Laporan Kasus KPD
Laporan Kasus KPD
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Bagian Ilmu Obstetri Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh – RSUCM
Oleh
Marini Siagian, S.Ked
NIM: 120611045
Preseptor :
dr. Nilawati Zulkarnain, Sp.OG
Segala puji dan syukur yang tak terhingga penulis hanturkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
referat ini sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada bagian SMF Ilmu Obstetri Ginekologi di Rumah Sakit Umum Cut Meutia
Aceh Utara.
bagian SMF Ilmu Obstetri Ginekologi atas waktu dan tenaga yang telah
masa yang akan datang. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah
usia gestasi 37 minggu dan disebut KPD aterm atau premature rupture of
membranes (PROM) dan sebelum usia gestasi 37 minggu atau KPD preterm atau
yang cukup besar dan cenderung meningkat. Kejadian KPD aterm terjadi pada
sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm dan PPROM terjadi pada terjadi pada sekitar
2-3% dari semua kehamilan tunggal dan 7,4% dari kehamilan kembar. PPROM
merupakan komplikasi pada sekitar 1/3 dari semua kelahiran prematur (ACOG,
2012).
10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Prawirohardjo,
2008). Sedangkan insidensi ketuban pecah dini preterm terdapat sekitar 2-5 % dari
mengalami KPD preterm akan mengalami infeksi yang berpotensi berat, bahkan
fetus/neonatus akan berada pada risiko morbiditas dan mortalitas terkait KPD
preterm yang lebih besar dibanding ibunya, hingga 47,9% bayi mengalami
perinatal, dan kompresi tali pusat in utero merupakan komplikasi yang umum
dalam praktik penatalaksanaan KPD aterm dan KPD preterm, seperti waktu
I. IDENTITAS
Nama : Ny. R
MR : 084000
Umur : 21 tahun
Status : Menikah 1 x
Agama : Islam
Suami
Nama : Suryadi
Umur : 26 tahun
Status : menikah 1 x
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
II. ANAMNESIS
Pasien G1P0A0H0 datang dengan keluhan keluar cairan dari jalan lahir sejak
6 jam sebelum masuk rumah sakit. Cairan yang keluar berupa air bening tidak
berbau tanpa disertai lendir dan darah. Cairan mengalir keluar cairan dari jalan
lahir selama sekitar lebih dari 20 menit, sebanyak kira-kira Keluhan disertai
muntah lebih dari 3 kali dalam 1 hari ini serta nyeri kepala.
Adanya riwayat trauma disangkal. Selama hamil pasien rutin control dengan
Riwayat Kontrasepsi
Tidak ada
Riwayat Obstetri
G1P0A0H0
Menarche : 12 Tahun
b. Kesadaran : Composmentis
d. Status Generalis
Kepala : Normocephal
e. Status Obstetri
Pemeriksaan luar
Leopold II : kiri teraba keras seperti papan, kanan teraba bagian kecil
His :-
IV. DIAGNOSIS
G1P0A0H0 Primigravida Usia Kehamilan 39 minggu dengan Ketuban Pecah Dini
V. RENCANA PENGELOLAAN
kontraindikasi
persalinan
Rencana SC elektif
Pasang D/C
Infus Ringer laktat
VIII. FOLLOW UP
1. Pengertian
pecahnya ketuban sebelum waktunya tanpa disertai tanda inpartu dan setelah satu
jam tetap diikuti dengan proses inpartu sebagaimana mestinya (Manuaba, 2007).
Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37 minggu dan
disebut KPD aterm atau premature rupture of membranes (PROM) dan sebelum
usia gestasi 37 minggu atau KPD preterm atau preterm premature rupture of
Kejadian KPD aterm terjadi pada sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm dan
PPROM terjadi pada terjadi pada sekitar 2-3% dari semua kehamilan tunggal dan
7,4% dari kehamilan kembar. PPROM merupakan komplikasi pada sekitar 1/3
10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Prawirohardjo,
2008). Sedangkan insidensi ketuban pecah dini preterm terdapat sekitar 2-5 % dari
dan umumnya diikuti oleh persalinan dan kelahiran spontan. Dalam percobaan
acak besar, satu setengah wanita dengan KPD yang ditangani dengan baik berhasil
melahirkan dalam 5 jam dan 95% melahirkan dalam 28 jam setelah pecahnya
(ACOG, 2016).
beberapa kondisi internal ataupun eksternal yang diduga terkait dengan ketuban
pecah dini. Yang termasuk dalam faktor internal diantaranya usia ibu, paritas,
termasuk dalam faktor eksternal adalah infeksi dan status gizi. Sebab-sebab
terjadinya ketuban pecah dini yaitu Infeksi STD, kaktor sosial: perokok, minum
Pasien lain yang juga berisiko adalah pasien dengan status sosioekonomi
multipel dan polihidramnion). Prosedur yang dapat berakibat pada kejadian KPD
aterm antara lain sirklase dan amniosentesis. Tampaknya tidak ada etiologi
tunggal yang menyebabkan KPD. Infeksi atau inflamasi koriodesidua juga dapat
menyebabkan KPD preterm. Penurunan jumlah kolagen dari membran amnion
3. Patogenesis
Mekanisme pecah ketuban yang terjadi sebelum aterm terjadi oleh karena
berbagai faktor yang akhirnya mempercepat lemahnya membran ketuban. Hal ini
Asending infeksi melalui kolonisasi bakteri juga dapat menyebabkan lokal respon
(Kawilarang, 2014).
uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah
kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Faktor risiko untuk
dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati waktu
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga,
hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim dan gerakan janin. Pada
ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban pecah dini pada
infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban pecah dini prematur sering terjadi
4. Klasifikasi
a. KPD preterm
Ketuban pecah dini preterm adalah pecah ketuban yang terbukti dengan
vaginal pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) pada usia <37 minggu
sebelum onset persalinan. KPD sangat preterm adalah pecah ketuban saat umur
kehamilan ibu antara 24 sampai kurang dari 34 minggu, sedangkan KPD preterm
saat umur kehamilan ibu antara 34 minggu sampai kurang 37 minggu. Definisi
preterm bervariasi pada berbagai kepustakaan, namun yang paling diterima dan
pecahnya ketuban sebelum waktunya yang terbukti dengan vaginal pooling, tes
nitrazin dan tes fern (+), IGFBP-1 (+) pada usia kehamilan ≥ 37 minggu.
5. Diagnosis
Penilaian awal dari ibu hamil yang datang dengan keluhan KPD aterm harus
meliputi 3 hal, yaitu konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia gestasi dan presentasi
janin, dan penilaian kesejahteraan maternal dan fetal. Tidak semua pemeriksaan
penunjang terbukti signifikan sebagai penanda yang baik dan dapat memperbaiki
luaran. Oleh karena itu, akan dibahas mana pemeriksaan yang perlu dilakukan dan
KPD aterm didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien dan visualisasi
adanya cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Dari anamnesis perlu diketahui
waktu dan kuantitas dari cairan yang keluar, usia gestasi dan taksiran persalinan,
riwayat KPD aterm sebelumnya, dan faktor risikonya. Pemeriksaan digital vagina
yang terlalu sering dan tanpa indikasi sebaiknya dihindari karena hal ini akan
terlebih dahulu dengan lubrikan yang dilarutkan dengan cairan steril dan
menilai adanya servisitis, prolaps tali pusat, atau prolaps bagian terbawah janin
(pada presentasi bukan kepala); menilai dilatasi dan pendataran serviks,
mendapatkan sampel dan mendiagnosis KPD aterm secara visual. Dilatasi serviks
dan ada atau tidaknya prolaps tali pusat harus diperhatikan dengan baik. Jika
terdapat kecurigaan adanya sepsis, ambil dua swab dari serviks (satu sediaan
Jika cairan amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak diperlukan lagi
dikonfirmasi, lakukan tes pH dari forniks posterior vagina (pH cairan amnion
fluid dari forniks posterior vagina. Jika tidak terlihat adanya aliran cairan amnion,
pasien tersebut dapat dipulangkan dari rumah sakit, kecuali jika terdapat
kecurigaan yang kuat ketuban pecah dini. Semua presentasi bukan kepala yang
datang dengan KPD aterm harus dilakukan pemeriksaan digital vagina untuk
b. Ultrasonografi (USG)
indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan amnion atau indeks cairan
amnion yang berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal janin dan tidak adanya
diagnosis. Selain itu USG dapat digunakan untuk menilai taksiran berat janin, usia
aterm masih belum jelas setelah menjalani pemeriksaan fisik, tes nitrazin dan tes
cairan amnion, atau infeksi vagina terbukti memiliki sensitivitas yang rendah.
Penanda tersebut juga dapat dipengaruhi dengan konsumsi alkohol. Selain itu,
pemeriksaan lain seperti pemeriksaan darah ibu dan CRP pada cairan vagina tidak
6. Penatalaksanaan
morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena infeksi atau
gestasi. Hal ini berkaitan dengan proses kematangan organ janin, dan bagaimana
takipnea transien lebih besar apabila ibu melahirkan pada usia tersebut dibanding
pada kelompok usia lahir 36 minggu. Morbiditas mayor seperti sindroma distress
kehamilan adalah pilihan yang lebih baik. Ketuban Pecah Dini usia kehamilan 24-
34 minggu. Pada usia kehamilan antara 30-34 minggu, persalinan lebih baik
secara signifikan (p<0.05, level of evidence Ib). Tetapi tidak ada perbedaan
akan meningkatkan resiko korioamnionitis dan sepsis (level of evidence Ib). Tidak
dengan menunda kelahiran yang akan memberi cukup waktu untuk profilaksis
Medikamentosa D R Frekuensi
Benzilpenisilin 1,2 gram IV Setiap 4 jam
Klindamisin (Jika sensitive 600 mg IV Setiap 8 jam
penisilin)
Jika pasien datang dengan KPD >24 jam, pasien sebaiknya tetap dalam perawatan
sampai berada dalam fase aktif. Penggunaan antibiotik IV sesuai dengan tabel di
atas.
2. Manajemen Aktif
PPROM <24 minggu usia gestasi morbiditas fetal dan neonatal masih tinggi.
mengenai keluaran maternal dan fetal dan jika usia gestasi 22-24 minggu juga
Procedure.
dibuktikan manfaatnya dari 15 RCT yang meliputi 1400 wanita dengan KPD dan
teracak 235 pasien dengan KPD preterm melaporkan bahwa proporsi wanita yang
tidak melahirkan 10 hari setelah ketuban pecah dini tidak lebih besar secara
a. Komplikasi Ibu
berujung pada sepsis. Pada sebuah penelitian, didapatkan 6,8% ibu hamil dengan
terapi antibiotik spektrum luas, dan sembuh tanpa sekuele. Sehingga angka
mortalitas belum diketahui secara pasti. 40,9% pasien yang melahirkan setelah
ada kasus terlapor mengenai kematian ibu ataupun morbiditas dalam waktu lama.
b. Komplikasi Janin
Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi adalah persalinan lebih awal.
Periode laten, yang merupakan masa dari pecahnya selaput amnion sampai
persalinan secara umum bersifat proporsional secara terbalik dengan usia gestasi
pada saat KPD terjadi. Sebagai contoh, pada sebuah studi besar pada pasien aterm
menunjukkan bahwa 95% pasien akan mengalami persalinan dalam 1 hari sesudah
Bila KPD terjadi sangat cepat, neonatus yang lahir hidup dapat mengalami
pernapasan.
c. Penatalaksanaan Komplikasi
intrauterin sering kronik dan asimptomatik sampai melahirkan atau sampai pecah
menderita korioamnionitis dari kultur tidak memliki gejala lain selain kelahiran
preterm: tidak ada demam, tidak ada nyeri perut, tidak ada leukositosis, maupun
memiliki konsentrasi glukosa tinggi, sel darah putih lebih banyak, komplemen C3
dari kehamilan, bahkan pada wanita hamil dengan gejala persalinan prematur.
Akan tetapi tidak layak untuk mengambil cairan amnion secara rutin pada wanita
salah karena adanya displasia tulang dan gigi pada bayi. Pada tahun-tahun
apabila diberlikan secara oral, bukan vaginal. Ada pula penelitian yang
morbiditas neonatal.
dibandingkan kehamilan tunggal, kecuali jika risiko edema paru lebih besar saat
diberikan betamimetik atau magnesium sulfat. Belum ada bukti yang cukup untuk
menilai penggunaan steroid untuk maturitas paru-paru janin dan tokolisis sebelum
15%) dan maturitas paruparu (khususnya antara 33-35 minggu). IIA dapat
minggu telah berlalu sejak pemberian awal kortikosteroid dan adanya episode
baru dari KPD preterm atau ancaman persalinan prematur pada usia gestasi awal.
Satu tahapan tambahan betametason terdiri dari 2x12 mg selang 24 jam,
diterima pada usia gestasi <33 minggu, minimal 14 hari setelah terapi pertama,
yaitu saat usia gestasi <30 minggu, berhubungan dengan penurunan sindrom
neonatal. Akan tetapi, pemberian kortikosteroid lebih dari dua tahap harus
dihindari.
menit, diikuti dosis pemeliharaan 2 gram/ jam) pada 24-<32 minggu segera dalam
mencegah persalinan prematur, meliputi istirahat total, hidrasi, sedasi dan lain-lain
Pada neonatus prematur, penundaan klem tali pusar selama 30-60 detik
keluhan keluar air dari jalan lahir sejak 6 jam yang lalu. Anamnesis pada pasien
sudah baik dalam memberikan infromasi untuk menentukan arah diagnosis. Dari
anamnesis dapat menegakkan 90% dari diagnosis Cairan yang keluar jernih dan
tidak berbau. Sampai di rumah sakit cairan yang keluar sudah berhenti sehingga
tidak bisa dilakukan pemeriksaan tes nitrazin. Pemeriksaan digital vagina yang
terlalu sering dan tanpa indikasi sebaiknya dihindari karena hal ini akan
meningkatkan risiko infeksi neonates (POGI, 2016). Setelah 6 jam terjadi KPD
frekuensi nadi dan suhu tubuh. Suhu dan keadaan umum dapat menunjukan
indikasi adanya infeksi atau tidak, tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu lebih
pada kehamilan aterm. Manuver ini merupakan teknik tambahan yang penting
pada palpasi abdomen yang gravid dengan usia kehamilan mulai dari 28 minggu.
punggung ibu (letak membujur atau melintang), bagian janin manakah yang
merupakan bagian terendah janin (presenting part) pada pintu atas panggul
(kepala atau bokong), tempat punggung janin berada, berapa jauh presenting
partsudah turun ke dalam rongga panggul ibu, dan juga untuk memperkirakan
tanda– tanda infeksi pada pasien ini. Pemeriksaan USG bisa diperlukan untuk
melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat
membran amnion. Selain itu dinilai amniotic fluid index (AFI), presentasi janin,
morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena infeksi. Pada
meningkatkan resiko korioamnionitis dan sepsis (level of evidence Ib). Tidak ada
Pada pasien ini hasil USG : janin tunggal hidup, djj (+), letak sungsang, AFI
dengan presentasi bokong didukung sejumlah ahli, namun tidak disukai sebagian
yang lain. Persalinan dengan augmentasi oksitosin, angka kematian bayi lebih
tinggi. Induksi persalinan dapat dicoba dengan amniotomi, namun untuk janin
yang viable, seksio sesarea lebih disukai dari pada induksi atau augmentasi
Manuaba IBG., Manuaba IAC., Manuaba, IBG., 2007. Pengantar Kuliah Obstetri.
Jakarta: EGC