net/publication/341540009
CITATIONS READS
0 1,239
1 author:
Sufardi Sufardi
Syiah Kuala University
65 PUBLICATIONS 137 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
EFEKTIVITAS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DAN FUNGI SELULOLITIK TAHAN KEKERINGAN SEBAGAI PUPUK HAYATI SPESIFIK LOKASI TERHADAP KUALITAS BIOLOGI
TANAH DAN HASIL JAGUNG View project
All content following this page was uploaded by Sufardi Sufardi on 28 October 2022.
39
40 | PROF. DR. IR. SUFARDI, M.S.
Bentuk-bentuk N larut
Menurut Jones et al (1991), nitrogen terdapat sebagai anion nitrat di
dalam kebanyakan pucuk dan tulang daun tanaman dengan konsentrasi
bervariasi dari 8000-12000 ppm (0,80-1,20 %) selama pertumbuhan awal,
dan cenderung menurun menjadi 3000-8000 ppm pada masa menjelang
dewasa. Nilai-nilai ini kebanyakan terkonsentrasi pada pucuk utama dan
tulang daun yang berkembang penuh. Asam-asam amino juga ditemukan di
dalam tanaman.
larut yang mengakibatkan unsur ini tidak tersedia bagi tanaman (Sufardi,
1999). Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa fiksasi fosfat di dalam
tanah bisa mencapai 80-87 % pada Ultisol (Sufardi, 1999), dan bisa
mencapai lebih dari 90 % pada tanah-tanah yang didominasi oleh fraksi-
fraksi amorf seperti pada Andisol (Mizota dan van Reuuwijk, 1989).
Berdasarkan hal tersebut, maka persoalan yang amat penting adalah
bagaimana upaya untuk meningkatkan ketersediaan fosfor tanah (Buckman
dan Brady, 2004).
Bentuk-bentuk Larut
Kalsium larut (terekstrak dalam asam asetat) mungkin menjadi
indikator yang baik tehadap status Ca tanaman daripada kandungan Ca total
yang kebanyakan terdapat dalam bentuk kristal-kristal oksalat kalsium.
Konsentrasi kritis untuk Ca larut adalah sekitar 800 ppm yang merupakan
konsentrasi Ca yang terbukti menjadi nilai kritis yang sebenarnya untuk
kebanyakan tanaman.
karena itu, jika antara unsur ini tidak seimbang, kelebihan Mg mungkin akan
menghambat pertumbuhan.
Interaksi-interaksi
Sulfur bersifat sinergistik dengan N dan F, sedangkan hubungan
antagonistik terjadi antara S dengan As, B, Mo, Pb, Se, dan Fe.
Bentuk-bentuk Tersedia
Boron banyak terdapat di dalam bahan organik tanah, yang di dalam
larutan tanah berada dalam bentuk anion borat (BO33-). Jika Boron terdapat
dalam bentuk uyang tidak berasosiasi dan bermuatan netral, umumnya akan
mudah hilang melalui pencucian. Pencucian merupakan teknik yang umum
untuk memindahkan kelebihan boron. Umumnya, B total di dalam tanah
dapat berkisar 20 – 200 ppm, sedangkan bentuk tersedia untuk tanaman di
dalam larutan tanah berkisar dari 1 – 5 ppm B. Kisaran yang dapat diterima
(normal) untuk B adalah sempit. Level defisiensi akan terjadi jika hasil
ekstrak air panas mengandung 1 ppm B, dan keracunan akan terjadi pada
level di atas 5 ppm B.
Interaksi-interaksi
Kadar Ca tinggi di dalam tanaman akan memerlukan B yang tinggi pula,
sedangkan kadar K tanaman tinggi akan menekan pengaruh negatif akibat
rendahnya konsentrasi B dalam jaringan.
dan akumulasi Cl dalam biji tidak terpengaruh oleh suplai Cl (Larcher, 2003).
Pada kebanyakan tanaman, transportasi Cl dari akar ke pucuk dihambat oleh
mekanisme yang terdapat di akar (Adewuyi dan Chukwu, 2012).
Interaksi-interaksi
Unsur Cu di dalam tanaman dapat berinterferensi dengan metabolisme
Fe yang menyebabkan terjadinya defisiensi Fe. Di dalam interaksi dengan
Mo, Cu akan berinterferensi dengan enzim pereduksi nitrat.
3. Besi juga berfungsi sebagai katalis atau bagian dari sistem enzim yang
berasosiasi di dalam pembentukan klorofil.
4. Juga dipertimbangakn bahwa Fe terlibat di dalam sintesis protein dan
pertumbuhan jaringan tumbuh (meristem) yaitu akar-ujung.
Interaksi-interaksi
P tanaman tinggi, menurunkan kelarutan Fe di dalam tanaman.
Rata-rata rasio P/Fe adalah 29:1 untuk kebanyakan tanaman. Kalium
meningkatkan mobilitas dan kelarutan dari Fe, sedangkan N menekan
defisiensi Fe akibat meningkatnya pertumbuhan. Anion bikarbonat
dianggap dapat berinterferensi dengan translokasi Fe.
Bentuk-bentuk tersedia
Besi berada di dalam tanah sebagai bentuk kation ferri (Fe3+) dan ferro
(Fe++). Bentuk ferro merupakan bentuk yang tersedia dan dipengaruhi oleh
tingkat aerasi tanah yang dianggap bentuk aktif yang diambil oleh tanaman.
Tanaman-tanaman yang cukup besi dapat mengasamkan rizosfir sama seperti
senyawan komplek Fe yangt mempertinggi ketersediaan dan pengambilan.
3.12. Mangan (Mn)
Daun dengan kecukupan Mn berkisar antara 10 – 50 ppm di dalam
bahan kering daun. Level jaringan akan mencapai 200 ppm atau lebih tinggi
(kedelai sekitar 600 ppm, kapas 700 ppm, kentang manis 1380 ppm sebelum
gejala keracunan terjadi. Mangan terdapat di dalam larutan tanah sebagai
kation Mn++ dan Mn4+ serta sebagai Mn dapat ditukar. Ketersediaan Mn
dipengaruhi oleh pH tanah, dan menurun dengan meningkatnya pH.
Interaksi-interaksi
Mangan sekarang diketahui dapat berinterferensi dengan metabolisme atau
pengambilan dari unsur-unsur esensial yang lain.
Interaksi-interaksi
Zn dapat berinteraksi dengan P membentuk presipitasi. Kelebihan P
bisa menekan ketersediaan Zn, demikian pula sebaliknya. Pada tanah-tanah
berkapur tinggi Zn bisa membentuk garam yang tidak larut.
Bahkan antar unsur hara juga terjadi interaksi yang memberikan efek pada
tanaman yang kadang-kadang sulit dijelaskan apa yang menjadi
penyebabnya. Di sisi lain, gejala defisiensi hara kadang sulit dibedakan
dengan gejala kekurangan air, dan/atau gejala serangan hama dan penyakit.
Oleh karena itu, perlu dipisahkan antara gejala karena pengaruh serangan
hama dan penyakit dengan gejala defisiensi dan keracunan (Epstein dan
Bloom, 2004). Namun, jika identifikasi gejala dilakukan secara sistematis
dan cermat maka kesulitan tersebut dapat akan dapat diatasi. Salah satu alat
untuk mendiagnosa gejala defisiensi atau keracunan unsur hara pada tanaman
adalah dengan melakukan pengamatan secara visual pada daun tanaman yang
dikenal sebagai “visual symptom” (Chapman, 1978). Untuk membantu dalam
diagnosa status hara di dalam tanah dan tanaman, maka ada baiknya
dipahami betul gejala-gejala yang timbul pada tanaman dengan penyebabnya.
Greentrees (1992), telah membuat suatu diagram matriks yang menyatakan
hubungan antara gejala-gejala yang muncul pada tanaman dengan
kemungkinan kaitannya dengan unsur hara yang mengalami defisiensi atau.
Hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar tersebut memperlihatkan bahwa di antara berbagai gejala yang
mungkin terjadi atau ditemukan pada tanaman ada yang hanya dapat
dikaitkan dengan satu unsur hara (faktor) yang menjadi penyebabnya, dan
adapula yang disebabkan oleh banyak unsur hara sebagai penyebabnya.
Demikian juga dapat dilihat bahwa ada unsur hara tertentu, ternyata
memberikan satu atau dua macam gejala, namun ada pula satu unsur hara
yang mengalami defisiensi/toksik bisa menimbulkan banyak gejala yang
muncul pada tanaman. Namun secara garis besar menyatakan bahwa gejala
defisiensi satu unsur hara umumnya memberikan gejala yang banyak pada
tanaman, demikian pula sebaliknya. Keadaan ini membuat diagnosa hara
menjadi sulit, sehingga jika terjadi kasus seperti ini, maka perlu identifikasi
lanjutan.
Sebagai contoh, gejala defisiensi N bisa menimbulkan tujuh gejala
pada tanaman yaitu daun tua menguning, daun tua jatuh sebelum matang,
ujung daun tua menguning, pertumbuhan tanaman/daun kerdil, daun
berwarna hijau pucat, spindly dan pucuk menjadi lemah. Demikian juga
gejala defisiensi unsur yang lain. Oleh karena itu, cara yang relatif agak
mudah untuk menetapkan status hara adalah dengan melihat gejala tanaman
kemudian dikaitkan dengan unsur penyebabnya. Sebagai contoh, klorosis
pada daun merupakan ciri atau gejala tanaman yang dapat disebabkan oleh
banyak unsur hara seperti N, P, K, Mg, S, dan Fe. Untuk memilih unsur mana
yang paling berkaitan dengan gejala maka dapat dilihat lagi pada daun mana
awal mula terjadi klorosis, misalnya daun muda.
Jika klorosis terjadi pada daun muda, maka kemungkinan unsur yang
mengalami defisiensi ialah unsur hara immobil yaitu S dan Fe. Untuk
memastikan apakah S atau Fe, maka dapat ditelusuri penyebaran gejalanya.
Jika gejala klorosis menyeluruh daun dan berkembang ke hampir seluruh
daun, berarti unsur yang berkaitan dengan gejala tersebut adalah sulfur (S).
Hal serupa juga gejala yang terjadi karena nekrosis yang mungkin melibatkan
delapan unsur hara yang berkaitan dengan gejala ini yaitu K, Ca, Mg, S, Fe,
Zn, Mn, dan Cl. Ada satu gejala tanaman yang sangat unik yang gejala daun
berwarna ungu atau merah. Gejala ini hanya disebabkan oleh defisiensi unsur
fosfor (P), dan kemungkinan disebabkan terkait dengan unsur lain adalah
kelebihan Zn, karena dengan kelebihan Zn maka akan terjadi defisiensi P
(Prassad dan Power, 1997; Marschner’s, 2011).
Jika melalui pengamatan visual ini masih mengalami kesulitan, maka
penuntasannya dapat dilakukan dengan analisis daun dan/atau dengan
melakukan analisis tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan McCauley et al.
(2009), yang mengemukakan bahwa interpretasi visual terhadap gejala
defisiensi di dalam tanaman boleh jadi sulit sehingga perlu dikonfirmasi
ulang dengan analisis tanaman dan tanah. Kesulitan-kesulitan dalam
mengidentifikasi gejala-gejala cekaman unsur hara mungkin disebabkan oleh
beberapa hal berikut :
1. Banyak gejala yang mirip, misalnya gejala defisiensi nitrogen (N) and
sulfur (S) dapat sangat mirip tergantung kepada tempat, tingkat
pertumbuhan, dan keparahan dari defisiensi.
2. Gejala-gejala defisiensi dan keracunan (toksisitas) yang bersifat majmuk
(ganda) dapat terjadi pada waktu yang bersamaan. Lebih dari satu
defisiensi atau toksisitas dapat menghasilkan gejala atau mungkin
defisiensi satu unsur hara dapat terjadi karena kelebihan unsur hara yang
lain. Sebagai contoh, kelebihan P dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi Zn.
3. Jenis tanaman, dan bahkan beberapa varietas dari jenis yang sama,
berbeda dalam kemampuan menampakkan gejala defisiensi dan
keracunan. Sebagai contoh, jagung lebih sensitif terhadap defsiensi Zn
daripada padi dan jenis tanaman lainnya.
4. Adanya gejala-gejala defisiensi yang bersifat semu (pseudo deficiency
symptoms). Gejala semu yang dimaksudkan di sini ialah gejala-gejala
visual yang memperlihatkan kemiripan terhadap gejala-gejala defisiensi
unsur hara. Faktor-faktor potensial yang dapat menyebabkan terjadinya
gejala semu meliputi penyakit, kekeringan, kelebihan air, genetik tidak
normal, residu herbisida dan pestisida, serangan hama, dan pengaruh
kompaksi tanah.
5. Gejala yang tersembunyi. Tanaman kadangkala terjadi kekurangan unsur
hara tanpa memnunjukkan gejala visualnya.
6. Gejala-gejala lapangan yang memperlihatkan berbeda dari gejala ideal
(sesungguhnya). Banyak tanaman yang ketika diuji di lapangan atau
dikontrol terhadap peran unsur tertentu, ternyata tidak memunculkan
gejala yang diharapkan.
Klorosis antara tulang daun terjadi apabila beberapa unsur hara seperti
B, Fe, (Mg), Mn, (Ni), dan Zn berada dalam keadaan kurang (kahat). Warna
merah-ungu pada pucuk tanaman dan daun terjadi akibat kelebihan dari
hormon anthosianin sebagai pigmen berwarna ungu yang terakumulasi jika
fungsi-fungsi tanaman berada dalam keadaan tertekan (cekaman). Gejala ini
agaknya sulit untuk didiagnosa karena temperatur dingin, penyakit,
kekeringan, dan penuaan dini dari beberapa tanaman dapat juga
menyebabkan terjadinya akumulasi anthosianin ini (Bennett, 1994). Varietas-
varietas tanaman lainnya juga dapat memunculkan warna ungu daun seperti
ini. Nekrosis umumnya terjadi pada tingkat akhir dari defisiensi dan
mengakibatkan bagian-bagian tanaman awal dipengaruhi oleh defisiensi
menjadi coklat dan mati. Beberapa unsur hara bisa menimbulkan gejala ini
terutama pada bentuk pola daun atau pada bagian-bagian tertentu yang
memerlukan diagnosis secara khusus.
1. Nitrogen (N)
Nitrogen dibutuhkan oleh tanaman untuk produksi protein, asam
nukelat (DNA dan RNA), dan klorofil. Oleh karena itu, gejala-gejala
defisiensi N umumnya klorosis pada daun-daun yang lebih rendah yang
ditandai dengan warna hijau cerah hingga kuning, tanaman menjadi kerdil
dan pertumbuhan menjadi lambat, dan nekrosis pada daun-daun yang lebih
tua dalam beberapa kasus. Tanaman-tanaman yang mengalami defisiensi N
akan terjadi kematangan dini dan kualitas tanaman serta hasil biasanya akan
berkurang (Jones, 1998). Pada tanaman-tanaman biji (serealia) warna kuning
akibat diskolorasi terjadi pada ujung daun membentuk huruf “V” (Jacobsen
dan Jasper, 1991) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.7. Jika N tidak
mencukupi, maka pada tanaman biji juga akan memperlihatkan gejala seperti
sedikitnya anakan, ranting mengecil, tanaman kerdil (pendek), dan biji akan
mengahasilkan kandungan protein yang rendah. Pada tanaman kentang,
defisiensi N bisa memperlihatkan daun menggulung atau keriting (curling)
dan memiliki umbi yang kecil (Bennett, 1994) dan defisiensi N di lapangan
kadang-kadang tidak seragam tergantung pada kondisi-kondisi dari tingkat
difisiensi.
Gambar 3.7. Gejala defisiensi N dalam bentuk klorosis dan diskolorasi daun
(bentuk ‘V’) (Jacobsen dan Jasper, 1991).
2. Fosfor (P)
Tanaman membutuhkan P untuk pembentukan ATP atau energi,
karbohidrat, dan asam-asam nukleat. Defisiensi P akan menimbulkan gejala
pada tanaman-tanaman muda karena pada tahap ini biasanya relatif
memerlukan P lebih besar daripada tanaman-tanaman yang dewasa
(Grundon, 1987; McCauley et al., 2009; Maschner’s, 2011). Tanaman-
tanaman yang tumbuh di temperatur dingin, maka pada awal pertumbuhan
sering menjadi penyebab defisiensi P. Tanaman-tanaman yang kekurangan P
ini umumnya ditandai dengan daun-daun dan batang berwarna hijau tua dan
tampak kerdil (Gambar 3.8A). Daun lebih tua merupakan yang pertama kali
dipengaruhi akibat defisiensi P dan dapat berubah menjadi ungu (diskolorasi)
akibat akumulasi karbohidrat (gula). Hal ini tejadi karena kelebihan pigemn
anthosianin dan pada beberapa kasus ujung daun akan menjadi coklat dan
mati seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.8B.
Gambar 3.21. Gejala defisiensi P pada tanaman (A: daun berwarna hijau
gelap; B: daun berwarna ungu atau diskolorasi (dari:
McCauley et al., 2009, dimodifikasi.
penyakit pada akar, dan beberapa varietas akan membuat daun menjadi
merah atau ungu. Pada tumbuhan makanan kuda (alfalfa), perkembangan
tanaman lambat (Bennett, 1994). Defisiensi P pada kentang, gejalanya antara
lain daun-daun akan mengeriting dan selanjutnya akan mempengaruhi
pertumbuhan umbi. Umbi biasanya akan keluar dari zona tumbuh dan
menjadi busuk atau mengecil. Pada tanaman jagung, defisiensi P secara
visual umumnya daun-daun pada tanaman muda akan terlihat berwarna ungu
(Sufardi, 1999) seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.20b.
Dari perspektif lapangan, kekurangan P umumnya sering terjadi pada
bagian atas tanah atau pada wilayah yang telah mengalami erosi berat atau
tanah-tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut, atau tanah-tanah yang
telah diambil lapisan atasnya atau tanah-tanah yang mempunyai kadar zat
kapur karbonat (CaCO3) tinggi. Pertumbuhan tanaman pada tanah yang kaya
kalsium karbonat ini cenderung akan mengalami kekurangan P akibat
terjadinya presipitasi (pengendapan) mineral-mineral yang tidak larut dalam
bentuk Ca-P (McCauley et al., 2009).
3. Kalium (K)
Gambar 3.9. Gejala defisiensi kalium (K) pada tanaman (A: klorosis tepi
daun; B: binti-bintik pada daun (bercak putih dan kuning)
4. Klor (Cl)
Klor diperlukan oleh tanaman untuk turgor daun dan fotosintesis.
Hingga saat ini hanya sedikit informasi yang dapat didokumentasikan
terhadap defisiensi Cl sebagai gejala yang secara fisiologis sering
menimbulkan kesalahan diagnosis (misdiagnosis) pada bintik daun (Engel et
al., 2001). Namun, berdasarkan hasil-hasil penelitian yang dilaporkan
menunjukkan bahwa tanaman yang mengalami kekurangan Cl terjadi klorosis
dan menimbulkan bintik-bintik nekrosis sepanjang daun pada batas antara
jaringan hidup dan jaringan mati (Engel et al., 1998; Engel et al., 2001)
seperti dilihat pada Gambar 3.10. Mengel dan Kirkby (1987), menambahkan
bahwa defisiensi Cl juga bisa membuat daun-daun di bagian tepi menjadi
layu dan sistem akar akan bercabang sangat banyak dan gejala ini merupakan
penciri dari defisiensi Cl terutama sering ditemukan pada tanaman-tanaman
sereal (biji) seperti gandum, sorgum, dan sejenisnya. Defisiensi Cl pada
beberapa cultivar sangat banyak dan beragam sehingga mudah keliru dengan
penyakit-penyakit pada daun (Dris et al., 2002; Datnoff et al., 2007).
Gambar 3.10. Gejala defisiensi klor (Cl) pada tanaman (A: nekrosis pada
daun; B: bercak kuning dan coklat pada daun tomat)
5. Magnesium (Mg)
Magnesium merupakan unsur sentral dalam molekul klorofil dan
penting sebagai co-faktor untuk produksi ATP. Pada tanah-tanah dengan
kandungan Mg yang cukup, gejala defisiensi jarang terjadi, tetapi pada tanah-
tanah yang kekurangan (kahat) Mg, gejala defisiensi biasanya akan terjadi
klorosis antara tulang daun yang disebut “interveinal chlorosis” sehingga dan
tepi daun menjadi berwarna kuning hingga merah-ungu sedangkan tengah
daun tetap berwarna hijau.
Pada tanaman gandum, gejala defisiensi terjadi seperti bercak hijau-
kuning pada daun, sedangkan pada alfalfa, daun akan mengeriting atau
menggulung dan berwarna kemerahan di bagiah sisi bawah (Bennett, 1994).
Daun dari tanaman bit gula dan kentang yang kekurangan Mg sering
berbentuk keras dan kaku dan tulang-tulang daun sering terbelit.
Pengurangan konsentrasi Mg dalam gandum untuk makanan ternak dapat
memacu terhadap rendahnya Mg dalam serum darah ternak perumput
(Jacobsen dan Jasper, 1991). Contoh gejala klorosis daun akibat defisiensi
magnesium dapat dilihat pada Gambar 3.11.
Gambar 3.11. Gejala defisiensi magnesium (Mg) pada tanaman (A: klorosis
pada daun; B: klorosis antara tulang (vena) daun
6. Molybdenum (Mo)
Molibdenum merupakan unsur hara yang diperlukan untuk aktivitas
enzim di dalam tumbuhan dan untuk fiksasi nitrogen pada tanaman
leguminosa. Dalam kaitan ini, gejala defisiensi Mo sering menyerupai
dengan gejala kekurangan N yang ditandai dengan pertumbuhan kerdil dan
klorosis terjadi pada kacang polong atau legum. Gejala lain tentang defisiensi
Mo adalah daun-daun akan berwarna pucat yang kadang-kadang bisa hangus
(seperti terbakar), membentuk seperti mangkuk (menangkupkan) atau
menggulung. Daun-Daun mungkin juga tampak rapuh (kaku) atau menebal,
dan akan secepatnya menjadi layu dan hanya meninggalkan bagian yang di
tengah yang masih hijau atau segar.
Molibdenum merupakan unsur yang mobil dalam tanaman dan tanah.
Pada tanah yang pH di bawah 6 atau tanah-tanah yang mengalami pencucian
kuat dan tanah-tanah npasir umumnya sering terjadi defisiensi Mo. Unsur ini
juga penting dalam metabolisme nitrogen (Mengel dan Kikrby, 1987). Gejala
umum lainnya akibat defisiensi Mo adalah daun-daun yang sempit yang
ditandai dengan daun-daun tua terjadi klorosis antar tulang daun. Daun baru
pada awal akan berwarna hijau, namun selanjutnya menjadi berkarat (bercak-
bercak coklat). Pada tanaman tertentu daun berubah seperti mengkait
(whiptail). Gejala ini sering ditemukan pada tanaman sayuran terutama jenis
kubis dan bunga matahari (Bennett, 1994). Pada jeruk, defisiensi Mo daun
menjadi bintik-bintik kuning yang dimulai dari daun tertua hingga menyebar
ke seluruh daun, namun kadang-kadang gejalanya tercadi secara acak. Jika
terjdi pada musim kering, maka daun ini akan mudah keguguran. Contoh
gejala defisiensi Mg pada beberapa tanaman dapat dilihat pada Gambar 3.12.
Gambar 3.12. Gejala defisiensi molibdenum (Mo) pada tanaman (A: klorosis
pada daun; B: bintik-bintik dan bercak coklat)
7. Sulfur (S)
Sulfur merupakan unsur yang penting sebagai penyusun asam amino
dan protein, sehingga kekurangan S akan mengakibatkan terhambatnya
sintesis klorofil dan protein. Defisiensi S ditandai dengan terjadi klorosis
menyeluruh pada daun terutama muncul pada daun lebih muda hingga
akhirnya menjalar ke seluruh daun. S adalah unsur yang bersifat immobil di
dalam tanaman, sehingga gejala awal akan tampak dulu pada daun termuda.
Gejala kekurangan S mungkin sulit untuk dilakukan diagnosis karena
pengaruhnya menyerupai gejala defisiensi N dan Mo. Berlawanan dengan N
atau Mo, gejala kekurangan S pada awalnya terjadi pada daun-daun lebih
muda berubah menjadi hijau cerah hingga menguning (klorosis) seperti
disajikan pada Gambar 3.13 (McCauley et al., 2009). Pada akhir
pertumbuhan, keseluruhan ntanaman mungkin akan berwarna hijau pucat.
Ciri seperti bintik-bintik atau belang umumnya tidak terjadi akibat defisiensi
S dan jika kekurang terus berlanjut, maka batang dan cabang akan mengecil
lemah dan tipis (Chapman, 1978).
Gambar 3.13. Gejala defisiensi sulfur (S) pada tanaman (A: klorosis terjadi
menyeluruh daun; B: klorosis pada daun muda)
8. Boron (B)
Fungsi utama boron dalam tanaman berkaitan dengan pembentukan
dinding sel tanaman dan reproduksi jaringan. Tanaman yang mengalami
defisiensi B akan menyebabkan terjadinya klorosis pada daun-daun muda dan
titik pertumbuhan akan berhenti dan mati. Pada beberapa kasus, jika klorosis
berlanjut, maka daun-daun akan berubah menjadi coklat gelap, bentuk tidak
teratur yang selanjutnya berkembang menjadi nekrosis pada daun. Bintik-
bintik putih kekuningan juga bisa terbentuk pada pangkal daun. Akibat
gangguan ini pada pertumbuhan dinding sel, maka daun dan pucuk yang
mengalami kekurangan B akan menjadi tidak normal atau menyimpang dan
kaku bahkan ujung daun akan menggulung dan mengeriting (McCauley et
al., 2009). Tanaman yang terpengaruh akan tumbuh dengan lambat dan
tampak kerdil sebagai akibat pemendekan dari ruas-ruas daun (Epstein dan
Bloom, 2004). Karena B cenderung berakumulasi dalam reproduksi jaringan,
maka gejala defisiensi akan menyebabkan pembentukan bunga akan gagal
atau tidak terjadi pembuahan dan viabilitas benih biasanya jelek pada
tanaman yang kekurangan B (Jacobsen and Jasper, 1991; Weise, 1993). Pada
tanaman alfalfa dan canola, gejala defisiensi B akan menimbulakan daun
menjadi menggulung dan tidak menentu (rosetting), menguning pada daun
teratas, dan pembungaan yang jelek (Gambar 3.14).
Gambar 3.14. Gejala defisiensi boron (B) pada tanaman (A: klorosis terjadi
daun muda; B: klorosis menyebar pada seluruh daun)
9. Besi (Fe)
Besi merupakan unsur hara mikro yang bersifat immobil yang
memainkan peran yang penting dalam reaksi-reaksi respirasi dan fotosintesis,
sehingga kekurangan Fe akan mengurangi produksi klorofil dan dicirikan
dengan terjadinya klorosis antara vena daun dan di sekitar daun muda
(Marschner’s, 2011). Jika defisiensi berlanjut, maka daun muda akan menjadi
kuning keputihan dan berkembang menjadi nekrosis (Foth, 1997; Mengel dan
Kikrby, 1987). Kekurangan Fe juga dapat menyebabkan pertumbuhan
tanaman melambat dan jika dilihat dari jauh, defisiensi di lapangan akan
tampak areal menguning dengan bentuk tidak teratur khususnya apabila tanah
bawah permukaan (subsoil) mencuat ke permukaan (Follett dan Westfall,
1992). Contoh-contoh gejala daun akibat kekurangan Fe dapat dilihat pada
Gambar 3.15.
Gambar 3.15. Gejala defisiensi besi (Fe) pada tanaman (A: klorosis terjadi
pada daun bagian atas; B: klorosis pada daun muda)
Gambar 3.16. Gejala defisiensi seng (Zn) pada tanaman (A: klorosis terjadi
pada daun bagian atas; B: klorosis pada daun muda)
daun-daun muda menjadi berubah bentuk dan tidak normal serta berwarna
hijau gelap. Ujung-ujung daun sering menjadi kering atau kaku dan akan
gugur sebelum waktunya dan mati. Pucuk menjadi lemah dan perkecambahan
jelek (Gambar 3.17).
Gambar 3.17. Gejala defisiensi kalsium (Ca) pada tanaman (A: kerusakan
pada buah tomat; B: nekrosis pada daun)
Gambar 3.18. Gejala defisiensi tembaga (Cu) pada tanaman kentang dan
tomat
Ada dua gejala yang dikenal baik terhadap defisiensi Mn pada tanaman
panenan yaitu grey speck pada tanaman oats dan marsh spot pada kacang
polong (peas). Pada tanaman barley dan gandum, gejala defisiensi kadang
tampak seperti garis putih dan bintik coklat di antara vena daun (Jacobsen
dan Jasper, 1991).
Gambar 3.19. Gejala defisiensi mangan (Mn) pada tanaman (A: daun muda
mengalami kelayuan; B: ujung daun terjadi klorosis)
Keracunan N, P, dan K
Tanaman yang mengalami kelebihan N cenderung berwarna hijau
gelap dan akan mengalami pematangan yang terlambat. Oleh karena N
terlibat dalam pertumbuhan vegetatif, maka kelebihan N menghasilkan
tanaman yang cenderung sekulen yaitu memiliki batang yang tinggi tetapi
lemah dan mudah rebah (Marschner’s, 2011). Pertumbuhan baru akan
sekulen dan transpirasi tanaman menjadi tinggi tetapi efisiensi penggunaan
air menjadi rendah (Jacobsen dan Jasper, 1991). Keracunan N banyak terlihat
di bawah kondisi kering dan mungkin karena pengaruh dari kebakaran
(burning effect). Tanaman-tanaman yang dipupuk dengan pupuk-pupuk dasar
amonium (NH4+), dapat terjadi keracunan amonium yang ditunjukkan oleh
menurunnya pertumbuhan tanaman, kerusakan terjadi pada pucuk dan akar,
dan tepi akar akan menggulung ke bawah (Hale dan Orcutt, 2010).
Kelebihan P secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan
tanaman akibat berkurangnya penyerapan Fe, Mn, dan Zn, sehingga secara
potensial gejala defisiensi unsur-unsur ini akan terjadi seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya. Defisiensi Zn sering terjadi karena kelebihan fosfor
(P), demikian pula akibat tidak seimbangnya hara, maka keracunan K dapat
menyebabkan menurunnya penyerapan Mg sehingga muncul pula gejala
3.17. Rangkuman
bersifat tidak mobil adalah Ca, S, Fe, Mn, B, Cu, Zn, dan Mo. Unsur yang
gejala defisiensinya bisa terlihat pada daun muda dan tua (menyeluruh)
adalah unsur S, Cl, dan K.
Defisiensi dan toksisitas (keracunan) dapat menyebabkan kesehatan
dan produkstivitas tanaman menurun dan dapat menimbulkan gejala-gejala
visual pada tanaman. Pemahaman tentang kaedah unsur hara esensial dan
konsep mobilitas hara dalam tanaman, akan sangat membantu dalam
penentuan unsur hara mana yang berkaitan dengan gejala defisiensi dan
keracunan (toksisitas). Gejala-gejala defisiensi umum pada tanaman
mencakup pertumbuhan yang kerdil, klorosis, klorosis antar tulang (vena)
daun (interveinal chlorosis), terjadi diskolorasi warna ungu atau merah pada
daun, dan nekrosis. Defisiensi unsur-unsur hara mobil awalnya akan terlihat
pada daun yang lebih tua dan/atau daun yang di bawah, sementara defisiensi
unsur hara immobil akan terjadi pada daun lebih muda dan/atau daun bagian
atas. Keracunan unsur hara sangat sering terjadi karena kelebihan pemakaian
pupuk yang ditandai dengan gejala-gejala yang meliputi pertumbuhan tidak
normal (berlebihan atau kerdil), klorosis, diskolorasi daun, dan bintik-bintik
nekrotik. Apabila unsur hara terjadi kelebihan, maka banyak unsur hara lain
yang terhambat penyerapannya sehingga berpotensi menyebabkan gejala
defisiensi.
Sebagai alat diagnosa, pengamatan visual mungkin terbatas akibat
banyak faktor yang nmempengaruhinya seperti gejala yang tidak tampak dan
defisiensi semu, dan uji tanah dan tanaman akan dibutuhkan untuk verifikasi
cekaman nutrisi (unsur hara). Meskipun begitu, evaluasi gejala-gejala visual
di lapangan merupakan metode yang relatif murah dan cepat untuk
mendeteksi potensi defisiensi atau keracunan unsur hara pada tanaman, dan
menjadi pembelajaran untuk mengidentifikasi gejala-gejala tanaman serta
penyebabnya yang sangat penting untuk pengelolaan dan perbaikan
kesuburan tanah dan penyelesaian masalah-masalah produksi tanaman.
3.18. Glossarium
Bohn, H.L., B.L McNeal, and G.A. O,connor. 1985. Soil chemistry. John
Wiley & Sons, New York
Bould, C. E.J. Hewiit, and Needham. 1984. Diagnosis of Mineral Disorders
in Plants. Vol I. Principles. Chemical Publishing, New York.23-45 p.
Buckman, H.O., dan N.C. Brady. 2004. The Nature and Properties of Soils.
McMillan Company, New York.
Chapman, H.D. 1978. Diagnostic Criteria for Plants and Soil. Univiversity of
California, Reverside.
Datnoff, L.E., W.H. Elmer, and D.M. Huber. 2007. Mineral Nutrition and
Plant Diseases. Dowwer-Kerel. Publ. London.
Dris, R., F. H. Abdelaziz, and M. Jain. 2002. Plant Nutrition. Growth and
Diagnosis. Sience Publisher.
Effendi, B.Y. 2010. Peranan Air Bagi tanaman. http://oyie.blog.com/2010
/04/17/peranan-air-bagi-tanaman/
Engel, R, L.J. Bruebaker, and T.J. Ornberg. 2001. A chloride deficient leaf
spot of WB881 Durum. Soil Sci. Soc. Am. J. 65:1448-1454.
Engel, R.E., P.L. Bruckner, and J. Eckhoff. 1998. Critical tissue
concentration and chloride requirements for wheat. Soil Sci.Soc. Am.
J. 62:401-405.
Epstein, E., and A.J. Bloom. 2004. Mineral Nutrition of Plants: Principles
and Perspectives. 2nd Eddition. John Wiley & Sons, New York.
Fageria, N.K. 1984. Fertilization and mineral nutrition of rice. EMBRAPA-
CNPAF/Editora campus, Rio de Janeiro.
Fageria, N.K. 2008. The Use of Nutrients in Crop Plants.
Boca Raton, FL: CRC Press.
Fageria, N.K., V.C Baligar, and C.A. Jones 1991. Growth and mineral
nutrition of filed crops. Marcel Dekker, Inc., New York.
FAO. 1999. Visual Symptoms of Plant Nutrient Deficiencies. Food and
Agriculture Organization, Rome.
Foth, H., dan B. Ellis. 1997. Soil Fertility. 2nd Edition, CRC Publ.
Gardner, F.P. , R.B. Pearce, and R.L. Mitchell. 1991. Physiology of crops plants.
The Iowa State Univ. Press. Ames, IA.