Anda di halaman 1dari 33

BAB I

SKENARIO

Seorang perempuan berusia 57 tahun datang ke rumah sakit diantar oleh keluarganya dengan
keluhan penurunan kesadaran sejak 3 jam yang lalu. Menurut keluarganya, pasien tidak sadar ketika
dibangunkan 2 jam yang lalu dan terdengar mengorok. Sebelummya pasien mengeluh lemas,
sempoyongan dan suka berkeringat dingin pasien mengeluh lemas sejak satu minggu yang lalu.

1
BAB II

KATA KUNCI

1. Perempuan berusia 57 tahun.


2. Terjadi penurunan kesadaran sejak 3 jam yang lalu.
3. Pasien tidak sadar ketika di bangunkan 2 jam yang lalu dan terdengar mengorok.
4. Sebelumnya pasien mengeluh lemas sempoyongan dan suka berkeingat dingin.
5. Pasien mengeluh lemas sejak satu minggu yang lalu.

2
BAB III
PROBLEM

1. Apa penyebab terjadinya penurunan kesadaran pada perempuan berusia 57 tahun ?


2. Bagaimana melakukanan amnesa kepada keluarga pasien ?
3. Bagaimana bias terjadi penurunan kesadaran ?
4. Bagaimana melakukan pemeriksaan fisik pasien dan pemeriksaan penunjang ?
5. Bagaimana penatalaksanaan pengobatan pada pasien ?
6. Bagaimana menegakkan diagnosis banding ?

3
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 BATASAN

Penurunan kesadaran adalah suatu kegawat daruratan dalam neurologi yang ditandai
dengan hilangnya kemampuan pasien untuk merespon stimulasi dari dalam tubuh maupun
lingkungan luar tubuh. Dalam praktik di UGD dan praktik neurologi sehari-hari sangat
penting untuk dapat melakukan penilaian dengan cepat pada penurunan kesadaran dan
mendiagnosis penyebab dari penurunan kesadaran tersebut untuk mencegah terjadinya
kerusakan otak yang irreversibel. Sekitar 80 tahun yang lalu diadakan survey di dua rumah
sakit besar di Boston mengenai penyebab dari koma. Hasil dari survey tersebut menunjukan
bahwa dalam praktek klinis sehari-hari, ternyata penyebab dari koma atau penurunan
kesadaran tidak begitu bervariasi. Intoksikasi alkohol, penyakit cerebrovaskular (CVD) dan
trauma kepala merupakan penyebab 82% terjadinya penurunan kesadaran. 1 Penyebab lainnya
yang cukup sering adalah kejang, keracunan obat, komplikasi diabetes melitus dan infeksi
berat. Menurut data yang dikumpulkan oleh Plum dan Posner penyebab tersering dari koma
adalah penyebab metabolik baik eksogen (overdosis obat) maupun endogen (asidosis,
hipoglikemia) dan kelainan seperti stroke infark maupun hemoragik hanya 25%1 dari seluruh
penyebab koma. Penyebab yang lebih jarang, hanya sekitar 6% adalah trauma kepala, dan
penyebab koma yang terjarang ditemui adalah penyakit seperti tumor otak, abses, dan
perdarahan spontan.

4
4.2 ANATOMI / HISTOLOGI /FISIOLOGI / PATOFISIOLOGI/ PATOGENESIS

4.2.1 ANATOMI

Pankreas adalah suatu organ yang terdiri dari jaringan eksokrin dan endokrin. Bagian
eksokrin mengeluarkan larutan encer alkalis serta enzim pencernaan melalui duktus
pankreatikus ke dalam lumen saluran cerna. Dia antara sel-sel eksokrin di seluruh pankreas
tersebar kelompok-kelompok atau “pulau” sel endokrin yang dikenal sebagai pulau (islets)
Langerhans. Sel endokrin pankreas yang terbanyak adalah sel β (beta), tempat sintesis dan
sekresi insulin, dan sel α (alfa) yang menghasilkan glukagon. Sel D (delta), yang lebih jarang
adalah tempat sintesis somatostatin.
Insulin memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
Hormon ini menurunkan kadar glukosa, asam lemak dan asam amino darah serta mendorong
penyimpanan bahan-bahan tersebut. Sewaktu molekul nutrien ini masuk ke darah selama
keadaan absorptif, insulin mendorong penyerapan bahan-bahan ini oleh sel dan

5
pengubahannya masing-masing menjadi glikogen, trigliserida dan protein. Insulin
melaksanakan banyak fungsinya dengan mempengaruhi transpor nutrien darah spesifik
masuk ke dalam sel atau mengubah aktivitas enzim-enzim yang berperan dalam jalur-jalur
metabolik tertentu.

4.2.2 FISIOLOGI

Peningkatan kadar glukosa darah dalam tubuh akan menimbulkan respons tubuh
berupa peningkatan sekresi insulin. Bila sejumlah besar insulin disekresikan oleh pankreas,
kecepatan pengangkutan glukosa ke sebagian besar sel akan meningkat sampai 10 kali lipat
atau lebih dibandingkan dengan kecepatan tanpa adanya sekresi insulin. Sebaliknya jumlah
glukosa yang dapat berdifusi ke sebagian besar sel tubuh tanpa adanya insulin, terlalu sedikit
untuk menyediakan sejumlah glukosa yang dibutuhkan untuk metabolisme energi
padakeadaan normal, dengan pengecualian di sel hati dan sel otak (Guyton & Hall, 2012).

Pada kadar normal glukosa darah puasa sebesar 80-90 mg/100ml, kecepatan sekresi
insulin akan sangat minimum yakni 25mg/menit/kg berat badan. Namun ketika glukosa darah
tiba-tiba meningkat 2-3 kali dari kadar normal maka sekresi insulin akan meningkat yang
berlangsung melalui 2 tahap (Guyton & Hall, 2012) :

1. Ketika kadar glukosa darah meningkat maka dalam waktu 3-5 menit kadar Insulin
plasama akan meningkat 10 kali lipat karena sekresi insulin yang sudah terbentuk
lebih dahulu oleh sel-sel beta pulau langerhans.Namun,pada menit ke 5-10
kecepatan sekresi insulin mulai menurun sampai kira-kira setengan dari nilai
normlanya.
2. Kira-kira 15 menit kemudian sekresi insulin mulai meningkat kembali untuk
kedua kalinya yang disebabkan adanya tambahan pelepasan insulinyang sudah
lebih dulu terbentuk oleh adanya aktivasi beberapa sistem
3. enzim yang mensintesis dan melepaskan insulin baru dari sel beta.

6
4.2.3 PATOFISIOLOGI

Seperti sebagian besar jaringan lainnya, matabolisme otak terutama bergantung pada
glukosa untuk digunakan sebagai bahan bakar. Saat jumlah glukosa terbatas, otak dapat
memperoleh glukosa dari penyimpanan glikogen di astrosit, namun itu dipakai dalam
beberapa menit saja. Untuk melakukan kerja yang begitu banyak, otak sangat tergantung pada
suplai glukosa secara terus menerus dari darah ke dalam jaringan interstitial dalam system
saraf pusat dan saraf-saraf di dalam system saraf tersebut.
Oleh karena itu, jika jumlah glukosa yang di suplai oleh darah menurun, maka akan
mempengaruhi juga kerja otak. Pada kebanyakan kasus, penurunan mental seseorang telah
dapat dilihat ketika gula darahnya menurun hingga di bawah 65 mg/dl (3.6 mM). Saat kadar
glukosa darah menurun hingga di bawah 10 mg/dl (0.55 mM), sebagian besar neuron menjadi
tidak berfungsi sehingga dapat menghasilkan koma.
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya
jumlah insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme
karbohidrat, protein, lemak, ada tiga gambaran klinis yang penting pada diabetes
ketoasidosis.
dehidrasi
kehilangan elektrolit
asidosis
Apabila jumlah insulin berkurang jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang pula, di samping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali, kedua
factor ini akan menimbulkan hipoglikemia. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang
berlebihan dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan
elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diuresis osmotic yang di tandai oleh urinaria
berlebihan (poliuria) ini akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. penderita
ketoasidosis diabetic yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 liter air dan sampai 400
hingga mEq natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (liposis) menjadi asam-
asam lemak bebas dan gliseral.asam lemak bebas akan di ubah menjadi badan keton oleh hati,
pada keton asidosis diabetic terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari
kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut, badan
keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan
menimbulkan asidosis metabolic.

7
Pada hipoglikemia ringan ketika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatik
akan terangsang. Pelimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan gejala seperti
perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
Pada hipoglikemia sedang, penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel
otak tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda-tanda gangguan
fungsi pada sistem saraf pusat mencakup ketidak mampuan berkonsentrasi, sakit
kepala,vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, pati rasa di daerah bibir serta lidah, bicara
pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang tidak rasional,
penglihatan ganda dan perasaan ingin pingsan. Kombinasi dari gejala ini (di samping gejala
adrenergik) dapat terjadi pada hipoglikemia sedang.
Pada hipoglikemia berat fungsi sistem saraf pusat mengalami gangguan yang sangat
berat, sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemia
yang di deritanya. Gejalanya dapat mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan
kejang, sulit di bangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran .

Pathway Hipoglikemia

Laporan Pendahuluan Hipoglikemia

8
4.2.5 PATOGENESIS

4.3 JENIS-JENIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN

1. Hipoglikemi
Definisi hipoglikemi terbaru adalah kadar plasma glukosa <70mg/dL.3 Gejal
gejala hipoglikemi biasanya muncul ketika kadar glukosa plasma <60 mg/dL.31
Episode hipoglikemia yang sering terjadi (sekali dalam sehari) menyebabkan
adaptasi otak terhadap kadar glukosa dan gejala hipoglemia akan muncul pada
kadar yang lebih rendah dariseharusnya.31 Kondisi tersebut didefinisikan sebagai
hypoglycemic unawareness, yaitu kegagalan saraf simpastis dalam meresponi
hipoglikemi.17 Gejala hipoglikemi dibagi menjadi dua kategori, antara lain gejala
neurogenik (autonomik) dan gejala neuroglikopenik.31 Gejala neurogenik
(autonomik) terjadi karena penurunan kadar glukosa darah dan menyebabkan
pasien sadar bahwa ia sedang mengalami episode hipoglikemik.Gejala ini
diaktivasi oleh autonomic nervous system (ANS) dan dimediasi oleh katekolamin
(epinefrin dan norepinefrin) dari adrenal medulla dan asetilkolin dari post-

9
synaptic nerve endings.32,33 Gejala dan tanda neurogenik yang berhubungan
dengan peningkatan epinefrin yaitu gemetar, ansietas, tegang, palpitasi,
diaphoresis, xerosis, pucat, dan dilasi pupil.31 Gejala yang dimediasi oleh
asetilkolin, antara lain diaphoresis, lapar, dan paraestesia.31 Gejala
neuroglikopenik terjadi karena otak kekurangan glukosa.32 Gejala dan tanda
neuroglikopenik biasanya disadari oleh keluarga atau teman pasien. Gejala yang
termasuk antara lain gangguan mental dan penuruna kesadaran, iritabilitas, sulit
berbicara, ataksia, paraestesia, sakit kepala, dan bila tidak ditangani, kejang,
koma, dan bahkan meninggal.31 Gejala neuroglikopenik juga termasuk defisit
neurologic fokal sementara (diplopia, hemiparesis). Diagnosis definit dari
hipoglikemia membutuhkan pemenuhan dari trias Whipple: gejala konsisten
karena hipoglikemia, kadar gula darah rendah.

2. Diabetes Melitus
Diabetes melitus atau kencing manis adalah suatu gangguan kesehatan berupa
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh peningkatan
kadar gula dalam darah akibat kekurangan insulin ataupun resistensi insulin dan
gangguan metabolik pada umumnya. Pada perjalanannya, penyakit diabetes akan
menimbulkan berbagai komplikasi baik yang akut maupun yang kronis atau
menahun apabila tidak dikendalikan dengan baik. Diabetes merupakan salah satu
penyakit degeneratif yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan atau
dikelola, artinya apabila seseorang sudah didiagnosis DM, maka seumur hidupnya
akan bergaul dengannya.

3. Insulinoma
Insulinoma adalah neoplasma endokrin yang berfungsi paling umum pada
pankreas . Mereka adalah tumor yang mensekresi insulin dari asal pankreas yang
menyebabkan hipoglikemia. Insulinoma terjadi pada 1-4 orang per juta pada
populasi umum dan mewakili 1% -2% dari semua neoplasma pancreas.

4.4 GEJALA KLINIS

1. Hipoglikemia

10
Gejala yang muncul saat terjadi hipoglikemia dapat dikategorikan sebagai
gejala neuroglikopenik dan neurogenik (otonom).
Tanda dan gejala hipoglikemia antara lain:
1. Adrenergik seperti: pucat, keringat dingin, takikardi, gemetar, lapar, cemas,
gelisah, sakit kepala, mengantuk.
2. Neuroglikopenia seperti bingung, bicara tidak jelas, perubahan sikap
perilaku, lemah, disorientasi, penurunan kesadaran, kejang, penurunan
terhadap stimulus
bahaya

2. Diabetes Melitus
Diabetes mellitus merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada seseorang,
ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal akibat tubuh
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Penyakit ini dapat menyerang
semua lapisan umur serta tidak membedakan status sosial dari penderita.
Gejala klinis yang khas pada DM yaitu “Triaspoli” polidipsi (banyak minum),
poliphagia (banyak makan) & poliuri (banyak kencing), disamping disertai
dengan keluhan sering kesemutan terutama pada jari-jari tangan, badan terasa
lemas, berat badan menurun drastis, gatal-gatal dan bila ada luka sukar
sembuh, terjadi gangguan mata, dan disfungsi ereksi, yang merupakan gejala-
gejala klasik yang umumnya terjadi pada penderita
3. Insulinoma
Gejala insulinoma bervariasi, dari ringan hingga berat, tergantung kepada
tingkat keparahan penyakit. Meski gejala insulinoma agak sulit untuk
diketahui, namun secara umum gejala penyakit ini adalah:
1 pusing
2 Lemah
3 Berkeringat
4 Lapar
5 Pengilhatan kabur atau ganda
6 Berat badan naik secara tiba-tiba
7 Suasana hati (mood) sering berubah-ubah
8 Merasa bingung, cemas, dan mudah marah
9 Tremor (gemetar).

11
4.5 PEMERIKSAAN FISIK PENYAKIT

1. pengukuran tekanan darah, nadi, rongga mulut, kelejar tiroid, paru dan jantung

2. pemeriksaan kaki secara komprehensif

4.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG PENYAKIT

1. Hipoglikemia
1). Gula darah puasa Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa
(sebelum diberi glukosa 75 gram oral) dan nilai normalnya antara 70- 110 mg/dl.
2). Gula darah 2 jam post prandial Diperiksa 2 jam setelah diberi glukosa dengan
nilai normal < 140 mg/dl/2 jam
3). HBA1c Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk memperoleh
kadar gula darah yang sesungguhnya karena pasien tidak dapat mengontrol hasil
tes dalam waktu 2- 3 bulan. HBA1c menunjukkan kadar hemoglobin terglikosilasi
yang pada orang normal antara 4- 6%. Semakin tinggi maka akan menunjukkan
bahwa orang tersebut menderita DM dan beresiko terjadinya komplikasi
4). Elektrolit, tejadi peningkatan creatinin jika fungsi ginjalnya telah terganggu.
5). Leukosit, terjadi peningkatan jika sampai terjadi infeksi.
2. Diabetes Melitus
1) Pemeriksaan Radiologi yang meliputi : gas subkutan, adanya benda asing,
osteomelietus.
2) Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan darah yang meliputi : GDS (Gula Darah Sewaktu), GDP (Gula
Darah Puasa),
b) Pemeriksaan urine , dimana urine diperiksa ada atau tidaknya kandungan
glukosa pada urine tersebut. Biasanya pemeriksaan dilakukan menggunakan cara
Benedict (reduksi). Setelah pemeriksaan selesai hasil dapat dilihat dari perubahan
warna yang ada : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah bata (++++).
c) Pemeriksaan kultur pus Bertujuan untuk mengetahui jenis kuman yang terdapat
pada luka dan untuk observasi dilakukan rencana tindakan selanjutnya.
d) Pemeriksaan Jantung meliputi EKG sebelum dilakukan tindakan pembedahan.

12
3. Insulinoma

Petanda tumor CEA (Carcinoembryonic antigen) dan Ca 19-9 (Carbohydrate antigenic


determinant 19-9), gastrodeodenografi, duodenografi hipotonis, ultrasonografi, CT
(Computed Tomography), Skintigrafi pankreas, MRI ( Magnetic Resonance Imaging ),
ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio pancreatico graphy), ultrasonografi
endoskopik, angiografi, PET (Positron Emission Tomography), bedah laparaskopi dan
biopsy.

13
BAB V

HIPOTESIS AWAL

Berdasarkan gejalah klinis pasien didapatkan hipotesis awal kemungkinan penyakit


pada pasien tersebut:

1. Hipoglikemia
2. Diabetes Melitus
3. Insulinoma

14
BAB VI

ANALISIS DARI DIFFERENTAL DIAGNOSIS

6.1 Identitas pasien


a. Nama : Ny. Tuti
b. Ttl :-
c. Umur : 57 tahun
d. Pekerjaan : IRT
e. Alamat : Pecindraan punden
f. Status Maritel: -
g. Agama : Islam
1) Suku/ Bangsa :-
2) Golongan darah :-

Tanggal pemeriksaan: 8 Mei


2019

Jam :-

6.2 Anamnese
a. K/U : Penurunan kesadaran
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
c. Riwayat Penyakit Dahulu : pernah stroke
6.3 Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
E: 1
V: 2
M: 2

15
 Tekanan darah : 140/80 mm/hg
 Nadi : 108x/menit
 RR : 26x/menit
 Suhu : 36,20oC
 Kepala : Bentuk kepala normal (normosefal), rambut hitam, distribusi merata
dan tidak mudah rontok. Mata: anemis (-), ikterus (-), refleks cahaya (+), pupil
isokor. Telinga: bentuk normal simetris kanan dan kiri (normotia), serumen (-
), otorea (-), membran timpani intak. Hidung :Mukosa hidung merah muda,
deviasi septum (-), sekret (-). Mulut : lidah kotor (-), tremor (-), sternatitis (-)
 Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) (-), pembesaran kelenjar
tiroid (-)
 Pemeriksaan thoraks : bentuk normochest
 Pemeriksaan paru :
- Inspeksi : normochest
- Pergerakan dinding dada simetris
- Retraksi sela iga (-)
- Palpasi : nyeri tekan (-)
- Vocal premitus : normal
- Perkusi : terdengar sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : Vesiculer, ronkhi (-), bising (-)
 Pemeriksaan jantung :
- Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
- Palpasi : iktus kordis teraba di ICS 5 mid clavicula
- Perkusi : batas atas di ICS 3 linea parasternalis dextra, batas kanan atas
di ICS 4 linea parasternalis dextra, batas kiri di ICS 5 linea
parasternalis sinistra
 Pemeriksaan Abdomen :
- Inspeksi : supel
- Auskultasi : bising usus (+) 8x/menit
- Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba.
- Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
 Ekstremitas superior: akral hangat, edema (-), cyanosis (-)
6.4 Pemeriksaan Penunjang

16
 Pemeriksaan hematologi :
- Leukosit : 9,65/ml
(WBC)
- Hemoglobin : 13,6 gr/dL
- Hematokrit : 39%
- Trombosit :437/ml
(platelet)
- Gula darah acak : 21 mg/dL
- Ureum (BUN) : 18 mg/dL
- Keratinin : 0,5 mg/dL
- SGPT : 30 U/L
- SGOT : 36 U/L

17
BAB VII

HIPOTESIS AKHIR

Berdasarkan data yang telah diperoleh, maka Ny T dapat didiagnosa sebagai penyakit
hipoglikemia. Hal ini terkait dengan manifestasi klinis seperti hilangnya kesadaran. Dan
penyakit Diabetes mellitus yang menyertai adanya Hipoglikemia pada pasien.

18
BAB VIII

MEKANISME DIAGNOSIS

19
BAB IX

STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH

9.1 PENATALAKSANAAN

Penalataksanaan Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan


kualitas hidup penyandang diabetes, yang meliputi: 7 1. Tujuan jangka pendek:
menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi risiko
komplikasi akut 2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas
penyulit mikroangiopati dan makroangiopati. 3. Tujuan akhir pengelolaan adalah
turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu
dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid,
melalui pengelolaan pasien secara komprehensif. Langkah-langkah Penatalaksanaan
Umum: 1. Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama: a. Riwayat
Penyakit Gejala yang dialami oleh pasien

. Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah

. Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan

 riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain). Riwayat


penyakit dan pengobatan.

 Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi

b. Pemeriksaan Fisik Pengukuran tinggi dan berat badan.

 Pengukuran tekanan darah, nadi, rongga mulut, kelenjar tiroid, paru dan jantung
Pemeriksaan kaki secara komprehensif

c. Evaluasi Laboratorium HbA1c diperiksa paling sedikit 2 kali dalam 1 tahun pada
pasien yang mencapai

 sasaran terapi dan yang memiliki kendali glikemik stabil. dan 4 kali dalam 1 tahun
pada pasien dengan perubahan terapi atau yang tidak mencapai sasaran terapi.
Glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan.

20
d. Penapisan Komplikasi Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap
penderita yang baru terdiagnosis DMT2 melalui pemeriksaan : Profil lipid
dan kreatinin serum

. Urinalisis dan albumin urin kuantitatif.

 Elektrokardiogram.

 Foto sinar-X dada

 Funduskopi dilatasi dan pemeriksaan mata secara komprehensif oleh dokter


spesialis

 mata atau optometris. Pemeriksaan kaki secara komprehensif setiap tahun untuk
mengenali faktor risiko

 prediksi ulkus dan amputasi: inspeksi, denyut pembuluh darah kaki, tes
monofilamen 10 g, dan Ankle Brachial Index (ABI). Langkah-langkah
Penatalaksanaan Khusus Penatalaksanaan DM dimulai dengan pola hidup sehat,
dan bila perlu dilakukan intervensi farmakologis dengan obat antihiperglikemia
secara oral dan/atau suntikan.

1. Edukasi Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan
sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting
dari pengelolaan DM secara holistik.

2. Terapi Nutrisi Medis (TNM) Penyandang DM perlu diberikan penekanan


mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan,
terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau
insulin.

3. Latihan Jasmani Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur
(3-5 hari seminggu selama sekitar 30-45 menit , dengan total 150 menit
perminggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan
intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti jalan cepat,
bersepeda santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal dihitung
dengan cara = 220-usia pasien.

21
4. Intervensi Farmakologis Terapi farmakologis diberikan bersama dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis
terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. a. Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5
golongan: 1) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue): Sulfonilurea dan
Glinid 1. Sulfonilurea Obat golongan ini mempunyai efek utama memacu sekresi
insulin oleh sel beta pankreas. 2. Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya
sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin
fase pertama. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. 2) Peningkat
Sensitivitas terhadap Insulin: Metformin dan Tiazolidindion (TZD) 1. Metformin
mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), dan
memperbaiki ambilan glukosa perifer. Metformin merupakan pilihan pertama
pada sebagian besar kasus DMT2. 2. Tiazolidindion (TZD) merupakan agonis dari
Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti
termasuk di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Obat ini dikontraindikasikan pada
pasien dengan gagal jantung (NYHA FC IIIIV) karena dapat memperberat
edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu
pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk dalam golongan ini adalah
Pioglitazone. 3) Penghambat Absorpsi Glukosa: Penghambat Glukosidase Alfa.
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan bila GFR ≤30ml/min/1,73 m2 ,
gangguan faal hati yang berat, irritable bowel syndrome. 4) Penghambat DPP-IV
(Dipeptidyl Peptidase-IV) Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja
enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi
yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi
insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa darah (glucose
dependent). 5) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2) Obat
golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral jenis baru yang
menghambat reabsorpsi glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat
transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain:
Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin

22
9.2 PRINSIP TINDAKAN MEDIS

1. Tahap persiapan Pengkajian merupakan tahap persiapan awal. Pengkajian adalah


pemikiran dasar yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang
asen dengan melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga, mengobservasi
keadaan pasien, mengidentifikasi masalahmasalah yang muncul pada klien,
membuat prioritas diagnosa dan membuat perencanaan tindakan yang akan
dilakukan.
2. Tahap pelaksanaan Setelah penulis memperoleh data dan menemukan masalah
yang muncul pada pasien, selanjutnya penulis akan melakukan tindakan yang
telah disusun dan selanjutnya penulis mengevaluasi hasil dari tindakan terhadap
pasien.dapat diberikan oleh subkutan (SC) atau intramuskular (IM) injeksi oleh
orang tua atau pengasuh terlatih. Hal ini dapat mencegah keterlambatan dalam
memulai pengobatan yang dapat dilakukan secara darurat.

23
BAB X

PROGNOSIS & KOMPLIKASI

10.1 CARA PENYAMAIAN PROGNOSIS KEPADA PASIEN/ KELUARGA


PASIEN
Setting up the interview

Persiapan adalah langkah pertama dan paling penting dalam menyampaikan kabar
buruk. Dalam persiapan dilakukan peninjauan ulang apa yang akan disampaikan pada
pasien, kelengkapan data pendukung diagnosis, bagaimana cara menyampaikan kabar
buruk dan bagaimana kira-kira pasien akan merespons kabar buruk tersebut. Hal ini
bukanlah hal yang mudah, terutama bagi dokter yang pertama kali melakukannya.
Langkah persiapan yang harus dilakukan adalah:

 Mempersiapkan ruangan yang dapat menjamin privasi pasien dan keluarganya.


Penyampaian kabar buruk dapat dilakukan di ruang dokter, ruang edukasi khusus,
nurse station atau ruang rawat pasein (bila pasien hanya dirawat 1 orang satu kamar).
Bila kabar buruk harus disampaikan pada ruang rawat yang berisi lebih dari 1 pasien,
berikan privasi dengan memberikan pembatas tiara antara pasein dengan dengan
pasien lainnya. Bila dibutuhkan dapat disediakan tissue.
 Sebelum menyampaikan kabar tersebut pada pasien, tanyakan apakah dia butuh
ditemani oleh keluarganya atau tidak. Pada pasien geriatri sebaiknya ditemani anak
dan/atau pasangan mereka. Terkadang harus juga melibatkan pihak yang
bertanggung jawab pada pembiayaan perawatan pasien misalnya anak atau pengurus
yayasan sosial.
 Sebaiknya, penyampaian kabar buruk disampaikan dalam keadaan duduk. Dengan
duduk, pasien dapat lebih tenang. Hal ini juga menunjukkan bahwa dokter tidak
dalam keadaan terburu-buru dan menunjukkan kesediaan untuk berdiskusi dengan
pasien. Bila memungkinkan, duduklah berhadapan langsung dengan pasien, tanpa
penghalang apapun, seperti meja.

24
 Bina hubungan baik dengan pasien. Buatlah pasien merasa mendapat perhatian dokter
dengan kontak mata yang cukup. Cara lain yang dapat dilakukan adalah menyentuh
dan menggenggam tangan pasien. Hindari kemungkinan gangguan yang ada
misalnya, suara telepon.

Assessing the patient’s Perception

 Sebelum menyampaikan informasi pada pasien, sebaiknya menanyakan pemahaman


pasien terhadap kondisi dan penyakitnya. Tanyakan juga harapan-harapannya
berkaitan dengan penyakitnya.
 Seringnya pasien akan berkata “Saya ingin yang terbaik, Dok.” Bila pasien
menjawab seperti ini, tanyakan lagi bagaimana persepsi pasien tentang yang yang
terbaik
 Mulailah dengan pertanyaan terbuka.
 Hal yang terpenting adalah mendapatkan persepsi pasien tentang harapannya
terhadap penyakitnya. Persepsi pasien bervariasi mulai dengan ingin sembuh
seutuhnya, ini tidak nyeri, ingin tumornya diangkat, tidak ingin dioperasi tidak ingin
minum obat sampai sudah berpasrah.
 Dapat pula ditemukan kekeliruan pemahaman dan informasi pasein mengenai
penyakitnya. Hal ini perlu dikoreksi dokter agar pasien memiliki pemahaman yang
tepat.

Obtaining the patient’s Invitation

 Tanyakan keinginan pasien akan keingintahuannya atas informasi akan diagnosis,


prognosis dan pilihan tata laksana yang ada. Ada pasien yang ingin mengetahui
penyakitnya secara mendetail, namun sebagian lagi hanya ingin mengetahui
penyakitnya secara garis besar.
 Bila pasien menyatakan secara eksplisit bahwa dia ingin mendengar informasinya
secara mendetail, akan lebih mudah untuk dokter menyampaikan kabar buruk
tersebut.
 Beberapa pasien menolak mendengarkan infomasi penyakit secara detail. Hal ini
sering ditemukan pada pasien-pasien dengan sakit berat, sudah tidak memiliki

25
harapan lagi, cenderung berpasrah diri. Penolakan atas informasi detail tersebut
biasanya merupakan coping.

Giving Knowledge and information to the patient

 Akan lebih mudah bagi pasien untuk dapat mempersiapkan diri menerima kabar
buruk apabila dokter memberikan petunjuk di awal pembicaraan. Pembicaraan bisa
dimulai dengan “Ada hal penting namun kurang menyenangkan yang harus saya
sampaikan.” atau “Dari hasil pemeriksaan, ada kabar buruk yang saya harus
sampaikan”
 Pemberian informasi pada pasien harus memperhatikan hal-hal berikut:
 Pahami tingkat pengetahuan pasien akan penyakitnya (langkah ke-2)
 Gunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh pasien. Hindari penggunaan jargon-
jargon medis. Hindari pula pemakaian kata-kata yang bersifat ambigu. Kata-kata
yang digunakan harus bersifat tegas, lugas namun tidak mematahkan harapan pasien.
 Hindari memberikan ketakutan yang berlebihan misalnya “Anda memiliki kanker
paru yang sangat parah dan harus segera diobati kalau tidak anda akan segera mati”.
Respons yang paling mungkin diterima oleh dokter dari pasien adalah pasien dan
keluarganya tidak terima dan memarahi dokter.
 Berikan informasi dalam potongan-potongan singkat. Berikan pasien jeda waktu
antara masing-masing potongan untuk dapat mencerna informasi yang diberikan.
Contohnya:
“Sayangnya, hasil pemeriksaan saya, ditunjang dengan pemeriksaan lab dan CT yang
kita lakukan kemarin, ibu menderita kanker paru.”

Berikan waktu jeda setelah mengatakan kalimat di atas. Pasien tidak akan mampu
menangkap informasi apapun yang disampaikan setelah mendengar kata “kanker”.
Berikan waktu untuk pasien mencerna informasi tersebut, setelah beberapa saat,
barulah potongan informasi lain disampaikan.

 Walaupun pasien dalam kondisi terminal, tidak memiliki kemungkinan untuk


sembuh, jangan memutuskan pengharapan pasien seketika dengan mengatakan
“Sudah tidak ada hal yang kita bisa perbuat.”

26
 Sebaliknya, dokter dapat memberikan informasi mengenai tidak adanya modalitas
terapi untuk menyembuhkan pasien namun masih adal hal yang dilakukan untuk
hidup pasien yang lebih baik, misalnya “Sayangnya, sampai saat ini terapi kanker
seperti kemoterapu atau radiasi tidak dapat menyembuhkan kanker ibu secara
sempurna. Namun demikian ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk
membuat ibu merasa lebih baik.”
 Perlu disampaikan bahwa masih ada tata laksana yang kita lakukan yang mungkin
tidak menyembuhkan penyakitnya, namun membuat kehidupannya lebih baik,
misalnya mengurangi gejala, kontrol nyeri atau transfusi darah.

Addressing the patient’s Emotions with empathic responses

Pasien akan memberikan respons terhadap berita buruk yang didengarnya dari
dokter. Respons pasien bervariasi, mulai dari diam, marah, tidak percaya, menangis atau
menolak dan menarik diri. Dokter harus mampu menunjukkan sikap empati dalam
merespons emosi pasien tersebut. Dokter harus mampu memberikan dukungan empati
pada pasien dengan cara:

 Amati secara mendalam emosi pasien. Seringnya pasien hanya diam, menangis atau
mengisolasi diri.
 Dalami perasaan pasien dengan menanyakan apa yang dirasakan pasien. Bila pasien
hanya diam, gunakan pertanyaan terbuka untuk mengetahui apa yang pasien rasakan
dan pikirkan.
 Dalami apa yang menjadi alasan emosi pasien. Bila pasien berkata dia sedih atas
berita yang didengarnya, dalami bagian mana yang menjadi kesedihannya, apakah
kenyataan tentang diagnosisnya, atau kenyataan bahwa penyakitnya sulit
disembuhkan atau hal lain.
 Nyatakan dukungan terhadap pasien. Pada tahap ini pasien tidak ingin mengetahui
hal-hal medis akan penyakitnya, dia ingin mendapatkan dukungan dan tidak merasa
sendiri berjuang untuk penyakitnya.
 Tunda pembicaraan yang bersifat teknis dan medis sampai pasien merasa lebih
tenang atau lebih baik. Ada kemungkinan pasien tidak sanggup sehingga bagian ini
dilanjutkan dengan anak atau keluarganya yang lain. Keluarga juga pasti memiliki

27
respons terhadap berita buruk tersebut, pastikan keluarga dalam keadaan tenang dan
siap sebelum melanjutkan

Strategy and Summary

 Pastikan pasien dalam keadaan siap untuk berdiskusi. Menentukan langkah kerja
pada pasien bukan semata-mata keputusan dokter. Pasien dan keluarganya harus
terlibat dalam pengambilan keputusan.
 Dokter sering sekali merasa tidak nyaman untuk mendiskusikan pilihan tata laksana
dan prognosis pada pasien bila prognosisnya buruk.
 Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah:
1. Pahami pengetahuan pasien.
Seringnya pasien sudah berpikir mengenai penyakit dan langkah-
langkah selanjutnya (langkah ke-2). Pemahaman pengetahuan pasien akan
penyakitnya, harapan dan ekspektasi pasien akan membantu dokter dalam
memulai diskusi.
2. Mulailah dengan hal-hal yang pasien tahu.
Pendekatan pada pasien dimulai dari apa yang pasien pahami tentang
penyakitnya. Ketika ekspektasi pasien lebih tinggi dan cenderung tidak
rasional, mintalah pasien menjelaskan lebih lanjut mengenai ekspektasi
tersebut.
3. Jabarkan semua pilihan terapi yang ada
Jabarkan semua pilihan terapi yang ada pada pasien. Saat memberikan
pilihan pada pasien, penting pula untuk menetapkan tujuan bersama. Sering
sekali pasien berharap terapi yang diberikan bertujuan untuk
menyembuhkannya kembali namun dokter memberikan terapi hanya untuk
mengurangi gejala. Tujuan terapi harus dipahami secara baik oleh dokter,
pasien dan keluarganya.
4. Buatlah kesimpulan secara bersama.
Pasien yang dalam kondisi terminal perlu mendapatkan terapi untuk
meningkatkan kualitas hidupnya. Tentukan bersama langkah-langkah yang
akan dilaksanakan selanjutnya. Nyatakan dukungan secara empatik pada
pasien dan bangun harapan pasien dalam hal-hal yang mungkin bisa dicapai.

28
Secara garis besar, penyampaian kabar buruk pada pasien terminal memiliki 4
tujuan, yakni:[2,5]

1. Mendapatkan informasi dari pasien tentang pengetahuan, pemahaman, ekspektasi


tentang penyakitnya dan kesediaan pasien untuk mendapatkan kabar buruk.
2. Menyampaikan informasi yang relevan dan benar guna menjawab kebutuhan
pasien.
3. Memberikan dukungan pada pasien secara empatik guna mencegah pasien masuk
dalam fase penolakan dan isolasi diri.
4. Membangun tujuan dan strategi bersama untuk rencana tata laksana pasien
10.2 TANDA UNTUK MERUJUK PASIEN
1. Hasil pemeriksaan fisik sudah dapat dipastikan tidak mampu diatasi.
2. Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis ternyata tidak
mampu diatasi.
3. Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi pemeriksaan
harus disertai pasien yang bersangkutan.
4. Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan pemeriksaan, pengobatan
dan perawatan di sarana kesehatan yang lebih mampu.
Dalam prosedur merujuk dan menerima rujukan pasien ada dua pihak yang
terlibat yaitu pihak yang merujuk dan pihak yang menerima rujukan dengan rincian
beberapa prosedur sebagai berikut :61.prosedur standar merujuk pasien2.prosedur
standar menerima rujukan pasien3.prosedur standar memberi rujukan balik
pasien4.prosedur standar menerima rujukan balik pasien.
10.3 PERAN PASIEN / KELUARGA UNTUK PENYEMBUHAN
setiap pasien memiliki tingkah laku yang berbeda-beda yang dapat menghalangi
proses penyembuhan. Tingkah laku pasien memang tidak bisa diubah tetapi bisa
diperbaiki. Terkadang pasien mudah kecewa dan putus asa. Kebiasaan ini sulit dirubah
sebab apabila pasien sudah putus asa maka obat apapun yang diberikan, pasien tidak
akan percaya bahwa melalui obat yang diberikan kesembuhan dapat diperoleh. Karakter
seperti ini menyebabkan dokter mengalami kesulitan karena tidak ada rasa percaya diri
dari pihak pasien. Walaupun karakter pasien seperti itu tetapi dokter harus tetap
memberikan semangat untuk menghilangkan rasa tidak percaya diri. Jadi pasien tetap
diobati tetapi harus mengembalikan rasa percaya diri. Dikatakan demikian sebab
komunikasi antara dokter dengan pasien tidak bisa hanya melalui pemeriksaan fisik,

29
tetapi pasien juga harus aktif menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang apa yang pasien
rasakan dan alami. Kalau pasien tidak berbicara atau berdiam diri maka dokter tidak
dapat memberikan pelayanan yang optimal. Menurut kode etik keperawatan, tugas
seorang dokter adalah membuat analisa terhadap kondisi kesehatan pasien serta
mendiagnosa penyakit yang dialami. Hasil diagnosa disampaikan kepada perawat untuk
mempersiapkan obat-obatan yang dibutuhkan pasien sesuai petunjuk dokter. Jadi
perawat tidak hanya mendampingi dokter atau pasien tetapi juga menjadi penghubung.
Fungsi perawat sebagai penghubung adalah menerima danmeneruskan informasi baik
kepada pasien maupun dokter.Menurut pendapat 4 perawat yang diwawancarai bahwa
tingkah laku pasien itu berbeda-beda dan bisa menghambat proses penyembuhan. Dilihat
dari volume pekerjaan atau kesibukan di ruang perawatan, perawatlah yang lebih banyak
mendampingi pasien dalam ruang perawatan, mengontrol, melayani pasien sesuai
kebutuhannya dan memelihara lingkungan dimana pasien dirawat. Berdasarkan
pemahaman ini maka komunikasi antara pasien dengan perawat lebih akrab jika
dibandingkan dengan pasien dan dokter, karena dokter hanya dibutuhkan pada waktu-
waktu tertentu sedangkan perawat adalah orang yang 24 jam mendampingi pasien
sehingga dapat memahami watak, karakter serta kesulitannya.
Tugas seorang dokter adalah melayani pasien sebaik mungkin demi tercapainya
kesembuhan walaupun kadang-kadang menghadapi karakter pasien yang seolah-olah
tidak menghargai pelayanan seorang perawat, tetapi kesabaran itu sangat dibutuhkan.
Dengan kata lain bahwa tugas seorang perawat adalah merawat pasien tanpa membeda-
bedakan dalam segi apapun (suku, ras, agama, atau golongan). Dimata perawat semua
manusia itu sama sehingga harus memberikan yang terbaik kepada pasien demi
kesembuhannya. Kalau pasien mau supaya sehat harus dengan teratur menggunakan obat
yang diberikan dan kalau ada keluhan pasien maka perawat harus dengan penuh
kesabaran melayaninya.Hal yang harus dilakukan oleh seorang pasien untuk
mendapatkan kesembuhan yaitu pasien harus mempunyai sugesti tersendiri. Artinya
pasien harus yakin sebab kalau tidak ada keyakinan untuk sembuh secara otomatis
kondisi psikisnya menentukan kondisi fisiknya. Kalau psikisnya sudah pesimis tidak
akan sembuh maka secara otomatis fisik juga mengikuti. Jadi karakter atau tingkah laku
pasien itulah yang menjadi penghalang. Seringkali tingkah laku pasien membuat perawat
emosi atau rewel misalnya pasiennya merasa sehat atau mampu, padahal kondisi fisiknya
lemah, waktu-waktu istirahatpun tidak dimanfaatkan untuk memulihkan kondisi tubuh
yang lemah.Ada pasien yang penyakitnya sama misalnya jantung tetapi psikisnya

30
berbeda yaitu yang satu mempunyai semangat untuk sembuh tetapi yang lainnya sudah
pasrah, dan itulah kenyataan dari sifat manusia. Kepada pasien seperti ini perlu
pendekatan dan diajak untuk berkomunikasi. Kalau perawat memberikan pelayanan yang
baik, pasti pasien merasa senang dan puas sehingga pasien termotivasi untuk sembuh.

10.4PENCEGAHAN PENYAKIT
setiap pasien memiliki tingkah laku yang berbeda-beda yang dapat menghalangi
proses penyembuhan. Tingkah laku pasien memang tidak bisa diubah tetapi bisa
diperbaiki. Terkadang pasien mudah kecewa dan putus asa. Kebiasaan ini sulit dirubah
sebab apabila pasien sudah putus asa maka obat apapun yang diberikan, pasien tidak
akan percaya bahwa melalui obat yang diberikan kesembuhan dapat diperoleh. Karakter
seperti ini menyebabkan dokter mengalami kesulitan karena tidak ada rasa percaya diri
dari pihak pasien. Walaupun karakter pasien seperti itu tetapi dokter harus tetap
memberikan semangat untuk menghilangkan rasa tidak percaya diri. Jadi pasien tetap
diobati tetapi harus mengembalikan rasa percaya diri. Dikatakan demikian sebab
komunikasi antara dokter dengan pasien tidak bisa hanya melalui pemeriksaan fisik,
tetapi pasien juga harus aktif menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang apa yang pasien
rasakan dan alami. Kalau pasien tidak berbicara atau berdiam diri maka dokter tidak
dapat memberikan pelayanan yang optimal. Menurut kode etik keperawatan, tugas
seorang dokter adalah membuat analisa terhadap kondisi kesehatan pasien serta
mendiagnosa penyakit yang dialami. Hasil diagnosa disampaikan kepada perawat untuk
mempersiapkan obat-obatan yang dibutuhkan pasien sesuai petunjuk dokter. Jadi
perawat tidak hanya mendampingi dokter atau pasien tetapi juga menjadi penghubung.
Fungsi perawat sebagai penghubung adalah menerima danmeneruskan informasi baik
kepada pasien maupun dokter.Menurut pendapat 4 perawat yang diwawancarai bahwa
tingkah laku pasien itu berbeda-beda dan bisa menghambat proses penyembuhan.
Dilihat dari volume pekerjaan atau kesibukan di ruang perawatan, perawatlah yang
lebih banyak mendampingi pasien dalam ruang perawatan, mengontrol, melayani pasien
sesuai kebutuhannya dan memelihara lingkungan dimana pasien dirawat. Berdasarkan
pemahaman ini maka komunikasi antara pasien dengan perawat lebih akrab jika
dibandingkan dengan pasien dan dokter, karena dokter hanya dibutuhkan pada waktu-
waktu tertentu sedangkan perawat adalah orang yang 24 jam mendampingi pasien
sehingga dapat memahami watak, karakter serta kesulitannya.

31
Tugas seorang dokter adalah melayani pasien sebaik mungkin demi tercapainya
kesembuhan walaupun kadang-kadang menghadapi karakter pasien yang seolah-olah
tidak menghargai pelayanan seorang perawat, tetapi kesabaran itu sangat dibutuhkan.
Dengan kata lain bahwa tugas seorang perawat adalah merawat pasien tanpa membeda-
bedakan dalam segi apapun (suku, ras, agama, atau golongan). Dimata perawat semua
manusia itu sama sehingga harus memberikan yang terbaik kepada pasien demi
kesembuhannya. Kalau pasien mau supaya sehat harus dengan teratur menggunakan
obat yang diberikan dan kalau ada keluhan pasien maka perawat harus dengan penuh
kesabaran melayaninya.Hal yang harus dilakukan oleh seorang pasien untuk
mendapatkan kesembuhan yaitu pasien harus mempunyai sugesti tersendiri. Artinya
pasien harus yakin sebab kalau tidak ada keyakinan untuk sembuh secara otomatis
kondisi psikisnya menentukan kondisi fisiknya. Kalau psikisnya sudah pesimis tidak
akan sembuh maka secara otomatis fisik juga mengikuti. Jadi karakter atau tingkah laku
pasien itulah yang menjadi penghalang. Seringkali tingkah laku pasien membuat
perawat emosi atau rewel misalnya pasiennya merasa sehat atau mampu, padahal
kondisi fisiknya lemah, waktu-waktu istirahatpun tidak dimanfaatkan untuk
memulihkan kondisi tubuh yang lemah.Ada pasien yang penyakitnya sama misalnya
jantung tetapi psikisnya berbeda yaitu yang satu mempunyai semangat untuk sembuh
tetapi yang lainnya sudah pasrah, dan itulah kenyataan dari sifat manusia. Kepada
pasien seperti ini perlu pendekatan dan diajak untuk berkomunikasi. Kalau perawat
memberikan pelayanan yang baik, pasti pasien merasa senang dan puas sehingga pasien
termotivasi untuk sembuh.

32
DAFTAR PUSTAKA

Sutanto Hari. 2015.” Hipoglikemia: Sindrom Paraneoplastik pada Karsinoma Hepatoselular”.


Vol. 2, NO. 1

Guntur Budi. 2014.” IBU DIABETES MELLITUS GESTATIONAL (DMG) DENGAN


HIPOGLIKEMIA NEONATORUM”.

Hadiatma Mega. 2012. "Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Hipoglikemia Pada Pasien
Diabetes Mellitus Di Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Moewardi”

Ernawati. 2010. "Kemampuan Penatalaksanaan Hipoglikemia Berdasarkan Karakteristik Dan


Pengetahuan PAsien Diabetes Mellitus". Vol 13 No 1

Eliana Fatimah. 2015. "Penatalaksanaan DM Sesuai Konsesnsus Perkeni 2015". Jakarta

33

Anda mungkin juga menyukai