Anda di halaman 1dari 6

TUGAS HUKUM PAJAK

OLEH:
WISNU SATRIO HARIONO
NIM. 031624253020

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018
A. Cara-cara Hapusnya Utang Pajak

Terdapat 10 cara hapusnya utang pajak yang dapat diterapkan (Ps. 1381

IBW) menurut Rochmat Soemitro yaitu:

1. Pembayaran

2. Penawaran pembayaran diikuti dengan konsinyasi

3. Pembaharuan utang

4. Memperhitungkan utang atau kompensasi

5. Percampuran utang

6. Peniadaan utang

7. Musnahnya barang atau hal terutang

8. Batal demi hukum

9. Hapusnya perikatan karena dipenuhi syarat batal

10. Utang pajak atau perikatan pajak hapus karena daluwarsa

Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai 10 cara hapusnya utang pajak:

1. Pembayaran

Pembayaran (lunas) utang menghapuskan utang. Ketentuan ini

berlaku sepenuhnya terhadap pajak-pajak. Utang pajak akan hapus

apabila dibayar lunas. Tetapi tidak setiap pembayaran lunas dapat

menghapuskan utang pajak, hanya pembayaran lunas dengan cara yang

diterima baik dalam bidang perpajakan, sesuai dengan ketentuan UU.

Pembayaran lunas yang dapat menghapuskan utang pajak adalah

pembayaran lunas dengan uang menurut cara, yang diterima baik oleh

kantor kas negara, kantor pos dan GIRO sebagai kantor persepsi yang
diberi wewenang menerima pembayaran pajak maupun oleh bank-bank

negara yang ditunjuk. Pembayaran lazimnya dilakukan oleh debitur,

oleh wajib pajak yang bersangkutan. Dalam pajak langsung, diakukan

oleh wajib pajak yang namanya tercantum pada surat ketetapan pajak

(SKP). Dalam pajak tidak langsung, pembayaran pajak harus diartikan

lebih lanjut, yaitu siapa yang bertanggung jawab atas pembayarannya

dan siapa yang akhirnya harus memikul beban pajak. Jadi dalam pajak

tidak langsung orang yang membayar pajak atau yang menanggung

pembayarannya, dan orang yang memikul pajaknya, terdapat pada dua

orang yang berlainan, sedangkan dalam pajak langsung baik yang

membayar atau yang menanggung pajak dan orang yang memikul

beban adalah orang yang sama.

2. Penawaran Pembayaran diikuti dengan konsinyasi

Ketentuan ini tidak berlaku pada pajak-pajak, karena kantor kas

negara tidak dapat menolak pembayaran pajak, betapa kecilnya

pembayaran tersebut. Ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1381 huruf

b IBW hanya akan diterapkan apabila terjadi penolakan pembayaran

yang dilakukan oleh kreditur/negara/ pemungut pajak. Konsinyasi pun

merupakan akibat dari penolakan pembayaran.

3. Pembaharuan Utang

Menurut ketentuan hukum perdata, pembaharuan utang terjadi

karena 3 sebab yaitu:


a. Jika kreditur untuk kepentingan debitur membuat perikatan utang baru,

untuk menggantikan yang lama, yang karenanya menjadi batal.

b. Jika ditempatkan suatu kreditur baru, yang menggantikan kreditur yang

lama, yang oleh debitur dibebaskan dari perikatannya. Hal ini tidak

mungkin terjadi dalam bidang perpajakan, karena yang menjadi kreditur

pajak adalah negara yang tidak mungkin kedudukannya dialihkan kepada

siapapun.

c. Jika karena perjanjian baru diciptakan suatu debitur baru untuk

menggantikan debitur yang lama, yang membebaskan debitur yang lama

dari kewajiban-kewajibannya yang lama.

Jadi pada intinya pembaharuan utang tidak dapat terjadi dalam hukum

pajak.

4. Memperhitungkan Utang atau Kompensasi

Kompensasi atau memperhitungkan utang terjadi demi hukum,

bahkan mungkin terjadi di luar pengetahuan debitur. Untuk kepentingan

administrasi, kompensasi hanya dapat dilakukan atas permintaan wajib

pajak dengan pemindah bukuan dan tidak terjadi dengan sendirinya.

Kompensasi hanya dapat terjadi dalam bentuk utang uang, atau dalam

bentuk barang yang sama. Kompensasi utang perdata satu-satunya yang

dapat dilakukan dengan utang pajak, adalah hasil lelang. Bahkan

kompensasi ini merupakan kewajiban. Hasil lelang yang dibayarkan

kepada peminta lelang wajib pajak adalah hasil lelang setelah dikurangi

denganutang-utang pajak peminta lelang yang sudah jatuh tempo.


5. Percampuran Utang

Percampuran utang terjadi apabila sifat debitur dan kreditur

bercampur pada satu orang. Jumlah atau barang yang terutang adalah

sama sehingga percampuran utang mengakibatkan hapusnya utang atau

perikatan. Hal ini mirip dengan kompensasi namun tidak dapat

diterapkan dalam bidang perpajakan.

6. Peniadaan Utang

Peniadaan utang debitur, atau dengan kata lain kreditur

membebaskan debitur dari kewajibannya untuk membayar utangnya

dan dalam hukum pajak, hal ini harus didasarkan pada suatu surat

keputusan administrasi pajak.

Cara ini dapat diterapkan dalam hukum pajak. Peniadaan utang ini tidak

berlaku dengan sendirinya, melainkan harus ada perbuatan positif dari

pihak negara (kreditur, direktorat jenderal pajak) berupa surat keputusan

pihak administrasi dan ini pun sering harus didasarkan atas permintaan

wajib pajak.

7. Musnahnya Barang atau Hal yang Terutang

Hapusnya atau musnahnya objek yang telah dikenakan pajak, tidak

dengan sendirinya menghapus utang pajak atau perikatan pajak atau

kewajiban membayar jumlah uang dalam kas negara.

8. Batal Demi Hukum

Perikatan pajak yang timbul karena undang-undang berdasarkan

ajaran material tidak akan dapat batal dengan sendirinya demi hukum.
Utang pajak yang terjadi dengan surat ketetapan pajak menurut ajaran

formal, hanya akan hapus apabila surat ketetapan pajak dibatalkan.

9. Hapusnya Perikatan karena Dipenuhi Syarat Batal

Ada suatu perikatan yang diperjanjikan menjadi hapus jika syarat-

syarat tertentu pada suatu saat dipenuhi. Syarat ini merupakan suatu hal

yang belum tentu, artinya dapat terjadi tapi juga mungkin tidak terjadi.

Lain halnya dengan perikatan dengan ketentuan waktu yang pasti akan

terjadi dikemudian hari. Dalam pajak-pajak ketentuan ini tidak mungkin

berlaku karena utang pajak timbul karena undang-undang tanpa syarat.

10. Utang Pajak atau Perikatan Pajak Hapus karena Daluwarsa

Daluwarsa adalah hapusnya perikatan karena lampaunya jangka

waktu tertentu, yang ditetapkan dalam undang-undang, menurut cara-

cara yang ditentukan dalam undang-undang. Dalam UU Pajak lama

maupun dalam UU Nomor 6 Tahun 1983 dimuat suatu ketentuan bahwa

hak untuk melakukan penagihan pajak termasuk bunga, denda

administrasi dan biaya penagihan gugur (mestinya daluwarsa) setelah

lampau waktu 5 tahun (Pasal 19 ayat (4) UUPd; Pasal 40 ayat (2)

UUPPs) terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa

pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang bersangkutan, kecuali

jika sebelum saat daluwarsa, dilakukan pencegahan daluwarsa. Dalam

UU PPh tidak diatur daluwarsa tentang hak wajib pajak untuk menuntut

kembali kelebihan pembayaran pajak.

Anda mungkin juga menyukai