I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tubuh tanaman sebagian besar terdiri atas tiga unsur, yaitu C 43,6%, O 44,4% dan H 6,2%.
Unsur-unsur ini diambilnya dari udara berupa CO2 dan O2 serta dari tanah berupa H2O.
Tanaman tidak mungkin hidup dengan hanya ketiga unsur diatas saja tetapi membutuhkan
unsur-unsur lain lagi yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Dibutuhkan unsur lainnya untuk pembentukan berbagai jenis protein, zat lemak dan zat
organik lainnya.
Untuk mengetahui berbagai macam unsur yang dibutuhkan oleh tanaman, maka banyak
orang baik peneliti bahkan masyarakat dan petani bisa menempuh dua jalan yaitu dengan
melakukan analisa misalnya analisa abu atau dengan pemiaraan di air ataupun di pasir.
2. Kompetensi Khusus
1. mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang pengertian dan unsur hara
2. Mahasiswa mampu menjelaskan pengukuran konsentrasi dalam jaringan tanman
3. Mahasiswa mampu menjelaskan fungsi dan gejala kekurangan hara pada tanaman
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan akar sebagai alat serapan hara
5. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami tentang prinsip serapan hara tanaman
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mekanisme serapan hara
Sebagian besar unsur yang dibutuhkan tanaman diserap dari larutan tanah melalui akar
tanaman, kecuali karbon dan oksigen yang diserap dari udara oleh daun. Penyerapan unsur hara
secara umum lebih lambat dibandingkan dengan penyerapan air oleh akar tanaman.
Sistem perakaran tanaman lebih dikendalikan oleh sifat genetis dari tanaman bersangkutan,
tetapi telah dibuktikan juga bahwa sistem perakaran tanaman tersebut dapat dipengaruhi oleh
kondisi tanah atau media tumbuh tanaman. Faktor yang mempengaruhi pola penyebaran akar
antara lain adalah penghalang mekanis, suhu tanah, aerasi, ketersediaan air, dan ketersediaan unsur
hara.
Pada kondisi fisik dan kimia tanah yang optimal, sistem perakaran tanaman sepenuhnya
dipengaruhi oleh faktor genetis. Perbedaan antara spesies adalah karena perbedaan genetis antara
spesies tersebut. Sebagai contoh, jenis tumbuhan rumput rumputan akan memiliki sistem akar
serabut yang menyebar dangkal dekat permukaan tanah sedangkan tanaman wortel akan
membentuk akar tunggang yang tumbuh lurus (vertikal) kedalam tanah dan membengkak sebagai
organ penyimpan zat makanan. Demikian pula dengan jenis tanaman lainnya, semuanya akan
membentuk sistem perakaran yang menjadi ciri dari spesies tanaman tersebut. Secara umum,
sistem perakaran tanaman menyebar lebih luas dibandingkan dengan tajuk tanaman yang
bersangkutan.
Pertumbuhan sistem perakaran tanaman ini akan menyimpang dari kondisi idealnya, jika
kondisi tanah sebagai media tumbuhnya tidak berada pada kondisi optimal. Sebagai contoh, jika
lipasan tanahnya dangkal (karena adanya lapisan batu cadas dibawahnya), maka akan tumbuh
secara horisontal menyebar dilapisan atas tanah tersebut. Demikian pula jika muka air tanahnyanya
dangkal, karena akar tidak dapat melangsungkan metabolismenya secara normal (aerobik) pada
kondisi tanah yang jenuh air. Perkembangan sistem percabangan akar akan lebih terangsang pada
tempat dimana air dan unsur hara lebih tersedia. Karena kesulitan dalam melakukan observasi,
penelitian tentang akar relatif terbatas dibandingkan penelitian pada bagian tajuk tanaman. Sistem
perakaran tanaman tidak hanya terus tumbuh, tetapi sebagian sistem perakaran tersebut mati
selama siklus hidup tanaman. Sebagai contoh, tumbuhan semak digurun akan mengganti tidak
kurang dari seperempat sistem perakarannya setiap tahun.
Bentuk akar yang berupa silinder dan filamen (panjang dan ramping) memberikan keuntungan
bagi akar dalam menyerap air dan unsur hara. Bentuk silinder lebih kokoh perluas penampang
melintangnya dibandingkan dengan bentuk-bentuk lainnya. Bentuk silinder ini (ditambah tudung
akar yang melindungi) menyebabkan akar lebih mampu mendorong matriks tanah dalam proses
pertumbuhannya. Sedangkan bentuk filamen memungkinkan akar untuk menjelajah luas volume
tanah perunit volume akar, dibandingkan jika mempunyai bentuk lain. Wilayah eksplorasi yang
lebih luas ini lebih meningkatkan kemungkinan kontak antara akar dengan air dan unsur hara
terutama pada kondisi yang relatif kering, karena pada kondisi ini pergerakan larutan tanah menuju
permukaan akar akan sangat lambat.
Untuk memperluas permukaan kontaknya, akar juga membentuk buluh-buluh akar. Buluh akar
merupakan penonjolan dari sel-sel epedermis akar. Panjang buluh akar sekitar 1,5 mm. Buluh-
buluh akar ini terbentuk pada daerah dekat ujung akar, tidak pada semua bagian akar. Buluh akar
juga mempunyai peranan yang penting dalam medulasi akar pada tanaman leguminosa, karena
infeksi bermula pada buluh akar ini. Pertumbuhan buluh akar akan dibatasi oleh kondisi tanah
terutama kelembaban dan aktifitas mikroorganisme tanah. Misalnya keberadaan mikoriza
(terutama tipe ektomikoriza) terbukti mnghambat pembentukan buluh akar pada tumbuhan konifer
(berdaun jarum).
5. Prinsip Serapan Hara
Perlu ditekankan kembali bahwa serapan ion dikendalikan oleh membran (paling tidak oleh
membran sel endodermis). Sehubungan dengan peran membran ini, maka ada 4 prinsip penyerapan
ion hara, yaitu :
1. Jika sel tidak melangsungkan metabolisme atau mati, maka membrannya akan mudah dilalui
oleh bahan-bahan yang terlarut (solute).
2. Molekul air dan gas-gas yang terlarut di dalamnya, seperti N2, O2 dan CO2 dapat melalui
membran dengan mudah.
3. Bahan terlarut yang bersifat hidrofobik menembus membran dengan kemudahan sebanding
dengan tingkat kelarutannya dalam lemak.
4. Ion-ion atau molekul=molekul yang bersifat hidrofilik dengan tingkat kelarutan dalam lemak
yang sama akan menembus membran dengan tingkat kemudahan berbanding terbalik dengan
ukurannya (berat molekulnya).
Jika sel dimatikan dengan perlakuan suhu tinggi atau dengan menggunakan senyawa racun,
atau jika proses metabolismenya dihambat dengan perlakuan suhu rendah atau dengan
menggunakan senyawa penghambat reaksi metabolismenya, maka sebagian ion (bahan terlarut)
akan keluar dengan mudah dalam sitoplasma sel. Hal ini merupakan bukti bahwa permeabilitas
membran terhadap ion tersebut semakin meningkat.
Belum dapat dijelaskan secara memuaskan bagaimana air (gas-gas tertentu) dapat keluar
masuk melalui membran dengan leluasa. Fenomena ini jelas memberikan keuntungan bagi
metabolisme tanaman. Hasil percobaan terbukti bahwa air lebih cepat menembus suatu membran
artifisial yang tersusun dari hanya fosfolipida, dibandingkan melalui sel membran alami sel
tanaman. Hasil pembuktian ini memberikan indikasi bahwa air agaknya membran sel tumbuhan
melalui bagian lipida dari membran, bukan melalui protein membran sebagaimana sebelumnya
diasumsikan.
Strategi pertanian organik yaitu memindahkan hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos
dan pupuk kandang menjadi biomassa tanah yang selanjutnya setelah mengalami proses
mineralisasi akan menjadi hara dalam larutan tanah. Sedangkan kegunaan pertanian organik adalah
meniadakan atau membatasi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh budidaya
kimiawi. Akhir-akhir ini pemerintah telah mensosialisasikan pertanian organik dan mencanangkan
25 tahun ke depan bahwa sistem pertanian di Indonesia 50% harus sudah melaksanakan sistem
pertanian organik (wawancara Mentan di TV). Beberapa alasan mengapa harus menerapkan
pertanian organik, karena:
1. Ketahanan pangan mulai menghadapi banyak persoalan.
2. Persoalan lingkungan sudah mulai muncul.
Sejak beberapa tahun telah terjadi kenaikan produksi yang menurun yang berarti terjadi
kejenuhan produktivitas (levelling off). Hal tersebut merupakan suatu petunjuk bahwa efisiensi
pemupukan telah menurun, salah satu sebabnya adalah kurangnya perawatan dan pelestarian
sumber daya tanah sehingga kesuburannya merosot baik dari segi kimia, fisika maupun biologi
tanah. Pendapat Harwood (1991) yang dikutip oleh Swift dan Woomer (1993) bahwa Revolusi
hijau telah menurunkan kualitas sumberdaya lahan akibat pemakaian pupuk kimia dan pestisida
yang berlebihan dan terus menerus.
Mutu tanah pertanian ditentukan antara lain oleh kandungan bahan organik tanh seperti
yang dikategorikan oleh (Karama, 2001) bahwa tanah dengan kategori buruk jika mengandung
kurang dari 1% bahan organik, kategori kurang mengandung 1-2% bahan organik, kategori sedang
mengandung 2-3% bahan organik dan kategori baik jika mengandung bahan organik 3-5%.
Tanah pertanian di Indonesia dari Barat sampai dengan Timur mempunyai kandungan
bahan organik, pH, KTK, ketersediaan hara N, P, K, Ca, Cu, Zn, S, Mo, dan Bo rendah sampai
sangat rendah. Hasil penelitian ± 65% luas sawah di Indonesia kandungan bahan organiknya
kurang dari 1% yang berarti masuk dalam kategori buruk.
Peran Bahan Organik Pada umumnya bahan organik mengandung unsur hara makro N,P
dan K rendah tetapi mengandung unsur hara mikro dalam jumlah cukup yang sangat diperlukan
bagi pertumbuhan tanaman. Keuntungan yang diperoleh jika memanfaatkan bahan organik yaitu
dapat memperbaiki kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah. Bahan organik mampu mengikat air,
memperbanyak ruang udara, mengikat metal berat / racun, meningkatkan aktivitas dan manfaat
mikro serta makroorganisme, memperbesar Kapasitas Tukar Kation dan meningkatkan efisiensi
penggunaan pupuk anorganik.
Kebiasaan para petani padi sawah dalam menangani jerami padi adalah dengan cara
membakarnya, padahal jerami padi mengandung unsur N,P,K,S,Si,Ca dan Mg ( Sutanto, 2002).
Di samping itu keuntungan pemanfaatan jerami padi dalam budidaya padi organik adalah tersedia
langsung di lahan usaha tani. Hasil penelitian di Cicurug Sukabumi, bahwa pemberian jerami padi
pada tanah sawah selama 6 musim tanam sebanyak 5 ton / ha / musim dapat menghasilkan sekitar
7 ton gabah kering giling / ha dan efisiensi pupuk N dan P meningkat . Banyak sekali bahan organik
di lahan sawah, seperti : Azolla, Crotalaria, Sesbania bahkan gulma pun dapat dijadikan sumber
pupuk organik.
Dalam usaha melestarikan produktivitas tanah dengan mengembalikan sisa panen dan
menambah bahan organik tanah merupakan kebijakan dan tindakan utama. Bahan organik
merupakan sumber utama energi untuk mikroba, oleh karena itu teknologi yang erat kaitannya
dengan penggunaan bahan organik yaitu "Teknologi Pupuk Mikroba" atau sering disebut sebagai
pupuk hayati / biofertilizer. Peran Mikroba
1. Pengomposan oleh bioaktivator
Petani sering mengeluhkan hasil pertanian organik yang produktivitasnya cenderung
rendah dan lebih rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Masalah ini sebenarnya bisa
diatasi dengan memanfaatkan bioteknologi berbasis mikroba yang diambil dari sumber-
sumber kekayaan hayati. Tanah pertanian yang subur mengandung lebih dari 100 juta
mikroba per gram tanah, jadi produktivitas dan daya dukung tanah tergantung pada
aktivitas mikroba tersebut. Tetapi ada mikroba yang menguntungkan dan ada pula yang
merugikan, oleh karena itu mikroba yang diharapkan adalah yang menguntungkan, berarti
mikroba yang digunakan harus diidentifikasi sampai sejauh mana peranannya.
Mikroba yang menguntungkan bagi pertanian yaitu berperan dalam menghancurkan
limbah organik, recycling hara tanaman, fiksasi biologis Nitrogen, pelarutan Pospat,
merangsang pertumbuhan , biokontrol pathogen dan membantu penyerapan unsur hara.
Salah satu masalah yang sering ditemui ketika menerapkan pertanian organik adalah
kandungan bahan organik dan status hara yang rendah. Cara mengatasinya yaitu dengan
memberikan pupuk hijau atau pupuk kandang. Limbah organik tersebut harus
dikomposkan dulu agar menjadi unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman, sedangkan
pengomposan alami memakan waktu yang lama antara 3 sampai 5 bulan tergantung
bahannya. Proses pengomposan dapat dipercepat dengan menggunakan mikroba
penghancur (dekomposer) yang berkemampuan tinggi. Penggunaan mikroba dapat
mempersingkat proses pengomposan dari beberapa bulan menjadi beberapa minggu.
Mikroba tersebut akan tetap hidup dan aktif di dalam kompos. Ketika kompos tersebut
diberikan ke tanah, mikroba tersebut akan berperan untuk mengendalikan organisme
patogen penyebab penyakit tanaman.
2. Pupuk Mikroba / Pupuk Hayati
Pelaksanaan pertanian organik sangat membatasi bahkan menghindari pemakaian pupuk
kimia. Untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman, jangan mengandalkan kompos sebagai
sumber utama nutrisi / unsur hara tanaman, karena kandungan hara kompos rendah.
Kompos matang kandungan haranya ± 1,7% N; ± 0,4% P2O5 dan ± 2,2% K dengan kata
lain untuk memupuk padi yang kebutuhan haranya 200kg urea / ha, 75kg SP-36 / ha dan
37,5kg Kcl / ha dibutuhkan 22 ton kompos / ha. Jumlah kompos yang demikian besar ini
memerlukan banyak tenaga kerja dan berimplikasi pada naiknya biaya produksi. Untuk
mengatasi masalah tersebut, dapat menggunakan mikroba-mikroba yang menguntungkan
yang dapat berperan dalam penyediaan dan penyerapan hara bagi tanaman.
Unsur hara N, P dan K adalah unsur yang penting bagi tanaman, semuanya melibatkan
aktivitas mikroba. Hara N tersedia banyak di udara, hampir 74% kandungan udara adalah
N, tetapi agar tersedia bagi tanaman maka N harus ditambat oleh mikroba-mikroba
penambat N seperti: Rhizobium, Azospirillum, Azotobacter dll. Hasil penelitian di
Filipina, bahwa tanaman jagung yang diinokulasi Azospirillum hasilnya meningkat sampai
48% dan kebutuhan pupuk N berkurang 66%. Begitu juga penelitian yang dilakukan
Nurmayulis (2005) memperlihatkan bahwa hasil kentang meningkat ± 20% jika diinokulasi
Azospirillum bersama-sama pemberian pupuk organik yang difermentasi M-BIO.
Mikroba lain yang berperan dalam penyediaan hara adalah mikroba pelarut Pospat dan
Kalium. Tanah pertanian di Indonesia umumnya mengandung P cukup tinggi (jenuh),
namun P ini tidak tersedia bagi tanaman karena terikat mineral liat tanah. Bila memberikan
mikroba pelarut P ke dalam tanah, maka mikroba tersebut akan melepaskan ikatan P dari
mineral liat sehingga hara P menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba ini seperti:
Pseudomonas, Bacillus, Aspergillus dll. Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan
P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam melarutkan K (Isroi, 2004). Hasil penelitian
pemberian inokulasi mikroba pelarut P pada padi sawah ternyata dapat menekan kebutuhan
NPK sampai 75% dari dosis anjuran.
Disamping itu, beberapa mikroba mampu menghasilkan hormon. Seperti Azotobacter dan
Azospirillum mampu mensintesis substansi yang secara biologis aktif dapat meningkatkan
perkecambahan biji, tegakan dan pertumbuhan tanaman seperti vitamin B, asam indol
asetat, gibberelin dan sitokinin. Hormon yang dihasilkan oleh mikroba akan diserap oleh
tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lebih cepat atau lebih besar.
Hama dan penyakit merupakan salah satu kendala dalam budidaya pertanian organik. Di
alam terdapat mikroba yang dapat mengendalikan organisme patogen. Organisme patogen
akan merugikan ketika terjadi ketidakseimbangan populasi antara organisme patogen
dengan mikroba pengendalinya. Tugas kita harus menyeimbangkan populasi kedua jenis
organisme itu, hama dan penyakit tanaman dapat dihindari.
Mikroba yang dapat mengendalikan patogen antara lain: Bacillus thuringiensis,
Bauveria bassiana dll. Aplikasi pupuk hayati / mikroba pada pertanian organik khususnya
pada tanaman padi dapat menyuplai kebutuhan hara tanaman yang selama ini dipenuhi dari
pupuk kimia. Adanya bioteknologi berbasis mikroba, para petani organik (padi) tidak perlu
hawatir dengan masalah ketersediaan bahan organik, unsur hara, dan serangan hama serta
penyakit tanaman.
1. Latihan
2. Daftar Pustaka