Anda di halaman 1dari 6

LITERASI DIGITAL SEBAGAI PENDIDIKAN KARAKTER MEMBANGUN

BUDAYA AMATI, AWASI, DAN ANTI HOAKS


Ahmat Jaelani Hidayatullah
Universitas Jember

PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi berlangsung begitu cepat dan strategis dalam kehidupan
manusia abad ini. Bagaimana tidak, semua sektor saat ini dihiasi oleh berbagai kemudahan
dan kecanggihan nuansa teknologi. Salah satunya ialah melimpahnya sumber informasi yang
dapat diakses melalui jejaring internet. Kemajuan ini menempatkan manusia saat ini pada
kebudayaan baru dalam mengakses informasi tersebut yakni literasi digital.
Menurut Paul Gilster (Kurnia, 2017) menyebutkan bahwa literasi digital diartikan
sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai bentuk
dari berbagai sumber yang sangat luas yang diakses melalui piranti komputer. Sedangkan
menurut Bawden (Ismayati, 2017) litrasi digital lebih banyak dikaitkan dengan keterampilan
teknis mengakses, merangkai, memahami, dan menyebarluaskan informasi. Dengan
demikian, literasi digital berkaitan erat dengan teknis atau pengolahan informasi yang
diperoleh dengan sebuah perangkat elektronik seperti komputer dan smartphone.
Perkembangan dunia digital telah menuntut setiap orang untuk semakin cepat dalam
menerima dan menyebarkan berbagai informasi melalui internet. Salah satu hal yang
mengkhawatirkan dan menjadi tantangan akhir-akhir ini adalah penyebaran berita hoaks
(berita palsu) yang dilakukan melalui media sosial dengan memanfaatkan kecepatan akses
dari jaringan internet. Angka terbaru yang disampaikan oleh Kominfo, Niken Widiastuti
penyebaran berita hoaks sanggat tinggi yakni mencapai angka 800 ribu konten pertahun. Dan
yang menjadi akar permasalahan salah satunya adalah ketidaktahuan masyarakat terkait
dengan informasi yang benar karena minat baca masyarakat yang kurang (idntimes.com, 14
Maret 2018)
Melihat permasalahan tersebut literasi digital memiliki peluang yang sangat besar
untuk meminimalisir hal tersebut. Peluang yang muncul salah satunya adalah menjadikan
literasi digital sebagai pendidikan karakter yang bertujuan untuk menerima dan mengolah
informasi dengan bijak. Peluang tersebut muncul karena melihat keberhasilan sebagian besar
bidang dalam memanfaat internet, seperti dalam bidang bisnis yang mampu berkembang dan
membuka lapangan pekerjaan kerja yang berbasis secara digital. Ditambah lagi jumlah
pengakses internet yang meningkat dari tahun 2016 dengan jumlah 132,7 juta jiwa dan pada
tahun 2017 telah mencapai 143, 26 juta jiwa atau setara 54,7 persen dari total populasi total
yang ada di Indonesia (APJII, 2017). Sehingga penanaman budaya literasi digital akan
memungkinkan dan sebagian kecil telah menjadi wajah baru dalam pendidikan Indonesia.
Dengan adanya budaya literasi digital maka diharapkan masyarakat yang memiliki
karakter sikap amati, awasi, dan anti terhadap hoaks (3AH). Karena karakter tersebut akan
sangat bermanfaat dalam menekan jumlah peredaran berita hoaks yang sangat tinggi. Untuk
itu, yang penulis akan ulas lebih lanjut dalam pembahasan adalah mengenai 1). Bagaimana
literasi digital sebagai pendidikan karakter untuk membangun budaya 3AH (amati, awasi, dan
anti hoaks).

PEMBAHASAN
Literasi Digital Sebagai Pedidikan Karakter Dalam Membangun Budaya 3AH (Amati,
Awasi, dan Anti Hoaks)

Jumlah pengguna internet di Indonesia semakin tinggi dari tahun ke tahun. Berdasarkan
berita yang dirilis oleh APJII pada edisi Maret 2018 menunjukan sebuah peningkatan
pengguna internet dari tahun 2016 hingga 2017 dengan angka pengguna internet telah
mencapai 143,26 juta jiwa (APJII, 2017). Akibat dari hal tersebut telah menimbulkan
sejumlah budaya baru di masyarakat salah satunya adalah literasi digital. Istilah ini memang
muncul sejak tahun 1997, tetapi di Indonesia istilah ini menjadi budaya dan tern baru sejak
internet menjadi kebutuhan masyarakat.
Jaringan internet telah menjadikan pengembangan kemampuan literasi tanpa menegasikan
lagi teks berbasis cetak melainkan berbasis secara digital. Peluang inilah yang harus bisa
dibaca serta dimanfaatkan sebaik mungkin karena peranannya yang sangat berpengaruh.
Dengan melihat dalam bidang bisnis berbasis digital telah menjadi suatu terobosan baru yang
berhasil memenuhi kebutuhan dan mengubah segala bentuk kebiasaan masyarakat. Dalam
bidang pendidikan seharusnya juga demikian, literasi digital perlu dikembangkan untuk
menjadi pendidikan karakter terutama bagi pemuda. Sebagai wujud baru literasi digital
menjadi sebuah senjata untuk membangun karakter masyarakat kritis sehingga dapat
menangkal segala bentuk penyimpangan digital.
Literasi digital saat ini sama pentingnya dengan membaca, menulis, berhitung, dan disiplin
ilmu lainnya. Dikarenakan literasi digital merupakan suatu aktifitas yang memiliki ruang
gerak yang bebas tanpa batas sehingga begitu penting untuk dimanfaatkan. Dengan
menanamkan literasi digital manfaatnya adalah mudahnya memproses berbagai informasi,
mudah memahami pesan, dan berkomunikasi secara efektif dengan semua orang dalam
berbagai bentuk.
Sayangnya saat ini dunia maya semakin banyak dipenuhi oleh konten-konten negatif.
Konten-konten negatif tersebut dapat berupa seperti berita bohong (hoaks) yang berisi
tentang ujaran kebencian, provokasi, praktik penipuan, dan radikalisasi. Konten tersebut telah
merusak tatanan ekosistem digital yang semestinya digunakan untuk berbagai macam hal
yang bermanfaat. Tetapi hoaks yang marak terjadi saat ini malah menjadi hal yang merugikan
bagi masyarakat seperti berita hoaks yang berisi provokasi dapat memicu perpecahan antar
golongan. Hal ini sudah tidak sesuai dengan budaya luhur yang terkandung dalam pancasila
terutama dalam sila ke-3 yang berisi tentang persatuan dan kesatuan. Bukan hanya hal
tersebut, melimpahnya informasi akan membuat masyarakat bingung untuk membedakan dan
mendapatkan sumber informasi yang terpercaya.
Menurut analisis kasus beberapa kasus berita hoaks bukan hanya sekedar informasi tetapi
menjadi sumber bisnis bagi segelintir orang. Seperti kasus yang dilakukan oleh tim Saracen.
Saracen merupakan sebuah kelompok yang membuat berita hoaks yang berkerja secara
professional dan memiliki ribuan akun untuk menjalankan aksinya. Aksi dari tim ini sudah
berjalan sejak tahun 2015 dan media sosial yang menjadi sarang dari tim ini adalah facebook.
Kasus ini berhasil dibongkar oleh kepolisian dengan barang bukti yang berhasil disita yakni
58 simcard, 5 hardisk CPU, hardisk laptop, 7 ponsel, 4 memory card, dan 6 flashdisk
(Brilio.net). Kasus tersebut merupakan contoh gambaran betapa mudahnya untuk membuat
berita palsu dan mendapatkan keuntungan dibalik kerugian besar yang diterima oleh
masyarakat.
Berdasarkan kasus tersebut hikmah yang dapat diambil adalah masih minimnya kesadaran
masyarakat dan budaya membaca yang masih rendah. Kasus-kasus yang melibatkan dunia
digital seperti contoh diatas merupakan dampak negatif dari kemajuan teknologi yang begitu
pesat. Untuk menangkal hal tersebut upaya yang sangat tepat dilakukan adalah membangun
kesadaran setiap masyarakat akan pentingya menjadi penikmat informasi yang cerdas. Salah
satu adalah dengan menggalakkan budaya literasi digital kepada masyarakat.
Literasi digital yang menjadi bentuk baru dalam pendidikan harus mampu membangun
karakter dan budaya masyarakat agar bisa mengamati, mengawasi, dan anti terhadap hoaks
(3AH). Karena hal tersebut merupakan langkah yang perlu ditanamkan kepada masyarakat
agar masyarakat menjadi bagian terpenting dalam menangkal hoaks.
Masyarakat harus menjadi media pengamat berita yang cerdas. Dengan maksud bahwa
masyarakat tidak hanya menjadi penikmat berita tetapi menjadi aktor dalam mencari
kebenaran berita itu sendiri. Dengan harapan bahwa masyarakat tidak akan mudah
terpengaruh dan terprovokasi oleh berita-berita yang simpang siur. Dengan demikian,
kesadaran masyarakat untuk memilah berita akan dibangun untuk menuju masyarakat yang
kritis.
Masyarakat menjadi aktor pengawas berita-berita yang disinyalir adalah berita bohong
atau hoaks dengan konten yang berisi hal negatif. Dalam hal ini masyarakat sudah mulai
memasuki tahap waspada terhadap konten-konten yang berisi provokasi, makar, radikalisme
dan lain-lainnya. Oleh sebab itu, budaya ini merupakan sikap yang baik agar pihak yang
menjadi penyebar berita bohong tidak mendapatkan peluang untuk mengambil keuntungan
dari kerugian masyarakat.
Tidak hanya itu, sikap anti hoaks perlu menjadi bagian kesadaran masyarakat. Hal ini
dikarenakan masyarakat adalah kunci keberhasilan dalam memerangi hoaks. Jika masyarakat
ikut serta untuk menjadi pihak-pihak yang turut terlibat dalam pemberantasan pembuatan dan
penyebaran berita hoaks maka akan semakin mudah untuk meminimalisir permasahan hoaks
itu sendiri.
Penanaman karakter mengenai budaya 3AH ini merupakan bukanlah suatu hal yang
mudah mengingat cangkupannya yang meliputi kesadaran, sikap, dan aksi merupakan bagian
mendalam dari masyarakat. untuk itu diperlukan peran dari setiap elemen masyarakat seperti
perlunya peran orang tua yang mengajarkan anak sejak dini untuk belajar bijak dalam
membaca berita yang beredar dengan menanamkan kebiasaan membaca berita terlebih dahulu
dan mencarai sumber kebenaran berita. sehingga hal ini akan menumbuhkan sikap kritis
secara perlahan dalam diri anak. Tidak hanya orang tua sekolah juga berperan penting.
Keterlibatan guru sebagai pendidik untuk selalu membimbing siswanya agar menanamkan
kebiasaan literasi digital dalam menikmati informasi dan bersikap kritis aktif terhadap
informasi tersebut. Dan yang paling utama adalah peran masyarakat itu sendiri untuk menjadi
media aktif dalam mendukung budaya 3AH agar berjalan secara optimal. Media aktif yang
dimaksud adalah ikut berpartisipasi menanamkan budaya 3AH dan melaporkan kepada pihak
berwajib apabila menemui pihak pembuat berita hoaks yang dampaknya sangat luas dan
merugikan bagi masyarakat
Dengan literasi digital yang menjadi bentuk baru pendidikan era ini akan menciptakan
tatanan masyarakat yang memiliki pola pikir dan pandangan yang kritis serta kreatif.
Masyarakat tidak akan mudah termakan oleh isu-isu yang berisi hoaks, hal provokatif,
penipuan, dan konten negatif lainnya. Dalam bentuk yang baru ini literasi digital akan
menjadi indikator pencapaian keberhasilan dalam pendidikan dan kebudayaan.
KESIMPULAN
Perkembangan teknologi berlangsung begitu cepat dan strategis dalam kehidupan
manusia abad ini. Bagaimana tidak, semua sektor saat ini dihiasi oleh berbagai kemudahan
dan kecanggihan nuansa teknologi. Salah satunya ialah melimpahnya sumber informasi yang
dapat diakses melalui jejaring internet. Kemajuan ini menempatkan manusia pada
kebudayaan baru dalam mengakses informasi tersebut yakni literasi digital. Perkembangan
dunia digital telah menuntut setiap orang untuk semakin cepat dalam menerima dan
menyebarkan berbagai informasi melalui internet. Salah satu hal yang mengkhawatirkan dan
menjadi tantangan akhir-akhir ini adalah penyebaran berita hoaks (berita palsu) yang
dilakukan melalui media sosial dengan memanfaatkan kecepatan akses dari jaringan internet.
Untuk mengatasi hal tersebut literasi digital sebagai bentuk baru dalam pendidikan harus
mampu membangun karakter dan budaya masyarakat agar bisa mengamati, mengawasi, dan
anti terhadap hoaks (3AH). Melalui karakter 3AH akan ditetapkan tujuan yaitu Masyarakat
yang menjadi media pengamat berita yang cerdas, masyarakat menjadi aktor pengawas berita-
berita hoaks, masyarakat yang anti untuk membuat dan menyebarkan berita hoaks. Dalam
penanaman karakter mengenai budaya 3AH bukanlah suatu hal yang mudah mengingat
cangkupannya yang meliputi kesadaran, sikap, dan aksi merupakan bagian mendalam dari
masyarakat. untuk itu diperlukan peran dari setiap elemen masyarakat seperti perlunya peran
orang tua dalam mendidik anak untuk bisa bijak mencermati berita sejak dini. Sekolah
melalui guru dapat membimbing siswa agar tidak mudah percaya dan bersikap kritis terhadap
informasi yang beredar. Selanjutnya masyarakat yang menjadi media yang aktif dalam
mendukung hal 3AH. Dengan demikian literasi digital yang menjadi bentuk baru pendidikan
era ini akan menciptakan tatanan masyarakat yang memiliki pola pikir dan pandangan yang
kritis serta kreatif.

DAFTAR PUSTAKA

Brilio net. (2017, Agustus). Hoaks dan Ujaran Kebencian Jadi Bisnis, Ini 5 Dampak Paling
Mengerikan. pp. http://googleweblight.com/i?u=https://m.brilio.net/serius/hoax-dan-ujaran-
kebencian-jadi-bisnis-ini-5-dampak-paling-mengerikan-170825g.html&hl=en-ID.
Bulletin APJII. (2018, Maret). Survei APJII: Penetrasi Internet di Indonesia Capai 143 Juta Jiwa. p.
http://apjii.or.id/downfile/file/BULETINAPJIIEDISI22MARET2018.pdf.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2017). Materi Pendukung Literai Digital.
http://gln.kemdikbud.go.id/glnsite/wp-content/uploads/2017/10/literasi-DIGITAL.pdf.
Kompas. (2018, Maret). Riset Ungkap Pola Pemakaian Media Sosial Orang Indonesia. pp.
http://tekno.kompas.com/read/2018/03/01/10340027/riset-ungkap-pola-pemakaian-medsos-
orang-indonesia.
Kunianingsih, I., Rosini, & Ismayati, N. (2017). Upaya Peningkatan Kemampuan Literasi Digital
Bagi Tenaga Perpustakaan Sekolah dan Guru di Wilayah Jakarta Pusat Melalui Pelatihan
Literasi Informasi. http://jurnal.ugm.ac.id/jpkm/article/download/25370/18954.pdf.
Kurnia, N. (2017). Peta Gerakan Literasi Digital di Indonesia: Studi Tentang Pelaku, Ragam
Kegiatan,Kelompok Sasaran dan Mitra.
http://journal.uny.ac.id/index.php/informasi/article/download/16079/pdf.

Anda mungkin juga menyukai