Anda di halaman 1dari 23

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI

Penyakit infeksi akut pada yang menyebabkan peradangan hati yang


disebabkan oleh Virus Hepatitis B. 1,2,3,4,5

Infeksi HBV mempunyai 2 fase akut dan kronis

Akut, infeksi muncul segera setelah terpapar virus beberapa kasus


berubah menjadi hepatitis fulminan.

Kronik, bila infeksi menjadi lebih lama dari 6 bulan

3.2 EPIDEMIOLOGI

WHO memperkirakan adanya 400 juta orang sebagai pengidap HBV pada

tahun 2000. Pola prevalensi hepatitis B dibagi menjadi 3 golongan yaitu

prevalensi rendah (HBsAg 0,2%-0,5% dan anti-HBs 4%-6%), prevalensi sedang

(HBsAg 2%-7% dan anti-HBs 20%-55%), dan prevalensi tinggi (HBsAg 7%-20%

dan anti-HBs 70%-95%).

Dinegara maju seperti Inggris, Amerika Serikat, dan Negara-negara

Skandinavia prevalensi HBsAg bervariasi antara 0,1%-0,2% sedangkan di Afrika

Timur 10%-15%. Pada komunitas terisolasi seperti orang Eskimo di Alaska

prevalensi dapat mencapai 45% dan Aborigin di Australia mencapai 85%. Pada

daerah dengan endemisitas tinggi infeksi sering terjadi pada usia dini, ditularkan

secara vertikal dari ibu ke anak maupun horizontal diantara anak kecil. Sebaliknya

pada daerah dengan prevalensi rendah penularan secara horizontal terjadi oleh

penyalahgunaan obat, penggunaan instrumen yang tidak steril pada klinik gigi,

tusuk jarum, tindik daun telinga, dan tattoo.

10
11

Di Indonesia pada penelitian terhadap donor darah di beberapa kota besar

didapatkan angka prevalensi antara 2,5%-36,2% dengan frekuensi terbanyak

antara 5-10%. Pada umumnya di luar Jawa angka ini lebih tinggi. Di Jakarta

prevalensi HBsAg pada suatu populasi umum adalah 4,1%. Angka-angka ini

sangat tinggi sehingga diperlukan suatu cara untuk menurunkannya.2

3.3 ETIOLOGI

Gambar 1. Virus Hepatitis B 7

Virus hepatitis B merupakan kelompok virus DNA dan tergolong dalam

family Hepadnaviridae. Nama family Hepadnaviridae ini disebut demikian karena

virus bersifat hepatotropis dan merupakan virus dengan genom DNA.

Termasuk dalam family ini adalah virus hepatitis woodchuck (sejenis

marmot dari Amerika Utara) yang telah diobservasi dapat menimbulkan

karsinoma hati, virus hepatitis B pada bebek Peking, dan bajing tanah (ground

squirrel). Virus hepatitis B tidak bersifat sitopatik. 1,2,5


12

Gambar 2. Rantai DNA Virus Hepatitis B 7

Virus hepatitis B akan tetap bertahan pada proses desinfeksi dan sterilisasi

alat yang tidak memadai, selain itu VHB juga tahan terhadap

pengeringan dan penyimpanan selama 1 minggu atau lebih. Virus hepatitis B

yang utuh berukuran 42 nm dan berbentuk seperti bola, terdiri dari partikel genom

(DNA) berlapis ganda dengan selubung bagian luar dan nukleokapsid di bagian

dalam. Nukleokapsid ini berukuran 27 nm dan mengandung genom (DNA)

VHB yang sebagian berantai ganda (partially double stranded) dengan

bentuk sirkular. Selama infeksi VHB, terdapat 2 macam partikel virus

yang terdapat dalam darah yaitu : virus utuh (virion) yang disebut juga partikel

Dane dan selubung virus yang kosong (HBsAg). Ukuran kapsul virus kosong
1
berukuran 22 nm, dapat berbentuk seperti bola atau filament.

Gambar 3. Genom Virus Hepatitis B 7


13

Genom VHB terdiri dari kurang lebih 3200 pasangan basa.

Telah diketahui adanya 4 open reading frame (ORF) virus hepatitis B

yang letaknya berhimpitan.Keempat ORF itu adalah S untuk gen S (surface/

permukaan), C untuk gen C (core), X untuk gen X, P untuk gen P (polymerase).

Dua ORF lainnya (ORF5 dan ORF6) telah dideskripsikan tetapi masih

membutuhkan konfirmasi lebih lanjut. 1

Gen S dan C mempunyai hulu yang disebut pre-S dan pre-C. daerah C dan

pre-C mengkode protein nukleokapsid, HBcAg dan HBeAg. Daerah Pre-C terdiri

dari 87 nukleotida yang mengkode untuk 29 asam amino , sedangkan gen C

mengkode 212 asam amino precursor untuk HBeAg. ORF S terdiri dari bagian

pre-S2, dan S, mengkode untuk protein HBsAg. Gen ini terdiri dari 226 asam
1,2,3,4
amino.

Gen P merupakan ORF terpanjang dan mengkode DNA polymerase, gen

ini juga berfungsi sebagai reverse transcriptase. Gen X mengkode 2

protein yang bekerja sebagai transaktivator transkripsional, berfungsi

membantu replikasi virus. Gen ini merupakan ORF terpendek. Gen ini

mengkode untuk pembentukan protein X VHB (HBxAg) yang terdiri dari 154

asam amino. Protein ini juga berperan pada pathogenesis karsinoma

hepatoselualar (KHS). 1,2,3

Adanya DNA-VHB di dalam serum merupakan baku emas untuk menilai

aktivitas replikasi virus. DNA-VHB dapat dideteksi dengan metode

hibridisasi atau dengan metode yang lebih sensitive yaitu dengan polymerase-
14

chain-reaction (PRC). DNA-VHB kuantitatif sangat bermanfaat untuk

memperkirakan respons penyakit terhadap terapi. 1.8,9,

Gambar 4. Perkembangbiakan Virus Hepatitis B di Hati 8

Siklus hidup Hepatitis B virus adalah kompleks. Hepatitis B adalah satu

dari beberapa non-retroviral yang menggunakan transkripsi kebalikan

sebagai sebuah bagian dari proses replikasinya. Virus meningkatkan

masukan ke sel dengan cara membuat suatu sel peka rangsangan terhadap

permukaan dari sel dan masuk ke sel tersebut dengan endocytosis. Secara

parsial lilitan ganda DNA virus kemudian membuat secara penuh lilitan

ganda serta mentransformasikan ke dalam covalently menutup DNA melingkar

(cccDNA) yang bertindak sebagai satu cetakan (template) untuk penyalinan

empat mRNA virus. MRNA paling besar, (adalah lebih panjang dari genom

virus), digunakan untuk membuat copy baru dari genom dan untuk membuat inti

capsid protein serta DNA virus polymerase. Empat catatan virus Ini

mengalami pemrosesan tambahan dan meneruskan untuk membentuk

keturunan virions yang bebas dari sel atau kembali ke nukleus serta re-cycled

untuk menghasilkan lebih lagi mengcopy. MRNA lama kemudian mengangkut


15

kembali ke sitoplasma dimana virion P protein mensintesa DNA melalui


2
kebalikan aktivitas transkriptase.

3.4 CARA TRANSMISI

Transmisi VHB terutama melalui darah atau cairan tubuh (jalur

parenteral) yang terdiri dari transmisi vertikal (perinatal) dan horizontal.

Transmisi perinatal terjadi dari ibu ke bayi, sedang transmisi horizontal umumnya

karena kontak erat antar keluarga/individu. Transmisi perinatal dari ibu yang

terinfeksi virus hepatitis B (VHB) ke bayi adalah salah satu cara transmisi yang

paling serius karena bayi lahir akan memiliki risiko tertinggi untuk menjadi

hepatitis kronis dan dapat berlanjut menjadi sirosis atau karsinoma

hepatoselular. Transmisi vertical ini dapat terjadi intrauterin (pranatal), saat lahir

(intranatal), dan setelah lahir (pascanatal). Transmisi intrauterin sangat jarang,

hanya terjadi pada <2% dari seluruh kejadian transmisi perinatal.

Besarnya risikotransmisi vertikal ini sangat ditentukan oleh status serologi ibu.

Bila HBsAg dan HBeAg ibu positif, risiko transmisi vertikal sangat tinggi yaitu

sebanyak 70-90%, sementara bila hanya HBsAg yang positif, risiko transmisi

vertikal tersebut lebih rendah yaitu 10-67%. Bila anti HBe ibu positif, berpotensi
1,3,4
untuk menimbulkan hepatitis fulminan pada bayi, walaupun jarang terjadi.

3.5 PATOGENESIS

Hepatitis B, tidak seperti hepatitis virus lain, merupakan virus nonsitopatik

yang mungkin menyebabkan cedera dengan mekanisme yang diperantarai imun.


16

Langkah pertama dalam hepatitis akut adalah infeksi hepatosit oleh

HBV, menyebabkan munculnya antigen virus pada permukaan sel. Yang paling

penting dari antigen virus ini mungkin adalah antigen nukleokapsid, HBcAg dan

HBeAg, pecahan produk HBcAg. Antigen-antigen ini, bersama dengan protein

histokompatibilitas (MHC) mayor kelas I, membuat sel suatu sasaran untuk


1,4,5
melisis sel T sitotoksis.

Mekanisme perkembangan hepatitis kronis kurang dimengerti

dengan baik. Untuk memungkinkan hepatosit terus terinfeksi, protein core atau

protein MHC kelas I tidak dapat dikenali, limfosit sitotoksik tidak dapat

diaktifkan, atau beberapa mekanisme lain yang belum diketahui dapat

mengganggu penghancuran hepatosit. Agar infeksi dari sel ke sel berlanjut,

beberapa hepatosit yang sedang mengandung virus harus bertahan hidup. 1,4,5

Mekanisme yang diperantarai imun juga dilibatkan pada keadaan-

keadaanekstrahepatis yang dapat dihubungkan dengan infeksi HBV.

Kompleks imun yang sedang bersirkulasi yang mengandung HBsAg

dapat terjadi pada penderita yang mengalami poliartritis, glomerulonefritis,

polimialgia reumatika, krioglobulinemia, dan sindrom Guillan Barre yang

terkait. 1,3

Mutasi HBV lebih sering terkait untuk virus DNA biasa, dan sederetan

strain mutan telah dikenali. Yang paling penting adalah mutan yang menyebebkan

kegagalan mengekspresikan HBAg dan telah dihubungkan dengan perkembangan


1,3
hepatitis berat dan mungkin eksaserbasi infeksi HBV kronis yang lebih berat.
17

Selama infeksi HBV akut berbagai mekanisme sistem imun diaktivasi

untuk mencapai pembersihan virus dari tubuh. Bersamaan dengan itu terjadi

peningkatanserum transaminase, dan terbentuk antibodi spesifik terhadap

protein HBV, yang terpenting adalah anti-HBs. 1

Untuk dapat membersihkan HBV dari tubuh seseorang dibutuhkan respons

imun non-spesifik dan respons imun spesifik yang bekerja dengan baik.

Segera setelah infeksi virus terjadi mekanisme efektor system imun non-spesifik

diaktifkan, antara lain interferon. Interferon ini meningkatkan ekspresi HLA

kelas I pada permukaan sel hepatosit yang terinfeksi VHB, sehingga

nantinya memudahkan sel T sitotoksis mengenal sel hepatosit yang

terinfeksi dan melisiskannya. Selanjutnya antigen presenting cell (APC)

seperti sel makrofag atau sel Kupffer akan memfagositosis dan mengolah VHB.

Sel APC ini kemudian akan mempresentasikan antigen VHB dengan bantuan

HLA kelas II pada sel CD4 (sel T helper / Th) sehingga terjadi ikatan dan

membentuk suatu kompleks. Kompleks ini kemudian akan mengeluarkan

produk sitokin. Sel CD4 ini mulanya adalah berupa Th0, dan akan berdiferensiasi

menjadi Th1 atau Th2. Diferensiasi ini tergantung pada adanya sitokin yang
1
mempengaruhinya.

Pada tipe diferensiasi Th0 menjadi Th1 akan diproduksi sitokin IL-2 dan

IFN γ, sitokin ini akan mengaktifkan sel T sitotoksis untuk mengenali

sel hepatosit yang terinfeksi VHB dan melisiskan sel tersebut yang berarti juga

melisiskan virus. Pada hepatitis B kronis sayangnya hal ini tidak terjadi.
18

Diferensiasi ternyata lebih dominan ke arah Th2, sehingga respons imun yang

dihasilkan tidak efektif untuk eliminasi virus intrasel. 1

Selain itu, IL-12 yang dihasilkan kompleks Th dan sel APC akan

mengaktifkan sel NK (natural killer). Sel ini merupakan sel primitive yang secara

non-spesifik akan melisiskan sel yang terinfeksi. Induksi dan aktivasi sitotoksis

dan proliferasi sel NK ini bergantung pada interferon. Walaupun peran sel

NK yang jelas belum diketahui, tampaknya sel ini berperan penting

untuk terjadi resolusi infeksi virus akut. Pada hepatitis B kronis diketahui

terdapat gangguan fungsi sel NK ini. 1

3.6 GEJALA KLINIS

1. Hepatitis Akut

Manifestasi klinis infeksi HBV cenderung ringan. Kondisi asimptomatis

ini terbukti dari tingginya angka pengidap tanpa adanya riwayat hepatitis akut.

Apabila menimbulkan gejala hepatitis, gejalanya menyerupai hepatitis virus yang

lain tetapi dengan intensitas yang lebih ringan. Gejala yang muncul terdiri atas

gejala seperti flu dengan malaise, lelah, anoreksia, mual dan muntah, timbul

kuning atau ikterus dan pembesaran hati dan berakhir setelah 6-8 minggu. Dari

pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan kadar AST dan ALT sebelum

timbulnya gejala klinis, yaitu 6-7 minggu setelah terinfeksi. Pada beberapa kasus

dapat didahului gejala seperti serum sickness, yaitu nyeri sendi dan lesi kulit

(urtikaria, purpura, makula, dan makulopapular). Ikterus terdapat pada 25%

penderita, biasanya mulai timbul saat 8 minggu setelah terinfeksi dan berlangsung
19

selama 4 minggu. Gejala klinis ini jarang terjadi pada infeksi neonatus, 10% pada

anak dibawah umur 4 tahun dan 30% pada dewasa. Sebagian besar penderita

hepatitis B simptomatis akan sembuh tetapi dapat menjadi kronis pada 10%
2
dewasa, 25% anak, 80% bayi.

2. Hepatitis Kronis

Definisi hepatitis kronis adalah terdapatnya peningkatan kadar

aminotransferase atau HBsAg dalam serum, minimal selama 6 bulan. Sedangkan

sebagian besar penderita hepatitis kronis adalah asimtomatis atau bergejala ringan

dan tidak spesifik. Peningkatan kadar aminotransferase serum (bervariasi mulai

dari minimal sampai 20 kali nilai normal) menunjukkan adanya kerusakan

jaringan hati yang berlanjut. Fluktuasi kadar aminotransferase serum mempunyai

korelasi dengan respons imun terhadap HBV. Pada saat kadar aminotransferase

serum meningkat dapat timbul gejala klinis hepatitis dan IgM anti-HBc. Namun

gejela klinis ini tidak berhubungan langsung dengan beratnya penyakit, tingginya

kadar aminotransferase serum , atau kerusakan jaringan hati pada biopsi. Pada

penderita hepatitis kronis-aktif yang berat (pada pemeriksaan histopatologis

didapatkan bridging necrosis), 50% diantaranya akan berkembang menjadi sirosis

hati setelah 4 tahun, sedangkan penderita hepatitis kronis-aktif sedang akan

menjadi sirosis selama 6 tahun. Kecepatan terjadinya sirosis mungkin

berhubungan dengan beratnya nekrosis jaringan hati yang dapat berubah dari

waktu kewaktu sehingga untuk melakukan perkiraan kapan timbulnya sirosis

pada individu sukar untuk ditentukan.


20

3. Gagal hati Fulminan

Gagal hati fulminan terjadi pada tidak lebih dari 1% penderita hepatitis B

akut simtomatik. Gagal hati fulminan ditandai dengan timbulnya ensefalopati

hepatikum dengan beberapa minggu setelah munculnya gejela pertama hepatitis,

disertai ikterus, gangguan pembekuan, dan peningkatan kadar aminotransferase

serum sehingga ribuan unit. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya reaksi

imunologis yang berlebihan dan menyebabkan nekrosis jaringan hati yang luas.

4. Pengidap Sehat

Pada golongan ini tidak didapatkan gejala penyakit hati dan kadar

aminotransferase serum dalam batas normal. Dalam hal ini terjadi toleransi

imunologis sehingga tidak terjadi kerusakan pada jaringan hati. Kondisi ini sering

terjadi pada bayi didaerah endemik yang terinfeksi secara vertikal dari ibunya.

Prognosis bagi pengidap sehat adalah membaik (anti HBe positif) sebesar 10%

setiap tahun, menderita sirosis pada umur diatas 30 tahun sebesar 1% dan

menderita karsinoma hati kurang dari 1%. 2

Gambar 5. Keadaan hati pada hepatitis yang menjadi kronis 9


21

3.7 DIAGNOSIS

Dasar diagnosis hepatitis B adalah diagnosis klinis dan serologis. Pada

saat awal infeksi HBV terjadi toleransi imunologis, dimana virus masuk kedalam

sel hati melalui aliran darah. Dan dapat melakukan replikasi tanpa adanya

kerusakan jaringan hati dan tanpa gejala klinis. Pada saat ini DNA HBV, HBsAg,

HBeAg, dan anti-HBc terdeteksi dalam serum. Keadaan ini berlangsung

selama bertahun-tahun terutama pada neonatus dan anak yang dinamakan

sebagai pengidap sehat. Pada tahap selanjutnya terjadi reaksi imunologis

dengan akibat kerusukan sel hati yang terinfeksi. Pada akhirnya penderita dapat

sembuh atau berkembang menjadi hepatitis kronis. 2

Antigen Interpretasi Bentuk Klinis

3.8 DIAGNOSA BANDING

Diagnosis banding hepatitis B kronis adalah hepatitis C, defisiensi α 1 -

antitrypsin, tyrosinemia, cystic fibrosis, gangguan metabolism asam amino

atau gangguan metabolisme karbohidrat atau gangguan oksidasi asam


22

lemak. Penyebab lain dari hepatitis kronis pada anak termasuk penyakit

Wilson’s, hepatitis autoimun, dan pengobatan yang hepatotoksik. 1,4

3.9 PENATALAKSANAAN

Pada hepatitis virus akut, sebagian besar kasus akan sembuh dan sebagian

kecil menjadi kronis. Prinsipnya adalah suportif dan pemantauan gejala

penyakit. Pasien dirawat bila ada dehidrasi berat dengan kesulitan

masukan per oral, kadar SGOT-SGPT >10 kali nilai normal atau bila ada

kecurigaan hepatitis fulminan. Namun idak demikian pada neonatus, bayi, dan

anak dibawah 3 tahun dimana infeksi HBV tidak menimbulkan gejala klinis

hepatitis akut dan sebagian besar (80%) akan menjadi kronis. Pengobatan

hepatitis B kronis merupakan masalah yang sulit dan sampai saat ini hasilnya

tidak memuaskan, terutama pada anak. Tujuan pengobatan hepatitis B kronis

adalah penyembuhan total dari infeksi HBV sehingga infeksi tersebut dieliminasi

dari tubuh dan kerusakan yang ditimbulkan oleh reaksi imunologis

didalam hati terutama sirosis serta komplikasinya dapat dicegah. Hanya

penderita dengan replikasi aktif (ditandai dengan HBeAg dan DNA HBV serum

positif) dan hepatitis kronis denganpeningkatan kadar aminotransferase serum

yang akan memberikan hasil baik terhadap pengobatan.

1. Interferon Alfa

Pengobatan dengan interferon-alfa 2b (IFN-α2b) adalah

pengobatan standart untuk penderita hepatitis B kronis dengan gejala

dekompensasi hati (asites, ensefalopati, koagulopati, dan hipoalbuminemia)


23

dengan penanda replikasi aktif (HBeAg dan DNA HBV) serta

peningkatan kadar aminotransferase serum.

Kontraindikasi penggunaan interferon adalah neutropenia,

trombositopenia, gangguan jiwa, adiksi terhadap alkohol, dan

penyalahgunaan obat. Dosis interferon adalah 3 MU/m2 secara subkutan

tiga kali dalam seminggu, diberikan selama 16 minggu. Efek samping interferon

dapat berupa efek sistemik, autoimun, hematologis, imunologis,

neurologis, dan psikologis.

Efek sistemik dapat berupa lelah, panas, nyeri kepala, nyeri otot, nyeri

sendi, anoreksia, penurunan berat badan, mual, muntah, diare, nyeri perut, dan

rambut rontok.

Efek auto imun ditandai dengan timbulnya auto antibodi, antibody anti-

interferon, hipertiroidisme, hipotiroidisme, diabetes, anemia hemolitik,

dan purpura trombositopenik.

Efek hematologis berupa penurunan jumlah trombosit, jumlah sel darah

putih dan kadar hemoglobin.

Efek imunologis berupa mudah terkena infeksi bakrerial seperti

bronchitis, sinusitis, abses kulit, infeksi saluran kemih, peritonitis, dan sepsis.

Efek neurologis berupa kesulitan konsentrasi, kurang motivasi, gangguan

tidur, delirium dan disorientasi, kejang, koma, penurunan pendengaran,

tinnitus, vertigo, penurunan pengelihatan, dan perdarahan retina.

Sedangkan efek psikologis berupa gelisah, iritabel, depresi, paranoid,

penurunan libido, dan usaha bunuh diri.


24

2. Analog nukleosida

Lamivudin, famsiklovir, dan adefovir adalah golongan analog nukleosida

yang menghambat replikasi HBV. Lamivudin efektif dan kurang menimbulkan

efek samping daripada interferon: dosisnya 3mg/kgBB sekali sehari selama 52

minggu atau 1 tahun. Terjadi perbaikan gambaran histologis pada 52-67%

kasus, sedangkan hilangnya HBeAg dan timbulnya anti-HBe sebesar 17-18%.

Penelitian pada anak menunjukkan serokonversi HBeAg menjadi anti-HBe

sebesar 23%. Pada penderita dekompensasi hati, lamivudin memperbaiki skor

Child-Pugh.

Lamivudin adalah obat utama untuk penderita dengan replikasi

aktif dan peningkatan kadar aminotransferase serum dengan spesifikasi:

kontraindikasi penggunaan interferon terutama penderita yang mengalami

dekompensasi hati.

Penderta dengan mutasi pre-core HBV mendapat imunosupresif dalam

jangka lama dan kemoterapi. Pada penderita yang mengalami kegagalan

pengobatan dengan interferon dapat diberikan lamivudin. Apabila dengan

pemberian lamivudin terjadi mutasi YMDD pada HBV, maka dapat diberikan

adefovir atau gansiklovir. Penggunaan lamivudin pada anak selama 52 minggu

dengan dosis 3mg/kgBB memberi respons yang signifikan terhadap virus.

Kombinasi terapi antara interferon dengan lamivudin tidak lebih baik dibanding
2
pengobatan lamivudin saja.
25

3.10 KOMPLIKASI

Hepatitis fulminan akut terjadi lebih sering pada HBV daripada virus

hepatitis lain, dan risiko hepatitis fulminan lebih lanjut naik bila ada

infeksi bersama atau superinfeksi dengan virus hepatitis D. Mortalitas hepatitis

fulminan lebih besar dari 30%.

Transplantasi hati adalah satu-satunya intervensi efektif; perawatan

pendukung yang ditujukan untuk mempertahankan penderita sementara memberi

waktu yang dibutuhkan untuk regenerasi sel hati adalah satu per satu.

3.11 PENCEGAHAN

Imunisasi Pada Bayi

Ibu yang menderita hepatitis akut selama hamil atau HBsAg positif dapat

menularkan hepatitis B pada bayinya, untuk itu diperlukan pencegahan dengan:

1. berikan dosis awal vaksin hepatitis B 0,5 mL IM dalam 12 jam setelah lahir

dilanjutkan dosis ke-2 dan ke-3 pada usia 1 dan 6 bulan.

2. bila tersedia berikan immunoglobulin hepatitis B (HBIG) 200 IU (0,5 mL) IM

disuntikkan pada paha sisi lainnya dalam waktu 24 jam setelah lahir (paling

lambat 48 jam setelah lahir.

3. yakinkan ibu untuk tetap menyusui bayinya.

4. apabila bayi menderita hepatitis B congenital dapat diberikan lamivudin,

tenofovir,atau adefovir atau etanercept sesuai dengan petunjuk ahli penyakit

infeksi.
26

AAP (American Academy of Pediatrics) merekomendasikan bahwa bayi

yang dilahirkan dari ibu yang HBsAg negative mendapat dosis vaksin pertama

pada saat lahir, kedua pada umur 1-2 bulan, dan ketiga 6 bulan.

Indonesia adalah Negara dengan angka prevalensi HB berkisar antara 5-

20% termasuk Negara dengan endemisitas sedang sampai dengan tinggi, dengan

transmisi verikal 48%. Oleh karena itu, strategi yang paling tepat untuk Indonesia

adalah vaksinasi bayi secepat mungkin setelah dilahirkan. Pemberian vaksinasi

bertujuan untuk merangsang system imun agar membentuk kekebalan humoral

(antigen-spesifik humoral antibody) dan kekebalan seluler. Tidak seperti

kekebalan pasif yang berlangsung sementara, maka kekebalan aktif biasanya

bertahan untuk beberapa tahun. Vaksin akan berinteraksi dengan system imun dan

umumnya menghasilkan respons imun yang sama dengan yang dihasilkan oleh

infeksi alami, tetapi penerima vaksin tidak menjadi sakit atau terserang

komplikasi. Vaksin juga menimbulkan immunologic memory yang serupa

dengan yang didapat dari infeksi alami. 4


27

Banyak faktor yang mempengaruhi imun respons terhadap vaksinasi,

antara lain adanya antibodi maternal, sifat dan dosis antigen, cara

pemberian dan adanya adjuvant. Faktor penerima vaksin juga berpengaruh

antara lain, umur, status nutrisi, genetik, dan penyakit yang sedang diderita. 3,4

Vaksin HB ternasuk vaksin inactivated, yaitu vaksin yang terdiri dari

bagian dari virus dan tidak mengandung virus hidup. Oleh karena itu,

vaksin HB tidak menyebabkan replikasi virus hepatitis dan tidak menyebabkan

penyakit. Ia juga tidakdapat bermutasi kearah lebih pathogen. Vaksin HB

merupakan HBsAg murni yang terikat dengan adjuvant alum. HBsAg adalah

glikoprotein yang membentuk selubung (envelope) luar dari virus HB.

HBsAg bisa berasal dari proses pemurnian plasma pengidap (plasma

derived vaccine) atau diproduksi dalam yeast atau sel mamalia

menggunakan teknologi rekombinan (recombinant vaccine). 3,4


28

5
Vaksin Derivat Plasma

Pada infeksi alamiah dengan virus HB, sel hati akan

memproduksi HBsAg secara berlebihan dari yang dibutuhkan untuk

membungkus partikel virus. Kelebihan HBsAg ini adalah kemampuan untuk

membentuk partikel sferis dan tubular berukuran 22mm. vaksin HB dibuat dengan

memurnikan partikel HBsAg yang berasal dari plasma pengidap. Bahan vaksin

diinaktivasi untuk menjamin tidak ada lagi virus maupun mikro-organisme lain

yang infeksius. Vaksin HB asal plasma telah diberikan pada lebih dari 70 juta

orang dengan kemanan dan efektivitas yang luar biasa.Program imunisasi

nasional Indonesia menggunakan vaksin jenis ini yang diproduksi PT Bio

Farma dengan teknologi KGCC (Koren Green Cross Corporation) sejak 1991

sampai dengan 1998. Vaksin HB asal plasma ini memiliki beberapa keterbatasan

bila digunakan dalam program universal :

1. Terbatasnya darah pengidap HB yang sehat

2. Perlu ketelitian dalam proses pemurnian dan inaktivasi

3. Kekhawatiran akan kontaminasi pathogen yang berasal dari darah.

Keterbatasan ini menyebabkan harga vaksin asal plasma ini terlalu mahal

untuk Negara berkembang, sehingga para ahli mengembangkan vaksin

dengan teknologi rekombinan.

Vaksin Rekombinan HB

Vaksin HB ini dibuat dari yeast atau sel mamalia, sel-sel ini berisi

plasmid yang sudah disisipi gen HBsAg, sehingga dengan replikasi yeast maka
29

plasmid turut ber-replikasi dan menghasilkan HBsAg dalam jumlah banyak.

Bentuk HBsAg sferis yang dihasilkan serupa dengan partikel sferis 22 nm alami,

baik dalam hal komposisi kimia maupun imunogenisitasnya. Vaksin HB ini dapat

diproduksi dalam jumlah tidak terbatas di dalam fermentor, sehingga tak ada lagi

kekhawatiran akan habisnya bahan asal antigen sebagaimana halnya dengan

pemakaian vaksin asal plasma. Sejak tahun 1998 program nasional telah

menggunakan vaksin rekombinan produksi PT Bio Farma dengan

teknologi KGCC. Yeast yang digunakan bukan Saccharomyces cerevisiae

tetapi Hansenula polymorpha yang memiliki banyak keunggulan antara lain

plasmid yang stabil dan produktivitas yang tinggi.

Efikasi vaksin HB rekombinan

Setelah 3 x suntikan IM, lebih dari 90 % orang dewasa sehat dan lebih dari

95 %bayi dan anak usia kurang dari 19 tahun akan memberikan repons imun yang

cukup. Walaupun terjadi penurunan imunogenisitas yang tergantung dari faktor

umur (setelah umur 40 tahun). Sejumlah 90 % penerima vaksin masih

memperlihatkan respons imun yang adekuat. Namun demikian, mendekati

umur 60 tahun hanya 70 % yang menunjukkan respons imun. Dosis

vaksin yang direkomendasikan dapat berbeda tergantung dari umur

penerima vaksin, kondisi tertentu, dan tipe vaksin


30

Penyuntikan yang dianjurkan adalah intramuscular pada musculus

deltoideus untuk anak besar dan orang dewasa, sedangkan pada bayi sebaiknya

pada bagian anterolateral paha. Penyuntikan orang dewasa di bokong

akan mengurangi imunogenisitas vaksin. Antibody yang ditimbulkan karena

vaksinasi akan menurun dengan waktu, tetapi immune memory akan menetap

sampai kira-kira 13 tahun setelah imunisasi, sehingga baik anak maupun

dewasa dengan antibody yang menurun ini masih terlindung terhadap

infeksi HBV yang serius (klinis, antigenemia, kelainan fungsi HB). Paparan

dengan HBV akan menimbulkan respons anamnestik anti-HBs yang akan

mencegah timbulnya gejala klinis infeksi.

4
Vaksin HB dalam kemasan uniject

Uniject adalah alat suntik terbuat dari plastic yang disposable, pre-filled

dengan obat dosis tunggal. Obatnya tertutup rapat dalam blister, dengan jarum

yang terpasang permanent. Uniject ini dirancang untuk mencegah

penggunaan ulang alat suntik, sehingga menjamin safe infection, tidak ada

risiko tertular penyakit lain melalui suntik bekas yang terkontaminasi.

Di samping itu mengingat sifat vaksin HB yang relative stabil

terhadap perubahan suhu, yaitu hanya sedikit kehilangan potensi setelah

penyimpanan pada 37ºc selama 6 bulan, maka WHO menganggap vaksin HB

adalah calon vaksin yang dalam kondisi tertentu dapat dipakai di luar rantai

dingin, hal ini bertujuan agar dapat memperluas cakupan imunisasi universal pada

bayi.
31

Upaya pencegahan umum terhadap HBV yang seyogianya dilakukan pula

adalah : 5

1. Uji tapis donor darah terhadap HBV

2. Sterilisasi alat operasi, alat suntik, peralatan gigi

3. Penggunaan sarung tangan oleh tenaga medis

4. Mencegah kemungkinan terjadinya mikrolesi yang dapat menjadi

tempat masuknya

virus, seperti pemakaian sikat gigi, sisir, alat pencukur rambut pribadi

5. Untuk mencegah transmisi vertical, semua ibu hamil terutama yang

berisiko terinfeksi HBV sebaiknya dianjurkan untuk diperiksa

terhadap HBV. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada awal dan

trimester ketiga kehamilan.


32

Anda mungkin juga menyukai