Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

DASAR-DASAR FISIOLOGI TUMBUHAN

ACARA 4
PENGARUH PUPUK NITROGEN TERHADAP KEHIJAUAN DAUN

Disusun oleh:
Nama : Evrilia Ciptaningrum
NIM : 17/409588/PN/14976
Golongan : A1
Nama Asisten : Edwin Pradana

SUB-LABORATORIUM ILMU TANAMAN


LABORATORIUM MANAJEMEN PRODUKSI TANAMAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
I. PENDAHULUAN
Daun merupakan organ pokok pada tubuh tumbuhan. Pada umumnya berbentuk pipih
bilateral, berwarna hijau, dan merupakan tempat utama terjadinya fotosintesis. Berkaitan
dengan itu, daun memiliki struktur mulut daun yang berguna untuk pertukaran gas O2, CO2,
dan uap air dari daun ke alam sekitar maupun sebaliknya. Distribusi stomata sangat
berhubungan dengan kecepatan dan intensitas transpirasi pada daun, yaitu seperti letak satu
sama lain dengan jarak tertentu. Di dalam batas tertentu, maka semakin banyak porinya, maka
penguapan yang terjadi juga semakin cepat. Jika lubang-lubang itu terlalu berdekatan, maka
penguapan dari lubang yang satu akan menghambat penguapan lubang dekatnya (Papuangan
et al., 2014). Dikatakan sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis, karena pada daun
terdapat organel kloroplas yang di dalamnya mengandung klorofil. Klorofil ini sangat
berperan dalam menjalankan proses fotosintesis bersama cahaya matahari. Sementara itu,
klorofil yang disebutkan ini merupakan bahan yang tersimpan sebagai protein.
Nitrogen merupakan elemen penting, yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Meskipun nitrogen adalah senyawa organik (NH4+, NO2-, dan NO3-)
yang selama ini jumlahnya kurang dari 5% dari total nitrogen yang ada di dalam tanah. NH4+,
NO2-, dan NO3-) adalah bentuk utama dari elemen yang diserap oleh sebagian besar tanaman
melalui akar yang dimilikinya. Pupuk organik dan anorganik yang digunakan oleh petani,
berfungsi untuk menjaga kondisi gizi dan sistem tanaman yang berbeda. Sistem pertanian
organik yang mengaplikasikan pupuk secara terus menerus akan meningkatkan Nitrogen (N),
fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) di dalam tanah. Setelah pupuk
organik diterapkan ke tanah maka proses mineralisasi dimulai dan nitrogen organik
dilepaskan dan diserap oleh tanaman. Namun, tingkat mineralisasi dikendalikan oleh beberapa
faktor, termasuk pengelolaan pertanian, mikroorganisme, sifat tanah, suhu, kadar air, dan jenis
pupuk organik (Liu et al., 2014)
N dan P adalah nutrisi penting untuk struktur, proses, dan fungsi ekosistem, karena
ketersediaannya membatasi produksi biomassa dan pertumbuhan tanaman. Sebagai contoh,
aplikasi gabungan N dan P meningkatkan luas permukaan akar, panjang akar dan tunas akar.
Pada jenis tanaman Arabidopsis, tingkat hara yang berbeda telah terbukti berpengaruh pada
panjang akar dan plastisitas percabangan. Pada beberapa dekade terakhir, penerapan pupuk
pada pembibitan hutan semakin meningkatkan perhatian seluruh dunia. Sebagai akibat
meningkatnya permintaan serat kayu dan offset CO2. Tuntutan ini dapat dipenuhi melalui
produksi bibit yang sehat, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan produksi biomassa
tanaman. Banyak faktor yang mempengaruhi efektivitas aplikasi nutrisi pada pertumbuhan
bibit. Khususnya, jenis dan jumlah pupuk dapat mempengaruhi pertumbuhan bibit tanaman
(Razaq et al., 2017).
Nitrogen merupakan anasir penting dalam pembentukan klorofil, protoplasma, protein,
dan asam-asam nukleat. Unsur ini mempunyai peranan yang penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan semua jaringan hidup. N adalah unsur yang mobile, mudah sekali terlindi dan
mudah menguap, sehingga tanaman seringkali mengalami defisiensi. Pada umumnya
tanggapan tanaman terhadap suatu unsur hara bisa berubah-ubah tergantung pada status
ketersediaan unsur hara lainnya. Apabila pada suatu tanaman mengalami kekurangan dan
kelebihan unsur N ini maka gejalanya akan sangat tampak terlihat. Tanaman yang mengalami
defisiensi unsur N menunjukkan pertumbuhan yang lambat, tanaman akan terlihat lemah,
daunnya berwarna hijau terang hingga kuning. Tanaman cenderung mudah stress terhadap
kekeringan. Apabila ammonium merupakan sumber N satu-satunya, kondisi toksik dapat
berkembang yang ditunjukkan dengan patahnya batang sehingga akan menyebabkan
terhambatnya proses penyerapan air (Fahmi et al., 2010).
Sedangkan, apabila suatu tanaman mengalami kelebihan unsur N, maka tanaman
tersebut akan mudah sekali rebah dan mengalami penebalan dinding sel sehingga
menyebabkan daun dan batang tanaman lebih sukulen dan kurang keras. Gejala kenampakan
daun juga dapat menjadi kriteria yang penting terhadap ketercukupan N dalam jaringan
tanaman (Fahmi et al., 2010). Unsur N memegang peranan penting sebagai penyusun klorofil,
sehingga tanaman akan tampak berwarna hijau, selain itu daun tanaman akan tumbuh besar
sehingga dapat memperluas permukaan yang tersedia untuk proses fotosintesis. Sehingga,
ketersediaan unsur hara khususnya N bagi tanaman harus dalam keadaan cukup. Maka dari
itu, dilakukannya praktikum ini dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk N
terhadap kehijauan dan kandungan klorofil pada daun, mengetahui hubungan antara kehijauan
dengan kandungan klorofil pada daun serta menghitung dosis optimum nitrogen pada tanaman
jagung.
II. METODE PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan, dengan acara yang berjudul “Pengaruh
Pupuk Nitrogen terhadap Kehijauan Daun” dilaksanakan pada hari Senin, 4 Maret 2019 pukul
13.30-16.30 WIB di Laboratorium Manajemen Produksi Tanaman, Sub Laboratorium Ilmu
Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta. Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu, mortar, timbangan,
kertas saring, gelas beker, tabung reaksi, pipet ukuran 10 ml, BWD dan alat spektrofotometer
Spectronic 21 D. Sedangkan, bahan yang diperlukan yaitu, beberapa helai daun tanaman
jagung yang diberi dosis pupuk N yang berbeda yaitu N0 (tanpa diberi pupuk urea), N1
(diberi dosis urea yang dianjurkan 1,5 gram per polybag setara dengan 300 kg per hektar), N2
(dipupuk urea dengan dua kali dosis yang dianjurkan, 3 gram per polybag setara dengan 600
kg per hektar) serta aceton 80%.
Adapun fungsi dari setiap alat dan bahan yang digunakan yaitu; mortar berfungsi
sebagai alat penghalus daun jagung yang akan diuji, timbangan sebagai alat ukur berat daun
jagung, kertas saring sebagai penyaring tumbukan daun jagung guna diambil cairannya, gelas
beker berfungsi sebagai wadah larutan dari hasil tumbukan daun jagung yang telah disaring,
tabung reaksi berfungsi sebagai tempat cairan daun jagung yang siap untuk dihitung
kandungan klorofilnya, BWD berfungsi sebagai alat pengukur kehijauan daun serta
spektrofotometer Spectronic 21 D berfungsi sebagai alat penghitung kandungan klorofil pada
daun jagung. Adapun fungsi dari bahan yang diperlukan yaitu; beberapa helai daun tanaman
jagung sebagai objek pengamatan. Fungsi aseton pada percobaan ini yaitu untuk mengekstrak
klorofil pada daun atau dalam kata lain aseton sebagai pelarut klorofil. Klorofil bersifat non
polar sehingga dapat larut dalam aseton yang juga bersifat non polar. Klorofil tidak larut
dalam air, melainkan larut dalam etanol, metanol, eter, aseton, bensol, dan kloroform
sehingga aseton juga bisa diganti oleh metanol. Adapun fungsi dari perlakuan pemberian
pupuk nitrogen terhadap daun tanaman jagung yang berbeda-beda bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pupuk nitrogen terhadap kehijauan daun.
Pengukuran kehijauan daun menggunakan BWD dilakukan dengan membandingkan
warna daun terhadap warna masing-masing skor kehijauan yang ada pada BWD. Warna pada
BWD disesuaikan dengan warna daun kemudian skor kehijauannya diukur. Daun jagung yang
diukur kehijauan daunnya juga diukur kandungan klorofilnya menggunakan alat
spektrofotometer Spectronic 21 D. Daun jagung sebanyak 1 gram dari tiap-tiap perlakuan
pupuk ditumbuk dengan mortar. Setelah lumat, kemudian dituangkan sebanyak 20 ml aceton
ke dalam tumbukan. Aseton dan tumbukan daun disaring dengan kertas saring yang diletakan
di gelas beker, kemudian larutan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Di dalam larutan ini
terkandung klorofil a, klorofil b, dan karotenoid. Alat spektrofotometer Spectronic 21 D
dinyalakan, didiamkan selama 10 menit. Larutan aseton 80% (murni) dimasukkan ke dalam
cuvet hingga batas sebagai standar blangko. Tombol pengatur diatur pada panjang gelombang
645 nm, kemudian absorbance diatur menunjuk pada angka nol. Sampel larutan pigmen
dituangkan ke dalam cuvet yang lain hingga batas, kemudian dicatat berapa abosrbancenya.
Hal yang sama dilakukan pula pada panjang gelombang 663 nm. Diulangi sekali lagi untuk
masing-masing panjang gelombang, kemudian hasil pengukuran dirata-rata.
Kadar klorofil a = (0,0127 x A663 – 0,00269 x A645) x 20 ml
Kadar klorofil b = (0,0229 x A645- 0,00468 x A663) x 20 ml
Kemudian, rasio antara klorofil a dengan klorofil b dihitung. Kadar klorofil total dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
[(20,2 x A645) + (8,02 x A663)] x [20 ml / (1000 x 1 gram)] mg / gram berat segar daun.
Dengan keterangan seperti di bawah ini :
A645, merupakan absorbance pada panjang gelombang 645 nm
A663, merupakan absorbance pada panjang gelmbang 663 nm
Rancangan disusun menggunakan rancangan acak lengkap dengan tiga kali ulangan
untuk masing-masing perlakuan kondisi tanaman. Pengamatan digunakan sebagai ulangan.
Kemudian, dilakukan analisis data untuk melihat apakah ada perbedaan kehijauan daun dan
kandungan klorofil pada masing-masing kondisi tanaman. Hubungan antara skor kehijauan
daun dan kandungan klorofil dianalisis menggunakan analisis regresi dan ditampilkan
grafiknya serta hubungan antara dosis pupuk dan kandungan klorofil dianalisis menggunakan
analisis regresi dan ditampilkan grafiknya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan diperoleh hasil skor kehijauan dan
kandungan klorofil terhadap dosis pupuk yang berbeda :
Tabel 4.1 Skor Kehijauan Daun
Skor Kehijauan Daun BWD
Dosis Pupuk (kg) Skor Kehijauan Daun SPAD
Ul 1 Ul 2 Ul 3 Rerata
0 2 2 2 2 16
300 4 4 4 4 38.9
600 5 5 5 5 40.7

Tabel 4.2 Kandungan Klorofil


Dosis Kandungan Klorofil a Kandungan Klorofil b Total Kandungan Klorofil
Pupuk
Ul 1 Ul 2 Ul 3 Rerata Ul 1 Ul 2 Ul 3 Rerata Ul 1 Ul 2 Ul 3 Rerata
(kg)
0 0.579 0.506 0.636 0.574 0.470 0.427 0.502 0.466 1.049 0.933 1.138 1.040
300 0.649 0.691 0.645 0.662 0.514 0.534 0.507 0.519 1.164 1.225 1.152 1.180
600 0.761 0.761 0.720 0.748 0.552 0.552 0.532 0.545 1.313 1.313 1.252 1.293

Penggunaan pupuk anorganik yang praktis, mampu meningkatkan rasa puas dalam
melakukan budidaya karena hasilnya dapat langsung terlihat pada tanaman. Namun, pupuk
anorganik jika digunakan dalam jangka panjang dapat mengeraskan tanah dan menurunkan
stabilitas agregat tanah (Neoriky et al., 2017). Sebenarnya, pupuk anorganik boleh digunakan
untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tanaman, akan tetapi harus dalam dosis yang tepat
dan disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Selain itu juga harus diimbangi dengan
penggunaan pupuk organik. Sebisa mungkin proporsi penggunaan pupuk organik lebih
banyak daripada pupuk anorganik. Pupuk organik memiliki kelebihan dalam menambah unsur
hara makro dan unsur hara mikro yang ada di dalam tanah dan kualitas pupuk organik
bergantung dari bahan baku atau proses dekomposisi. Pupuk organik yang diperkaya bahan
lainnya diharapkan dapat meningkatkan nutrisi pupuk (Neoriky et al., 2017).
Nitrogen merupakan anasir penting dalam pembentukan klorofil, protoplasma, protein,
dan asam-asam nukleat. Unsur ini mempunyai peranan yang penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan semua jaringan hidup. N adalah unsur yang mobile, mudah sekali terlindi dan
mudah menguap, sehingga tanaman seringkali mengalami defisiensi. Pada umumnya
tanggapan tanaman terhadap suatu unsur hara bisa berubah-ubah tergantung pada status
ketersediaan unsur hara lainnya. Apabila pada suatu tanaman mengalami kekurangan dan
kelebihan unsur N ini maka gejalanya akan sangat tampak terlihat. Tanaman yang mengalami
defisiensi unsur N menunjukkan pertumbuhan yang lambat, tanaman akan terlihat lemah,
daunnya berwarna hijau terang hingga kuning. Tanaman cenderung mudah stress terhadap
kekeringan. Apabila ammonium merupakan sumber N satu-satunya, kondisi toksik dapat
berkembang yang ditunjukkan dengan patahnya batang sehingga akan menyebabkan
terhambatnya proses penyerapan air (Fahmi et al., 2010).
Berbagai komponen dalam tanah, seperti unsur hara bergerak melalui proses aliran
masa dan difusi. Begitu juga dengan, mekanisme penyerapan nitrogen oleh tanaman. Nitrogen
dapat dikatakan sebagai salah satu unsur hara yang bermuatan. Selain sangat mutlak di
butuhkan, nitrogen dengan mudah dapat menghilang atau menjadi tidak tersedia bagi
tanaman. Ketidaktersediaan N dari dalam tanah dapat melalui proses pencucian/terlindi
(leaching) NO3-, denitrifikasi NO3- menjadi N2, volatilisasi NH4+ menjadi NH3, terfiksasi
oleh mineralliat atau dikonsumsi oleh mikroorganisme tanah. Bentuk NO3- lah yang selalu
terlindi dan mudah larut. Sebagaimana yang dikemukakan sebelumnya, bahwa larutan hara
yang di dalam tanah bergerak melalui proses difusi dan aliran massa (konveksi). Walaupun
mekanismenya berbeda, namun berlangsung secara bersama-sama (Mukhlis dan Fauzi, 2003).
Apabila pada suatu tanaman mengalami kekurangan dan kelebihan unsur N ini maka
gejalanya akan sangat tampak terlihat. Tanaman yang mengalami defisiensi unsur N
menunjukkan pertumbuhan yang lambat, tanaman akan terlihat lemah, daunnya berwarna
hijau terang hingga kuning. Tanaman cenderung mudah stress terhadap kekeringan. Apabila
ammonium merupakan sumber N satu-satunya, kondisi toksik dapat berkembang yang
ditunjukkan dengan patahnya batang sehingga akan menyebabkan terhambatnya proses
penyerapan air (Fahmi et al., 2010). Sedangkan, jika suatu tanaman mengalami kelebihan
unsur N, maka tanaman tersebut akan mudah sekali rebah dan mengalami penebalan dinding
sel sehingga menyebabkan daun dan batang tanaman lebih sukulen dan kurang keras. Gejala
kenampakan daun juga dapat menjadi kriteria yang penting terhadap ketercukupan N dalam
jaringan tanaman (Fahmi et al., 2010). Unsur N memegang peranan penting sebagai penyusun
klorofil, sehingga tanaman akan tampak berwarna hijau, selain itu daun tanaman akan tumbuh
besar sehingga dapat memperluas permukaan yang tersedia untuk proses fotosintesis.
Pemupukan berimbang menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi pada budidaya
pertanian, informasi hasil penelitian terbaru tentang pengelolaan hara pada tanaman sangat
penting diketahui oleh petani guna meningkatkan produktivitas. Di dalam budidaya pertanian,
penting untuk mengetahui lima tepat pemupukan, yaitu tepat jenis, tepat dosis, tepat waktu,
tepat tempat, dan tepat cara. Nutrisi utama yang dibutuhkan oleh tanaman adalah nitrogen
(N), fosfor (P), dan kalium (K). Pasokan tidak memadai dari setiap nutrisi selama
pertumbuhan tanaman akan memiliki dampak negatif pada kemampuan reproduksi,
pertumbuhan, dan hasil tanaman. Nitrogen, P, dan K merupakan faktor penting dan harus
selalu tersedia bagi tanaman, karena berfungsi sebagai proses metabolisme dan biokimia sel
tanaman. Nitrogen sebagai pembangun asam nukleat, protein, bioenzim, dan klorofil, selian
itu juga berfungsi untuk produksi protein, pertumbuhan daun, dan metabolisme, seperti
fotosintesis. Sehubungan dengan hal tersebut, maka ketersediaan nitrogen yang dibutuhkan
tanaman harus sesuai, tidak terlalu banyak dan juga tidak terlalu sedikit. Terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi penyerapan nitrogen secara optimum, salah satunya luas
permukaan daun. Semakin luas permukaan daun maka daya serap tanaman terhadap nitrogen
juga semakin tinggi (Firmansyah et al., 2017). Sehingga perlu dilakukan upaya yang tepat
agar penyerapan nitrogen oleh tanaman dapat maksimal. Upaya yang dapat dilakukan yaitu
dengan cara manajemen pupuk yang tepat yaitu dengan memperhatikan takaran pemberian
pupuk N, waktu dan cara pemberian, keseimbangan N dengan hara lain, penggunaan bahan
organik dan pengembalian biomassa tanaman (daur ulang hara), serta pemanfaatan tanaman
legum untuk menambat N dalam sistem rotasi tanaman.
Takaran pemberian pupuk N, dapat disesuaikan dengan hasil analisis tanah yang
dikaitkan dengan potensi hasil dari tanaman yang dibudidayakan, kondisi lingkungan serta
kebutuhan tanaman. Kecukupan hara N pada tanaman dapat dipantau melalui warna daun.
Jika tanaman kekurangan N, daun akan berwarna hijau kekuningan, sebaliknya bila kelebihan
N akan berwarna hijau tua. Tingkat kehijauan daun dapat diukur dengan menggunakan BWD
yang mempunyai skala 2–5, dari warna kuning kehijauan hingga hijau tua. Bagan Warna
Daun (BWD) merupakan alat skala warna yang terbuat dari plastik dan terdiri atas enam skala
warna mulai dari skala 1 dengan warna hijau kekuningan hingga skala 6 dengan warna hijau
tua. Skala tersebut diperhitungkan berdasarkan skala pada alat SPAD yang efektif digunalam
sebagai petunjuk untuk pemupukan N pada tanaman. Alat ini dapat mendeteksi status
kandungan N pada tanaman. Batas kritis skala warna daun dipengaruhi oleh varietas, cara
tanam dan status hara tanah (Wahid, 2003). Adapun waktu yang tepat untuk memberikan
pupuk nitrogen pada tanaman yaitu saat akumulasi bahan kering tanaman pada periode
pertumbuhan vegetatif, karena pada saat tersebut dapat meningkatkan efisiensi penggunaan
nitrogen (Syafruddin, 2015).
Sedangkan, cara pemberian pupuk nitrogen yang tepat yaitu dengan cara tugal atau
diletakkan di atas permukaan tanah lalu ditutup/ditimbun. Hal tersebut memberikan hasil
lebih tinggi dibanding pemberian N dengan diletakkan di atas permukaan tanah tanpa ditutup/
ditimbun. Pemberian pupuk N juga dapat dilakukan dengan cara semprot. Akan tetapi, juga
harus memperhatikan konsentrasi dari nitrogen sehingga tidak menyebabkan daun mudah
terbakar. Adapun waktu yang tepat dalam penyemprotan yaitu saat stomata terbuka yaitu pada
sore hari atau pagi hari. Penggunaan pupuk anorganik yang terlalu berlebihan dapat
menyebabkan degradasi kesuburan lahan. Maka dari itu, dalam pemupukan juga harus
diimbangi dengan pemberian pupuk organik. Analisis kandungan hara N pada pupuk organik
sangat diperlukan untuk menentukan takaran pupuk kandang untuk dikombinasikan dengan
pupuk N anorganik. Pemberian pupuk N dengan takaran yang tepat dan seimbang dengan
unsur hara lain, terutama P dan K adalah hal utama untuk memperoleh hasil tinggi dan
meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk N. Penanaman kacang-kacangan (tanaman penutup
tanah atau tanaman produksi) sebelum jagung ditanam berdampak positif terhadap efisiensi
penggunaan pupuk N karena tanaman kacang-kacangan meningkatkan kadar N tanah melalui
bintil akar yang tertinggal di dalam tanah. Tanaman jagung yang ditanam secara rotasi dengan
kacang-kacangan mempunyai total serapan, efisiensi serapan, dan efisiensi penggunaan N
lebih tinggi (Syafruddin, 2015).
Kandungan Klorofil vs Dosis Pupuk N
1.400
1.200

(mg/g berat segar daun)


Kandungan Klorofil
1.000 y = 0.0004x + 1.0446
R² = 0.7805
0.800
Prob t = 0.00365
0.600
0.400
0.200
0.000
0 100 200 300 400 500 600 700
Dosis Pupuk N

Gambar 4.1 Grafik Kandungan Klorofil vs Dosis Pupuk N

Pada grafik di atas menunjukkan hubungan antara kandungan klorofil dengan dosis
pupuk N. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai probabilitas t yang diperoleh sebesar
0.00365, sehingga nilai tersebut lebih kecil dari alpha (0.05), sehingga H0 tidak tertolak.
Apabila H0 tidak tertolak, maka dosis pupuk N berpengaruh terhadap kandungan klorofil. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahid (2003), di mana pemberian pupuk N
yang didasarkan pada skala BWD dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk N 10-
53%, sehingga kandungan klorofil sebanding dengan kandungan N. Akan tetapi pada titik
tertentu, penambahan dosis pupuk N menyebabkan penurunan jumlah. Maka, diperoleh
persamaan kuadratik :
Y = 0.0004X + 1.0446
0 = 0.0004X + 1.0446
X = - 1.0446/0.0004
X = -2611.5 (harga mutlak)
Jadi, dosis pupuk N yang optimal untuk tanaman jagung yaitu sebesar 2611.5
Kandungan Klorofil vs
Skor Kehijauan Daun
1.400

(mg/g berat segar daun)


1.200

Kandungan Klorofil
1.000
y = 0.0823x + 0.8695
0.800
R² = 0.7709
0.600 Prob t =0.00415
0.400
0.200
0.000
0 1 2 3 4 5 6
Skor Kehijauan Daun BWD

Gambar 4.2 Grafik Kandungan Klorofil vs Skor Kehijauan Daun


Pada grafik di atas menunjukkan hubungan antara kandungan klorofil dengan skor
kehijauan daun. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai probabilitas t yang diperoleh sebesar
0.00415, sehingga nilai tersebut lebih kecil dari alpha (0.05), sehingga H0 tidak tertolak.
Apabila H0 tidak tertolak, maka kandungan klorofil dengan skor kehijauan daun saling
berhubungan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Susanto (2008), yang
menyatakan bahwa niali Hue memiliki hubungan dengan klorofil yang terkandung pada daun
tersebut. Semakin besar nilai hue maka kandungan klorofil pada daun akan semakin tinggi.
Sehingga, nilai hue pada daun berbanding lurus dengan kandungan klorofil. Nilai hue dari
daun bekisar antara hijau muda hingga hijau tua. Proses fotosintesis dipengaruhi oleh umur
daun dan hal tersebut berpengaruh terhadap warna daun, karena fotosintesis terdapat pigmen
yang berhubungan dengan warna daun. Secara tidak langsung pernyataan di atas
berkemungkinan untuk menyatakan bahwa perubahan pigmen warna hijau atau klorofil
berpengaruh pula terhadap warna hue daun. Hue daun sendiri merupakan kumpulan dari
warna yang terdiri dari lima kelas warna, yaitu warna primer, sekunder, intermediet, tersier,
dan kuarter. Klorofil yang merupakan zat hijau daun termasuk ke dalam warna sekunder yang
merupakan campuran dua warna primer seperti hijau, ungu, dan jingga (Susanto, 2008).
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa, pengaruh
dosis pupuk N terhadap kehijauan daun dan kandungan klorofil pada tanaman jagung
yaitu sangat berpengaruh pada dosis N mendekati 1. Adapun hubungan antara kehijauan
daun dengan kandungan klorofil daun yaitu berbanding lurus atau linear. Dosis optimum
nitrogen pada tanaman jagung yaitu 2611.5.
B. Saran
Pada pelaksanaan praktikum yang berjudul “Pengaruh Pupuk Nitrogen terhadap
Kehijauan Daun”, sebaiknya menggunakan alat K3 seperti lateks dan masker. Hal ini
bertujuan agar saat mengambil larutan aseton organ hidung tidak langsung membau,
karena kita mengetahui bahwa aroma aseton sangat menyengat dan apabila terhirup terlalu
lama dan sering akan berdampak pada kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Fahmi, A., Syamsudin, S. N. H. Utami, B. Radjagukguk. Pengaruh interaksi hara nitrogen dan
fosfor terhadap pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.) pada tanah regosol dan
latosol. Berita Biologi. 10 (3) : 297-304.
Firmansyah, I., M. Syakir, dan L. Lukman. 2017. Pengaruh kombinasi dosis pupuk N, P, dan
K terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman terong (Solanum melongena L.). Jurnal
Hortikultura. 27 (1) : 69-78.
Liu, C.W., Y. Sung, B. C. Chen and H. Y. Lai. 2014. Effects of nitrogen fertilizers on the
growth and nitrate content of lettuce (Lactuta sativa L.,). International Journal
Environment Research Public Health. 11: 4427-4440.
Mukhlis dan Fauzi. 2003. Pergerakan Unsur Hara Nitrogen dalam Tanah. Digital USU
Library, Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara.
Neoriky, R. D. R. Lukiwati dan F. Kusmiyati. 2017. Pengaruh pemberian pupuk anorganik
dan organik diperkaya N, P organik terhadap serapan hara tanaman selada (Lactuta
sativa L.). Jurnal AAgro Complex. 1(2) : 72-77.
Papuangan, N., Nurhasanah, M. Djurumudi. 2014. Jumlah dan distribusi stomata pada
tanaman penghijauan di Kota Ternate. Jurnal Bioedukasi. 3(1): 287-292.
Razaq, M., P. Zhang, H. Shen and Salahuddin. 2017. Influence of nitrogen and phosphorous
on the growth and root morphology of acer mono. Plos One. Doi : 10.1371/1/Journal.
Pone.0171321:1-13.
Susanto, A. 2008. Kadar Klorofil pada Berbagai Tanaman yang Berbeda Umur. Jurusan
Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri
Surabaya, Surabaya.
Syafruddin. 2015. Manajemen pemupukan nitrogen pada tanaman jagung. Jurnal Litbang
Pertanian. 34(3):105-116.
Wahid, A. S. 2003. Peningkatan efisiensi pupuk nitrogen pada padi sawah dengan metode
bagan warna daun. Jurnal Litbang Pertanian. 22(4) : 156-161.
LAMPIRAN

A. PERHITUNGAN
B. DOKUMENTASI

Gambar 4.3 Alat Gambar 4.4 Larutan yang siap untuk


pengukur kehijauan diukur kandungan klorofilnya
daun (SPAD 502)

Gambar 4.5 Larutan yang siap untuk


diukur kandungan klorofilnya
C. JURNAL

Anda mungkin juga menyukai