PENDAHULUAN
A. Latara Belakang
Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam dunia kesehatan, dan
hampir setiap negara mengalami masalah dengan penyakit infeksi. Penyakit infeksi adalah
penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen dan bersifat sangat dinamis.Salah satu
angka kematian (mortality) di rumah sakit adalah infeksi nosokomial (Darmadi, 2008).
negara miskin dan negara yang sedang berkembang. Suatu penelitian yang dilakukan oleh
WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal
dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik tetap menunjukkan adanya infeksi
nosokomial dengan Asia Tenggara sebanyak 10,0% (Utama, 2006).Di Indonesia, infeksi
nosokomial ini juga tidak asing lagi. Hal ini ditandai dengan adanya Panitia Medik
Pengendalian Infeksi Nosokomial di sebagian besar rumah sakit yang ada di Indonesia.
Kebanyakan infeksi nosokomial yang terjadi di rumah sakit disebabkan oleh dua
faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi flora normal dari pasien itu
sendiri dan faktor eksternal meliputi lingkungan rumah sakit, makanan, udara, pemakaian
infus, pemakaian kateter dalam waktu lama dan tidak diganti-ganti, serta benda dan bahan-
Menurut penelitian, bakteri patogen penyebab infeksi nosokomial yang paling umum
spp, dan Klebsiella pneumonia (Tennant et al., 2005; Prabhu et al., 2006). Salah satu infeksi
nosokomial yang sering dijumpai adalah infeksi saluran urin (Guntur, 2007). Infeksi saluran
urin merupakan penyebab utama morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) di rumah
sakit, dengan angka kejadian 40 % dari penyakit infeksi yang terjadi di rumah sakit (Taher,
T. M & Golestanpour, A, 2009). Menurut WHO, 80 % dari infeksi saluran urin disebabkan
oleh pemakaian kateter dalam waktu yang lama dan tidak diganti-ganti. Biasanya
penggunaan kateter dalam waktu lama ini banyak ditemukan pada pasien yang dirawat di
bangsal saraf, karena pasien yang dirawat di bangsal saraf ini pada umumnya pasien yang
sudah berumur tua, berbaring lama dan dengan penyakit yang parah.
Kateterisasi urin adalah penyisipan kateter ke dalam kandung kemih pasien yang
digunakan di Rumah Sakit untuk mempertahankan proses pengeluaran urin pada pasien
yang menjalani operasi, pasien yang sakit kritis, pasien yang terbatas pada tempat tidur dan
merupakan pilihan pengobatan untuk pasien dengan beberapa jenis inkontinensia urin
termasuk retensi urin dan obstruksi kandung kemih. Urin didefinisikan oleh Merriam-Webster
Dictionary sebagai cairan yang sedikit asam yang kaya akan hasil metabolisme protein
dengan garam dan pigmen berwarna kuning yang jelas yang disekresikan oleh ginjal.
Kateter merupakan alat yang digunakan sebagai saluran untuk mengalirkan urin dari
normal terdapat di saluran pernafasan atas, kulit, saluran cerna dan vagina. Staphylococcus
dapat dihembuskan dari saluran pernafasan atas pada waktu bersin, benda-benda mati,
debu dinding dan lantai ruangan dapat menjadi sumber penularan ke orang lain.
Staphylococcus dapat ditularkan melalui tangan pengidap yang bergejala. Pegawai di rumah
sakit yang terutama paling mungkin menularkan cara ini. Orang yang sehat juga dapat
resisten antibiotik yang semakin meluas.kuman MRSA pada awalnya hanya resisten
di dunia kedokteran. Hal ini karena banyaknya strain bakteri yang resisten terhadap
Menurut Inweregbu dkk kateterisasi urin sebagai bagian dari penggunaan prosedur
invasif membawa resiko infeksi nosokomial bagi pasien yang dirawat di ruang perawatan
intensif. Berdasarkan studi di Eropa tentang prevalensi infeksi di ruang perawatan intensif
yang melibatkan lebih dari 4500 pasien, prevalensi infeksi nosokomial di ruang perawatan
intensif adalah 20.6%. Infeksi nosokomial di ruang perawatan intensif pada umumnya
disebab-kan oleh bakteri gram positif dengan bakteri Staphylococcus aureus sebagai
patogen utama. Selain itu, peningkatan tingkat resis-tansi antibiotik bakteri di ruang
Terjadinya Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada pasien yang dirawat di rumah sakit
disebabkan terutama oleh kateterisasi urin. Semakin lama kateter terpasang maka peluang
Terdapat berbagai macam patogen yang menyebabkan ISK yang diasosiasikan dengan
Serratia, Candida, dan sebagainya. Akan tetapi, banyak mikroorganisme penyebab ISK
merupakan bagian flora usus endogen pasien dan juga dapat diperoleh dengan kontaminasi
dari pasien lain atau petugas rumah sakit serta oleh paparan solusi yang telah terkon-
perubahan genetik yang disebabkan oleh pa-paran terapi antibiotik yang tidak rasional.
Transmisi bakteri berpindah dari satu pasien ke pasien lainnya melalui alat medis yang ti-
dak diperhatikan sterilitasnya, dan dapat pula melalui udara maupun fasilitas ruangan, mis-
riwayat infeksi, diabetes, adanya se-buah luka terbuka dan pengobatan, serta kondisi medis
(Arias, 2010 & Mahmudah, 2013). Petugas pelayanan kesehatan/petugas rumah sakit dapat
Infeksi berat karena MRSA menjadi tantangan baru bagi praktisi kesehatan terkait
peningkatan frekuensi MRSA di berbagai negara. Di Amerika Serikat ditemukan lebih 50%
Malaysia pada tahun 1985-1986 didapatkan prevalensi isolat MRSA berkisar 10%-25%.
Pada tahun 1996 prevalensi isolat MRSA di beberapa rumah sakit di Malaysia bahkan
meningkat, yaitu lebih tinggi dari 40%.6 Di Indonesia belum ditemukan data terkait
gambaran kuman MRSA. Karena itu, dilakukan penelitian ini untuk mengetahui data isolat
MRSA (meliputi jumlah, jenis spesimen dan asal perawatan) dan karakteristik subyek
dengan isolat MRSA (meliputi usia, jenis kelamin, jenis kasus penyebab)
dilakukan penelitian untuk menguji sensitivitas bakteri dari pus pasien di Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten terhadap beberapa antibiotik. Penelitian ini
dengan uji sensitivitas bakteri dengan metode kirby bauer untuk mengetahui resistensi atau
kepekaannnya sehingga dapat diketahui antibiotik yang paling poten untuk bakteri S. aureus
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran bakteri Staphylococcus
aureus MRSA di yang dapat digunakan sebagai dasar evaluasi dan pemantauan terhadap
program pengendalian infeksi nosokomial serta pencegahan terhadap kejadian MRSA.
semua jenis spesimen dalam media transpor akan dibiak dalam media yang sesuai lalu
dilakukan identifikasi bila sudah tumbuh. Identifikasi S. aureus bisa dengan melihat
morfologi kuman, melakukan pewarnaan gram, uji Katalase, dan uji Koagulase.
B. Rumusan Malasah
C. Tujuan
D. Manfaat