligram sodium sehari (Muttaqin, 2009).
c. Diet rendah Lemak Jenuh
Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis yang berkaitan
dengan kenaikan tekanan darah, sehingga diet rendah lemak jenuh atau
kolesterol dianjurkan dalam penanganan hipertensi. Tubuh memperoleh
kolestrol dari makanan sehari-hari dan dari hasil sintesis dalam hati. Kolestrol
dapat berbahaya apabila dikonsumsi lebih banyak dari yang dibutuhkan oleh
tubuh (Lukitasari dkk, 2011).
d. Bebas rokok
Merokok sangat besar perananya dalam meningkatkan tekanan darah, hal
tersebut disebabkan oleh nikotin yang terdapat didalam rokok yang memicu
hormon adrenalin yang menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan
darah akan turun secara perlahan dengan berhenti merokok. Selain itu merokok
dapat menyebabkan obat yang dikonsumsi tidak bekerja secara optimal
(Lukitasari dkk, 2011).
e. Penurunan BB jika BMI ≥ 27
Mengurangi berat badan dapat menurunkan risiko hipertensi, diabetes, dan
penyakit kardiovaskular. Penerapan pola makan seimbang dapat mengurangi
berat badan dan menurunkan tekanan darah. Berdasarkan hasil penelitian
eksperimental, pengurangan sekitar 10 kg berat badan menurunkan tekanan
darah rata-rata 2-3 mmHg per kg berat badan (Muttaqin, 2009).
Diet rendah kalori dianjurkan bagi orang dengan kelebihan berat badan atau
obesitas yang berisiko menderita hipertensi, terutama pada orang berusia
sekitar 40 tahun yang mudah terkena hipertensi. Dalam perencanaan diet, perlu

8
diperhatikan asupan kalori agar dikurangi sekitar 25% dari kebutuhan energi
atau 500 kalori untuk penurunan 0,5 kg berat badan per minggu (Muttaqin,
2009).
Menurut Lindsay tahun 2015, penalaksanaan non farmakologis dapat menstabilkan
tekanan darah seperti pada tabel berikut:
Topik Objektif Rekomendasi Penurunan
Tekanan darah
Aktivitas Akumulasi 30-60 menit pada Harus diresepkan -3,1/-1,8
fisik lebih aktivitas dinamik dengan pada orang dengan mmHg
intensitas sedang (seperti hipertensi untuk
berjalan, bersepeda, pencegahannya
berenang) 4-7 hari perminggu. dan manajemen
Aktivitas dengan Intensitas hipertensi
yang tinggi tidak efektif
menurunkan TD tetapi
mungkin memproduksi
keuntungan system
kardiovaskuler yang lain

Penurunan BMI (18,5-24,9 kg/m2) dan Anjurkan displin -6,0/-4,8 mmHg


BB lingkar pinggang (<102 cm dalam penurunan untuk setiap
untuk laki-laki dan <88 cm BB, termasuk penurunan BB 4,5
untuk perempuan) edukasi tentang kg
diet, meningkatkan
aktivitas fisik dan
modifikasi gaya
hidup
Penurunan Laki-laki : <14 Harus diresepkan -3,4/-3,4 mmHg
intake minuman/minggu
alkohol Perempuan : <9
minuman/minggu
Makanan Tinggi konsumsi buah, sayur, Harus direpkan Untuk makanan
sehat dan serat, protein nabati (kedelai) sehat : -11,4/-5,5
mengurangi dan rendah lemak. Lemak mmHg
intake dengan saturasi rendah dan Untuk rendah
garam kolesterol. Mengurangi intake garam : -5,4/-2,8
garam menjadi 1500 mg/hari mmHg
pada dewasa umur 50 tahun
ke bawah, menjadi 1300
mg/hari pada dewasa umur
51-70 tahun dan menjadi 1200
mg/hari untuk lansia diatas 70
tahun
Mengurangi Teknik relaksasi Manajemen stress -5,5/-3,5 mmHg
stress yang dipilih pasien
merokok Bebas rokok Strategi penurunan n/a
resiko
kardiovaskuler
global
Sumber: Lindsay, P & Poirier, L. 2015..Canadian Recommendations for the
Management of Hypertension. Canadian Hypertension Education Program. Janssen
Inc.

9
2) Penatalaksanaan Medis
Berdasarkan AHA (2017), terapi farmakologi hipertensi dapat diberikan:
Kelas Obat Dosis Frekuensi Keterangan
dan perhari
rentang
(mg/hari)
Agen utama
Thiazid atau Chlorthalidone 12,5-25 1  Chlorthalidone
Thiazide-like Hydrochlorothiazide 25-50 1 merupakan pilihan
diuretics Indapamide 1,25-2,5 1 untuk mengurangi
Metolazone 2,5-10 1 CVD
 Monitoring
hiponatremia dan
hipokalemia, urin acid,
dan tingkat calsium
 Kaji riwayat radang
sendi akut kecuali pad
apasien dengan terapi
rendah urin acid
ACE inhibitor Benazepril 10-40 1 atau 2  Jangan digunakan
Captopril 12,5-150 2 atau 3 dengan ARBs atau
Enalapril 5-40 1 atau 2 inhibitor langsung
Fosinopril 10-40 1 renin
Lisinopril 10-40 1  Meningkatkan resiko
Moexipril 7,5-30 1 atau 2 hiperkalemia,
Perindopril 4-16 1 khususnya pasien
Quinapril 10-80 1 atau 2 dengan CKD atau
Ramipil 2,5-10 1 atau 2 dalam koreksi K+ atau
Trandolapril 1-4 1 dalam pengobatan
pemecah K+
 Mungkin
menyebabkan AKI
pada pasien dengan
stenosis ateri renal
bilateral yang
memburuk.
 Jagan digunakan pada
riwayat angioedem
dengan ACE inhibitor
 Hidarkan pada
kehamilan
ARBs Azilsartan 40-80 1  Jangan digunakan
CAndesartan 8-32 1 dengan ARBs atau
EProsartan 600-800 1 atau 2 inhibitor langsung
Irbesartan 150-300 1 renin
Losartan 50-100 1 atau 2  Meningkatkan resiko
Olmesartan 20-40 1 hiperkalemia,

10
TElmisartan 20-80 1 khususnya pasien
Valsartan 80-320 1 dengan CKD atau
dalam koreksi K+ atau
dalam pengobatan
pemecah K+
 Mungkin
menyebabkan AKI
pada pasien dengan
stenosis ateri renal
bilateral yang
memburuk.
 Jangan digunakan bila
pasien riwayat
angioedema karena
ARBs atau ACE
inhibitor yang bisa
menerima ARB mulai 6
minggu setelah ACE
inhibitor dihentikan.
 Hidarkan pada
kehamilan
CCB- Amlodipin 2,5-10 1  Hindari penggunaan
dihydropyridines Felodipin 5-10 1 pada pasien dengan
Isradipin 5-10 2 CHF dengan
Nicardipin SR 5-20 1 penurunana ejeksi
Nifedipin LA 60-120 1 fraksi; amlodipin atau
Nisoldipin 30-90 1 felodipin bisa
digunakan
 Berhubungan degan
terjadinya pedal
edema yang rentan
pada perempuan
CCB- Diltiazem SR 180-360 2  Jangan digunakan
nondihydropyridines Diltiazem ER 120-480 1 rutin dengan B-blocker
Verapamil IR 40-80 3 karena meningkatkan
Verapamil SR 120-480 1 atau 2 resiko bradikardi atau
Verapamil-delayed 100-480 1 (pada blok pada jantung
onset ER malam  Jangan digunakan
hari) pada pasien dengan
CHF dengan
penurunana ejeksi
fraksi
Obat berinteraksi dengan
diltiazem dan verapamil
(CYP3A4 zat terbanyak
dan inhibitor sedang)
Agen tambahan

11
Diuretics-loop Bumetanide 0,5-4 2  Pilihan diuretik pada
Furosemide 20-80 2 pasien dengan gejala
Torsemide 5-10 1 CHF
 Penggunaan thiazid
yang berlebihan pada
pasien dengan CKD
sedang-berat
Diuretik-potassium Amiloride 5-10 1 atau 2  Agen antihipertensi
sparing Triamterene 50-100 1 atau 2 dengan minimal efek
monoterapi
 Terapi kombinasi
diuretik potasium-
sapring dengan tiazid
bisa dipertimbangkan
untuk pasien dengan
hipokalemia saat
monoterapi tiazid
 Hindarkan pada CKD
(GFR< 45 mg/min)
Diuretik- aldosteron eplerenon 50-100 2  Ditujukan untuk
antagonis Spinorolakton 25-100 1 aldoteronism primer
dan hipertensi rsisten
 Spinorolakton
diberikan dengan
resiko terbesar
inekomasti dan
impotensi
dibandingkan
epleneron
 Biasanya ditambahkan
pada terapi hipertensi
resisten
 Hindarkan
penggunaan dengan
K+, diuretik sparing K+
lainnya atau pada
disfungsi renal
 Epleneron sering
digunakan 2x sehari
dengan TD rendah
B-blockers- Atenolol 25-100 2  B-bloker tidak
cardiosefektif Betaxolol 5-20 1 direkomendasikan
Bisoprolol 2,5-10 1 sebagai agen utama
Metoprolol tartrate 100-400 2 kecuali pada pasien
Metoprolol 50-200 1 dengan gangguan
succinate iskemik jantung atau
HF

12
 Ditujukan untuk pasien
dengan penyakit
airway bronkospastik
yang membutuhkan B-
blocker
 Bisoprolol dan
metoprolol ditujukan
untuk pasien dengan
HF dengan penurunan
fraksi ejeksi
 Hindari pemberhentian
tiba-tiba
B-blockers- Nebivolol 5-40 1  Menginduksi NO yang
cardioselektif dan menginduksi
vasodilatory vasodilatasi
 Hindari pemberhentian
tiba-tiba
B-blockers- nadolol 40-120 1  Hindarkan pada
noncardioselektif Propanolol IR 160-480 2 pasien dengan
Propanolol LA 80-320 1 penyakit airway reaktif
 Hindarkan
pemberhentian tiba-
tiba
B-blockers intrinsic Acebutolol 200-800 2  Secara umum diindari,
sympathomimetic Carteolol 2,5-10 1 khusunya untuk
activity Penbutolol 10-40 1 pasien dnegan
Pindolol 10-60 2 penyakit jantung
iskemik atau HF
 Hindari pemberhentian
tiba-tiba
B-bloker kombnasi Carvedilol 12,5-50 2  Carvedilol ditujukan
dengan alpha dan Carvedilol 20-80 1 untuk pasien dengan
betha reseptor phosphate HF dengan penurunan
Labetolol 200-800 2 fraksi ejeksi
 Hindari pemberhentian
tiba-tiba
Inhibitor renin aliskiren 150-300 1  Jangan digunakan
langsung dengan kombinasi
ACE inhibitor atau
ARBs
 Aliskirein merupakan
kerja panjang
 Meningkatkan resiko
hiperkalemia pada
CKD atau pada
pengobatan K+ atau
pemecah K+

13
 Mungkin
menyebabkan AKI
pada pasien dengan
stenosis renal bilateral
 Hindarkan pada
kehamilan
Alpha 1 bloker doxazosin 1-8 1  Menyebabkan
Prazosin 2-20 2 atau 3 hipotensi ortotastik
Terazosin 1-20 1 atau 2 khusunya pada lansia
 Perlu dipertimbangkan
sebagai line kedua
pada pasien BPH
Central alpha- Clonidin oral 0,1-0,8 2  Umumnya diberikan
agonist dan obat Clonidine patch 0,1-0,3 1 sebagai line terakhir
kerja pusat lainnya perminggu karena bekerja
methyldopa 250- 2 signifikan pada SSP,
1000 khususnya lansia
guanfachine 0,5-2 1  Hindarkan
pemberhentian tiba-
tiba pada clonidin yang
dapat menyebabkan
hipertensi krisis,
clonidine harus
ditapper untuk
menghindari hipertensi
teerikat
Vasodilator hydralazine 50-200 2 atau 3  Berikatan dengan
langsung sodium dan retensi air
dan reflek takikardi,
digunakan dengan
diuretik dan B-bloker
 Hidralazine berikatan
dengan obat untuk
menginduksi lupus
pada dosis tinggi
 Minoxidil
menyebabkan hirutism
dan membutuhkan
diuretik loop yang
dapat menginduksi
efusi perikardial.

14
8. Komplikasi
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan
organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada
organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap
reseptor angiotensin II, stress oksidatif, down regulation, dan lain-lain. Penelitian lain
juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam berperan
besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah
akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β (TGF-β) (Lukitasari dkk,
2011).
a. Otak
Stroke merupakan kerusakan target organ pada otak yang diakibatkan oleh
hipertensi. Stroke timbul karena perdarahan, tekanan intra kranial yang meninggi,
atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan
tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang
mendarahi otak mengalami hipertropi atau penebalan, sehingga aliran darah ke
daerah-daerah yang diperdarahinya akan berkurang. Arteri-arteri di otak yang
mengalami arterosklerosis melemah sehingga meningkatkan kemungkinan
terbentuknya aneurisma.
Ensefalopati juga dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna atau
hipertensi dengan onset cepat. Tekanan yang tinggi pada kelainan tersebut
menyebabkan peningkatan tekanan kapiler, sehingga mendorong cairan masuk
ke dalam ruang intertisium di seluruh susunan saraf pusat. Hal tersebut
menyebabkan neuron-neuron di sekitarnya kolap dan terjadi koma bahkan
kematian.
b. Kardiovaskular
Beban kerja jantung akan meningkat pada hipertensi. Jantung yang terus-
menerus memompa darah dengan tekanan tinggi dapat menyebabkan
pembesaran ventrikel kiri sehingga darah yang dipompa oleh jantung akan
berkurang. Apabila pengobatan yang dilakukan tidak tepat atau tidak adekuat pada

15
tahap ini, maka dapat menimbulkan komplikasi gagal jantung kongestif (Corwin,
2008). Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-
perubahan waktu hantaran listrik saat melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia,
hipoksia jantung, dan peningkatan risiko pembentukan bekuan.
c. Retinopati
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah
pada retina. Makin tinggi tekanan darah dan makin lama hipertensi tersebut
berlangsung, maka makin berat pula kerusakan yang dapat ditimbulkan. Kelainan
lain pada retina yang terjadi akibat tekanan darah yang tinggi adalah iskemik optik
neuropati atau kerusakan pada saraf mata akibat aliran darah yang buruk, oklusi
arteri dan vena retina akibat penyumbatan aliran darah pada arteri dan vena retina.
Penderita hypertensive retinopathy pada awalnya tidak menunjukkan gejala, yang
pada akhirnya dapat menjadi kebutaan pada stadium akhir (Lukitasari dkk, 2011)
Kerusakan yang lebih parah pada mata terjadi pada kondisi hipertensi
maligna, di mana tekanan darah meningkat secara tiba-tiba. Manifestasi klinis
akibat hipertensi maligna juga terjadi secara mendadak, antara lain nyeri kepala,
double vision, dim vision, dan sudden vision loss.

9. Penatalaksanaan hipertensi krisis: Emergency dan Urgensi


a. Hipertensi Urgensi
 Penatalaksanaan Umum
Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi urgensi
tidak membutukan obat-obatan parenteral. Pemberan obat-obatan oral aksi
cepat akan memberi manfaat untuk menurunkan tekanan darah dalam 24 jam
awal (Mean Arterial Pressure (MAP) dapat diturunkan tidak lebih dari 25%). Pada
fase awal goal standar penurunan tekanan darah dapat diturunkan sampai
160/110 mmHg. Optimalisasi penggunaan kombinasi obat oral merupakan
pilihan terapi untuk pasien dengan hipertensi urgensi.
 Pengobatan spesifik untuk hipertensi urgensi
1) Captopril adalah golongan angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor
dengan onset mulai 15 – 30 menit. Captopril dapat diberikan 25 mg sebagai
dosis awal kemudian tingkatkan dosisnya 50 – 100 mg setelah 90 – 120 menit
kemudian. Efek yang sering terjadi yaitu batuk, hipotensi, hiperkalemia,
angioedema, dan gagal ginjal (khusus pada pasien dengan stenosis pada
arteri renal bilateral).
2) Nicardipine adalah golongan calcium channel blocker yang sering digunakan
pada psien dengan hipertensi urgensi. Penggunaan dosis oral biasanya 30
mg dan dapat diulang setiap 8 jam hingga tercapai tekanan darah yang
diinginkan. Efek samping yang sering terjadi seperti palpitasi, berkeringat dan
sakit kepala
3) Labetolol adalah gabungan antara α1 dan β-adrenergic blocking dan memiliki
waktu kerja mulai antara 1 – 2 jam. Secara umum labetolol dapat diberikan
mulai dari dosi 200 mg secara oral dan dapat diulangi setiap 3 – 4 jam
kemudian. Efek samping yang sering muncul adalah mual dan sakit kepala.
4) Clonidin adalah obat-obatan golongan simpatolitik sentral (α2-adrenergic
receptor agonist) yang memiliki onset kerja antara 15 – 30 menit dan
puncaknya antara 2 – 4 jam. Dosis awal bisa diberikan 0,1 – 0,2 mg kemudian
berikan 0,05 – 0,1 setiap jam sampai tercapainya tekanan darah yang

16
diinginkan, dosis maksimal adalah 0,7 mg. efek samping yang sering terjadi
adalah sedasi, mulut kering dan hipotensi ortostatik.
5) Nifedipine (kerja cepat) adalah golongan calcium channel blocker yang
memiliki pucak kerja antara 10 – 20 menit. Nifedipine kerja cepat tidak
dianjurkan oleh FDA untuk terapi hipertensi urgensi kerana dapat
menurunkan tekanan darah yang mendadak dan tidak dapat diperidisikan
sehingga berhungan dengan kejadian strok.
b. Hipertensi Emergensi
 Penatalaksanaan Umum
Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu tergantung pada
kerusakan organ target. Managemen tekanan darah dilakukan dengan
obatobatan parenteral secara tepat dan cepat. Pasien harus berada di dalam
ruangan ICU agar monitoring tekanan darah bisa dikonrol dengan pemantauan
yang tepat. Tingkat ideal penurunan tekanan darah masih belum jelas, tetapi
Penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal dan 15% pada
2 – 3 jam berikutnya. Penurunan tekanan darah secara cepat dan berlebihan
akan mengakibatkan jantung dan pembuluh darah otak mengalami hipoperfusi.
 Pengobatan hipertensi
1) Neurologic emergency.
Kegawat daruratan neurologi sering terjadi pada hipertensi emergensi seperti
hypertensive encephalopathy, perdarahan intrakranial dan strok iskemik
akut. American Heart Association merekomendasikan penurunan tekanan
darah > 180/105 mmHg pada hepertensi dengan perdarahan intrakranial dan
MAP harus dipertahankan di bawah 130 mmHg. Pada pasien dengan strok
iskemik tekanan darah harus dipantau secara hati-hati 1 – 2 jam awal untuk
menentukan apakah tekanan darah akan menurun secara sepontan. Secara
terus-menerus MAP dipertahakan > 130 mmHg.
2) Cardiac emergency.
Kegawat daruratan yang utama pada jantung seperti iskemik akut pada otot
jantung, edema paru dan diseksi aorta. Pasien dengan hipertensi emergensi
yang melibatkan iskemik pada otot jantung dapat diberikan terapi dengan
nitroglycerin. Pada studi yang telah dilakukan, bahwa nitroglycerin terbukti
dapat meningkatkan aliran darah pada arteri koroner. Pada keadaan diseksi
aorta akut pemberian obat-obatan β-blocker (labetalol dan esmolol) secara
IV dapat diberikan pada terapi awal, kemudian dapat dilanjutkan dengan
obat-obatan vasodilatasi seperti nitroprusside. Obat-obatan tersebut dapat
menurunkan tekanan darah sampai target tekan darah yang diinginkan (TD
sistolik > 120 mmHg) dalam waktu 20 menit.
3) Kidney failure.
Acute kidney injury bisa disebabkan oleh atau merupakan konsekuensi dari
hipertensi emergensi. Acute kidney injury ditandai dengan proteinuria,
hematuria, oligouria dan atau anuria. Terapi yang diberikan masih
kontroversi, namun nitroprusside IV telah digunakan secara luas namun
nitroprusside sendiri dapat menyebabkan keracunan sianida atau tiosianat.
Pemberian fenoldopam secara parenteral dapat menghindari petensi
keracunan sianida akibat dari pemberian nitroprusside dalam terapi gagal
ginjal.
4) Hyperadrenergic states.

17
Hipertensi emergensi dapat disebabkan karena pengaruh obat – obatan
seperti katekolamin, klonidin dan penghambat monoamin oksidase. Pasien
dengan kelebihan zat-zat katekolamin seperti pheochromocytoma, kokain
atau amphetamine dapat menyebabkan over dosis. Penghambat monoamin
oksidase dapat mencetuskan timbulnya hipertensi atau klonidin yang dapat
menimbukan sindrom withdrawal. Pada orang – orang dengan kelebihan zat
seperti pheochromocytoma, tekanan darah dapat dikontrol dengan
pemberian sodium nitroprussid (vasodilator arteri) atau phentolamine IV
(ganglion-blocking agent). Golongan β-blockers dapat diberikan sebagai
tambahan sampai tekanan darah yang diinginkan tercapai. Hipertensi yang
dicetuskan oleh klonidin terapi yang terbaik adalah dengan memberikan
kembali klonidin sebagai dosis inisial dan dengan penambahan obat-obatan
anti-hipertensi yang telah dijelaskan di atas.

10. Konsep Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
1. Aktivitas / istirahat
 Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.
 Frekuensi jantung meningkat
 Perubahan irama jantung
 Takipnea
2. Integritas ego
 Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria atau marah kronik.

18
 Faktor faktor stress multiple (hubungan, keuangan yang berkaitan dengan
pekerjaan).
3. Makanan dan cairan
 Makanan yang disukai, dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak,
tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng,keju,telur)gula-gula yang
berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.
 Mual, muntah.
 Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat atau menurun).
4. Nyeri atau ketidak nyamanan
 Angina (penyakit arteri koroner /keterlibatan jantung)
 Nyeri hilang timbul pada tungkai.
 Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
 Nyeri abdomen.
5. Sirkulasi
 Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung koroner atau katup dan
penyakit cerebro vaskuler.
 Episode palpitasi dan perspirasi.
6. Eleminasi
 Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau obtruksi atau riwayat
penyakit ginjal masa lalu.
7. Neurosensori
 Keluhan pusing.
 Berdenyut, sakit kepala subokspital (terjadi saat bangun dan menghilang secara
spontan setelah beberapa jam).
8. Pernapasan
 Dispnea yang berkaitan dengan aktifitas/kerja
 Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal.
 Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum.
 Riwayat merokok

b. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, hipertrofi/rigitas ventrikuler, iskemia miokard.
2. Nyeri akut berhubungan penigkatan tekanan vaskular serebral dan iskemia.
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan O2.

c. Perencanaan Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, hipertrofi/rigitas ventrikuler, iskemia miokard.
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

19
Penurunan curah NOC: NIC:
jantung berhubungan  Vital sign status  Vital sign monitoring
dengan peningkatan Kriteria hasil: 1. Monitor TD, nadi, suhu,
afterload, 1. Tanda-tanda vital dan pernapasan
vasokonstriksi, dalam rentang normal 2. Auskultasi TD pada
hipertrofi/rigitas 2. TD pada kedua lengan kedua lengan
ventrikuler, iskemia kanan dan kiri tidak
miokard. mengalami perbedaan  Cardiac care
yang jauh 3. Evaluasi adanya nyeri
dada (intensitas, lokasi,
 Cardiac pulmo dan durasi)
effectiveness 4. Catat kemungkinan
Kriteria hasil: adanya disritmia jantung
3. Tidak terdapat nyeri
dada
4. Irama jantung normal

2. Nyeri akut berhubungan penigkatan tekanan vaskular serebral dan iskemia.


Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
penigkatan tekanan
vaskular serebral dan  Pain control  Pain management
iskemia. Kriteria hasil: 1. Kaji nyeri secara
1. Mampu mengontrol komprehensif
nyeri (tahu penyebab 2. Observasi isyarat non-
nyeri, mampu verbal ketidaknyamanan
menggunakan teknik 3. Berikan posisi yang
non-farmakologis nyaman
untuk mengurangi 4. Ajarkan teknik
nyeri). nonfarmakologi: nafas
2. Melaporkan bahwa dalam, relaksasi, atau
nyeri berkurang flashback pengalaman
dengan yang menyenangkan .
menggunakan
manajemen nyeri  Medicine
administration
 Pain level 5. Kolaborasi terhadap
Kriteria hasil: pemberian antihipertensi
3. Mampu mengenali
nyeri (skala
intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)

 Comfort level
Kriteria hasil:
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang

20
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan O2.
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Intoleransi aktifitas NOC: NIC:
berhubungan dengan  Activity tolerance  Activity therapy
kelemahan, Kriteria hasil: 1. Monitor tanda-tanda vital
ketidakseimbangan 1. Menunjukkan 2. Berikan posisi
suplai dan kebutuhan peningkatn toleransi trendenlenburg pada
O2. terhadap aktifitas fisik. klien
2. Mampu melakukan 3. Bantu klien untuk
aktifitas sehari-hari mengidentifikasi aktifitas
(ADLs) secara mandiri yang dapat dilakukan
3. Mampu berpindah tanpa
bantuan alat  Self care
4. Pantau adanya defisit
 Vital sign perawatan diri
Kriteria hasil:
4. Tanda-tanda vital normal  Energy management
5. Sirkulasi status baik 5. Pantau asupan nutrisi
untuk memastikan
 Energy conservation sumber energi yang
Kriteria hasil: adekuat: tinggi protein,
6. Tercukupinya kebutuhan rendah lemak, dan serat
protein dan serat yang yang cukup
adekuat
7. Kadar Hb dalam darah
dalam rentang normal
(Lk: 14-18 g/dL)

21
DAFTAR PUSTAKA

AHA. 2017. Detailed Summary From The 2017: Guideline for the prevention, detection,
evaluation and management of high blood pressure in adults. New York:
American Colledge Cardiology Foundation
Corwin, J.E. 2008. Buku saku Patofisiologi ed.3. Terjemahan Nike B. Subekti .2009.
Jakarta: EGC.
Lukitasari M, MS Rohman, Dadang H. 2011. Achievement of Blood Pressure Target with
Angiotensin Blockade Based Therapy in Out Patient Clinic. Department of
Cardiology and Vascular Medicine, Faculty of Medicine Brawijaya University.
National Heart Foundation of Australia. 2016. Guideline for The Diagnosis and Management
of Hypertension in Adults 2016. Melbourne: National Heart Foundation of
Australia.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015. Pedoman Tatalaksana
Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular. Jakarta: PERKI
WHO. 2013. A global brief on Hypertension: Silent killer, global public health crisis.
Switzerland: World Health Association.

Mifthahul, J. 2013. Perbetadaan Asupan Natriun Dan Kalium Pada Penderita Hipertensi
Dan Normotensi Masyarakat Etnik Minakabau di Kota Padang. Jurnal Penelitian.

22

Anda mungkin juga menyukai