Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PRESENTASI KELAS

DASAR-DASAR FISIOLOGI TUMBUHAN


TAHUN 2019

(PENGARUH FAKTOR LINGKUNGANTERHADAP LAJU FOTOSINTESIS)

Disusun Oleh :

Kelompok :1

Evrilia Ciptaningrum (17/409588/PN/14976)

Ganggawa Shae Muh (17/409591/PN/14979)

Luthfi Indriyani M (17/409592/PN/14980)

Dinda Fahira (17/409618/PN/15006)

Rahmania Ramadhani (17/409623/PN/15011)

Kelas :E
Dosen Pengampu :
Didik Indradewa, Prof. Dr. Ir., Dip.Agr.St.
Rani Agustina Wulandari, , S.P., M.P., Ph.D
Muhammad Habib Widyawan, , M.Si

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2019
PENGARUH FAKTOR LINGKUNGANTERHADAP LAJU FOTOSINTESIS
RINGKASAN
Fotosintesis atau asimilasi karbon merupakan proses pengubahan zat-zat anorganik
H2O dan CO2 oleh klorofil menjadi zat organik karbohidrat dengan bantuan cahaya. Proses
fotosintesis hanya bisa dilakukan oleh tumbuhan yang mempunyai klorofil. Tujuan dari
dilaksanakannya pengamatan ini yaitu untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan yang
terdiri dari warna, suhu serta intensitas cahaya. Pengamatan ini terdiri atas tiga tahap
pelaksanaan yaitu pengaruh warna sungkup terhadap laju fotosintesis, pengaruh suhu terhadap
laju fotosintesis serta pengaruh intensitas cahaya terhadap laju fotosintesis pada tanamann
hydrilla. Terdapat tiga jenis variabel pada pengamatan ini, yaitu variabel bebas, variabel
terikat dan variabel kontrol. Faktor lingkungan berperan sebagai variabel bebas, laju
fotosintesis berperan sebagai variabel terikat sedangkan, tanaman hydrilla dengan jumalh
yang sama pada setiap tahap pengamatan sebagai variabel kontrol. Pengamatan pengaruh
warna dan intensitas cahay dilakukan di bawah sinar matahari langsung, sedangkan
pengamatan pengaruh suhu dilakukan di dalam laboratorium. Pengamatan dilakukan
sebanyak tiga kali ulangan. Kemudian, volume oksigen yang dihasilkan dihitung dengan
menggunakan rumus : Perubahan volume (mL) / berat Hydrilla (gram) / jam. Kemudian,
hubungan antara laju fotosintesis dan intensitas cahaya serta hubungan antara laju fotosintesis
dan suhu dianalisis menggunakan analisis regresi. Adapun, pengaruh warna cahaya dianalisis
menggunakan uji lanjut LSD (Least Significant Difference). Berdasarkan hasil pengamatan,
bahwa laju fotosintesis berbanding lurus dengan intensitas cahaya, artinya semakin tinggi
intensitas cahaya maka laju fotosintesisnya juga semakin cepat. Pada pengamatan pengaruh
suhu terhadap laju fotosintesis yaitu, bahwa laju fotosintesis akan tinggi apabila berada pada
suhu optimum yaitu 30 ºC. Hasil pengamatan pengaruh warna cahaya terhadap laju
fotosintesis kurang sesuai dengan teori, berdasarkan pengamatan yang dilakukan bhawa laju
fotosintesis tertinggi terjadi pada perlakuan warna cahay ungu, hal tersebut tidak sesuai
dengan teori bahwa laju fotosintesis akan tingga pada perlakuan warna hijau dan merah.
PENDAHULUAN
Tumbuhan hijau memiliki ciri khusus dan khas yaitu memiliki kemampuan dalam
menggunakan zat karbon dari udara untuk diubah menjadi bahan organik serta diasimilasi
dalam tubuh tumbuhan. Tumbuhan tingkat tinggi pada umumnya tergolong pada organisme
autotrof atau makhluk hidup yang dapat membuat makanannya sendiri dari proses-proses
fisiologinya. Senyawa organik rantai karbon yang dibentuk oleh tumbuhan hijau berasal dari
proses fotosintesis. Fotosintesis atau asimilasi karbon merupakan proses pengubahan zat-zat
anorganik H2O dan CO2 oleh klorofil menjadi zat organik karbohidrat dengan bantuan cahaya.
Proses fotosintesis hanya bisa dilakukan oleh tumbuhan yang mempunyai klorofil. Proses ini
hanya akan terjadi jika ada cahaya dan melalui perantara pigmen hijau daun yaitu klorofil
yang terdapat dalam kloroplas.
Fotosintesis terjadi di dalam organel sel yang disebut dengan kloroplas, yaitu organel
yang mampu menangkap sinar matahari dan menggunakannya untuk mengubah karbon
dioksida dan air menjadi bahan organik (glukosa). Di dalam kloroplas, reaksi fotosintesis
terjadi ketika serangkaian langkah diuraikan menjadi reaksi terang dan reaksi gelap (Calvin
Cycle). Selama reaksi terang, protein kompleks besar terjadi di fotosistem II dan fotosistem I
menggunakan molekul pigmen klorofil (P680 dan P700) untuk mengambil foton cahaya
untuk diteruskan ke proses selanjutnya (Silva et al., 2015).
Laju fotosintesis antar jenis tumbuhan maupun antar habitat berbeda-beda. Tumbuhan
yang tumbuh cepat mempunyai laju fotosintesis yang tinggi, namun bukan berarti bahwa
tumbuhan dengan laju fotosintesis yang tinggi selalu tumbuh lebih cepat. Tumbuhan dengan
laju fotosintesis mampu menyerap karbondioksida (CO2) dengan jumlah lebih banyak
dibandingkan tumbuhan dengan laju fotosintesis yang rendah. Laju fotosintesis selain
dipengaruhi oleh factor internal, fotosintesis juga dipengaruhi oleh factor eksternal. Faktor
eksternal yang mempengaruhi fotosintesis antara lain cahaya, konsentrasi CO2 di udara, suhu,
ketersediaan air dan ketersediaan hara. Laju fotosintesis menurun jika intensitas cahaya
berkurang, suhu menurun, ketersediaan air dan hara rendah. Selain itu, kekurangan fosfor dan
nitrogen juga dapat berpengaruh terhadap fotosintesis. Faktor eksternal pengaruhnya lebih
besar pada laju fotosintesis dibandingkan dengan factor internal (Hidayati et al., 2013).
Setiap jenis tumbuhan memiliki laju fotosintesis karena adanya perbedaan anatomi,
fisiologi, karakter, dan morfologi dari setiap jenis (factor internal). Demikian juga laju
fotosintesis pada individu satu dengan indivisu lainnya di dalam satu jenis tumbuhan juga
akan berbeda, hal ini disebabkan oleh factor eksternal (iklim mikro) seperti halnya suhu,
udara, kelembaban udara, intensitas cahaya, pH tanah dan air tanah. Selain itu, ketinggian
tempat dapat berpengaruh terhadap laju fotosintesis yang berkaitan dengan kandungan CO2 di
udara. Oleh karena itu, CO2 merupakan factor pembatas di daerah tropic. Konsentrasi CO2
berkurang seiring dengan bertambahnya ketinggian tempat, semakin besar konsentrasi molar
CO2 maka laju fotosintesis semakin besar pula. Demikian juga dengan factor intensitas
cahaya, suatu tanaman tanpa naungan laju fotosintesisnya semakin cepat (Mansur, 2016).
Berdasarkan penjelasan diatas terkait fotosintesis, maka dilakukan percobaan sehingga
dapat melihat bagaimana fotosintesis berlangsung dan mengetahui apa saja factor yang dapat
mempengaruhi laju fotosintesis. Makalah ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh factor
lingkungan antara lain intensitas cahaya, warna cahaya, dan suhu terhadap laju fotosintesis.
METODE PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Pengamatan pengaruh faktor lingkungan terhadap laju fotosintesis dilaksanakan pada
hari Senin, 18 Februari 2019 pukul 13.30-16.30 WIB di Laboratorium Manajemen Produksi
Tanaman, Sub Laboratorium Ilmu Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Adapun alat yang digunakan dalam
praktikum ini yaitu, timbangan, stopwatch, 15 buah erlenmeyer, 15 buah pipet volume 5 mL,
sungkup dengan penerusan cahaya berbeda, sungkup warna bening, merah, kuning, hijau dan
biru, 5 buah thermometer, 3 buah tripot, 3 buah plat asbes, 3 buah lampu spiritus dan 5 buah
gelas piala volume 1 liter. Sedangkan, bahan yang digunakan adalah ganggang Hydrilla,
alumunium foil , air dan es. Pelaksanaan praktikum ini dibagi menjadi tiga sub acara dan di
setiap sub acara dibutuhkan 5 buah pipet dan 5 buah erlenmeyer.
Sub acara yang pertama yaitu, pengaruh intensitas cahaya. Langkah – langkah yang
harus dilakukan yaitu, pipet diisi dengan air sampai agak penuh. Bagian pangkal ditutup
dengan tangan dan bagian ujungnya ditutup dengan selang plastik yang sudah dibakar lalu
bagian pangkal dilepas serta diusahakan agar air tidak keluar. Kemudian, 2 potong ganggang
Hydrilla diambil dengan berat tertentu yang hampir sama.. Lalu, bagian pangkalnya
dimasukkan ke dalam pangkal pipet. Selanjutnya, erlenmeyer disiapkan dan diisi dengan air
sampai batas leher. Lalu, ganggang pada pipet dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Setelah
ganggang dimasukkan ke dalam erlenmeyer, mulut erlenmeyer ditutup dari bagian atas
menggunakan alumunium foil. Kemudian, sungkup diberikan sesuai dengan perlakuan
intensitas cahaya meliputi 100%, 75%, 50%, 25% dan 0%. Pengamatan ini dilakukan di
bawah sinar matahari langsung. Perubahan volume air dalam pipet selama 15 menit dicatat.
Pengamatan diulangi sebanyak tiga kali. Volume oksigen yang dihasilkan dihitung dengan
rumus : Perubahan volume (mL) / berat Hydrilla (gram) / jam.
Sub acara yang kedua yaitu, pengaruh cahaya warna. Langkah – langkah yang harus
dilakukan yaitu, pipet diisi dengan air sampai agak penuh. Bagian pangkal ditutup dengan
tangan dan bagian ujungnya ditutup dengan selang plastik yang sudah dibakar lalu bagian
pangkal dilepas serta diusahakan agar air tidak keluar. Kemudian, 2 potong ganggang
Hydrilla diambil dengan berat tertentu yang hampir sama. Lalu, bagian pangkalnya
dimasukkan ke dalam pangkal pipet. Selanjutnya, erlenmeyer disiapkan dan diisi dengan air
sampai batas leher. Lalu, ganggang pada pipet dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Setelah
ganggang dimasukkan ke dalam erlenmeyer, mulut erlenmeyer ditutup dari bagian atas
menggunakan alumunium foil. Kemudian, sungkup diberikan sesuai dengan perlakuan warna
cahaya. Pengamatan ini dilakukan di bawah sinar matahari langsung.
Perubahan volume air dalam pipet selama 15 menit dicatat. Pengamatan diulangi sebanyak
tiga kali. Volume oksigen yang dihasilkan dihitung dengan rumus : Perubahan volume (mL)
/ berat Hydrilla (gram) / jam.
Sub acara yang ketiga yaitu, pengaruh suhu. Langkah – langkah yang harus dilakukan
yaitu, pipet diisi dengan air sampai agak penuh. Bagian pangkal ditutup dengan tangan dan
bagian ujungnya ditutup dengan selang plastik yang sudah dibakar lalu bagian pangkal dilepas
serta diusahakan agar air tidak keluar. Kemudian, 2 potong ganggang Hydrilla diambil
dengan berat tertentu yang hampir sama. Lalu, bagian pangkalnya dimasukkan ke dalam
pangkal pipet. Selanjutnya, erlenmeyer disiapkan dan diisi dengan air sampai batas leher.
Lalu, ganggang pada pipet dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Setelah ganggang dimasukkan
ke dalam erlenmeyer, mulut erlenmeyer ditutup dari bagian atas menggunakan alumunium
foil. Erlenmeyer tersebut dimasukkan ke dalam gelas piala. Adapun perlakuan suhunya
meliputi 5°C, 15°C, 25°C, 35°C dan 45°C. Untuk perlakuan 5°C dan 15°C, gelas piala diisi
dengan es. Sedangkan, untuk perlakuan 35°C dan 45°C gelas piala diisi dengan air, kemudian
diletakkan di atas tripot dan plat asbes lalu dipanaskan dengan lampu spiritus. Untuk
perlakuan 25°C tergantung dari suhu air. Pengukuran suhu dilakukan pada air di dalam
erlenmeyer dengan air selalu diaduk-aduk. Pengamatan pada sub acara ini dilakukan di
laboratorium. Perubahan volume air dalam pipet selama 15 menit dicatat. Pengamatan
diulangi sebanyak tiga kali. Volume oksigen yang dihasilkan dihitung dengan rumus :
Perubahan volume (mL) / berat Hydrilla (gram) / jam.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Tabel 1.1 Pengaruh intensitas cahaya terhadap volume oksigen yang dihasilkan
Intesitas Volume oksigen yang dihasilkan (mL)
Rerata
Cahaya (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
0 0.00 0.00 0.00 0.00
25 0.00 0.00 0.00 0.00
50 0.08 0.00 0.00 0.03
75 0.17 0.24 0.33 0.25
100 0.49 0.33 0.41 0.41
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa pada intensitas
cahaya dengan nilai 0%, rerata volume O2 yang dihasilkan senilai 0. Pada intensitas
cahaya 25%, rerata volume O2 yang dihasilkan senilai 0. Pada intensitas cahaya 50%,
rerata volume O2 yang dihasilkan sebesar 0.03 ml. pada intensitas cahay 75%, rerata
volume O2 yang dihasilkan sebesar 0.25 ml dan pada intensitas cahaya 100 %, volume O2
yangdihasilkan sebesar 0.41 ml.

Tabel 1.2 Pengaruh warna cahaya terhadap volume oksigen yang dihasilkan
Volume oksigen yang dihasilkan (mL)
Warna Rerata
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
Bening 0.10 0.14 0.16 0.13
Kuning 0.00 0.00 0.00 0.00
Ungu 0.24 0.33 0.24 0.27
Merah 0.05 0.00 0.14 0.06
Hijau 0.00 0.00 0.00 0.00
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa pada perlakuan
warna bening, rerata volume O2 yang dihasilkan sebesar 0.13. Pada perlakuan warna
kuning rerata volume O2 yang dihasilkan sebesar 0. Pada perlakuan warna ungu, rerata
volume O2 yang dihasilkan sebesar 0.27 ml. Pada perlakuan warna merah, rerata volume
O2 yang dihasilkan sebesar 0.06 dan pada perlakuan warna hijau, rerata volume O2 yang
dihasilkan sebesar 0.
Tabel 1.3 Pengaruh suhu terhadap volume oksigen yang dihasilkan
Volume oksigen yang dihasilkan (mL)
Suhu (℃) Rerata
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
5 0.00 0.00 0.00 0.00
15 0.10 0.08 0.13 0.10
28 0.28 0.33 0.33 0.31
35 0.30 0.37 0.33 0.33
45 0.20 0.18 0.28 0.22
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa, pada suhu 5
℃, rerata volume O2 yang dihasilkan sebesar 0. Pada perlakuan suhu 15 ℃, rerata volume
O2 yang dihasilkan sebesar 0.1 ml. Pada perlakuan 28 ℃, rerata volume O2 yang
dihasilkan sebesar 0.31 ml. Pada perlakuan suhu 35 ℃, rerata volume O2 yang dihasilkan
sebesar 0.33 ml. Pada perlakuan suhu 45 ℃, rerata volume yang dihasilkan sebesar 0.22
ml

B. PEMBAHASAN
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi laju fotosintesis yaitu faktor eksternal () dan
faktor internal (genetik). Faktor internal yang mempengaruhi laju fotosintesis diantaranya
adalah spesies, enzim, umur daun, hormone, klorofil dan pengaruh laju translokasi
fotosintat. Sementara itu, faktor lingkungannya meliputi ketersediaan air, ketersediaan
CO2, pengaruh intensitas cahaya, warna cahaya, ketersediaan O2 , nitrogen serta pengaruh
suhu (Setyanti dkk, 2013). Pembentukan klorofil dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
faktor genetik tanaman, intensitas cahaya, oksigen, karbohidrat, unsur hara, air, dan
temperatur. Daun merupakan organ tanaman tempat berlangsungnya fotosintesa yang
sering digunakan dalam parameter pertumbuhan (Dwijoseputro, 1992).
Laju fotosintesis berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh pada berbagai daerah yang
berbeda seperti gurun kering, puncak gunung, dan hutan hujan tropika, sangat berbeda.
Perbedaan ini sebagian disebabkan oleh adanya keragaman cahaya, suhu, dan
ketersediaan air, tapi tiap spesies menunjukkan perbedaan yang besar pada kondisi
khusus yang optimum bagi mereka. Spesies yang tumbuh pada lingkungan yang kaya
sumberdaya mempunyai kapasitas fotosintesis yang jauh lebih tinggi daripada spesies
yang tumbuh pada lingkungan dengan persediaan air, hara, dan cahaya yang terbatas.
(Salisbury and Ross, 1995). Laju fotosintesis ditingkatkan tidak hanya oleh naiknya
tingkat radiasi, tapi juga oleh konsentrasi CO2 yang lebih tinggi, khususnya bila stomata
tertutup sebagian karena kekeringan (Salisbury and Ross, 1995).
Pada pembahasan ini, lebih difokuskan pada pengaruh faktor lingkungan yaitu
intensitas cahaya, suhu dan warna cahaya terhadap laju fotosintesis. Faktor yang pertama
yaitu intensitas cahaya Unsur radiasi matahari yang penting bagi tanaman adalah
intensitas cahaya, kualitas cahaya dan lamanya penyinaran (Pantilu et al., 2002).
Tanggapan suatu tanaman terhadap peningkatan intensitas cahaya berbeda antara tanaman
yang dapat tumbuh di tempat yang ternaungi dengan tumbuhan dengan tanaman yang
dapat tumbuh di tempat yang tidak ternaungi. Adapun tumbuhan yang cocok untuk
kondisi ternaungi menunjukkan laju fotosintesis yang sangat rendah pada intensitas
cahaya yang tinggi. Kenaikan aktivitas fotosintesis tidak akan terus berlanjut, tetapi akan
berhenti sampai batas keadaan tertentu karena tumbuhan memiliki batas toleransi.
Lamanya waktu pencahayaan sangat berpengaruh terhadap proses fotosintesis. Pada
musim hujan, lama pencahayaan menjadi pendek yang mana berdampak pada aktivitas
fotosintesis yang berkurang. (Haryanti, 2010).
Faktor yang kedua yaitu suhu. Suhu lingkungan turut berperan dalam proses
fotosintesis, dalam hal ini suhu sangat mempengaruhi aktivitas fotosintesis terkait dengan
aktivitas enzim. Fotosintesis merupakan reaksi yang memerlukan enzim, sedangkan
kinerja enzim dipengaruhi oleh suhu. Aktivitas fotosintesis tidak berlangsung pada suhu
di bawah 5o C dan diatas 50o C. Suhu optimum fotosintesis sekitar 280 C – 30o C. Pada
suhu optimal tingkat pertumbuhan pada tanaman relatif tinggi dan dapat beradaptasi
dengan baik pada suhu lingkungan yang sesuai (Terada et al., 2016).
Begitupun dengan warna cahaya, tanaman memiliki gelombang spektrum cahaya
khusus yang menyebabkan tanaman mampu meningkatkan kemampuan fotosintesisnya.
Spektrum cahaya bermanfaat besar bagi tanaman sebagai sinyal untuk melakukan
fotosintesis (Muneer et al., 2014). Spektrum cahaya sendiri bermacam-macam dan
masing-masing memiliki panjang gelombang yang berbeda-beda, hal tersebut yang
mempengaruhi keefektifan laju fotosintesis pada tumbuhan (Handoko dan Fajariyanti,
2013). Spektrum cahaya merupakan fenomena yang tidak lepas dari kehidupan makhluk
hidup, terutama dalam hal pertumbuhan. Dengan suatu teknik yang menggunakan prisma,
cahaya akan terurai menjadi komponen komponennya. Mulai dari warna merah dengan
frekuensi yang paling rendah sampai dengan warna ungu dengan frekuensi paling tinggi
(Hasanah et al., 2018)
Terdapat tiga macam variabel pada pengamatan pengaruh faktor lingkungan terhadap
laju fotosintesis. Variabel yang pertama yaitu variabel bebas, variabel bebas merupakan
variabel yang mempengaruhi atau penyebab dari variabel terikat. Variabel bebas dalam
pengamatan ini yaitu faktor lingkungan yang terdiri atas warna sungkup, intensitas
cahaya dan suhu. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau akibat dari
adanya variabel bebas. Variabel terikat pada pengamatan ini yaitu laju fotosintesis.
Variabel kontrol, merupakan variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga
hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat tidak terpengaruh oleh faktor luar.
Variabel kontrol pada pengamatan ini yaitu tanaman hydrilla dengan jumlah yang sama
pada setiap sub acara pengamatan. Adapun langkah analisis data dan hasil pengamatan
yang dilakukan yaitu, hubungan antara laju fotosintesis dengan intensitas cahaya serta
laju fotosintesis dengan suhu dianalisis menggunakan analisis regresi dan ditampilkan
grafiknya. Sementara itu, pengaruh warna cahaya terhadap laju fotositesis dianalisis
menggunakan analisis varians (ANOVA) dan ditampilkan dalam bentuk diagram batang
beserta hasil analisis selanjutnya dengan menggunakan uji lanjut LSD (Least Significant
Difference) dengan taraf kepercayaan 95%.

Grafik 2.1. Pengaruh intensitas cahaya terhadap volume oksigen yang dihasilkan

Di dalam percobaan ini, volume oksigen yang dihasilkan paling besar yaitu yang
diperlakukan dengan intensitas cahaya 100% atau tanpa naungan sehingga cahaya
matahari dapat diterima langsung oleh daun dan dapat dimanfaatkan sepenuhnya sebagai
sumber energi fotosintesis. Lain halnya dengan yang dinaungi baik 75%, 50%, 25%,
bahkan 0% terrnaungi atau sama sekali tidak mendapatkan cahaya secara langsung.
Perlakuan penaungan akan mengurangi intensitas cahaya yang diterima oleh daun
sehingga proses fotosintesisnya pun tidak akan berlangsung secara optimal. Hal ini
menunjukkan bahwa laju fotosintesis suatu tanaman berbanding lurus dengan intensitas
cahaya yang diterima oleh daun. Semakin besar intensitas sinar yang diterima maka akan
semakin cepat pula fotosintesis yang berlangsung, dan sebaliknya (Harwati, 2007).
Hasil yang diperoleh sesuai dengan hasil yang diperoleh Pertamawati (2010) bahwa
kenaikan intensitas cahaya mempercepat laju fotosintesis. Akan tetapi, tidak pada setiap
kondisi meningkatnya intensitas akan diikuti atau menyebabkan meningkatnya laju
fotosintesis. Terdapat perbedaan tingkat kebutuhan cahaya, terutama antara tumbuhan
tipe C3 dan C4. Pada tumbuhan C3 terjadi kondisi yang disebut titik jenuh cahaya. Pada
kondisi tersebut, laju fotosintesis telah mencapai maksimum, dan tidak meningkat lagi
lajunya walau intensitas cahayanya bertambah.

Tabel 2.2. Hasil Analisis Varians Warna Sungkup

F F
Sumber Ragam db JK KT hit tab p-value
Perlakuan 4 -0.1169463 -0.0292366 -1.14647 3.48 0.05

Sesatan 10 0.255012963 0.03

Total 14 0.138066667

Gambar 2.2. Histogram Pengaruh Warna Sungkup terhadap Laju Fotosintesis


Berdasarkan diagram di atas dapat diketahui bahwa perlakuan sungkup warna ungu
mempunyai laju fotosintesis tertinggi. Hal ini tidak sesuai dengan teori karena tanaman
menyerap gelombang merah lebih besar (Muneer et al., 2014). Hasil uji lanjut LSD
menunjukkan tidak adanya perbedaan signifikan antar perlakuan warna cahaya terhadap laju
fotosintesis (notasi sama “a”).
Pigmen utama proses fotosintesis adalah klorofil dan karotenoid. Klorofil a dan
klorofil b memiliki tingkat absorbs yang tinggi terhadap panjang gelombang biru, ungu,
jingga dan merah serta menunjukkan absorbsi yang sangat kurang terhadap panjang
gelombang hijau dan kuning hijau. (500-600nm) (Sasmitamihardja dan Siregar, 1996 cit.
Songi, 2012). Cahaya hijau akan dipantulkan oleh tanaman dan ditangkap oleh mata
sehingga timbul rasa bahwa daun berwarna hijau (Pertamawati, 2010). Ketidaksesuaian
dengan teori dapat dikarenakan pada saat pengamatan dilakukan, cuaca kurang cerah merata
sehingga sinar/cahaya yang didapatkan di masing-masing sungkup berbeda yang
menyebabkan volume oksigen yang dihasilkan juga berbeda.
Radiasi matahari dengan panjang gelombang tertentu yang dimanfaatkan tumbuhan
untuk proses fotosintesis, yaitu panjang gelombang yang berada pada kisaran cahaya tampak
(380-700 nm). Cahaya tampak terbagi atas cahaya merah (610 - 700 nm), hijau kuning (510 -
600 nm), biru (410 - 500 nm) dan violet (< 400 nm). Masing-masing jenis cahaya berbeda
pengaruhnya terhadap fotosintesis. Hal ini terkait pada sifat pigmen penangkap cahaya yang
bekerja dalam fotosintesis. Pigmen yang terdapat pada membran grana menyerap cahaya yang
memiliki panjang gelombang tertentu. Pigmen yang berbeda menyerap cahaya pada panjang
gelombang yang berbeda. Kloroplast mengandung beberapa pigmen. Sebagai contoh, klorofil
a terutama menyerap cahaya biru-violet dan merah. Klorofil b menyerap cahaya biru dan
oranye dan memantulkan cahaya kuning-hijau. Klorofil a berperan langsung dalam reaksi
terang, sedangkan klorofil b tidak secara langsung berperan dalam reaksi terang (Benyamin,
2008).

Gambar 2.3. Grafik Pengaruh Suhu terhadap Laju Fotosintesis


Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan didapatkan hasil nilai R2 = 0,9432 dan
nilai F nya 0,038905. Nilai R2 yang mendekati 1 dan F< 0,05 dapat diartikan bahwa suhu
berpengaruh signifikan terhadap volume O2 yang dihasilkan. Hal itu sesuai dengan hasil
penelitian Loveless (1991) yang menunjukkan bahwa laju fotosintesis pada tumbuhan tropis
meningkat dari suhu minimum 5ºC sampai suhu 35ºC, di atas kisaran suhu ini laju fotosintesis
menurun. Kenaikan suhu akan mempercepat reaksi fotosinteia karena enzim akan bekerja
efektif. Namun ketika suhu terlalu tinggi (melampaui batas optimum enzim dapat bekerja),
maka enzim yang digunakan akan rusak karena enzim terbentuk dari protein. Protein menjadi
tidak aktif pada suhu terlalu rendah dan akan terdenaturasi jika suhu terlalu tinggi
(Pertamawati, 2010).
KESIMPULAN

Proses fotosintesis pada suatu tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan,
antara lain intensitas cahaya, warna cahaya serta suhu lingkungan. Semakin tinggi intensitas
cahaya yang diterima tumbuhan, maka laju fotosintesis yang terjadi semakin tinggi. Sama
halnya dengan intensitas, semakin tinggi suhu maka laju fotosintesis juga semakin cepat.
Tanaman lebih menyukai spektrum cahaya yang berwarna merah dan biru dengan anjang
gelombang tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Benyamin, L. 2008. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.


Dwidjoseputro, D.1992. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Cetakan Keenam. PT Gramedia,
Jakarta.
Handoko, P. dan Y. Fajariyanti. 2013. Pengaruh spektrum cahaya tampak terhadap laju
fotosintesis tanaman air Hydrilla verticillata. Prosiding seminar Nasional biologi. 10 (2)
: 1-3
Harwati, C.T. 2007. Pengaruh intensitas cahaya matahari terhadap pertumbuhan anggrek.
Jurnal Inovasi Pertanian 6(1): 58-67.
Haryanti, S. 2010. Pengaruh naungan yang berbeda terhadap jumlah stomata dan ukuran
porus stomata daun zephyranthes rosea lindl. Buletin Anatomi dan Fisiologi. 18(1) : 42-
43
Hasanah, F. M. S. Sari, S. Legowo, A. Saefullah, S. Fatimah. 2018. Pengaruh intensitas
spektrum cahaya warna merah dan hijau terhadap perkecambahan dan fotosintesis
kacang hijau (vigna radiata l.). Jurnal Ilmiah Penelitian dan Pembelajaran Fisika. 4(2) :
26
Hidayati,N., Mansur,M., dan Juhaeti,T. 2013. Variasi serapan karbon dioksida (CO2) jenis-
jenis pohon di “Ecopark” Cibinong dan kaitannya dengan potensi mitigasi gas rumah
kaca. Buletin Kebun Raya 16(1) :37-40.
Loveless, A.R. 1991. Principles of Plant Biology for the Tropics. Logman Group Limited,
England.
Mansur,M. 2016. Laju fotosintesis jenis-jenis pohon pionir hutan sekunder di Taman Nasional
Gunung Halimun-Salak Jawa Barat. Jurnal Teknologi Lingkungan 12(1) : 35-37
Muneer, S., Kim, E, Park, S.S., dan Lee, J. H. 2014. Influence of green red, and blue light
emitting diodes on multiprotein complex proteins and photosynthesis activity under
different light intensities in lectuce leaves (Lactuca sativa L.). Journal of Molecular
Science : 4657-4670.
Pantilu, L. I. F. R. Mantiri, N. S. Ai, D. Pandiangan. 2002. Respons morfologi dan anatomi
kecambah kacang kedelai (Glycine max (l.) Merill) terhadap intensitas cahaya yang
berbeda. Jurnal Bioslogos. 2(2) : 80
Pertamawati. 2010. Pengaruh fotosintesis terhadap pertumbuhan tanaman kentang (Solanum
tuberosum L.) dalam lingkungan fotoautotrof secara invitro. Jurnal Sains dan Teknologi
Indonesia 12 (1) : 31-37.
Salisbury, F. B and C. W. Ross. 1995. Plant Physiology (Fisiologi Tumbuhan, alih bahasa :
Lukman dan Sumaryono). Edisi ke-4. ITB Bandung, Bandung.
Setyanti, Y. H, S. Anwar, dan W. Slamet. 2013. Karakteristik fotosintetik dan serapan fosfor
hijauan alfalfa (medicago sativa) pada tinggi pemotongan dan pemupukan nitrogen
yang berbeda. Animal Agriculture Journal. 2(1) : 87
Silva,C.S., Seider,W.D., and Lior, N. 2015. Exergy efficiency of plant photosynthesis.
Chemical Engineering Science 130(1) : 151-152.
Songi, A.N. 2012. Evolusi fotosintesis pada tumbuhan. Jurnal Ilmiah Sains. 12(1):28-34.
Terada, R. T. O. Vo, N. Nishihara, K. Shioya, S. Shimada, S. Kawaguchi. 2016. The effect of
irradiance and temperature on the photosynthesis and growth of a cultivated red alga
Kappaphycus alvarezii (Solieriaceae) from Vietnam, based on situ and in vitro
measurements. Journal of Applied Phycology. 28(1) : 457

Anda mungkin juga menyukai