Anda di halaman 1dari 14

1

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN


KEPENGAWASAN SMK DI KOTA
TEBING TINGGI

MATERI PRESENTASI TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Pengakhiran


Tugas Belajar Dilingkungan Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2018

Oleh :

FAJAR EFENDI DAULAY, S.Pd


NIP. 19851220 200904 1 004

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA


DINAS PENDIDIKAN
SMK NEGERI 1 TEBING TINGGI
2018
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu


memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis telah dapat
menyelesaikan tesis ini dengan judul “Analisis Implementasi Kebijakan
Kepengawasan SMK di Kota Tebing Tinggi” sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh Pengakhiran Tugas Belajar Dilingkungan Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2018.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini banyak mengalami
kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan dan motivasi dari Prof. Dr.
Zainuddin, M.Pd sebagai Pembimbing I dan Dr. Darwin, M.Pd sebagai
Pembimbing II akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih terdapat
kelemahan-kelemahan serta masih jauh dari kesempurnaan dan harapan, oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah khasanah ilmu
pengetahuan.
Tebing Tinggi, 04 Desember 2018
Penulis,

Fajar Efendi Daulay, S.Pd


NIP. 19851220 200904 1 004
3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... 1


KATA PENGANTAR .................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................... 3
1. Latar Belakang ........................................................................................ 4
2. Rumusan Masalah ................................................................................... 8
3. Metode Analisis ...................................................................................... 8
4. Kesimpulan dan Saran ............................................................................ 9
5. Daftar Pustaka ......................................................................................... 13
4

1. Latar Belakang
Usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu
pendidikan adalah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Dalam
rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang mencakup standar: (1) isi; (2)
proses; (3) kompetensi lulusan; (4) pendidik dan tenaga kependidikan; (5) sarana
dan prasarana; (6) pengelolaan; (7) pembiayaan; dan (8) standar penilaian
pendidikan. Standar-standar tersebut di atas merupakan acuan dan sekaligus
kriteria dalam peningkatan dan penjaminan mutu penyelenggaraan pendidikan.
Salah satu standar yang memegang peran penting dan strategis dalam peningkatan
mutu pendidikan adalah standar pendidik dan tenaga kependidikan. Pengawas
satuan pendidikan merupakan salah satu komponen tenaga kependidikan yang
perlu ditingkatkan mutunya.
Selanjutnya pengawasan terhadap delapan Standar Nasional Pendidikan
dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008, tentang penugasan
pengawas sekolah yang mengatur tentang jumlah sekolah yang dibina oleh
pengawas SMK minimal sejumlah 7 sekolah, sedangkan untuk pengawas mata
pelajaran guru yang dibina minimal 40 orang. Hal ini diperkuat juga dalam
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas dan Angka
Kreditnya Pasal 6 Ayat 2b menyatakan "untuk sekolah menengah
pertama/madrasah tsanawiyah dan sekolah menengah atas/madrasah
aliyah/sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan paling sedikit 7
satuan pendidikan dan/atau 40 (empat puluh) Guru mata pelajaran/kelompok mata
pelajaran".
Menurut undang-undang dan peraturan yang berlaku, keberadaan
pengawas sekolah jelas dan tegas. Namun dalam penerapannya, pengawas sekolah
belum terbebas dari berbagai masalah. Implementasi kebijakan merupakan
tahapan yang sangat penting dalam keseluruhan struktur kebijakan. Tahap ini
menentukan apakah kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah benar-benar dapat
diterapkan di lapangan dan menghasilkan output dan outcomes seperti
5

direncanakan. Untuk dapat mewujudkan output dan outcomes yang ditetapkan,


maka kebijakan publik perlu untuk diimplementasikan tanpa diimplementasikan
maka kebijakan tersebut hanya akan menjadi catatan-catatan elit sebagaimana
dipertegas oleh Udoji (dalam Agustino, 2006) yang mengatakan bahwa
pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih
penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan sekedar
berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak
diimplementasikan.
Banyak model untuk menganalisis proses implementasi kebijakan yang
dapat digunakan. Salah satunya adalah model implementasi rasional atau Top-
Down. Menurut Mazmanian dan Sabatier (dalam Subarsono, 2010: 94), ada tiga
kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, antara lain
sebagai berikut: 1) mudah tidaknya variabel dikendalikan; 2) Kemampuan
kebijakan untuk menstruktur proses implementasi; 3) Variabel di luar kebijakan
yang mempengaruhi proses implementasi.
Posisi model top-down yang diambil oleh Sabatier dan Mazmanian
terpusat pada hubungan antara keputusan-keputusan dengan pencapaiannya,
formulasi dengan implementasinya, dan potensi hirarki dengan batas-batasnya,
serta kesungguhan implementer untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
dalam kebijakan tersebut. Model implementasi yang dikemukakan oleh Sebatier
dan Mazmanian pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan model pendekatan top-
down sebagaimana dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn (1975); Hood
(1976); Gun (1978); dan Grindle (1980) dalam hal perhatian terhadap kebijakan
dan lingkungan kebijakan. Hanya saja pemikiran Sebatier dan Mazmanian
menganggap bahwa suatu implementasi akan efektif apabila birokrasi
pelaksananya mematuhi apa yang telah digariskan oleh peraturan (petunjuk
pelaksanaan maupun petunjuk teknis). Dengan demikian, dapat dipahami jika
model implementasi sebagaimana dikemukakan oleh Sebatier dan Mazmanian
lebih difokuskan pada kesesuaian antara apa yang ditetapkan dengan pelaksanaan
program tersebut (Dicta, 2008).
Ketidaksesuaian antara apa yang ditetapkan dengan pelaksanaan
program/kebijakan juga dialami di dunia pendidikan khususnya kebijakan
6

kepengawasan sekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat Almannie (2015: 170)
menjelaskan bahwa school superintendents face challenges for the
implementation of policies and regulation. Most of them are not prepared to
development of education in their school and they tend to act more as managers
than educational leaders. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
pengawas sekolah menghadapi tantangan dalam pelaksanaan kebijakan dan
perundang-undangan dalam mengembangkan pendidikan. Sejalan dengan hal
tersebut Paulsen (2014: 815) menjelaskan bahwa the relationship supervisory
positions with the political system. The school superintendent in implementing the
policy is influenced by the local political system. So that policy implementation is
not running as they should be. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan posisi pengawas dengan sistem politik. Pengawas
sekolah dalam mengimplementasikan kebijakan dipengaruhi oleh sistem politik
lokal. Sehingga implementasi kebijakan tidak berjalan dengan seharusnya. Hal ini
diperkuat oleh Priadi (2011: 75-76) menerangkan bahwa dalam kerangka otonomi
daerah promosi jabatan pengawas sekolah menjadi kewenangan bupati/wali kota.
Seyogyanya jabatan pengawas ini diisi oleh guru yang memang memenuhi kriteria
administratif dan profesional namun bupati/wali kota untuk menjadikannya alat
politik baru bagi para politisi di tingkat daerah.
Permasalahan kepengawasan lebih spesifik dijelaskan Arikunto (2006 : 3-
5) bahwa kewenangan kabupaten/kota jauh lebih besar daripada kewenangan
provinsi dan kewenangan pemerintah pusat sehingga berdampak pada timbulnya
berbagai masalah terkait dengan implementasi kebijakan yang menyangkut
masalah kepengawasan, mulai dari beban tugas pengawas belum diatur dengan
baik, belum ada pembedaan jumlah sekolah yang di bina didasarkan atas jarak
lokasi sekolah yang di bina, sasaran kegiatan pengawasan masih campur antara
aspek akademik dan administratif, dengan sedikit cenderung mengutamakan
administratif, perihal kepada siapa laporan yang telah dibuat oleh pengawas
tersebut diserahkan dan siapa yang harus memeriksa, serta mau diapakan
informasi yang diperoleh. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa hasil dari
kinerja guru belum diketahui dengan baik oleh pihak atasan, apalagi dimanfaatkan
sebagai bahan untuk pembinaan karir selanjutnya. Laporan pertanggungjawaban
7

Kepala Dinas Pendidikan belum menyebutkan secara eksplisit upaya dan hasil
pembinaan yang telah dilakukan terhadap sumber daya manusia (khususnya SDM
akademik, yaitu kepala sekolah dan guru) yang ada dalam wilayah pertanggung
jawaban pengelolaannya. Lebih lanjut Wastandar (2015 : 8) mengatakan bahwa
masalah implementasi kebijakan kepengawasan sekolah mulai dari 65%
kualifikasi pendidikan pengawas sekolah pendidikan menengah belum S2,
rekruitmen tidak didasarkan pada kompetensi, jabatan dan karir pengawas belum
dioptimalkan dan dihargai, sebagian besar kurang menguasai kompetensi
khususnya supervisi akademis, citra dan wibawa pengawas akademik masih
rendah, program pelaksanaan dan evaluasi belum terpola dan terprogram dengan
baik, laporan pengawasan belum dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan,
fasilitas dan daya dukung belum memadai.
Masalah-masalah seperti ini juga dijumpai di Kota Tebing Tinggi yang
memiliki Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yakni 15 sekolah terdiri dari empat
SMK Negeri dan sebelas SMK Swasta, dengan rincian jumlah guru sebagai
berikut:
Tabel 1.1. Jumlah Guru SMK di Kota Tebing Tinggi
Guru Status Guru
No Total
PNS Non PNS
1 Guru Normatif 58 54 112
2 Guru Adaptif 69 68 137
3 Guru Produktif 91 87 178
Jumlah 218 209 427
Sumber: Wawancara dengan kordinator pengawas SMK
pada tanggal 18-01-2017

Berdasarkan tabel di atas, jumlah guru SMK adalah 427. Kondisi ini tidak
sebanding dengan jumlah pengawas SMK sejumlah 7 orang, terdiri dari 3 orang
pengawas mata pelajaran kejuruan / produktif, 4 orang pengawas mata pelajaran
adaptif/normatif. Hal ini merupakan kendala bagi Pengawas Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) dalam memaksimalkan pembinaan–pembinaan baik pembinaan
manajerial bagi kepala sekolah maupun pembinaan akademik bagi guru-guru mata
pelajaran.
Hasil wawancara dengan koordinator pengawas di Kota Tebing Tinggi
pada tanggal 18 Januari 2017 adalah bahwa pengawas SMK di Kota Tebing
8

Tinggi belum difungsikan secara optimal oleh manajemen pendidikan. Selain itu
struktur organisasi pengawas, pola pengawas, kesejahteraan, kompetensi
pengawas serta tidak tercantumnya anggaran untuk pengawas sekolah dalam
anggaran belanja daerah menambah daftar permasalahan pengawas sekolah.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas, yang menjadi fokus penelitian dalam


penelitian ini adalah implementasi kebijakan kepengawasan SMK di Kota Tebing
Tinggi pada tahun 2017. Sedangkan yang menjadi rumusan masalah adalah
sebagai berikut:
1) Bagaimana tingkat kemudahan dan kesulitan pengendalian implementasi
kebijakan kepengawasan SMK di Kota Tebing Tinggi?
2) Bagaimana struktur proses implementasi kebijakan yang tertuang dalam
materi kebijakan kepengawasan SMK di Kota Tebing Tinggi?
3) Faktor eksternal apa saja yang mempengaruhi implementasi kebijakan
kepengawasan SMK di Kota Tebing Tinggi?

3. Metode Analisis

Subjek penelitian ini, yaitu: Pertama, informan utama adalah kepala dinas
pendidikan karena merupakan pimpinan tertinggi di lembaga tersebut serta
koordinator pengawas SMK sebagai pimpinan pengawas. Kedua, pengawas SMK,
pertimbangan peneliti dalam mewawancarai pengawas SMK dikarenakan peneliti
menganggap pengawas SMK inilah yang terjun ke lapangan dalam rangka
severvisi manajerial dan supervisi akademik, sehingga diharapkan peneliti mampu
mendapatkan data yang lebih akurat mengenai peran pengawas dalam rangka
mengimplementasi kebijakan kepengawasan SMK di Kota Tebing Tinggi. Ketiga,
kepala SMK yang berjumlah 4 orang dan guru - guru SMK, pertimbangan peneliti
dalam mewawancarai kepala SMK dan guru SMK dikarenakan mereka
berhubungan langsung dengan pengawas SMK. Adapun jenis data pada penelitian
ini adalah: 1) data primer, kata-kata dan tindakan subjek data yang diperoleh dari
lapangan dengan mengamati atau mewawancarai; 2) data sekunder, data yang
didapat dari arsip kordinator pengawas yang terdiri dari surat-surat, buku harian,
9

notula rapat perkumpulan, sampai dokumen-dokumen resmi dari berbagai instansi


pemerintah.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1)
wawacara, dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara semi
terstruktur. Jenis wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka
dan garis besar pokok-pokok yang dirumuskan tidak perlu dipertanyakan secara
berurutan; 2) dokumentasi, dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan beberapa
dokumen resmi, berupa arsip implementasi kebijakan SMK di kota Tebing Tinggi,
seperti peraturan menteri, data jumlah pengawas, kepala sekolah dan guru,
rencana strategis, standar operasional prosedur dan lain sebagainya. Selanjutnya,
sebagai dokumentasi pribadi, peneliti memiliki foto-foto tentang wawancara,
observasi dengan pengawas, kepala sekolah dan guru di Kota Tebing Tinggi; 3)
Observasi, dalam penelitian ini, peneliti mengobservasi pelaksanaan supervisi
manajerial dan supervisi akademik, penyusunan laporan, program pengawas.
Selanjutnya, data yang diperoleh dianalisis dengan langkah–langkah
sebagai berikut: 1) reduksi data; 2) kategorisasi; 3) sintesisasi; 4) menyusun
hipotesis kerja. Penelitian ini menggunakan triangulasi untuk mengecek
keabsahan data/uji kredibilitas data. Setelah peneliti mendapatkan data, baik itu
berupa data hasil wawancara, data dokumentasi, maupun data observasi, maka
selanjutnya peneliti melakukan triangulasi sumber, antara lain dengan cara: 1)
membandingkan data observasi yang didapatkan dengan wawancara pada
informan; 2) membandingkan data wawancara antar informan satu dengan yang
lainnya; 3) membandingkan data wawancara dengan dokumentasi yang telah
dikumpulkan.

4. Kesimpulan dan Saran


4.1. Kesimpulan

4.1.1 Tingkat kemudahan dan kesulitan pengendalian implementasi kebijakan

kepengawasan SMK di Kota Tebing Tinggi Tingkat adalah sebagai berikut:

kemudahan dalam implementasi kebijakan kepengawasan SMK di Kota

Tebing Tinggi adalah sebagai berikut: Pertama, kelompok sasaran dari


10

kebijakan ini adalah homogen yaitu pengawas sekolah. Pengawas SMK di

Kota Tebing Tinggi telah mengawasi 7 SMK dan/atau 40 (empat puluh) guru

mata pelajaran serumpun. Kedua, kebijakan ini menghendaki perubahan

prilaku pengawas sekolah menjadi pengawas yang berkinerja baik. Hal ini

dapat di lihat dari tugas pokok pengawas SMK di Kota Tebing Tinggi yaitu

melaksanakan tugas pengawasan akademik dan manajerial. Selain

kemudahan, kebijakan ini juga mempunyai kesulitan antar lain: Pertama,

kebijakan ini mempunyai kesulitan teknis antara lain tidak adanya sosialisasi

kebijakan kepada pengawas sekolah. Selain itu, kabijakan ini masih

menggunanakan format DP3 dalam melakukan penilaian kinerja pengawas

sekolah dan pemberhentian sementara pengawas sekolah. Kedua,

keberagaman prilaku yang diatur dalam kebijakan Permenpan RB No. 21

Tahun 2010 adalah heterogen yaitu seorang pengawas harus mengawasi 7

satuan pendidikan dan atau 40 orang guru mata pelajaran yang serumpun.

4.1.2 Struktur proses implementasi kebijakan yang tertuang dalam materi

kebijakan kepengawasan SMK di Kota Tebing Tinggi adalah sebagai berikut:

Pertama, kebijakan ini telah disusun secara jelas sesuai dengan skala

prioritas/urutan kepentingan bagi pengawas SMK di Kota Tebing Tinggi. Hal

ini dapat di lihat dari tugas pokok, kewajiban dan kewenangan pengawas

SMK di Kota Tebing Tinggi. Kedua, kebijakan ini tidak mengatur tentang

biaya untuk pengawas sekolah. Ketiga, Kebijakan ini telah mendapat dukung

dari dinas pendidikan dengan cara membuat aturan-aturan seperti laporan

bulanan dikumpul setiap awal bulan. Keempat, perekrutan pengawas SMK di

Kota Tebing Tinggi tanpa melalui seleksi sebagaimana yang telah


11

diamanatkan oleh Permenpan RB No. 21 Tahun 2010. Pengangkatan

pengawas lebih kepada jenjang karir yaitu di mulai dari guru, kepala sekolah

dan pengawas sekolah. Kelima, Kebijakan ini memberikan akses formal

pihak luar sangat terbatas. Hal ini dikarenakan kebijakan tersebut hanya

mengatur tentang pengawas sekolah dan angka kreditnya.

4.1.3 Faktor eksternal yang mempengaruhi implementasi kebijakan

kepengawasan SMK di Kota Tebing Tinggi adalah sebagai berikut: Pertama,

kondisi sosio-ekonomi masyakarkat Tebing Tinggi khususnya pengawas

SMK di Kota Tebing Tinggi telah bersifat terbuka yaitu menerima segala

perubahan yang sifatnya membangun. Sedangkan dalam hal penggunaan

teknologi, pengawas SMK di Kota Tebing Tinggi telah menerapkannya

dalam menjalankan kebijakan kepengawasan SMK di Kota Tebing Tinggi,

seperti adanya group WA antara pengawas, kepala sekolah dan guru. Kedua,

kebijakan telah di dukung oleh pengawas sekolah serta pihak-pihak yang

berkepentingan yaitu dinas pendidikan, kepala sekolah dan guru. Ketiga,

komitmen dinas pendidikan untuk meningkatkan kompetensi pengawas

sekolah adalah dengan merekrut pengawas sekolah sesuai dengan hirarki

yaitu mulai dari guru, kepala sekolah dan telah berpendidikan S2.

4.2. Saran

4.2.1 Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara menyusun program rekrtutmen

pengawas sekolah khususnya di Kota Tebing Tinggi sesuai dengan pasal 31

Permenpan RB No. 21 Tahun 2010 dan harus memperhatikan rasio antara

pengawas sekolah dan guru khususnya guru mata pelajaran yang serumpun.
12

4.2.2 Dinas Pendidikan Sumatera Utara menyusun program pendidikan dan

pelatihan secara berkesinambungan untuk meningkatkan kompetensi

pengawas SMK khususnya pelatihan model-model supervisi.

4.2.3 Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara menyusun program

peningkatan anggaran operasional pengawas SMK sehingga dapat bekerja

lebih optimal dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.

4.2.4 Pengawas SMK melakukan perubahan dan perbaikan dalam menyusun

program yang berkaitan dengan peningkatan kompetensi guru.

5. Daftar Pustaka

Abidin, S.Z. 2006. Kebijakan Publik. Suara Bebas, Jakarta.

Almannie, Mohamed. 2015. Leadership Role of School Superintendents in Saudi


Arabia. International Journal of Social Science Studies. Hal 169 0 170.
Vol. 3, No. 3; May 2015 ISSN 2324-8033 E-ISSN 2324-8041: Redfame
Publishing.

Anderson, James E, 2006, Public Policy Making: An Introduction Fifth Edition,


Boston: Houghton Mifflin Company

Agustino, Leo. 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta

Burhanuddin, Y. 1990. Administrasi Pendidikan. Bandung: Pustaka setia

Danim, Sudarman 2004. Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok.


Jakarta: Rineka Cipta.

Dickta. 2008. Rekruitment Pegawai Negeri Sipil. http://dickta.wordpress.com/.


Diakses pada tanggal 5 Februari 2017 pukul 11.50 WIB

Dunn, William. 2003. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gajah Mada


University.

Gedeian, Arthur G. 1991. Organization Theory and Design. University of


Colorado at Denver.

Gerston, Larry N. 2002. Public Policy Making in a Democratic Society: A Guide


to Civic Engagement. Armonk: M. E. Sharpe
13

Keban, Yeremias. 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik.


Yogyakarta: Gava Media

Law, sue dan Glover. Derek. 2000. Educational Leadership. Buckingham: Open
University Press.

Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP AMP.


YKPN. Mangkunegara

Mantja, W 2001. Organisasi dan hubungan kerja pegawai pendidikan. Makalah


disampaikan dalam rapat konsultasi pengawasan antara inspektorat
jenderal departemen pendidikan nasiona dengan badan pengawasan
daerah di solo, tanggal 24 sd 28 september 2011

Mardiyanta, Antun. 2013. International Journal of Administrative Science &


Organization, January 2013 Volume 20, Number 1 Bisnis & Birokrasi,
Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi ISSN 0854 - 3844, Accredited by
DIKTI Kemendiknas RI No: 64a/DIKTI/Kep/2010

Moleong, J. Lexy. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya.


Bandung.

Muchsin, dan Fadillah. P. (2002). Hukum dan Kebijakan Publik. Malang:


Averroes Press

Ndraha, Taliziduhu. (1989). Konsep Administrasi dan Administrasi di Indonesia.


Jakarta: Bina Aksara

Nugroho, Riant. 2006. Kebijakan Publik Untuk Negara-Negara Berkembang.


Jakarta: Elex Media Komputindo

_______, Riant. 2011. Public Policy: Dinamika Kehidupan, analisis kebijakan,


manajemen kebijakan. Jakarta: Elex Media Komputindo

Ofsted. 2005. Ofsted Inspection of Teacher education. London: Office for


Standards in Education

Pandong, A. 2003. Jabatan Fungsional Pengawas. Badan Diklat Depdagri &


Diklat Depdiknas. Jakarta

Parsons, Wayne. 2008. Public Policy: Pengantar Teori & Praktik Analisis
Kebijakan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Patton, Michael Quinn. 1987. Qualitative Education Methods. Baverly Hills: Sage
Publication
14

Putra, Fadillah. 2003. Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sahartian, P.A. 2000. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam
Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta

Steers, M. Richard. 1985. Efektifitas Organisasi. Jakarta: Erlangga.

Subarsono. 2010. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Praktek.


Yogyakarta: Pustaka Belajar

Suharto, Edi. 2008. Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta

Syafaruddin. 2008. Sistem Pengambilan Keputusan Pendidikan. Jakarta: Grasindo

Wahab, Abdul Solichin. 2005. Analisis Kebijaksanaan: dari Formulasi ke


Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara

Wastandar. 2015. Pembinaan Karir Pengawas. Jakarta: Direktorat Pembinaan


PTK Pendidikan Menengah

Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik (Teori, Proses dan Studi Kasus). Jakarta
: CAPS.

Anda mungkin juga menyukai