Anda di halaman 1dari 8

Sub Ordo :

Great Group :
Sub Group :
Stopsite ke dua yang diamati yaitu Vertisols sawah yang berada di kaki Gunung Sumbing
tepatnya berada di Dusun Pundensari, Kelurahan Tampurejo, Kecamatan Tempuran, Kabupaten
Magelang, Jawa Tengah. Lahan sawah ini berada di pinggir jalan yang sedang diberokan.
Koordinat dari sawah ini berada pada 07°32’07.8” S, 110°10’22.8”E dan berada pada ketinggian
306 mdpl. Landuse pada stopsite ini yaitu sawah dengan vegetasi yang ada di sekitarnya berupa
pohon kelapa dan pohon jati. Kenampakan permukaan tanah yang ada di stopsite ini berupa
batuan, akan tetapi hanya dalam skala mikro. Cara pembajakan pada stopsite ini berupa
maximum tillage (pengolahan lahan secara maksimum). Pengolahan lahan pada sawah ini
dilakukan secara intensif yang dilakukan pada seluruh lahan yang akan ditanami. Adapun ciri
utama pengolahan lahan maksimal ini antara lain membabat bersih, membakar atau
menyingkirkan sisa tanaman atau gulma serta perakarannya dari areal penanaman serta
melakukan pengolahan tanah lebih dari satu kali pada lahan yang baru ditanami (Anonim, 2019).
Macam observasi yang dilakukan pada stopsite ini berupa bor. Stopsite ini memiliki drainase
tanah dengan permeabilitas sedang dengan kedalaman jeluk tanah <30 cm serta limpasan yang
rendah sehingga tingkat erosinya rendah. Bahan induk penyusun tanah ini adalah abu vulkanik
yang berasal dari Gunung Sumbing lama. Dengan tambahan material dari Gunung Merapi dan
Merbabu. Bahan Induk merupakan bahan pemula tanah yang tersusun dari bahan organik dan
atau mineral. Asal bahan induk dari batuan atau bahan tanah yang diendapkan dari tempat lain
sebagai akibat proses transportasi oleh angin dan air. Melalui proses pelapukan batuan berubah
menjadi bahan induk dan dengan adanya proses pelapukan lebih lanjut serta proses-proes
pembentukan tanah yang lain bahan induk berubah menjadi tanah dalam waktu yang relatif lama.
Sifat bahan induk tanah ditentukan oleh asal batuan dan komposisi mineralogi yang berpengaruh
terhadap kepekaan erosi dan longsor. Pengaruh bahan induk ini sangat jelas terlihat pada tanah-
tanah muda hingga dewasa. Namun, dalam perkembangannya terjadi proses pelapukan lebih
lanjut, terlebih apabila mengalami pelindian atau erosi berat, maka pengaruh ini makin tidak
jelas, bahkan dapat hilang sama sekali.
Dari hasil pengamatan karakteristik profil tanah, tanah tersebut memiliki empat lapisan.
Lapisan pertama memiliki jeluk antara 0-10 cm, lapisan kedua memiliki jeluk antara 10-40 cm,
lapisan ketiga memiliki jeluk antara 40-90 cm dan lapisan keempat memiliki jeluk antara 90-120
cm.
Tanah vertisol merupakan salah satu ordo dalam taksonomi tanah yang mengembang apabila
dikenai air, mengkerut dan keras apabila kering. Sifat unik vertisols terkait dengan kembang
kerut, sehingga terjadi pencampuran vertikal (pedoturbation), geser lateral, dan pembentukan
retak, slickensides dan gilgai (Kovda et al., 2010). Tanah vertisol berkembang di daerah
cekungan dan terdiri atas akumulasi bahan hasil erosi, sehingga tanahnya relatif subur. Sifat
kembang kerut tanah vertisol yang menjadikan permukaan tanah bergelombang, retak, pecah,
dan terbelah, merupakan fenomena pedologis yang khas. Tanah vertisol yang dimanfaatkan
sebagai lahan pertanian, memiliki faktor pembatas berupa terbatasnya ketersediaan air.
Walaupun ketersediaan air yang cukup menjadikan tanah mengembang, tetapi mudah diolah,
dibajak atau dipacul. Pada kondisi kering, tanah vertisol padat, pejal, keras, dan retak- retak, sulit
diolah. Tanaman pada kondisi kering, akan layu dan mati, karena tanah mengambil cairan dalam
tubuh tanaman.
Tanah vertisol memiliki sifat fisika, kimia, dan biologi yang berbeda setiap horizon utama
dalam profilnya. Pembentukan tanah vertisol dipengaruhi oleh faktor pembentuk tanah seperti
bahan induk, iklim, topografi, organisme, dan waktu. Pada topografi yang bervariasi mengalami
proses erosi, sedimentasi, dan fluvial yang menghasilkan bentuk lahan yang bervariasi. Dengan
demikian, morfologi profil tanah vertisol memiliki variasi sifat fisika, kimia, dan biologi pada
setiap bentuk lahannya (Utomo, 2016). Vertisols memiliki lapisan solum tanah yang agak dalam
atau tebal yaitu antara 100-200 cm, berwarna kelabu sampai hitam, sedang tekstur lempungnya
berliat sampai liat. Kandungan liat tanah vertisol ini mencapai >30% pada seluruh horizon,
dengan sifat mengembang dan mengkerut. Pada keadaan kering tanah mengkerut menjadi pecah
pecah dan sebaliknya saat basah tanah mengembang dan lengket. Ritme ini terjadi pada wilayah
yang mempunyai musim kemarau dan musim penghujan secara tegas. Retakan-retakan tanahnya
pada saat kering ini lebarnya dapat mencapai 25 cm dan dalamnya dapat mencapai 60 cm, keras
berbongkah-bongkah. Vertisol mempunyai kemampuan meremah sendiri (self churning), adanya
timbulan mikro gilgai, cermin sesar, dan struktur tanah berbentuk baji berukuran sangat kasar
(Sutanto, 2015), dan ditemukan slickenside (Kovda et al., 2010).
Biasanya tanah Vertisol mengandung unsur-unsur Ca dan Mg yang tinggi, sehingga
dalam beberapa keadaan dapat terbentuk konkresi kapur dan akumulasi kapur lunak. Konkresi
terbentuk di lapisan atas dan semakin berkembang tanahnya maka letak konkresi kapur semakin
dalam, serta jumlahnya semakin banyak (Darmawijaya, 1992 cit. Rocana, 2011). Setelah
dilakukan uji selidik cepat, diperoleh hasil bahwa pada lapisan kedua dan keempat memiliki
kondisi redoks yang tinggi yaitu sebesar (+++). Adapun uji pH yang diperoleh pada setiap
lapisan yaitu lapisan pertama memiliki pH sebesar 6.1, lapisan keduia memiliki pH sebesar 6.2
lapisan ketiga memiliki pH sebesar 6.8 dan lapisan keempat memiliki pH sebesar 6.6..
Sub Ordo : Udands
Great Group : Hafludands
Sub Group :Typic Hafludands.
Stopsite selanjutnya yang diamati yaitu Andisols yang berada di kaki Gunung Merbabu
(Kopeng). Stopsite ini tepatnya berada di daerah Kopeng, Getasan, Semarang. Tanah pada
singkpan ini diklasifikasikan ke dalam ordo andisols karena daerah ini tidak jauh dengan Gunung
Merbabu, di mana asal dari mineral tanah andisol ini berasal dari gunung Merbabu yang letaknya
tidak jauh dari lokasi ini, dan lokasi di daerah Kopeng juga memenuhi kriteria terbentuknya
tanah Andisol yaitu suhu udara yang sejuk, biasanya berasal dari pengendapan vulkanik gunung
berapi dan ketinggian tempat >400m mdpl hal ini sangat cocok dengan ciri-ciri di daerah Kopeng
ini yang mana ketinggian tempat daerah Kopeng adalah 1349 mdpl yang memiliki iklim yang
sejuk (lembab dan dingin), dekat dengan Gunung api Merbabu yang mana lokasinya berada di
kaki gunung Merbabu sehingga daerah ini sangat ideal bagi terbentuknya tanah Andisol.
Koordinat dari tempat ini berada pada 07°23’52.4” S, 110°24’31.1”, E. Tempat ini berada pada
posisi lereng tengah dengan kemiringan lereng sebesar 20%, sehingga dapat diklasifikasikan
bahwa topgrafi dari tempat ini termasuk bergelombang.
Tanah order Andisol merupakan tanah yang berkembang dari bahan induk tuf vulkanik
dan abu vulkanik yang relatif masih muda. Topografi bergelombang, agak rata dan dataran tinggi
gunung berapi, di bawah vegetasi hutan tropika basah. Merupakan tanah yang masih muda,
sehingga proses-proses pembentukan tanah masih lemah (Handayanto,1983). Solum Andisol
umumnya agak dalam sampai dalam, mempunyai horison A umbrik tetapi horison B yang baru
berkembang. Struktur tanah umumnya remah, konsistensi tanah gembur. Tekstur tanah dicirikan
oleh kandungan debu yang tinggi. Reaksi tanah rendah sekitar 0.8 gr/cm3, kejenuhan basa
sedang, fiksasi P tinggi, kapasitas tukar kation rendah, kandungan unsur hara rendah, terutama N,
P, dan K. Permeabilitas baik, tetapi sangat peka terhadap erosi (Juarti, 2016). Tanah andisol
adalah tanah yang berwarna hitam kelam, sangat sarang (very porous), mengandung bahan
organik dan lempung (clay) tipe amorf, terutama allophane serta sedikit silica, alumina atau
hidroxida-besi (Darmawijaya, 1997).
Pada lapisan pertama, horizon yang dimiliki bernama horizon IIA dengan jeluk 0-20 cm,
dan memiliki struktur gumpal menyudut, tekstur tanah yang dimiliki berupa geluh lempung
pasiran, dengan kondisi lengas yang kering, perakaran makro yang banyak dan memiliki pori
tanah berukuran makro serta memiliki matriks warna 10YR 5/6. Pada uji selidik cepat, tidak
ditemukan adanya kandungan bahan organik, kandungan kapur serta kondisi redoks pada tanah
lapisan pertama. Pada lapisan kedua, horizon yang dimiliki adalah horison IIB dengan jeluk 20-
37 cm kelas tekstur geluh lempung debuan, memiliki struktur gumpal menyudut,, dengan kondisi
lengas yang lembab, perakaran meso yang banyak dan memiliki pori tanah berukuran makro
serta memiliki matriks warna 10YR 3/4. Pada uji selidik cepat, tidak ditemukan adanya
kandungan bahan organik, kandungan kapur serta kondisi redoks pada tanah lapisan kedua. Pada
lapisan ketiga, horizon yang dimiliki bernama horizon Cb dengan jeluk 37-90 cm, memiliki
lamella berupa allofan yang banyak, serta memiliki matriks warna 2.5Y 7/4. Pada uji selidik
cepat, tidak ditemukan adanya kandungan bahan organik, kandungan kapur serta kondisi redoks
pada tanah lapisan ketiga.
Pada lapisan keempat, horizon yang dimiliki bernama horizon C1 dengan jeluk 90-113
cm, serta memiliki matriks warna 2.5Y 7/4. Pada uji selidik cepat, tidak ditemukan adanya
kandungan bahan organik, kandungan kapur serta kondisi redoks pada tanah lapisan keempat.
Pada lapisan kelima, horizon yang dimiliki bernama horizon C2 dengan jeluk 113-122 cm, serta
memiliki matriks warna 2.5Y 7/2. Pada uji selidik cepat, tidak ditemukan adanya kandungan
bahan organik, kandungan kapur serta kondisi redoks pada tanah lapisan kelima. Pada lapisan
keenam, horizon yang dimiliki bernama horizon C3 dengan jeluk 9122-190 cm, serta memiliki
matriks warna 2.5Y 7/3. Pada uji selidik cepat, tidak ditemukan adanya kandungan bahan
organik, kandungan kapur serta kondisi redoks pada tanah lapisan keenam. Pada lapisan ketujuh,
horizon yang dimiliki bernama horizon IIIA dengan jeluk 190-226 cm, dan memiliki struktur
gumpal membulat, dengan kondisi lengas yang lembab, perakaran mikro yang sedikit dan
memiliki pori tanah berukuran mikro serta memiliki matriks warna 10YR 6/8. Pada uji selidik
cepat, tidak ditemukan adanya kandungan bahan organik, kandungan kapur serta kondisi redoks
pada tanah lapisan ketujuh
Sifat tanah yang mudah dikenal dari tanah Andosol adalah warna tanah. Warna tanah
yang lazim diukur dengan cara mencocokkan dengan standar warna dalam buku Munsell Soil
Color Chart. Buku ini memuat warna-warna standar yang digunakan dalam menetapkan warna
tanah. Buku ini digunakan sebagai pedoman untuk menetapkan warna tanah (matriks) atau warna
campuran dan semua gejala karatan atau bercak yang terdapat dalam penampang tanah. Warna
tanah dinyatakan dalam Hue, Value dan Chroma. Warna tanah Andosol ditentukan oleh jenis
tephra, jenis dan jumlah bahan organik. Warna tanah Andosol yang dijumpai di Indonesia
bervariasi dari hitam (10 YR 2/1) sampai coklat gelap kemerahan (10YR 3/4) (Sukarman dan
Dariah, 2014).
Tanah Andisol ini termasuk kedalam sub ordo Udans, karena memiliki rejim kelembaban
udik adalah suatu rejim kelembaban dimana penampang kontrol kelembaban tanah tidak kering
di sebarang bagiannya, selama 90 hari kumulatif dalam tahun-tahun normal. Rejim kelembaban
udik biasanya dijumpai pada tanah-tanah di daerah beriklim humid yang mempunyai curah hujan
dengan penyebaran merata atau mempunyai curah hujan yang cukup dalam musim panas,
sehingga jumlah kelembaban yang tersimpan ditambah curah hujan adalah kira-kira sama, atau
melebihi jumlah evapotranspirasi atau memiliki hujan yang cukup untuk mengisi kelembaban
tanah (Sembiring et al., 2013). Tanah ini memiliki epipedon Umbric karena berwarna kelam
(hitam gelap), kaya akan bahan organik, dengan pH H2O 5,5 maka diperkirakan kejenuhan
basanya agak rendah sampai sedang yaitu lebih dari 35% dan kurang dari 50% hal ini memenuhi
kriteria dari epipedon Umbric. Tanah andisol merupakan tanah hasil pelapukan bahan yang
berasal dari gunung api atau mempunyai material yang berasal dari gunung api. Tanah ini
biasanya berada di daerah yang lembab dan dingin. Tanah ini kaya akan silika yang berasal dari
gunung api. Tanah andisol merupakan tanah yang telah melewati tahap peralihan di mana terjadi
pelapukan dan transformasi silikat alumino primer (misalnya gelas vulkanik) menjadi alofan,
imogilit, dan ferihidrit (Sembiring et al., 2013).
Tanah andisol memiliki potensi yang tinggi untuk pertanian. Sebagian besar daerah
produktif yang ada di dunia berlokasi dekat dengan gunung berapi aktif atau yang sudah tidak
aktif lagi, dan daerah yang berpenduduk padat, seperti di Indonesia, ditemukan dekat gunung
berapi di mana Andisol berada. Produktivitas Andisol yang tinggi sangat ditentukan oleh sifat:
bahan induk yang terdiri dari kumulatif deposit abu vulkan, solum tanah yang cukup dalam
sehingga zona perakaran tidak terganggu, horizon humus tebal dan mengandung sejumlah N
organik dan air yang tersedia untuk tanaman cukup banyak. Sehingga, tanah andisol banyak
dimanfaatkan untuk lahan perkebunan dengan vegetasi tanaman hortikultura seperti yang ada di
Daerah Kopeng ini. hal tersebut didukung dengan iklim yang lembab yaitu sebesar 15°C.
Permeabilitas serta limpasan yang dimiliki oleh tanah andisol ini digolongkan tinggi sehingga
tingkat erosi yang terjadi dimungkinkan rendah. Adapun jenis erosi yang terjadi yaitu erosi
permukaan dan erosi parit.
Sebenarnya Andisol tidak sepenuhnya benar bila dikatakan sebagai tanah yang semuanya
subur secara kimiawi. Namun telah diakui, tanah jenis ini lebih cenderung subur secara
fisik, dengan teksturnya yang halus, berat jenisnya yang ringan, maka tanah ini menjadi gembur,
sehingga rongga porinya pun cukup untuk sirkulasi udara bagi akar tanaman dan pertumbuhan
mikroorganisme penyubur tanah. Semakin ke bawah kandungan bahan organik pada tanah
andisol semakin banyak. Selain itu, dengan bahan asal abu vulkan yang banyak mengandung
mineral amorf, menjadikan tanah ini memiliki KPK yang cukup tinggi, dan dapat menyangga
lebih lama unsur-unsur hara dari pupuk-pupuk anorganik (N, P, K dsb.) dan unsur-unsur hara
dari pupuk organik (pupuk kandang, kompos, dsb.) yang diberikan ke dalamnya.
Dengan relief yang besar (30-45%), tanah di daerah ini mempunyai tingkat erosi yang
tinggi. Didukung dengan bulan basah yang cukup lama, sehingga cukup besar kemungkinan
erosinya. Karena daerah tersebut lebat dengan pohon pinus, sehingga penyinarannya minim. Hal
ini menyebabkan daerah tersebut menjadi lembab. Tanah andisol pada daerah Blacir ini memiliki
kandungan BO yang cukup baik disebabkan karena teknik pengolahan lahan dengan
penambahan BO dari pupuk organik maupun bahan dari abu vulkan yang banyak mengandung
mineral amorf sehingga membuat tanaman di sini cukup subur.

Anonim. 2019. 3 Jenis Pengolahan Tanah dan Lahan Pertanian. <https://chyrun.com/jenis


pengolahan-tanah-lahan-pertanian/> Diakses 9 November 2019.
Darmawijaya, M.I. 1997. Klasifikasi Tanah. Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana
Pertanian di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Handayanto. 1983. Dasar-Dasar Genesa dan Klasifikasi Tanah. Universitas Brawijaya, Malang.
Juarti. 2016. Analisis Indeks Kualitas Tanah Andisol pada Berbagai Penggunaan Lahan di Desa
Sumber Brantas Kota Batu. Jurnal Pendidikan Geografi: Kajian, Teori, dan Praktek
dalam Bidang Pendidikan dan Ilmu Geografi. 21(2) : 58-71.
Kovda, I., Morgun, E., and Boutton, T.W. 2010. Vertic Processes and Specificity of Organic
Matter Properties and Distribution in Vertisols. ISSN 1064_2293. Eurasian Soil
Science. 43(13). pp. 1467– 1476.
Sembiring, I.S.M.Br., Mukhlis, dan B. Sitorus. 2013. Perubahan sifat kimia andisol akibat
pemberian silikat dan pupuk P untuk meningkatkan produksi kentang (Solanum
tuberosum L.). Jurnal Agron Indonesia 41(2) : 112-117.
Sukarman & A. Dariah. 2014. Tanah Andosol di Indonesia Karakteristik, Potensi, Kendala, dan
Pengelolaannya Untuk Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya
Lahan Pertanian, Bogor.
Utomo, D. H. 2016. Morfologi profil tanah vertisol di Kecamatan Kraton, Kabupaten Pasuruan.
Jurnal Penddikan Geografi. 2 : 47-57

Anda mungkin juga menyukai