Anda di halaman 1dari 27

SYOK HEMORAGIK

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Anestesi di RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh :

Disusun Oleh :

Disusun oleh:
Indah Khairunnisa
20184010136

Pembimbing:
dr. Kurnianto Trubus Pranowo, Sp.An., M.kes

SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

SYOK HEMORAGIK

Disusun Oleh:
Indah Khairunnisa
20184010136

Hari/tanggal: Juni 2019

Disahkan oleh,
Dokter pembimbing:

dr. Kurnianto Trubus Pranowo, Sp.An., M.kes


BAB I
PENDAHULUAN

Syok merupakan suatu keadaan dimana aliran darah tidak memadai untuk memenuhi

permintaan kebutuhan oksigen jaringan, sehingga mengakibatkan terjadinya hipoksia jaringan

dan sel. Karena hipoksia, pada syok terjadi gangguan metabolisme sel, sehingga dapat timbul

kerusakan irreversible pada jaringan organ vital. Berdasarkan hemodinamik dan mekanisme

terjadinya,syok dibagi menjadi syok kardiogenik, syok hipovolemik, syok distributif dan syok

obstruktif.

Secara patologis, apapun penyebabnya, syok menyebabkan penurunan curah jantung.

Penurunan curah jantung akan menyebabkan penurunan aliran darah sistemik, penurunan

nutrisi jaringan, penurunan nutrisi vaskuler, peningkatan permeabilitas kapiler, penurunan

volume darah yang kembali ke jantung dan akhirnya akan lebih memperberat kerja jantung.

Perdarahan merupakan keadaan darurat medis yang sering dihadapi oleh dokter di

ruang gawat darurat dan unit perawatan intensif. Kondisi ini dapat menyebabkan hilangnya

secara cepat dan signifikan volume dari intravaskular sehingga terjadi syok hipovolemik, yang

juga dikenal sebagai syok hemoragik.

Patofisiologi syok hemoragik adalah terjadi kekurangan volume intravaskuler

menyebabkan penurunan venous return sehingga terjadi penurunan pengisian ventrikel,

menyebabkan penurunan stroke volume dan cardiac output, sehingga menyebabkan gangguan

perfusi jaringan. Resusitasi pada syok hemoragik akan mengurangi angka kematian.

Pengelolaan syok hemoragik ditujukan untuk mengembalikan volume sirkulasi, perfusi

jaringan dengan mengoreksi hemodinamik, kontrol perdarahan, stabilisasi volume sirkulasi,

optimalisasi transpor oksigen dan bila perlu pemberian vasokonstriktor bila tekanan darah tetap

rendah setelah pemberian loading cairan. Pemberian cairan merupakan hal penting pada
pengelolaan syok perdarahan dimulai dengan pemberian kristaloid dilanjutkan dengan koloid

dan transfusi darah komponen tergantung dari jumlah darah yang hilang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kompartemen Cairan Tubuh

Tubuh orang dewasa terdiri dari: zat padat 40% berat badan dan zat cair 60% berat

badan; zat cair terdiri dari: cairan intraselular 40% berat badan dan cairan ekstraselular 20%

berat badan; sedangkan cairan ekstraselular terdiri dari: cairan intravaskular 5% berat

badan dan cairan interstisial 15% berat badan.

Gambar 1. Distribusi Cairan Tubuh


Ada pula cairan limfe dan cairan transselular yang termasuk cairan ekstraselular. Cairan

transselular sekitar 1-3 % berat badan, meliputi sinovial, pleura, intraokuler dan lain-lain.

Cairan intraselular dan ekstraselular dipisahkan oleh membran semipermeabel.

 Cairan intraselular

Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa,

sekitar dua pertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar 27 liter rata-

rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi

hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular.


 Cairan ekstraselular

Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif cairan

ekstraselular berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Pada bayi baru lahir, sekitar

setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun, jumlah

cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini sebanding

dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70 kg.

Gambar 2. Susunan Kimia Cairan Ekstraselular dan Intraselular

Cairan ekstraselular dibagi menjadi:

 Cairan Interstitial

Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12 liter

pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial. Relatif terhadap
ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan

orang dewasa.

 Cairan Intravaskular

Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume

plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 liter, dimana 3 liter merupakan

plasma, dan sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih, serta platelet.

 Cairan Transselular

Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti

serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran

pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transelular adalah sekitar 1 liter, tetapi

cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transselular.

Gambar 3. Anatomi cairan tubuh5

Volume kompartemen cairan sangat dipengaruhi oleh Natrium dan protein plasma.

Natrium paling banyak terdapat di cairan ekstraselular, di cairan intravaskular (plasma)

dan interstisial kadarnya sekitar 140 mEq/L.

Pergerakan cairan antar kompartemen terjadi secara osmosis melalui membran

semipermeabel, yang terjadi apabila kadar total cairan di kedua sisi membran berbeda. Air

akan berdifusi melalui membran untuk menyamakan osmolalitas. Pergerakan air ini
dilawan oleh tekanan osmotik koloid. Tekanan osmotik koloid atau tekanan onkotik sangat

dipengaruhi oleh albumin. Apabila kadar albumin rendah, maka tekanan onkotik rendah

sehingga tekanan hidrostatik dominan mengakibatkan ekstravasasi dan terjadi edema.

Cairan ekstraselular adalah tempat distribusi Na+, sedangkan cairan intravaskular

adalah tempat distribusi protein plasma dan koloid; juga tempat distribusi K+, PO4– .

Elektrolit terpenting di dalam cairan intraselular: K+ dan PO4- dan di cairan ekstraselular:

Na+ dan Cl–.

Osmolaritas adalah konsentrasi osmolar suatu larutan bila dinyatakan sebagai

osmol per liter larutan (osm/L). Osmolalitas adalah konsentrasi osmolar suatu larutan bila

dinyatakan sebagai osmol per kilogram air (osm/kg). Tonisitas merupakan osmolalitas

relatif suatu larutan. Osmolaritas total setiap kompartemen adalah 280 –300 mOsm/L.

Larutan dikatakan isotonik, jika tonisitasnya sama dengan tonisitas serum darah yaitu 275

– 295 mOsm/kg.

Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran

semipermeabel dari larutan dengan kadar rendah menuju larutan dengan kadar tinggi

sampai kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeabel terhadap air, sehingga

tekanan osmotik cairan tubuh di seluruh kompartemen sama. Membran semipermeabel

dapat dilalui air (pelarut), tetapi tidak dapat dilalui zat terlarut.

Difusi adalah peristiwa bergeraknya molekul melalui pori-pori. Larutan akan

bergerak dari yang berkonsentrasi tinggi menuju konsentrasi rendah.Tekanan hidrostatik

di dalam pembuluh darah akan mendorong air secara difusi masuk melalui pori-pori.

Difusi tergantung kepada tekanan hidrostatik dan perbedaan konsentrasi.

Perpindahan air dan zat terlarut di bagian tubuh menggunakan mekanisme transpor

pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energi; mekanisme transpor

aktif membutuhkan energi berkaitan dengan Na-K Pump yang membutuhkan energi ATP.
Pompa Natrium-Kalium adalah pompa yang memompa ion natrium keluar

melalui membran sel dan pada saat yang bersamaan memompa ion kalium ke dalam sel.

Bekerja untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.

Gambar 4. Pompa Natrium-Kalium


Berikut ini merupakan kebutuhan air dan elektrolit perhari:
Dewasa:
• Air 30 – 35 ml/kg
Setiap kenaikan suhu 10 C diberi tambahan 10-15 %
• K+ 1 mEq/kg ( 60 mEq/hari atau 4,5 g )
• Na+ 1-2 mEq/kg ( 100 mEq/hari atau 5,9 g )
Bayi dan Anak:
• Air 0-10 kg: 4 ml/kg/jam ( 100 ml/g )
10-20 kg: 40 ml + 2 ml/kg/jam setiap kg di atas 20 kg
(1000 ml + 50 ml/kg di atas 10 kg)
> 20 kg : 60 ml + 1 ml/kg/jam setiap kg di atas 20 kg
(1500 ml + 20 ml/kg di atas 20 kg)
• K+ 2 mEq/kg (2-3 mEq/kg)
• Na+ 2 mEq/kg (3-4 mEq/kg)
Tabel 1. Perubahan cairan tubuh total sesuai usia

Tabel 2. Rata-rata harian asupan dan kehilangan cairan pada orang dewasa

B. Definisi Syok Hemoragik

Syok hemoragik adalah kehilangan akut volume peredaran darah yang menyebabkan

suatu kondisi dimana perfusi jaringan menurun dan menyebabkan inadekuatnya hantaran

oksigen dan nutrisi yang diperlukan sel. Keadaan apapun yang menyebabkan kurangnya

oksigenasi sel, maka sel dan organ akan berada dalam keadaan syok.

C. Patofisiologi Syok Hemoragik

Telah diketahui dengan baik respons tubuh saat kehilangan volum sirkulasi. Tubuh

secara logis akan segera memindahkan volum sirkulasinya dari organ non vital dan dengan

demikian fungsi organ vital terjaga karena cukup menerima aliran darah. Saat terjadi

perdarahan akut, curah jantung dan denyut nadi akan turun akibat rangsang ‘baroreseptor’
di aortik arch dan atrium. Volume sirkulasi turun, yang mengakibatkan teraktivasinya

saraf simpatis di jantung dan organ lain. Akibatnya, denyut jantung meningkat, terjadi

vasokonstriksi dan redistribusi darah dari organ-organ non-vital, seperti di kulit, saluran

cerna, dan ginjal. Secara bersamaan sistem hormonal juga teraktivasi akibat perdarahan

akut ini, dimana akan terjadi pelepasan hormon kortikotropin, yang akan merangsang

pelepasan glukokortikoid dan beta-endorphin. Kelenjar pituitary posterior akan melepas

vasopressin, yang akan meretensi air di tubulus distalis ginjal. Kompleks Jukstamedula

akan melepas renin, menurunkan MAP (Mean Arterial Pressure), dan meningkatkan

pelepasan aldosteron dimana air dan natrium akan direabsorpsi kembali. Hiperglikemia

sering terjadi saat perdarahan akut, karena proses glukoneogenesis dan glikogenolisis yang

meningkat akibat pelepasan aldosteron dan growth hormone. Katekolamin dilepas ke

sirkulasi yang akan menghambat aktifitas dan produksi insulin sehingga gula darah

meningkat. Secara keseluruhan bagian tubuh yang lain juga akan melakukan perubahan

spesifik mengikuti kondisi tersebut. Terjadi proses autoregulasi yang luar biasa di otak

dimana pasokan aliran darah akan dipertahankan secara konstan melalui MAP (Mean

Arterial Pressure). Ginjal juga mentoleransi penurunan aliran darah sampai 90% dalam

waktu yang cepat dan pasokan aliran darah pada saluran cerna akan turun karena

mekanisme vasokonstriksi dari splanknik. Pada kondisi tubuh seperti ini pemberian

resusitasi awal dan tepat waktu bisa mencegah kerusakan organ tubuh tertentu akibat

kompensasinya dalam pertahanan tubuh.6

D. Gejala Klinis Syok Hemoragik

Gejala klinis tunggal jarang ditemukan saat diagnosa syok ditegakkan. Pasien bisa

mengeluh lelah, kelemahan umum, atau nyeri punggung belakang (gejala pecahnya

aneurisma aorta abdominal). Penting diperoleh data rinci tentang tipe, jumlah dan lama

pendarahan, karena pengambilan keputusan untuk tes diagnostik dan tatalaksana


selanjutnya tergantung jumlah darah yang hilang dan lamanya pendarahan. Bila

pendarahan terjadi di rumah atau di lapangan, maka harus ditaksir jumlah darah yang

hilang.

Untuk pendarahan pada saluran cerna sangatlah penting dicari asal darah dari rektum

atau dari mulut. Karena cukup sulit menduga jumlah darah yang hilang dari saluran cerna

bagian bawah. Semua darah segar yang keluar dari rektum harus diduga adanya

perdarahan hebat, sampai dibuktikan sebaliknya.

Pendarahan saat trauma kadang sulit ditaksir jumlahnya. Karena rongga pleura,

kavum abdominalis, mediastinum dan retroperitoneum bisa menampung darah dalam

jumlah yang sangat besar dan bisa menjadi penyebab kematian. Perdarahan trauma

eksternal bisa ditaksir secara baik, tapi bisa juga kurang diawasi oleh petugas emergensi

medis. Laserasi kulit kepala bisa menyebabkan kehilangan darah dalam jumlah besar.

Fraktur multipel terbuka, juga bisa mengakibatkan kehilangan darah yang cukup besar.

Lokasi Estimasi Perdarahan


Fr. Femur tertutup 1.5-2 liter
Fr.Tibia tertutup 0.5 liter
Fr. Pelvis 3 liter
Hemothorax 2 liter
Fr. Iga (tiap satu) 150 ml
Luka sekepal tangan 500 ml
Bekuan darah sekepal 500 ml
Tabel 3. Lokasi & Estimasi Perdarahan

Pemeriksaan klinis pasien syok hemoragik dapat segera langsung berhubungan

dengan penyebabnya. Asal sumber perdarahan dan perkiraan berat ringannya darah yang

hilang bisa terlihat langsung. Bisa dibedakan perdarahan pada pasien penyakit dalam dan

pasien trauma. Dimana kedua tipe perdarahan ini biasanya ditegakkan dan ditangani

secara bersamaan.
Syok umumnya memberi gejala klinis kearah turunnya tanda vital tubuh, seperti:

hipotensi, takikardia, penurunan urin output dan penurunan kesadaran. Kumpulan gejala

tersebut bukanlah gejala primer tapi hanya gejala sekunder dari gagalnya sirkulasi tubuh.

Kumpulan gejala tersebut merupakan mekanisme kompensasi tubuh, berkorelasi dengan

usia dan penggunaan obat tertentu, kadang dijumpai pasien syok yang tekanan darah dan

nadinya dalam batas normal. Oleh karena itu pemeriksaan fisik menyeluruh pada pasien

dengan dilepas pakaiannya harus tetap dilakukan.

Gejala umum yang timbul saat syok bisa sangat dramatis. Kulit kering, pucat dan

dengan diaphoresis. Pasien menjadi bingung, agitasi dan tidak sadar. Pada fase awal nadi

cepat dan dalam dibandingkan denyutnya. Tekanan darah sistolik bisa saja masih dalam

batas normal karena kompensasi. Konjungtiva pucat, seperti yang terdapat pada anemia

kronik. Lakukan inspeksi pada hidung dan faring untuk melihat kemungkinan adanya

darah. Auskultasi dan perkusi dada juga dilakukan untuk mengevaluasi apakah terdapat

gejala hematothoraks, dimana suara nafas akan turun, serta suara perkusi redup di area

dekat perdarahan.

Periksa pasien lebih lanjut dengan teliti dari ujung kepala sampai ujung kaki, yang

dapat mengarahkan kita terhadap kemungkinan adanya luka. Periksa adakah perdarahan

di kulit kepala, apabila dijumpai perdarahan aktif harus segera diatasi bahkan sebelum

pemeriksaan lainnya. Periksa juga apakah ada darah pada mulut dan faring.

Periksa abdomen dari tanda perdarahan intra-abdominal, misal: distensi, nyeri

palpitasi, dan perkusi redup. Periksa panggul apakah ada memar/ekimosis yang mengarah

ke perdarahan retroperitoneal. Adanya distensi, nyeri saat palpasi dan ekimosis

mengindikasikan adanya perdarahan intra-abdominal. Palpasi pula kestabilan tulang

pelvis, bila ada krepitasi atau instabilitas mengindikasikan terjadinya fraktus pelvis dan

ini dapat mengancam jiwa karena perdarahan terjadi pada rongga retroperitoneum.
Kejadian yang sering dalam klinis adalah pecahnya aneurisma aorta yang bisa

menyebabkan syok tak terdeteksi. Tanda klinis yang bisa mengarahkan kita adalah

terabanya masa abdomen yang berdenyut, pembesaran skrotum karena terperangkapnya

darah retroperitoneal, kelumpuhan ekstremitas bawah dan lemahnya nadi femoralis.

Fraktur pada tulang panjang ditandai nyeri dan krepitasi saat palpasi di dekat fraktur.

Semua fraktur tulang panjang harus segera direposisi dan digips untuk mencegah

perdarahan di sisi fraktur. Yang perlu diperhatikan terutama fraktur femur, karena dapat

mengakibatkan hilangnya darah dalam jumlah banyak, sehingga harus segera diimobilisasi

dan ditraksi secepatnya. Tes diagnostik lebih jauh perlu dilakukan untuk menyingkirkan

perdarahan yang mungkin terjadi di intratorakal, intra-abdominal,atau retroperitoneal.6

Jangan lupa pula untuk melakukan pemeriksaan rektum/rectal toucher. Bila ada

darah segar curiga hemoroid interna atau externa. Pada kondisi yang sangat jarang curigai

perdarahan yang signifikan terutama pada pasien dengan hipertensi portal. Pasien dengan

riwayat perdarahan vagina lakukan pemeriksaan pelvis lengkap, dan lakukan tes

kehamilan untuk menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik.

Lakukan pemeriksaan sistematik pada pasien trauma termasuk pemeriksaan

penunjang primer dan sekunder. Luka multipel bisa terjadi dan harus mendapat perhatian

khusus, hati-hati perdarahan bisa menjadi pencetus syok lainnya, seperti syok

neurogenik.
Perdarahan < 750 ml 750-1500 ml 1500-2000 ml >2000 ml

CRT Normal memanjang memanjang memanjang

Nadi < 100 > 100 > 120 > 140

Tek. sistolik Normal Normal Menurun Menurun

Nafas Normal 20-30 x/m > 30-40 x/m >35 x/m

Kesadaran Sedikit cemas Agak cemas Cemas, bingung Bingung, lesu

Tabel 4. Perdarahan & tanda-tandanya

Penderita yang mengalami perdarahan, menghadapi dua masalah yaitu berapakah

sisa volume darah yang beredar dan berapakah sisa eritrosit yang tersedia untuk

mengangkut oksigen ke jaringan.

Bila volume darah hilang 1/3, penderita akan meninggal dalam waktu beberapa jam.

Penyebab kematian adalah syok progresif yang menyebabkan hipoksia jaringan.

Hipovolemia menyebabkan beberapa perubahan :

a. Vasokonstriksi organ sekunder (viscera, otot, kulit) untuk menyelamatkan organ primer

(otak, jantung) dengan aliran darah yang tersisa.

b. Vasokonstriksi menyebabkan hipoksia jaringan, terjadi metabolisme anaerob dengan

produk asam laktat yang menyebabkan asidosis asam laktat.

c. Asidosis asam laktat menyebabkan perubahan-perubahan sekunder pada organ-organ

primer dan organ-organ sekunder sehingga terjadi kerusakan merata,

d. Pergeseran kompartemen cairan. Kehilangan darah dari intravaskular sampai 10% EBV

tidak mengganggu volume sebesar yang hilang. Tetapi kehilangan yang lebih dari 25%

atau bila terjadi syok/hipotensi maka sekaligus kompartemen interstitial dan intrasel

ikut terganggu. Bila dalam terapi hanya diberikan sejumlah kehilangan plasma volume
(intravaskular), penderita masih mengalami defisit yang menyebabkan syoknya

irreversibel dan berakhir kematian.

Dalam keadaan normal, jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan adalah:

(cardiac output x saturasi O2 x kadar Hb x 1,34) + (cardiac output x pO2 x 0,003)

Unsur cardiac output x pO2 x 0,003 karena hasilnya kecil dapat diabaikan, maka tampak

bahwa persediaan oksigen untuk jaringan tergantung pada curah jantung / cardiac output,

saturasi O2 dan kadar Hb. Karena kebutuhan oksigen tubuh tidak dapat dikurangi kecuali

dengan hipotermia atau anestesi dalam, maka jika eritrosit hilang, total Hb berkurang,

curah jantung harus naik agar penyediaan oksigen jaringan tidak terganggu. Pada orang

normal dapat menaikkan curah jantung hingga 3 x normal dengan cepat, asalkan volume

sirkulasi cukup (normovolemia). Faktor Hb dan saturasi O2 jelas tidak dapat naik.

Hipovolemia yang terjadi akan mematahkan kompensasi dari curah jantung. Dengan

mengembalikan volume darah yang telah hilang dengan apa saja asal segera

normovolemia, maka curah jantung akan mampu berkompensasi. Jika Hb turun sampai

tinggal 1/3, tetapi curah jantung dapat naik sampai 3 x, maka penyediaan oksigen ke

jaringan masih tetap normal. Pengembalian volume mutlak diprioritaskan daripada

pengembalian eritrosit.
BAB III
PENATALAKSANAAN

Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk

memperbaiki perfusi jaringan, memperbaiki oksigenasi tubuh, dan mempertahankan suhu

tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan

sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.

a. Prinsip Dasar Penanganan Syok

Tujuan utama pengobatan syok ialah melakukan penanganan awal dan khusus untuk:

1. Menstabilkan kondisi pasien

2. Memperbaiki volume cairan sirkulasi darah

3. Mengefisiensikan sistem sirkulasi darah.Setelah pasien stabil tentukan penyebab syok.

b. Terapi Syok Secara Umum

1. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik diarahkan kepada diagnosis cedera yang mengancam jiwa

dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital awal (baseline recordings)

penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah

tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran.

 Airway dan breathing: Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan

cukupnya pertukaran ventilasi clan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk

mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.

 Sirkulas kontrol perdarahan: Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan

perdarahan yang jelas terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai

perfusi jaringan. Perdarahan dari luka luar biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan

langsung pada tempat perdarahan. Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah


cairan resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat

mengendalikan perdarahan internal

 Disability (pemeriksaan neurologi): Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk

menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan

sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti

perkembarigan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan. Perubahan fungsi

sistem saraf sentral tidak selalu disebabkan cedera intrakranial tetapi mungkin

mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak harus

dicapai sebelum penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari cedera intrakranial.

 Exposure (pemeriksaan lengkap): Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk

menyelamatkan jiwanya, penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari "head to toe"

sebagai bagian dari mencari cedera yang mungkin terjadi.

 Pemasangan kateter urin: Kateterisasi kandung urin memudahkan penilaian urin akan

adanya hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urin.

2. Akses Pembuluh Darah


Akses ke sistem pembuluh darah harus segera didapatkan. Ini paling baik

dilakukan dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimal 16

Gauge) sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral. Lebih baik kateter pendek dan

kaliber besar agar dapat memasukkan cairan dalam jumlah besar dengan cepat. Tempat

yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewas aadalah pembuluh darah lengan

bawah. Kalau keadaan tidak memungkinkan penggunaan pembuluh darah perifer,

maka digunakan akses pembuluh sentral (vena-vena femoralis, jugularis atau vena

subclavia dengan kateter besar). Seringkali akses vena sentral di dalam situasi gawat

darurat tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna ataupun tidak sepenuhnya steril,

karena itu bila keadaan penderita sudah memungkinkan, maka jalur vena sentral ini
harus diubah atau diperbaiki. Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi

yang serius sehubungan dengan usaha penempatan kateter vena sentral,

yaitu pneumotoraks atau hemotoraks. Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik

penempatan jarum intraosseus harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral.

Kalau jalur intravena telah terpasang, diambil contoh darah untuk jenis dan

crossmatch, pemeriksaan laboratorium yang sesuai, pemeriksaan toksikologi dan tes

kehamilan pada wanita usia subur. Analisis gas daraha rteri juga harus dilakukan pada

saat perdarah. Foto toraks harus diambil setelah pemasangan CVP pada vena subklavia

atau vena jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan penilaian kemungkinan

terjadinya pneumotoraks atau hemotoraks.

3. Terapi Awal Cairan

Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini

mengisi intravaskuler dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler

dengan cara menggantikar, kehilangan cairan berikutnya ke dalam ruang interstitial

dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama. NaC1 fisiologis

adalah pilihan kedua. Walaupun NaC1 fisiologis merupakan cairan pengganti yang

baik namun cairan ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis hiperkhloremik.

Kemungkinan ini bertambah besar bila fungsi ginjalnyakurang baik. Jumlah cairan dan

darah yang diperlukan untuk resusitasi sukar diramalkan pada evaluasi awal penderita.

Pada tabel di bawah, dapat dilihat cara menentukan jumlah cairandan darah yang

mungkin diperlukan oleh penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah total volume

kristaloid yang secara akut diperlukan adalah mengganti setiap mililiter darah yang

hilang dengan 3 ml cairan kristaloid, sehingga memungkinkan resusitasi volume

plasma yang hilang ke dalam ruang interstitial dan intraseluler. Ini dikenal dengan

sebagai hukum "3 untuk 1". Namun, lebih penting untuk menilai respon penderita
kepada resusitasi cairan dan bukti perfusi dan oksigenasi end-organ yang memadai,

misalnya keluaran urin, tingkat kesadaran dan perfusi perifer.Apabila pada waktu

resusitasi jumlah cairan yang diperlukan untuk memulihkan atau mempertahankan

perfusi organ jauh melebihi perkiraan tersebut, maka diperlukan penilaian ulang yang

teliti dan perlu mencari cedera yang belum diketahui atau penyebab lain untuk

syoknya.

1. Perdarahan Kelas I (Kehilangan volume darah sampai 15%)

Gejala klinis dari kehilangan volume ini adalah minimal. Bila tidak ada komplikasi,

akan terjadi takikardi minimal. Tidak ada perubahan yang berarti dari tekanan darah,

tekanan nadi, atau frekuensi pernafasan. Untuk penderita yang dalam keadaan sehat,

jumlah kehilangan darah ini tidak perlu diganti. Pengisian transkapiler dan mekanisme

kompensasi lain akan memulihkan volume darah dalam 24 jam. Namun, bila ada

kehilangan cairan karena sebab lain, kehilangan jumlah darah ini dapat mengakibatkan

gejala-gejala klinis. Penggantian cairan untuk mengganti kehilangan primer, akan

memperbaiki keadaan sirkulasi.

2. Perdarahan Kelas II (Kehilangan volume darah 15% - 30%)

Gejala klinis termasuk takikardi, takipnoe, dan penurunan tekanan nadi. Penurunan

tekanan nadi ini terutama berhubungan dengan peningkatan dalam komponen diastolik

karena bertambahnya katekolamin yang beredar. Zat inotropik ini menghasilkan

peningkatan tonus dan resistensi pembuluh darah perifer. Tekanan sistolik hanya

berubah sedikit pada syok yang dini karena itu penting untuk lebih mengandalkan

evaluasi tekanan nadi daripada tekanan sistolik. Penemuan klinis yang lain yang akan

ditemukan pada tingkat kehilangan darah ini meliputi perubahan sistem syaraf sentral

yang tidak jelas seperti cemas, ketakutan atau sikap permusuhan. Walau kehilangan

darah dan perubahan kardiovaskular besar, namun produksi urin hanya sedikit
terpengaruh. Aliran air kencing biasanya 20-30 ml/jam untuk orang dewasa.

Kehilangan cairan tambahan dapat memperberat manifestasi klinis dari jumlah

kehilangan darah ini.

3. Perdarahan Kelas III (Kehilangan volume darah 30% - 40%)

Akibat kehilangan darah sebanyak ini dapat sangat parah. Penderita hampir selalu

menunjukkan tanda klasik perfusi yang tidak adekuat, termasuk takikardi dan takipnue

yang jelas, perubahan penting dalam status mental, dan penurunan tekanan darah

sistolik. Dalam keadaan yang tidak berkomplikasi, inilah jumlah kehilangan darah

paling kecil yang selalu menyebabkan tekanan sistolik menurun. Penderita dengan

kehilangan darah tingkat ini hampir selalu memerlukan tranfusi darah. Keputusan untuk

memberi tranfusi darah didasarkan atas respons penderita terhadap resusitasi cairan

semula dan perfusi dan oksigenisasi organ yang adekuat.

4. Perdarahan Kelas IV (Kehilangan volume darah lebih dari 40%)

Dengan kehilangan darah sebanyak ini, jiwa penderita terancam. Gejala-gejalanya

meliputi takikardi yang jelas, penurunan tekanan darah sistoluk yang cukup besar, dan

tekanan nadi yang sangat sempit. Produksi urin hampir tidak ada, dan kesadaran jelas

menurun. Pada kulit terlihat pucat dan teraba dingin. Penderita ini sering kali

memerlukan tranfusi cepat dan intervensi pembedahan segera. Kehilangan lebih dari

50% volume darah penderita mengakibatkan ketidaksadaran, kehilangan denyut nadi

dan tekanan darah.


4. Jenis Cairan Intravena

Ada 4 pilihan pokok yang selama bertahun – tahun menjadi pertimbangan:

a. Transfusi darah

Ini adalah pilihan pokok apabila terdapat donor yang cocok. Hemodilusi dengan cairan tidak

bertujuan meniadakan transfusi, tetapi mempertahankan hemodinamik dan perfusi yang baik

sementara darah donor tetap perlu ditransfusikan dalam memberikan koreksi defisit cairan

ekstraselular (ECF). Bila darah golongan yang sesuai tidak tersedia, dapat digunakan universal

donor yaitu golongan O dengan titer anti A rendah (Rh negatif) atau Packed Red Cell-O.

Sebaiknya darah universal ini selalu tersedia di UGD.

b. Plasma Expander

Cairan koloid ini mempunyai nilai onkotik yang tinggi (dextran, gelatin, hydroxy-ethyl starch)

sehingga mempunyai volume effect lebih baik dan tinggal lebih lama di intravaskular. Namun,

sayangnya defisit ECF tidak dapat dikoreksi oleh plasma expander. Selain itu, dari segi harga,

plasma expander jauh lebih mahal daripada Ringer Laktat (kira-kira 10x lipat lebih mahal).

Reaksi anaphylactoid dapat terjadi, baik karena dextran maupun gelatin (0,03 - 0,08%

pemberian). Reaksi ini dapat terjadi disertai dengan syok, yang memerlukan adrenalin untuk

mengatasinya. Apabila tidak segera ditangani dengan baik dan tepat, reaksi ini dapat berakhir

fatal. Dextran juga menyebabkan gangguan pada crossmatch darah dan pada dosis lebih dari

10 - 15 ml/kgBB akan menyebabkan gangguan pembekuan darah.

c. Albumin

Albumin 5% ataupun Plasma Protein Fraction adalah alternatif yang baik dari segi volume

effect. Tetapi harganya sangat mahal, sekitar 70x lipat dari harga Ringer Laktat untuk

mendapatkan volume effect yang sama.


d. Ringer Laktat atau NaCl 0,9%

Cairan ini paling mirip komposisinya dengan cairan ECF. Meskipun pemberian infus IVF

diikuti perembesan, namun akhirnya tercapai keseimbangan juga setelah cairan interstitial/ISF

jenuh. Cairan lain seperti Dextrose dan NaCl 0,45% tidak dapat digunakan.7

Larutan kristaloid adalah larutan air dengan elektrolit dan atau dextrosa, tidak mengandung

molekul besar. Kristaloid dalam waktu singkat sebagian besar akan keluar dari intravaskular,

sehingga volume yang diberikan harus lebih banyak (2,5-4 kali) dari volume darah yang hilang.

Kristaloid mempunyai waktu paruh intravaskular 20-30 menit. Ekspansi cairan dari ruang

intravaskular ke interstisial berlangsung selama 30-60 menit sesudah infus dan akan keluar

dalam 24 - 48 jam sebagai urin. Secara umum kristaloid digunakan untuk meningkatkan

volume ekstrasel dengan atau tanpa peningkatan volume intrasel.10

Tabel 8. Berbagai Cairan Kristaloid10

Cairan Na+ K+ Cl- Ca++ HCO3 Tekanan

(mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) Osmotik

(mOsm/L)

Ringer 130 4 190 3 28* 273

Laktat

Ringer 130 4 109 3 28# 273

Asetat

NaCl 154 0 0 0 0 308

0,9%

*
sebagai laktat
#
sebagai asetat
Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan

kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi

dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan

edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.

Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan

hiponatremia, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis yang

paling mirip dengan cairan ekstraselular. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar

kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio dan

sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara

untuk mengganti kehilangan cairan insensibel.

Ringer Asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat

terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme pada

hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer

Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat

seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat

membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.

Jenis cairan berdasarkan tujuan terapi:

1. Cairan rumatan (maintenance).

Bersifat hipotonis: konsentrasi partikel terlarut kurang dari konsentrasi cairan

intraselular/Intracellular Fluid (ICF); menyebabkan air berdifusi ke dalam sel. Tonisitas < 270

mOsm/kg; misal: Dekstrosa 5%, Dekstrosa 5% dalam Saline ¼ / NaCl 0,22%

2. Cairan pengganti (resusitasi, substitusi)

Bersifat isotonis: konsentrasi partikel terlarut = ICF; tidak ada perpindahan cairan melalui

membran sel semipermeabel. Tonisitas 275 – 295 mOsm/kg; misal : NaCl 0,9%, Ringer Laktat,

koloid
3. Cairan khusus

Bersifat hipertonis: konsentrasi partikel terlarut > ICF; menyebabkan air keluar dari sel, menuju

daerah dengan konsentrasi lebih tinggi. Tonisitas > 295 mOsm/kg; misal: NaCl 3 %, Manitol,

Natrium-bikarbonat, Natrium laktat hipertonik.


BAB IV
KESIMPULAN

 Syok hemoragik (hipovolemik): disebabkan kehilangan akut dari darah atau cairan

tubuh.

 Cairan di tubuh manusia terdiri dari cairan intraselular dan cairan ekstraselular terbagi

dalam:

 Cairan intravaskular

 Cairan interstisial

 Cairan transelular

 Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran semipermeabel

dari larutan dengan kadar rendah menuju larutan dengan kadar tinggi sampai kadarnya

sama.

 Difusi adalah peristiwa bergeraknya molekul melalui pori-pori. Larutan akan bergerak

dari yang berkonsentrasi tinggi menuju konsentrasi rendah.

 Perpindahan air dan zat terlarut di bagian tubuh menggunakan mekanisme transpor

pasif dan aktif.

 Hipovolemia menyebabkan beberapa perubahan :

 Vasokonstriksi organ sekunder (viscera, otot, kulit) untuk menyelamatkan

organ primer (otak, jantung) dengan aliran darah yang tersisa.

 Vasokonstriksi menyebabkan hipoksia jaringan, terjadi metabolism anaerobik

dengan produk asam laktat yang menyebabkan asidosis asam laktat.

 Asidosis asam laktat menyebabkan perubahan-perubahan sekunder pada organ-

organ primer dan organ-organ sekunder sehingga terjadi kerusakan merata.


 Pergeseran kompartemen cairan. Kehilangan darah dari intravaskular sampai

10% EBV tidak mengganggu volume sebesar yang hilang. Tetapi kehilangan

yang lebih dari 25% atau bila terjadi syok/hipotensi maka sekaligus

kompartemen interstitial dan intrasel ikut terganggu.

 Tabel Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah Berdasarkan Persentasi


Penderita Semula
Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
Kehilangan Darah (ml) Sampai 750 750-1500 1500-2000 >2000
Kehilangan Darah (%volume Sampai 15% 15%-30% 30%-40% >40%
darah)
Denyut nadi <100 >100 >120 >140
Tekanan Darah Normal Normal Menurun Menurun
Tekanan Nadi Normal/↑ ↓ ↓ ↓
Frekuensi pernapasan 14-20 20 -30 30-40 >35
Produksi Urin (ml/jam) >30 20-30 5-15 <5
CNS/Status Mental Sedikit Agak Cemas, Bingung, Lesu
Cemas Cemas Bingung
Penggantian Cairan Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan Kristaloid dan
(Hukum 3:1) darah darah

Anda mungkin juga menyukai